Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH MPK AGAMA ISLAM

KASUS PERNIKAHAN SESAMA JENIS DI INDONESIA

Disusun oleh:

Afgan Musthafa Kamil

(1206291771)

Isni Nur Shadrina

(1506675913)

Laksamana Zakiy Ramadhan

(1306436754)

Muhammad Faris Ghiyats

(1306436810)

Muhammad Widad Hassan

(1506738712)

Nabilla Larasati Karlinda

(1506673435)

Narayana Yuliandono Radiawan

(1306436771)

Wildan Raafi Utomo

(1506673246)

UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita selalu panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala nikmat yang telah
diberikan kepada kita semua sehingga penyusunan makalah ini dengan judul Kasus
Pernikahan Sesama Jenis di Indonesia dapat terselesaikan. Shalawat serta salam selalu kita
kirimkan kepada panutan dan tauladan hidup kita, yakni nabi Muhammad SAW. Yang telah
membawa hidup kita ini dari zaman kegelapan ke zaman terang-benderang.
Dalam penyusunan makalah ini. Penulis tidak dapat menyelesaikan makalah ini tanpa
adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sangat berterima
kasih kepada Dosen MPK Agama Islam, Bapak Drs. Fuad Falakhuddin M.Ag. yang telah
mendukung pembuatan makalah ini.
Sungguh merupakan suatu kebanggaan dari penulis apabila makalah ini dapat
terpakai sesuai fungsinya, dan pembacanya dapat mengerti dengan jelas apa yang dibahas
didalamnya. Tidak lupa juga penulis menerima kritikan dan saran yang membangun, yang
sangat diharapkan demi memperbaiki pembuatan makalah di kemudian hari.

Depok, Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Lembar Judul............................................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
Sejarah Pernikahan Sejenis pada Zaman Rasul...................................................................2
Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Sesama Jenis......................................................3
Tujuan Pernikahan dalam Islam............................................................................................4
Rukun dan Syarat Sah Pernikahan dalam Islam..................................................................5
Peraturan Pernikahan di Indonesia.......................................................................................7
Kasus yang Pernikahan Sesama Jenis di Indonesia..............................................................8
Tindakan yang Perlu Dilakukan Pihak Berwenang.............................................................9
Pandangan Agama Islam Terhadap Pernikahan Sejenis....................................................11
Pandangan Agama-Agama Terhadap Pernikahan Sejenis.................................................13

PENUTUP...............................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN

Topik yang diangkat pada pembahasan makalah sederhana ini sudah


menjadi permasalahan yang melekat pada diri manusia sejak awal penciptaannya. Dimulai
pada penciptaan Nabi Adam AS yang disusul oleh kehadiran Siti Hawa dan jika kita telaah
sejarah peradaban manusia, sebenarnya fenomena penyimpangan seksual sudah muncul jauh
sebelum masa Nabi Muhammad SAW, tepatnya pada masa Nabi Luth AS yang diutus untuk
kaum Sadoum. Hampir semua kitab tafsir mengabadikan kisah tersebut ketika menyingkap
kandungan ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah nabi Luth.
Namun demikian, yang terjadi pada dasawarsa dan masa moderen terakhir
diIndonesia maupun dunia internasional dalam menyikapi nafsu seksual tersebut berbalik 180
dari peristiwa empiris pada Nabi Adam as dan Siti Hawa seperti yang tersebut diatas. Para
wanita tidak merasa malu lagi ketika berpakaian minim dan para pria tidak lagi merasa ragu
ragu atas menggunakan jasa prostitusi. Bahkan, apa yang terjadi pada kaum Sodom (umat
Nabi Luth as) yakni homoseksualitas (sesama jenis), sudah menjadi hal yang biasa. Luar
biasa anehnya lagi, di negara Belanda, Homoseksual sudah menjadi budaya mereka dengan
dikeluarkannya hukum politik atas perkawinan antara para kaum gay atau lesbian.
Pernikahan adalah ikatan yang suci antara seorang laki-laki dengan seorang wanita
yang dilandasi pada agama dan keyakinannya serta disaksikan oleh kedua orang tuanya serta
saksi-saksi yang dapat yang di anggap wajar dalam masyarakat adalah pernikahan
heteroseksual atau nikah dengan lawan jenis (Antara lelaki dengan Wanita). Maka tidaklah
salah ketika pernikahan homoseksual (Lelaki dengan Lelaki) atau Lesbian (Wanita dengan
Wanita) nikah dengan sesama jenis banyak mendapat kontroversi di masyarakat karena di
anggap aneh, menyimpang dari hukum syara, dan yang lebih ironis lagi di bilang sakit jiwa.
Karena hal itulah penulis mencoba untuk membahas bagaimana pernikahan homoseksual dan
Lesbian yang hidup di Negara kita (Indonesia), dan hukum seperti apa yang berlaku di negara
kita kepada para pelaku Homoseksual dan Lesbian yang akan meresmikan hubungan mereka.

BAB II
1

PEMBAHASAN

A. Sejarah Pernikahan Sejenis pada Zaman Rasul


Praktek homeksual atau lesbian sudah pernah terjadi pada zaman nabi. Hal ini terlihat pada
kisah Nabi Luth. Umat Nabi Luth yang terkenal dengan perbuatan menyimpang, yaitu hanya
mau menikah dengan pasangan sesama jenis (homoseksual dan lesbian). Wanita menyukai
sesama jenisnya sama halnya laki-laki menyukai lawan jenisnya adalah hal yang sudah biasa.
Walau sudah diberi peringatan, mereka tak mau bertobat sehingga Allah SWT akhirnya
memberikan azab kepada mereka berupa gempa bumi yang dahsyat disertai angin kencang
dan hujan batu sehingga hancurlah rumah-rumah mereka. Dan, kaum Nabi Luth ini akhirnya
tertimbun di bawah reruntuhan rumah mereka sendiri.
Jika ada yang melakukan penyimpangan perilaku tersebut, maka dengan tegas Islam
memerintahkan mereka untuk diusir dari rumah dan negerinya, sebagaimana yang dilakukan
Nabi dengan mengusirnya ke kawasan bernama an-Naqi. Abu Bakar juga membuang satu
orang, begitu juga Umar bin al-Khatthab melakukan hal yang sama.
Dalam Al Quran dan hadits terdapat beberapa yang berisi tentang homoseksualitas da n
pernikahan sesama jenis:

Telah menceritakan kepada kami Abu Said Al Asyaj, telah menceritakan kepada kami
Abu Khalid Al Ahmar dari Adl Dlahak bin Utsman dari Makhramah bin Sulaiman dari
Kuraib dari Ibnu Abbas berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Allah tidak akan melihat seorang lelaki yang menyetubuhi lelaki lain (homoseksual)
atau (menyetubuhi) wanita dari duburnya. (HR. Tirmidzi no. 1086)

Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah ra berkata: Nabi SAW bersabda, Sesungguhnya
perkara yang paling aku takutkan atas ummatku adalah perbuatan kaum Luth
(homoseksual),(Hasan, HR at-Tirmidzi no. 1457).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a, Bahwasanya Rasulullah saw.
bersabda, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Allah
melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang
melakukan perbuatan kaum Luth, (Shahih, HR Ahmad no. 3090).
Mereka menjawab: Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa Kami tidak mempunyai
keinginan terhadap puteri-puterimu; dan Sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa
yang sebenarnya Kami kehendaki (Qs. Hud :79)
Adapun ulama Fiqh berbeda pendapat mengenai hukuman yang harus diambil untuk
para pelaku homoseks dan lesbian. Abu Hanifah bahwa pelaku homoseks dan lesbian
dihukum tazir. Sedangkan menurut pendapatnya Imam Malik adalah di rajam baik
yang melakukan muhsan (menikah) maupun ghairu muhshon. Imam Syafii kalau
pelakunya sudah menikah maka di rajam, tetapi belum menikah maka dicambuk 100

kali dan diasingkan satu tahun dari tempatnya. Imam hambali sependapat dengan Imam
Syafii.
B. Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Sesama Jenis
Perilaku seks menyimpang memang tidak mudah untuk sembuhkan bagi kalangan Lesbian
atau Gay. Ada dua faktor yang menyebabkan seorang menjadi penyuka sesama jenis, yakni
Faktor lingkungan dan faktor biologis.
Faktor lingkungan misalnya adalah ketika para orangtua ingin mempunyai anak laki-laki
namun ternyata lahir perempuan. Pada saat itu mulai didandani sebagai laki-laki, tak
ketinggalan juga dengan pakaian yang menyerupai laki-laki. Ketika si Anak ini menginjak
puber, sifat laki-lakinya yang dominan, begitu juga sebaliknya.
Kemudian dari faktor Biologis, seorang anak yang menginjak Puber tidak pernah mengalami
prilaku remaja pada umumnya. Seperti, munculnya kelamin sekunder, mimpi basah, hingga
Haid. Termasuk, salah belajar dalam pengenalan identitas gender.
Selain faktor itu, yang menjadi dominan adalah pengalaman seksual pertama. Seperti
misalnya, ketika ada anak yang menjadi korban sodomi, lebih banyak memiliki prilaku seks
yang meyimpang. Artinya, jika si anak tersebut menganggap bahwa ketika disodomi ini
menjadi pengalaman yang menyenangkan. Meski menjadi korban, sodomi misalnya, proses
selanjutnya yang berpengaruh sehingga anak tersebut memiliki prilaku seks yang meyimpang
Solusi penanganannya ketika seseorang sudah terjerumus menjadi penyuka sesama jenis
adalah perlu adanya restrukturisasi Biologis. Kemudian kepada orangtua juga harus
memberikan pemahaman bahwa jika anaknya perempuan adalah orientasinya seperti ini. Dan
merawat organ reproduksi secara baik.
Pernikahan sesama jenis (juga dikenal sebagai pernikahan gay) merupakan pernikahan antara
dua orang yang memiliki jenis kelamin dan/atau identitas gender. Pengakuan hukum
pernikahan sesama jenis atau kemungkinan untuk melakukan pernikahan sesama jenis
kadang-kadang disebut sebagai kesetaraan perkawinan atau pernikahan setara, terutama oleh
para pendukungnya.
Hukum pertama pada zaman modern yang memungkinkan pernikahan sesama jenis
diberlakukan selama dekade pertama abad ke-21. Pada 19 Agustus 2013, lima belas negara
(Afrika Selatan, Argentina, Belanda, Belgia, Brazil, Denmark Islandia, Kanada, Norwegia,
Perancis, Portugal, Selandia Baru Spanyol, Swedia, Uruguay), dan beberapa yuridiksi subnasional (bagian dari Meksiko dan Amerika Serikat), mengizinkan pasangan sesama jenis
untuk menikah. Sebuah undang-undang telah disahkan oleh Britania Raya, efektif dalam
Inggris dan Wales, yang diharapkan sepenuhnya berlaku di 2014. Polling di berbagai negara
menunjukkan bahwa ada peningkatan dukungan untuk mengakui secara hukum pernikahan
sesama jenis di seluruh ras, etnis, usia, agama, afiliasi politik, dan status sosial ekonomi.

Pernikahan sesama jenis dapat dilakukan di upacara sipil yang sekuler atau dalam pengaturan
agama. Berbagai komunitas agama di seluruh dunia mendukung izin pasangan sesama jenis
untuk menikah atau melakukan upacara pernikahan sesama jenis, seperti: Gereja Swedia,
Quakers, Episkopal Amerika Serikat, Gereja Komunitas Metropolitan, Gereja Kristus Serikat,
Gereja Kanada Serikat, Buddhisme di Australia, Yahudi Reformasi dan Konservatif, Wicca,
Druid, Unitarian Universalis, dan agama Pribumi Amerika dengan tradisi dua-roh, serta
berbagai Kristen, Islam, Hindu, Buddha, dan kelompok-kelompok Yahudi dan berbagai
agama dan denominasi kecil lainnya yang progresif dan modern.
C. Tujuan Pernikahan dalam Islam
Pernikahan menjadi suatu prosesi yang sakral bagi semua orang. Setiap orang yang saling
mencintai berharap hubungan mereka dipersatukan ke jenjang pernikahan. Ada banyak
alasan pasangan untuk menikah salah satunya adalah untuk melaksanakan sunnah Nabi.
Namun, tidak semua orang melakukan pernikahan karena alasan tersebut. Ada di antara
mereka yang menikah dengan tujuan untuk mendapatkan harta atau kenikmatan dari
pasangannya saja. Bahkan di antara mereka ada yang meninggalkan pasangannya setelah
mendapatkan
apa
yang
diinginkan.
Padahal sebenarnya di dalam agama Islam, pernikahan bukan hanya dijadikan ajang
pemersatu dua hati yang saling mencintai saja. Namun lebih dari pada itu, ada beberapa
tujuan dari melakukan pernikahan di dalam Islam. Apa sajakah itu? Berikut ini ulasan
selengkapnya.
1. Menjaga Diri Dari Perbuatan Maksiat
Tujuan pertama dari pernikahan menurut Islam adalah untuk menjaga diri dari perbuatan
maksiat. Seperti yang diketahui, pada saat ini banyak anak muda yang menjalin hubungan
yang tidak diperbolehkan di dalam Islam yakni dengan berpacaran. Hubungan yang demikian
ini menjadi ladang dosa bagi mereka yang menjalaninya karena dapat menimbulkan nafsu
antara satu dengan lainnya.
Rasulullah SAW bersabda: Wahai para pemuda, barang siapa dari kamu telah mampu
memikul tanggul jawab keluarga, hendaknya segera menikah, karena dengan pernikahan
engkau lebih mampu untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluanmu. Dan barang
siapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa itu dapat
mengendalikan dorongan seksualnya. (Muttafaqun alaih).
Nafsu syahwat merupakan fitrah yang ada dalam diri manusia. Untuk menjaga diri dari
perbuatan maksiat, maka mereka yang telah mampu dianjurkan untuk menikah. Namun jika
belum mampu, maka hendaknya berpuasa untuk mengendalikan diri.

2. Mengamalkan Ajaran Rasulullah SAW


Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa pernikahan itu merupakan sunnah Nabi, jadi
mengamalkan ajaran Rasulullah SAW menjadi salah satu tujuan dari pernikahan di dalam
4

Islam. Sebagai umat Muslim, Rasulullah SAW dijadikan sebagai teladan dalam menjalani
kehidupan. Dengan mengikuti apa yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW berarti kita sudah
menjalankan sunnah-ya. Salah satu sunnah Rasul itu adalah menikah.
3. Memperbanyak Jumlah Umat Islam
Tujuan selanjutnya dari pernikahan adalah untuk menambah jumlah umat Islam. Maksudnya
di sini adalah buah dari pernikahan tersebut akan melahirkan anak-anak kaum muslim ke
dunia dan mendidiknya menjadi umat yang berguna bagi agama dan masyarakat. Rasulullah
SAW
bersabda:
Nikahilah wanita-wanita yang bersifat penyayang dan subur (banyak anak), karena aku akan
berbangga-bangga dengan (jumlah) kalian dihadapan umat-umat lainnya kelak pada hari
qiyamat. (Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, At Thabrany dan dishahihkan oleh Al Albany)
4. Mendapat Kenyamanan
Tidak hanya faktor kepentingan agama saja, ternyata menikah juga bertujuan untuk diri kita
sendiri. Tujuan tersebut untuk mendapatkan kenyamanan dan kedamaian dalam kehidupan di
dunia ini. Allah Taala berfirman:
Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan
rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir [Ar-Rum 21].
5. Membina Rumah Tangga Yang Islami & Menerapkan Syariat
Tujuan terakhir pernikahan dalam agama Islam adalah untuk membia rumah tangga yang
islami dan menerapkan syariat. Memang segala sesuatunya dimulai dari hal-hal yang kecil
terlebih dahulu. Maka masyarakat yang damai dan menjalankan ajaran Allah juga berasal dari
tiap-tiap keluarga yang damai dan menjalankan perintah Allah. Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakaranya adalah manusia dan batu; penjaganya mailakt-malaikat yang kasar yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim 6).
Demikianlah ulasan mengenai lima tujuan menikah dalam agama Islam. Sebagai kaum
muslim, kita selayaknya mengetahui apa tujuan dari sebuah perintah atau anjuran Allah dan
Rasulnya. Setelah mengetahuinya, ada baiknya untuk menjalankan amalan tersebut agar
mendapatkan keridhaan Allah SWT.
D. Rukun dan Syarat Sah Pernikahan dalam Islam
Akad nikah mempunyai beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun dan
syarat menentukan hukum suatu perbuatan, terutama yang menyangkut dengan sah atau
5

tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang
sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam pernikahan
misalnya, rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal. Artinya, pernikahan tidak sah bila
keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Perbedaan rukun dan syarat adalah kalau rukun itu
harus ada dalam satu amalan dan merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut.
Sementara syarat adalah sesuatu yang harus ada dalam satu amalan namun ia bukan bagian
dari amalan tersebut.
A. Rukun Nikah
Rukun nikah adalah sebagai berikut:
1. Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syari
untuk menikah. Di antara perkara syari yang menghalangi keabsahan suatu
pernikahan misalnya si wanita yang akan dinikahi termasuk orang yang haram
dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan nasab atau hubungan penyusuan.
Atau, si wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang lainnya
misalnya si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya
seorang muslimah.
2. Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan
posisi wali. Misalnya dengan si wali mengatakan, Zawwajtuka Fulanah (Aku
nikahkan engkau dengan si Fulanah) atau Ankahtuka Fulanah (Aku nikahkan
engkau dengan Fulanah).
3. Adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya,
dengan menyatakan, Qabiltu Hadzan Nikah atau Qabiltu Hadzat Tazwij
(Aku terima pernikahan ini) atau Qabiltuha. Dalam ijab dan qabul dipakai
lafadz inkah dan tazwij karena dua lafadz ini yang datang dalam Al-Qur`an.
Seperti firman Allah Subhanahu wa Taala:
Maka
tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap istrinya (menceraikannya),
zawwajnakaha1 (Kami nikahkan engkau dengan Zainab yang telah diceraikan
Zaid). (Al-Ahzab: 37)
4. Adanya wali adalah pengasuh pengantin perempuan pada waktu menikah atau
orang yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki. Dalam hadits
Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali. (HR. Aldisebutkan:
Khamsah kecuali An-Nasa`i) Bila seorang wanita tidak memiliki wali nasab atau
walinya enggan menikahkannya, maka hakim/penguasa memiliki hak perwalian
atasnya dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:
Maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki
wali. (HR. Abu Dawud)
5. Dua orang saksi Saksi adalah orang yang menyaksikan sah atau tidaknya suatu

pernikahan. Hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma:
6

(7558 ) Tidak ada nikah kecuali dengan adanya


wali dan dua saksi yang adil. (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i)
B. Syarat Nikah

Syarat calon pengantin pria sebagai berikut :


a) Beragama Islam
b) Terang prianya (bukan banci)
c) Tidak dipaksa
d) Tidak beristri empat orang
e) Bukan Mahram bakal istri
f) Tidak mempunyai istri dalam yang haram dimadu dengan bakal isteri
g) Mengetahui bakal istri tidak haram dinikahinya
h) Tidak sedang dalam ihram atau umrah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa

Seorang yang sedang berihram
sallam bersabda:
tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh
mengkhitbah. (HR. Muslim)

Syarat calon pengantin wanita sebagai berikut :

a) Beragama Islam
b) Terang wanitanya (bukan banci)
c) Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya Hadits Abu Hurairah
radhiyallahu
anhu:



Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai
pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya. (HR.
Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 3458) Terkecuali bila si wanita masih kecil,
belum baligh, maka boleh bagi walinya menikahkannya tanpa seizinnya.
d) Tidak bersuami dan tidak dalam iddah
e) Bukan mahram bakal suami
f) Belum pernah dili'an ( sumpah li'an) oleh bakal suami.
7

g) Terang orangnya
h) Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah

Ijab dan Qabul Ijab dan qabul harus berbentuk dari asal kata "inkah" atau "tazwij"
atau terjemahan dari kedua asal kata tersebut yang dalam bahasa Indonesia berarti
"Menikahkan". Contoh :

a)

Ijab dari wali calon mempelai perempuan : Hai Wulan bin, saya nikahkan fulanah,
anak saya dengan engkau, dengan ;mas kawin (mahar).

b) kabul dari calon mempelai pria ; saya terima nikahnya fatimah binti........ dengan
maskawin (mahar)............

E. Peraturan Pernikahan di Indonesia


Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU
Perkawinan), perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri.

Pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.
Selain itu, di dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dikatakan juga bahwa perkawinan
adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.
Ini berarti selain negara hanya mengenal perkawinan antara wanita dan pria, negara juga
mengembalikan lagi hal tersebut kepada agama masing-masing.
Mengenai perkawinan yang diakui oleh negara hanyalah perkawinan antara pria dan wanita
juga dapat kita lihat dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) beserta penjelasannya dan Pasal 45 ayat (1)
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil (Perda DKI Jakarta No. 2/2011) beserta penjelasannya:
Pasal 34 ayat (1) UU Adminduk:
Perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan wajib dilaporkan
oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60
(enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.
Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU Adminduk:
8

Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Selain itu, Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga secara tidak langsung hanya
mengakui perkawinan antara pria dan wanita, yang dapat kita lihat dari beberapa pasalpasalnya di bawah ini:
Pasal 1 huruf a KHI:
Peminangan ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang
pria dengan seorang wanita.
Pasal 1 huruf d KHI:
Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik
berbentuk barang, uang, atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
F. Kasus Pernikahan Sejenis yang Pernah Terjadi di Indonesia
Di Indonesia, sudah terjadi beberapa kasus pernikahan sejenis di beberapa daerah.
Salah satunya yaitu terjadi di Wonosobo, Jawa Tengah. Pernikahan ini merupakan pernikahan
sejenis sesama laki-laki antara Andi Budi Sutrisno alias Andini, warga Desa Teges Wetan,
Kepil dengan Didik Suseno, warga Pituruh, Kabupaten Purworejo. Namun, Kepolisian Sektor
Kepil, Polres Wonosobo, Jawa Tengah berhasil menggagalkan rencana pernikahan sejenis
tersebut.
Kapolsek Kepil, AKP Surakhman mengatakan, pihaknya menerima laporan dari
masyarakat tentang rencana pernikahan sesama jenis tersebut. Karena kegiatan ini jelas
melanggar hukum dan meresahkan masyarakat sekitar, pihaknya meminta pernikahan
tersebut dibatalkan. Polsek Kepil berhasil menggagalkan rencana pernikahan sesama jenis
tersebut dengan cara persuasif dan kekeluargaan.
Kapolsek Kepil mengimbau masyarakat untuk senantiasa saling peduli dan
mengingatkan satu sama lain ketika ada kegiatan yang bertentangan dengan hukum.
Selain itu, juga pernah terjadi pernikahan sejenis di Rengat, Kabupaten Indragiri
Hulu, Provinsi Riau. Pernikahan tersebut merupakan pernikahan sesama perempuan antara
pasangan laki-laki mengaku nama Defrian Suryono dan mempelai perempuan berinisial RE
warga Kecamatan Rengat.
Mempelai laki-laki ternyata adalah seorang wanita bernama Desi diduga telah
memalsukan identitas, memberi keterangan palsu, dan pemalsuan dokumen dari perempuan
menjadi pria. Aksi pemalsuan identitas, Desi dibantu oleh seorang warga Desa Sungai
Beringin inisial LK, memberikan surat pengantar untuk pengurusan KTP dan KK di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Hal ini adalah ilegal dan melanggar karena
itu harus diselesaikan secara hukum.
9

Selain itu, di Provinsi Bali, sepanjang tahun 2015 tercatat ada lima kali pernikahan
sejenis diadakan di Pulau Bali. Hal tersebut diungkapkan Humas Bali Wedding Asosiasi,
Lukas Bundi, di Denpasar, Rabu (30/12/2015). Dalam pernikahan itu hanya dilakukan doa
untuk pasangan pengantin. Disana siapapun menjadi pendetanya, karena mereka hanya
berdoa saja. Dalam doa itu mereka mengatakan semoga hubungan kalian bahagia.
Lukas menjelaskan, memang ada wedding organizer yang khusus menangani
pernikahan sesama jenis tersebut. Bahkan, para pengantin terang-terangan membuka website
bahwa mereka melayani pernikahan sesama jenis.
Sebelumnya sudah ada satu pasangan yang menghebohkan Bali akan pernikahan
sejenis di Ubud, Gianyar, yang terbaru kini pernikahan tersebut diduga dilakukan di daerah
Nusa Dua, Badung.
G. Tindakan yang Perlu Dilakukan Pihak Berwenang
Akhir-akhir ini, perhatian publik banyak tersita dengan agenda legalisasi Lesbian,
Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di negeri ini. Organisasi LGBT rupanya bergerak
berdasarkan pemahaman yang minim terhadap konsep Hak Asasi Manusia.
Pada dasarnya, negara kita adalah negara yang berdasarkan atas negara hukum
pancasila. Negara yang memiliki aturan tersendiri, dalam mewujudkan keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan pada tatanannya. Aturan-aturan tersebut selanjutnya
diderivasikan dala hukum positif yang mengatur, mengikat, bahkan bisa memaksa.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh LGBT dalam mencapai tujuannya rupanya banyak
yang menabrak peraturan perundang-undangan yang berlaku. Segala hak yang dimiliki oleh
manusia telah dirumuskan melalui Peraturan Perundang-Undangan dengan membatasi hak
tersebut agar tidak bertentangan dengan norma-norma sosial yang berlaku dimasyarakat
(Vide: Pasal 28 J UUD NRI 1945).
Salah satu propaganda yang banyak dilakukan oleh LGBT, yaitu gerakan hegemoni
melalui media, baik melalui media cetak maupun melalui media sosial, yang telah menjadi
trend masa kini. Dan penghasutan-penghasutan yang dilakukan oleh LGBT melalui media
sosial, cenderung mengarahkan opini publik bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang
benar dan perlu dukungan moril.
Menelisik beberapa propaganda yang dilakukan itu, gerekan LGBT rupanya telah
mengarah ke sosialisasi orientasi seksual yang melanggar norma-norma kesusilaan yang ada
di Indonesia. Hal ini pun jika dikualifisir dalam Undang-Undang, tindakannya telah tergolong
sebagai peristiwa pidana. Tindak perbuatan tersebut memenuhi kualifikasi Pasal 27 ayat 1
Juncto Pasal 45 UUITE. Pasal a quo pada intinya menyatakan: Setiap orang dengan sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektrik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan, diancam pidana 6 (enam) tahun.
10

Dan tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar pengguna media sosial, adalah
anak-anak dan cenderung lepas dari pemantauan orang tua mereka masing-masing.
Manakalah LGBT memilih gerakan melalui media sosial dengan anggapan bahwa media
sosial adalah media ekspresi yang memang meleburkan batas-batas etika, hingga bisa
menjangkau banyak kalangan. Maka pada poin tersebut gerakan LGBT telah mematikan
hukum positif yang berlaku di negeri ini.
Penyebaran atau propaganda LGBT dalam bentuk simualsi gambar-gambar tidak
senonoh. Itu sudah pasti, akan berdampak terhadap anak-anak sebagai salah satu pengguna
media sosial terbanyak di Indonesia. Anak-anak, suatu waktu tidak mampu lagi membedakan
limitasi antara kebaikan dan keburukan. Padahal, Pasal 15 UU Nomor 35 Tahun 2014 atas
perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak telah
memberikan jaminan hak bagi setiap anak untuk memperoleh perlindungan dari kejahatan
seksual. Dalam konteks ini, Kampanye LGBT tentu berpotensi merampas hak-hak jutaan
anak Indonesia untuk terjamin masa tumbuh kembangnya.
Propaganda LGBT, nampaknya tidak cermat memperhatikan Undang-Undang, dalam
melancarkan aksi heroiknya. Para kaum LGBT, hanya berpegang kepada Hak Asasi Manusia,
tetapi lupa akan kekuatan hak asasi itu terbatasi oleh hak orang lain, termasuk hak anak-anak
kita di masa mendatang, bahwa tidak mungkin dunia realnya dijungkirbalikan dari
adikodratinya.

Kriminalisasi LGBT
Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh LGBT sebagai bentuk pembangkangan
terhadap aturan hukum dan norma yang berlaku di dalam masyarakat. Maka, diperlukan
tindakan serius bagi aparat penegak hukum untuk mengembalikan marwah hukum itu di
ranah sosio filsufisnya.
Bahwa gerakan yang dilakukan oleh kelompok LGBT melalui media sosial, yang
tidak memperhatikan UUITE, perlu mendapatkan penanganan sebagaimana ketentuan pidana
pada Pasal 45 UU ITE yang mengatur bahwa setiap orang yang menyebarkan berita, gambar
yang bermuatan kesusilaan. Dan oleh karena propaganda LGBT di media sosial, sudah
termasuk penyebaran konten asusila maka dapat dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
LGBT bukan merupakan penyakit turunan (genetic), sebagiamana yang kerap mereka
dalilkan. LGBT merupakan konstruk sosial, sehingga gerakan LGBT tidak dapat dibenarkan.
LGBT, pun merupakan gangguan kejiwaan yang harusnya mendapat penanganan yang tepat
oleh ahli kejiwaan.

11

Gerakan LGBT harus mendapat perhatian serius oleh pemerintah. Kita tidak bisa lagi melihat
LGBT dalam perspektif individual. Melainkan, orang-orang yang bergabung dalam LGBT
harus mendapat perhatian khusus dan pengembalian pemahaman tentang orientasi seksual.
Sehingganya, tidak menjadi keresahan dalam lingkungan masyarakat, dan tidak
mempengaruhi ruang-ruang publik, untuk membenarkan apa yang mereka lakukan, terkhusus
tunas anak muda kita.
Masyarakat pun tidak boleh main hakim sendiri menanggapi persoalan LGBT ini.
Masyarakat harus sepenuhnya menyerahkan persoalan LGBT kepada penegak hukum untuk
menangani gerakan-gerakan yang dilakukan oleh LGBT. Baik itu melakukan tindakan
represif karena telah menyalahi ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku, maupun
tindakan persuasif untuk memberi pemahaman kepada pelaku LGBT, perihal hukum dan
limitasi hak asasi manusia yang berlaku di negeri berkeadaban ini.
H. Pandangan Agama Islam Terhadap Pernikahan Sejenis
Pernikahan sesama jenis membahayakan suasana keluarga yang sejati setia di mana
anak-anak harus dibesarkan dengan nilai moral dan kebenaran. Hubungan perkawinan gay
dan lesbian akan berdampak pada kurangnya penerimaan sosial dan memberikan ancaman
serius bagi keberadaan institusi keluarga. Pernikahan sesama jenis juga mengancam
keberadaan ras manusia. Hubungan tersebut tidak bisa membangun komunitas manusia atau
melestarikan keberadaan manusia. Pernikahan secara universal dikenal dan diakui sebagai
perjanjian resmi antara seorang pria dan seorang wanita, bukan antara seorang pria dan
seorang pria atau antara seorang wanita dan seorang wanita.
Allah memberitahu kita dalam Al Quran bahwa Dia menciptakan segala sesuatu
secara berpasangan. Mengacu pada hal ini, Allah swt berfirman,
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah. (Ad Dzariyat:49)
Dan pasti, pasangan yang dimaksud dalam ayat di atas adalah dari jenis yang berbeda,
bukan dari jenis yang sama. Allah menjadikan segala sesuatu harus membutuhkan yang lain
dari jenisnya, sehingga orang akan saling melengkapi. Dalam bidang listrik misalnya, kutub
positif dan negatif harus berada dalam kontak sehingga mendorong arus listrik, yang pada
gilirannya menghasilkan cahaya, panas, gerak, dll. Bahkan hewan jantan dan betina juga
mengetahui secara naluriah hewani yang diberikan Allah, harus berhubungan dalam rangka
untuk berkembang biak. Alquran juga menyoroti ketentuan alamiah ini:
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari
apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui. (Yassin:36)
Mengenai ketetapan-Nya ini, Allah SWT telah memfasilitasinya dengan tradisi suci
bagi seorang pria dan seorang wanita untuk bersatu sedemikian rupa untuk mencapai status
12

manusia luhur, yaitu melalui pernikahan. Sebagaimana disebutkan di atas, pernikahan


sesama jenis akan menghasilkan bahaya sosial yang serius, merusak fondasi dasar keluarga,
masyarakat, dan komunitas manusia. Seluruh umat Islam sepakat bahwa homoseksual
termasuk dosa besar. Oleh karena perbuatan yang menjijikkan inilah, Allah kemudian
memusnahkan kaum nabi Luth A.S dengan cara yang sangat mengerikan. Allah SWT
berfirman:
Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, Dan kamu tinggalkan
isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang
melampaui batas (As-Syura : 165-166)
Sudah sepantasnya prilaku sodomi yang kini terkenal dengan Gay-Lesbi dilarang
keras. Bahkan nabi Muhammad saw. Bersabda:
Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan umat Nabi Luth, bunuhlah
mereka baik yang mensodomi maupun yang disodomi! (HR. Ibnu Majah).
Oleh karena itulah ancaman hukuman terhadap pelaku homoseksual jauh lebih berat
dibandingkan dengan hukuman bagi pelaku pezina. Didalam perzinahan, hukuman dibagi
menjadi dua yaitu bagi yang sudah menikah dihukum rajam, sedangkan bagi yang belum
menikah di cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Adapaun dalam praktek
homoseksual tidak ada pembagian tersebut. Asalkan sudah dewasa dan berakal (bukan gila)
maka hukumannya sama saja (tidak ada perbedaan hukuman bagi yang sudah menikah atau
yang belum menikah).
Dalam Islam, pernikahan seorang pria dan seorang wanita tidak hanya masalah
keuangan dan seksual dalam hidup bersama. Namun ini adalah ikatan yang sakral, hadiah
dari Allah, untuk menjalani hidup bahagia menyenangkan dan melanjutkan garis keturunan.
Tujuan utama dari perkawinan dalam Islam adalah realisasi dari ketenangan dan kasih sayang
antara suami dan istri. Pernikahan juga bertujuan untuk melestarikan umat manusia dan
melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan. Ia memelihara tatanan sosial dan stabilitas
masyarakat. Pernikahan sesama jenis, di sisi lain memberikan ancaman serius bagi institusi
keluarga, permasalahan sosial, membahayakan kehidupan keluarga yang indah, dan tatanan
sosial masyarakat manusia.
Padahal tentang Kisah Nabi Luth a.s Al-Quran sudah memberikan gambaran jelas
bagaima terkutuknya kaum abi Luth yang merupakan pelaku homoseksual ini: Dan(Kami
juga telah mengutus) Luth(kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkal dia berkata kepada kaumnya:
Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu,yang belum pernah dikerjakan oleh
seorang pun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian medatangi laki-laki untuk melepaska
syahwat,bukan kepada wanita; malah kalian kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya
tidak lain mengatakan: Usirlah mereka dari kotamu ini sesungguhnya mereka adalah orangorang yag berpura-pura mensucikan diri. Kemudian kami selamatkan dia dan pegikutpengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yag tertiggal(dibinasakan). Dan
13

kami turunkan mereka hujan(batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang


yang berdosa itu (QS Al-Araf:80-84).
I. Pandangan Agama-Agama Terhadap Kasus Pernikahan Sejenis
Banyak pakar mengatakan, LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) bukanlah
semata permasalahan orientasi seksual, tapi merupakan penyimpangan terhadap perilaku
seksual.
Sementara itu pemuka agama berpesan, seorang yang berpotensi sebagai LGBT adalah ujian
dari Tuhan. Tetapi mereka harus berusaha semaksimal mungkin agar tidak sampai
menyalurkan hasrat seksualnya yang menyimpang dari ajaran agama.
Ternyata bukan hanya Islam saja yang melarang perilaku menyimpang LGBT, agama lain
juga memiliki pandangan yang sama. Berikut ini adalah pandangan agama-agama terhadap
LGBT, seperti yang ditulis dalam buku berjudul Membongkar Rahasia Jaringan Cinta
Terlarang Kaum Homoseksual (Penerbit Hujjah Press).
Pandangan Kristen
Dalam ajaran Kristen disebutkan, bahwa segala praktik seksual yang menyimpang dianggap
sebagai perbuatan keji. Bibel menyebutnya sebagai ibadah kafir yang lazim dikenal dengan
nama pelacuran kudus. Ajaran Kristen sangat mengutuk dan mengecam pelakunya, karena
bertentangan dengan moral.
Dalam Perjanjian Baru, Paulus mengingatkan, bahwa praktik homoseksual adalah sebagian
dari bentuk kebejatan moral dunia lafir, darimana orang-orang Kristen sebenarnya telah
dibebaskan dan disucikan oleh Kristus.
Karena itu Allah menyerahkan mereka pada hawa nafsu yang memalukan, sebab istri-istri
mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tidak wajar (Roma 1:26).
Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan istri mereka
dan menyala-nyala dalam birahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka
melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dank arena itu mereka menerima dalam
diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. (Roma 1:27).
Selain itu disebutkan pula bahwa pelaku homoseksual diancam hukuman mati. Dalam
Imamat 20:13 disebutkan: Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh
dengan perempuan, karena itu suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati, dan darah
mereka tertimpa kepada mereka sendiri.
Tentang peristiwa Sodom dan Gomorah di dalam Kitab Kejadian disebutkan: Sesudah itu
berfirmanlah Tuhan: Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Comora

14

dan sesungguhnya sangat berat dosanya. (Kejadian 18:20). Kisah Lot (Luth) dengan kaumnya
yang homoseksual juga dijelaskan dalam Kitab Kejadian 19: 4-8.

Pandangan Katolik
Pada tahun 2005, Paus Benekdiktus XVI menegaskan, bahwa Gereja Katolik melarang
pernikahan sesama jenis dan menentang aborsi. Sikap ini disampaikan menjelang referendum
di Italia soal reproduksi dan inseminasi buatan. Meskipun banyak pastor yang terjerat skandal
homoseksual, Paus tetap bersikap tegas terhadap masalah homoseksual.
Pada 18 Juni 2005, lebih dari 500.000 umat Katolik berkampanye didukung sekitar 20 Uskup
senior untuk menentang hukum baru di Spanyol yang mengesahkan perkawinan sesama jenis.
Meskipun mayoritas Katolik, Spanyol adalah negara ketiga yang melegalkan pasangan
homoseksual setelah Belanda dan Belgia. Mayoritas kaum Katolik di Spanyol tanpanya tidak
menggubris larangan Paus.Prinsip sekuler-liberal telah menjerumuskan perilaku
masyarakatnya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Islam meyakini bahwa segala perintah dan larangan Allah SWT baik berupa larangan
atau perintah tak lain bertujuan untuk menciptalan kemaslahatan hidup manusia di dunia dan
akhirat, termasuk tujuan pelarangan praktik homoseksual dan lesbian yang dimaksudkan
untuk memanusiakan manusia dan menghormati hak-hak mereka. Untuk hukumnya
sendiripun sudah jelas bahwasanya haram untuk dilakukan dan tidak patut untuk dilakukan
karena hal ini adalah perbuatan yang keji.
Di Indonesia, berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri. Selain itu, di dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dikatakan juga
bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
15

dan kepercayaannya. Ini berarti selain negara hanya mengenal perkawinan antara wanita dan
pria, negara juga mengembalikan lagi hal tersebut kepada agama masing-masing. Mengenai
perkawinan yang diakui oleh negara hanyalah perkawinan antara pria dan wanita juga dapat
kita lihat dalam Pasal 34 ayat (1).
Berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia perkawinan sesama jenis
tidak dapat dilakukan karena menurut hukum, perkawinan adalah antara seorang pria dan
seorang wanita. Pada sisi lain, hukum agama Islam secara tegas melarang perkawinan sesama
jenis.
Perlunya penjelasan yang lebih jelas dan tegas mengenai pemberian sanksi bagi
pelaku homoseksual di dalam hukum pidana. Perlunya tindakan nyata upaya aparat penegak
hukum dalam menanggulangi kasus homoseksual dalam masyarakat. Perlu pula dibentuk
suatu lembaga untuk menampung para homoseksual yang terjaring razia agar mereka bisa
bertobat dan kembali menjadi jati diri yang sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Hafsh Usamah bin Kamal. Lengkap nikah.


DR. KH Zakky Mubarak, M. (2014). Menjadi Cendekiawan Muslim. Jakarta: PT magenta
bhakti guna.
Dr. Kaelany HD., MA. (2013). Islam Agama Universal (Edisi Revisi). Jakarta: MIDADA
RAHMA PRESS.
http://quran-hadis.com/hadits-menyukai-sesama-jenis/
Mohamad fauzil adhim. Mencapai Pernikahan Barakah

16

Anda mungkin juga menyukai