Anda di halaman 1dari 5

NAMA : WA SALUMIA

NIM : 1831066

KELAS : IV/B

MATA KULIAH : FIQIH KONTEMPORER

Jawab :

1. Pernikahan antara laki-laki muslim dan wanita non-muslim (musyrik), setelah


mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dari maslahatnya, MUI memfatwakan
bahwa perkawinan tersebut hukumnya haram. Begitu pula sebaliknya, seorang muslimah
yang menikah dengan laki-laki musyrik secara mutlak haram hukumnya baik itu dari
golongan ahli kitab ataupun dari agama musyrik lainnya.
Dasar hukumnya adalah Q.S Al-Baqarah : (221), yaitu :
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-
wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik
dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Berdasarkan uraian diatas, menurut saya pernikahan laki-laki muslim atau perempuan
muslim dengan laki-laki atau perempuan musyrik tidak sah. Sesuai dengan ketentuan Al-
Qur’an.
2. Perbedaan antara nikah dan kawin adalah, nikah adalah penyatuan dua insan manusia
beda jenis kelamin yang sah secara hukum dan agama; sedangkan kawin lebih mengacu
pada bersetubuh, tapi tak sah secara hukum dan agama, kecuali kalau dilakukan
setelah menikah.
Hukum seorang muslim menikahi wanita ahli kitab : Di kalangan para ulama ada dua
pendapat dalam masalah ini; a) Pendapat Pertama. Seorang muslim halal menikahi wanita-
wanita Ahli Kitab, baik yang merdeka, yang berstatus sebagai Ahli Dzimmah, ataupun yang
menjaga kehormatannya. Ini adalah pendapat jumhur ulama dari kalangan Hanafiyah. b)
Pendapat Kedua. Seorang muslim haram menikahi wanita-wanita Ahli Kitab, baik yang
merdeka, yang berstatus sebagai Ahli Dzimmah ataupun yang menjaga kehormatannya.
Hukum seorang muslimah menikahi ahli kitab : sedangkan bagi wanita Perlu ditegaskan
bahwa haram hukumnya seorang Muslimah menikah dengan laki-laki non-Muslim secara
mutlak, baik laki-laki itu dari golongan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) ataupun dari agama
musyrik lainnya. 
Golongan ahli kitab yang dimaksud adalah : Yahudi dan Nasrani.
3. Dalam pandangan Islam
Lembaga Fikih Islam OKI (Organisasi Konferensi Islam) mengadakan siding di Amman
pada tahun 1986 untuk membahas beberapa teknik inseminasi buatan, dan mengharamkan
bayi tabung dengan sperma tau ovum donor.
Namun ada juga pendapat yang menyatakan : Inseminasi yang dilakukan dengan
menggunakan sperma suami sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian
disuntikkan ke vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar
rahim yang biasa disebut dengan istilah bayi tabung, maka hal ini diperbolehkan asal
keadaan pasangan suami isteri tersebut memang benar-benar mengaruskan dan sangat ingin
memperoleh keuturunan
Hal ini sesuai dengan kaedah fikhiyyah yang berbunyi “Al-hajat tunzalu manzilah al-
dlarurah” yang artinya: Suatu kebutuhan disamakan dengan suatu hal yang darurat
(terpaksa. Kemudian ditambah lagi dengan kaidah yang berbunyi ”Al-dlarurattubihual-
mahzhurat” yang artinya: Keadaan terpaksa itu membolehkan hal-hal yang diharamkan.
Sebaliknya jika inseminasi itu dilakukan dengan bantuan donor sperma atau ovum orang
lain, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi).
Dalam pandangan Vatikan
Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung,
ibu titipan, dan seleksi jenis kelaminanak karena dipandang tidak bermoral dan bertentangan
dengan harkat manusia.
4. Homoksesual, adalah dorongan seksualitas antara sesama jenis yaitu laki-laki dengan laki-
laki.
Lesbian, sama halnya dengan homoseksual lesbian adalah dorongan ketertarikan seksualitas
antara wanita dengan wanita.
Onani, yaitu mengeluarkan sperma tanpa melalui senggama, baik dilakukan oleh laki-laki
maupun perempuan, dengan tujuan memenuhi dorongan seksual
Dalil larangan menyukai sesame jenis: dari sudut pandang Islam, tercatat di dalam Al-
Quran, pertama kali muncul hubungan sesama jenis atau praktik dari LGBT bermula pada
zaman Nabi Luth a.s. Di dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 80-81 Allah swt berfirman:
“Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia
berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang sangat hina itu,
yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum
kalian?”. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada
mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas”.
Dari ayat diatas bisa kita ketahui bahwa dengan tegas, Allah SWT menyebut kaum Nabi
Luth yang saling menyukai sesama jenis, sebagai perbuatan yang hina.
Kisah kaum nabi Luth as :
Dahulu, Nabi Luth AS bertempat tinggal di sebelah timur Palestina, tepatnya di Kan’an
dekat desa Sodom. Penduduk desa tersebut memiliki perilaku yang sangat buruk dan hanya
kemungkaran saja yang mereka lakukan. Mereka terbiasa berbuat keji dan menyalahi fitrah
manusia yang sehat yaitu dengan menjadi kaum homoseksual. Umat Nabi Luth AS tersebut
sangat terbalik pikiran dan hatinya, sebab bukan kaum wanita yang mereka sayangi dan
cintai, namun justru sesama kaum pria,
Hal tersebut Allah jelaskan dalam Alquran surat Al-A’raf ayat 80-82. Allah berfirman,
“(Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘Mengapa kalian
melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kalian
(di dunia ini)?’ Sungguh, kalian telah melampiaskan syahwat kalian kepada sesama lelaki
bukan kepada perempuan. Kalian benar-benar kaum yang melampaui batas. ‘Dan jawaban
kaumnya tidak lain hanya berkata, ‘Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negeri
kalian ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci.’” (QS. Al-A’raf: 80-82)
Dalam catatan sejarah, kaum Luth adalah kaum pertama dalam sejarah manusia yang
mempraktikkan homoseksualitas. Oleh karena itu, Allah mengutus Nabi Luth AS untuk
berdakwah dan mengajak penduduk Desa Sodom menuju kebenaran dan melakukan
perbuatan yang mulia. Namun sayangnya, mereka justru mengusir Nabi Luth AS setelah
merasa marah dengan dakwah Nabi Luth AS. Mereka bahkan berani menantang Nabi Luth
AS untuk mendatangkan azab Allah.
Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Ankabut ayat 28-29. Allah berfirman, “Dan
(ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya: ‘Sesungguhnnyya kamu benar-benar
mengerjakan perbuatan yang amat keji yang sebelumnya belum pernah dikerjakan oleh
seorang pun dari umat-umat sebelum kamu.’ Apakah sesungguhnya kamu mendatangi laki-
laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuannmu? Maka
jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: ‘Datangkanlah kepada kami azab Allah,
jika kamu termasuk orang-oranng yang benar.” (QS. Al Ankabut: 28-29)
Mendengar umatnya berani menantang azab Allah, Nabi Luth AS kemudian berdoa
dengan bersungguh-sungguh. Nabi Luth memohon pertolongan kepada Allah sebagaimana
diceritakan dalam Alquran surat Al-Ankabut ayat 30 yang artinya, “Ia berkata: Ya Tuhanku,
tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu.” (QS. Al-
Ankabut: 30)
Akhirnya Allah kemudian mengabulkan doa Nabi Luth AS. Dengan seketika, Allah
mempersiapkan malaikat untuk menimpakan azab yang begitu pedih kepada para penduduk
kota Sodom. Sebagaimana diceritakan dalam Alquran surat Al-Qamar ayat 33-36. Allah
berfirman, “Kaum Luth pun telah mendustakan ancaman-ancaman (Nabinya).
Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu
(yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan di waktu sebelum
fajar menyingsing. Sebagai nikmat dari kami. Demikianlah kami memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur. Dan sesungguhnya dia (Luth) telah memperingatkan mereka
akan azab-azab Kami, maka mereka mendustakan ancaman-ancaman itu.” (QS. Al Qamar:
33-36)
Meskipun demikian, istri Luth tidak selamat dalam musibah tersebut karena istri Nabi
Luth AS juga tergolong tidak beriman. Allah berfirman, “Kecuali Luth beserta pengikut-
pengikutnya. Sesungguhnya Kami akan menyelamatkan mereka semuanya, kecuali istrinya.
Kami telah menentukan bahwa sesungguhnya ia itu termasuk orang-orang yang tertinggal
(bersama-sama dengan orang kafir lainnya).” (QS. Al Hijr: 59-60)

Kaitannya dengan keadaan saat ini : di era saat ini perilaku menyimpang seperti kaum
Sodom telah marak terjadi diseluruh penjuru dunia, bahkan ada beberapa negara yang
melegalkan perkawinan antar sesama jenis. Naudzubillahi minzalik. Komunitas ini dikenal
dengan nama LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Tidak terkecuali Indonesia,
banyak terdapat di beberapa daerah komunitas yang menyuarakan tentang kebebasan untuk
kaum LGBT ini dengan mengatasnamakan kemanusiaan. Namun walau bagaimanapun tidak
mengakui hubungan sesame jenis sebagai sesuatu yang sah baik secara hokum mauoun
agama.

5. Pada dasarnya jadwal shalat atau ibadah lainnya seperti puasa adalah mengikuti peredaran
matahari di tempat dimana seseorang berada. Kalau di Indonesia, seseorang mengikuti
jadwal shalat yang ada di Indonesia, kalau di Arab Saudi, mengikut jadwal shalat di Arab
Saudi dan ketika di Prancis mengikuti jadwal di Prancis. Selama siklus pergantian siang dan
malam dalam kisaran waktu 24 jam, maka masih dianggap normal. Secara umum, waktu
shalat bergantung sepenuhnya pada posisi Matahari, dalam hal ketinggiannya atau sudutnya.
Adapun mengenai penentuan waktu shalat didaerah yang secara geografis adalah daerah
abnormal/kutub, ada beberapa pendapat mengenai tata cara penentuan waktu shalat di
daerah tersebut:
1. Pendapat yang mengatakan untuk daerah yang sama sekali tidak diketahui waktu fajar
dan maghribnya, seperti daerah kutub (utara dan selatan), penentuan waktu shalat
dengan cara mengira-kira waktu sesuai dengan keadaan normal, karena pergantian
malam dan siang terjadi enam bulan sekali, maka waktu sahur dan berbuka juga
menyesuaikan dengan daerah lain seperti diatas. Jika di Mekkah terbit fajar pada jam
04.30 dan maghrib pada jam 18.00, maka mereka juga harus memperhatikan waktu itu
dalam memulai puasa atau ibadah wajib lainnya.
2. Pendapat yang mengatakan bahwa penentuan waktu shalat di daerah abnormal (kutub)
mengikuti daerah normal terdekat. Jika siklus pergantian siang dan malam sudah lebih
dari 24 jam, misalnya waktu malam berlangsung hingga tiga hari seminggu atau sebulan
demikian juga siangnya seperti yang terjadi di daerah dekat kutub. Maka ketika itu kita
dibolehkan mengkuti daerah terdekat yang siklus pergantian siang dan malamnya bekisar
24 jam.

Anda mungkin juga menyukai