Anda di halaman 1dari 12

KONSEP PERNIKAHAN

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah

“Fiqih Munakahat 1”

Dosen Pengampu:

Anis Hidayatul Imtihanah

Disusun oleh:

Friska Saputra Rrdoamsah (101220073)

RISA MUFIDA AULIYANA (101220172)

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS

SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2022/2023
BABI

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semenjak tercipta Nabi Adam a.s, naluri cinta pada dasarnya bersemayam dalam lubuk
hati setiap anak manusia. Cinta mengandung makna kasih sayang, keharmonisan, penghargaan
dan kerinduan, di samping persiapan untuk menempuh kehidupan di kala suka dan duka serta
lapang dan sempit. Kata pujangga, “hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga”. Bagaimana
seandainya manusia tak memiliki hasrat cinta? Pada dasarnya cinta adalah anugerah dan
bukanlah sesuatu yang yang buruk. Cinta mejadi kotor atau sebaliknya menjadi suci adalah
ditentukan oleh bingkainya. Ada bingkai suci dan halal dan ada bingkai kotor dan haram.
Bingkai yang suci dan halal adalah perkawinan yang sah secara agama dan hukum negara.
Sedangkan bingkai yang kotor dan haram adalah perzinahan (free sex), cinta sesama jenis
(homosexual) yang dilakukan kaum Gay dan Lesbian. Pernikahan telah menjadi kebiasaan para
nabi, wali, ulama, dan para orang saleh untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Pernikahan
dalam ajaran Islam dinilai sebagai aktivitas peribadatan yang penuh kenikmatan sekaligus
memperoleh ganjaran. Islam mengajarkan demikian sebab sebagai agama fitrah Islam tidaklah
membelenggu perasaan manusia. Islam tidaklah mengingkari perasaan cinta yang tumbuh pada
diri seorang. Agama Islam justru mengajarkan manusia untuk menjaga perasaan cinta yang harus
dirawat dan dilindungi dari kehinaan yang mengotorinya. Islam membersihkan dan mengarahkan
perasaan cinta untuk diwujudkan secara kuat. Jadi disini kami pemakalah akan membahas
tetntang sejarah pernikan pra islan, sesudah islam masuk dan setelah islam masuk. Kami akan
berusaha untuk mejelaskan magaimana atau awla mula islam dan bagaimana keadaan islam pada
zaman dahulu dan sekarang.

B. Tujuan

1. Dapat mengetahui sejarah pernikahan


2. Dapat menjelaskan karakteristik pernikahan Pra Islam
3. Dapat menjelaskan pernikahan setelah islam datang
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pernikahan
Sebelum masuknya Islam pada abad ke-7 Masehi, terdapat berbagai praktik pernikahan
yang berbeda. Jenis pernikahan yang paling umum dan dikenal pada saat ini adalah perkawinan
dengan mahar. Di Mesopotamia, pernikahan umumnya bersipat monogami, kecuali dikalangan
bangsawan, yang akan mmiliki harem yang terdiri dari istri dan selir. Masyarakat Sasan
mengikuti Zoroastrianisme, yang memandang perempuan sebagai harta dalam pernikahan,
meskipun persetujuan diperlukan dalam pernikahan.1
Jadi masyarakata sebelum pra islam juga sudah mlakukan pernikahan, karena pada awal
mula pernikahan itu sendiri terjadi pada saat Nabi pertama yaitu Nabi Adam AS. Karena Allah
menciptakan manusia berpasang-pasang seperti Adan dan Hawa, namun sebelum islam datang
terjadi banyak pernikahan yang tidak diperbolehkan menurut islam atau bisa disbut adat
pernikahan yang tidak sah. Contohnya saja adat pernikahan yang dilakukan masyrakat arab masa
jahiliyyah. Masyrakata jahilyyah meliki adat yang buruk tentang pernikahan seperti menikahi ibu
sendiri, pada saat itu masyrakat jahilyyah menganggap bahwa wanita yang ditinggalkan ayahnya
itu adalah sebagai warisan untuknya, dan ada banyak lagi adat-adan masyarakay jahiliyyah yang
bertentangan denga islam. Namun setelah islam datang melalui dakwa Nabi Muhammad SAW,
islam melarang hal tersebut. Mastarakat pra islam juga menggap bahwa perempuan memiliki
kedudukan yang rendah di banding laki-laki, wanita pada saat itu di jadikan seperti halnya bydak
walaupun dalam pernikahan. Sedangkan harusnya perempuan itu memiliki kedudukan yang
sama dalam islam.

B. Karakteristik Pra Islam


Syariat Islam yang dikokoh dengan kedua sumber pokoknya Al-Quran dan Sunnah
hadir selain untuk mengokohkan tauhid juga salah satunya untuk menyempurnakan sekaligus
menghapus kebiasaam-kebiasaan buruk, zaman Jahiliyyah (pra-Islam). 2 Islam di awal
kemunculan dihadapkan pada keadaan terbelakang baik mental mapun intelektual, salah-satunya
adalah kebiasaan dan praktik buruk dalam pernikahan.

Pada masa pra-Islam, konsep pernikahan kebanyakan sangat merugikan posisi


perempuan. Kaum perempuan hanya dianggap sebagai komoditi yang dengan mudah dapat
diperdagangkan atau diwariskan tanpa adanya persetujuan dari perempuan sehingga

1
M.A, Prof Dr H. Faisal Ismail (2017). Sejarah&Kebudayaan Islam PeriodeKlasik (Abad VII-XII M)
2
, Mutawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis, Vol. 4, No. 1, (Juni, 2014), hlm. 122-123
kedudukannya tidak dihargai. Selain itu, kelahiran perempuan menjadi aib yang sangat
memalukan bagi keluarga, atau menguburkannya hidup-hidup dalam tanah, ditambah lagi,
permasalahan waris, tradisi umat pra-Islam mengekang perempuan dan anak yang belum dewasa
untuk mendapat warisan. 3keadaan ini bahkan tergambar dalam QS. An-Nahl, sebagai berikut:

‫َيَتٰو ٰر ى ِم َن‬٨ ‫َو ِاَذ ا ُبِّش َر َاَح ُدُهْم ِباُاْلْنٰث ى َظَّل َو ْج ُهٗه ُم ْس َو ًّد ا َّو ُهَو َك ِظ ْيٌۚم‬٨ ُ ُ ‫َو َيْج َعُلْو َن ِهّٰلِل اْلَبٰن ِت ُسْبٰح َنۙٗه َو َلُهْم َّم ا َيْشَتُهْو َن‬

‫اْلَقْو ِم ِم ْن ُس ْۤو ِء َم ا ُبِّش َر ِبٖۗه َاُيْم ِس ُك ٗه َع ٰل ى ُهْو ٍن َاْم َيُدُّسٗه ِفى الُّتَر اِۗب َااَل َس ۤا َء َم ا َيْح ُك ُم ْو َن‬

“Dan mereka menetapkan bagi anak-anak perempuan. Maha Suci Allah, sedang untuk
mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki). Dan apabila
seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah
padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak,
disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya
dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburnya kedalam tanah (hidup-hidup)?
ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu".( QS. An-Nahl:57-59)

Demikian Tradisi-tradisi buruk pra-Islam yang menempatkan perempuan pada posisi


yang tertindas dalam pernikahan.4 Sebelum datangnya islam, orang orang Arab sudah mengenal
tradisi pernikahan untuk menyatukan dua insan yang berbeda dan menjadi satu kesatuan dengan
tanggung jawab yang akan dipikul oleh masing masing insan. Setiap dari suku Arab ini
mempunyai adat pernikahan tersendiri,ada jenis adat pernikahan yang khusus kepada suatu suku,
ada juga adat pernikahan yang tersebar umum diseluruh wilayah Arab para masa Jahiliyyah.
Munculnya beberapa jenis pernikahan di tanah Arab ini disebabkan oleh beberapa faktor, mulai
dari faktor ekonomi, sosial hingga faktor perang yang mengharuskan suku suku Arab
memperbanyak jumlah kelompok dari sukunya terkhusus dikalangan para lelaki agar saling
membantu pada masa perang suku berlangsung.
Berikut beberapa jenis pernikahan Arab Jahiliyah sebelum datangnya islam :

3
Abd. Rahim Amin, “Hukum Islam dan Transformasi Sosial Masyarakat Jahiliyyah: (Studi Historis tentang Karakter
Egaliter Hukum Islam)”, Jurnal Hukum Diktum Madrasah Aliyah Negeri (Man) 3 Makassar, Vol. 10, No. 1 (Januari,
2012), hlm. 2.
4
Hendri Hermawan A. dkk, “Kewenangan dan Kedudukan Perempuan dalam Perspektif Gender: Suatu Analisis
Tinjauan Historis”, Marwah, Vol. 17, No. 1 (2018), hlm. 44-46.
1. Pernikahan Al-Ba’ulah
Jenis pernikahan ini cukup terkenal di masa Arab jahiliyah. Adapun Maksud dari
pernikahan ini adalah pernikahan yang melazimkan seorang lelaki Arab untuk
menikahi banyak perempuan dengan syarat harus disetujui oleh anak
anaknya.Kadang kala seorang lelaki arab menikahi lima orang istri atau sepuluh
orang istri atau dua puluh orang istri hingga enam puluh orang istri berdasarkan
posisi dan kemuliaan dari lelaki Arab tersebut di mata kalangan para petinggi
suku. Adat ini lazim terjadi dibeberapa suku Arab, bahkan ada beberapa suku
yang meminta agar pernikahan ini terjadi agar anak anak dari suku tersebut bisa
membanggakan anak dari hasil pernikahan ini karena ayahnya adalah orang
terpandang dan mulia. Dan juga pernikahan ini terjadi karena kebutuhan khusus
dari mereka karena ingin memiliki banyak anak agar dapat membantu mereka
ketika perang terjadi.Setelah datangnya Islam dinegri Arab,Islam mengharamkan
jenis pernikahan ini danmembatasi pernikahan seorang lelaki dengan empat
perempuan saja dan mewajibkankepadanya untuk bersikap adil diantara istri-
istrinya atau hanya menikahi satu perempuansaja.

2. Pernikahan Asy-Syagor
Maksud dari pernikahan ini adalah pernikahan saling tukar menukar yaitu
seorang lelaki menikahkan anaknya atau saudaranya dengan anak atau saudara
orang lain tanpa adanya mahar dengan persetujuan dari kedua belah pihak.
Adapun tujuan dari pernikahan ini adalah untuk menyambung hubungan dagang
diantara kedua belah pihak dan memanfaatkan anak mereka sebagai alat tukar
kepercayaan dalam berdagang.

3. Pernikahan Al-Maqtu
Pernikahan atas sebab Warisan, yaitu anak laki-laki tertua dalam keluarga
menikahi istri dari ayahnya yang telah wafat, karena menganggap istri dari
ayahnya tersebut adalah warisan dari ayahnya sebagaimana harta yang ia
tinggalkan. Alasan pernikahan ini adalah untuk menjaga kekayaan keluarga, tetapi
jenis pernikahan ini tidak terlalu tersebar dikalangan Arab karena dianggap
sebagai perbuatan tercela. Praktik pernikahan ini terus berlanjut hingga datangnya
Islam dan mengharamkan adat pernikahan ini sesuai yang Allah firmankan pada
surah An-Nisaayatke 19.

4. Pernikahan Ar-Roht
Pernikahan Ar-Roht atau pernikahan kelompok, yaitu seorang wanita bisa saja
memiliki banyak suami dalam satu waktu. Pernikahan ini hanya terjadi pada suku
tertentu dan hanya sedikit suku yang melakukan adat pernikahan ini. Adapun
sebab dari pernikahan ini adalah sebab ekonomi, sosial dan sedikitnya jumlah
wanita pada suatu suku karena masih maraknya praktik penguburan bayi
perempuan yang dilahirkan pada saat itu. Ketika seorang wanita yang memiliki
banyak suami melahirkan anak, maka ia memiliki hak untuk memilih siapa ayah
dari anak tersebut. Adapun suami yang lain juga tetap harus menunaikan hak-hak
istrinya.

5. Pernikahan Al-Istibdo
Yaitu seorang suami memerintahkan istrinya untuk datang kepada seorang lelaki
untuk menghamilinya. Adapun lelaki tersebut tidak boleh menyentuh istrinya
sampai proses pernikahan ini terjadi. Tujuan dari pernikahan ini adalah keinginan
untuk mendapatkan keturunan yang baik. Tetapi,praktik pernikahan ini hanya
terjadi pada budak yang dinikahi, karena orang Arab sangat menjunjung tinggi
kemuliaan.

6. Pernikaha Al-Khidn
Yaitu seorang lelaki menikahi dua perempuan yang bersaudara atau lebih pada
satu waktu. Setelah islam datang,maka perbuatan ini diharamkan.

C. Pernikahan setelah islam datang


Faseini terjadi setelah datangnya islam atau lebih tepatnya Nabi Muhammad SAW
mnyiarkan dakwahnya secara terang-terangan, meskipun disisi lain, kehadiran Islam tersebut
banyak ditentang dan ditolak. Sikap permusuhan semakin serius ketika Nabi melarang dan
menyerukan agar bangsa Arab pra-Islam meninggalkan kebiasaan Jahiliyyahnya.5

Larangan praktik pembunuhan anak perempuan seacara hidup-hidup dan merendahkan


perempuan dalam status pernikahan adalah bukti keberhasilan dakwan Nabi. Perempuan dalam
pandagan Islam sangat mulia kedudukannya, perempuan diberikan hak waris, sehingga baik
perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatikan warisan, ini dilakukan demi mengangkat
perempuan, diberikan hak penuh, menyelamatkannya dari keterpurukan, diskriminasi dan
intimidasi, tidak hanya itu, seorang ibu lebih dimuliakan dan didahulukan disbanding ayah,
dimana ketaatan kepada ibu 3 (tiga) kali lebih utama dibanding ayah. Bahkan perempuan
diangkat Kedudukannya sampai menjadi bagian dari nama surat dalam al-Quran yaitu, “An-
Nisa” yang memiliki arti perempuan.

Setelah islam datang berbagai bentuk-bentuk pernikhan yang di lakukan masyarakat pra
islam di tolak oleh orang islam, kecuali bentuk nikah yang terdapat pada bagia yaitu melamar
seornag wanita melalui ayah/walinya, lalu membrikan mahar, kemudian menikah. Ini
menunjukkan bahwa islam melakukan reformasi terhadap bentuk-bentuk perkawinan jahiliyyah
dan hanya memilih yang di anggap baik di antara yang ada.Wanita-wanita badui, menurut philip
k. Hitti. Memiliki dan menikmati kebebasan , mereka menolak menjadi ibu rumah tangga yang
hanya tinggal di rumah. Mereka hidup dalam kehidupan poligami dalam sistem pernikahan di
mana suami menjadi tuan, meskipun mereka juga berhak memilih suami dan meninggalkanya
bila suaminya menyakitinya. Di jaman rasullullah poligami juga di perbolehkan bahkan nabi
sendiri miliki 12 istri.
Pernikahan pada masa Rasullullah memiliki syarat-syarat dan tujuan yang berbeda di
banding dengan masyarakat pra islam, karena pada dasarnya masyrakat pra islam menggunakan
pernikahan hanya sebatas untuk menambah popularitas dan di gunakan untuk berbagai hal yang
bersifat dunia. sedangkan pernikahan pada masa Rasullullah atau setelah Nabi mengenalkan
islam secara terang-terangan lebih tepatnya, Nikah disamping sebagai sunah Allah yang berlaku
bagi semesta alam, juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sunah dan ajaran
Rasulullah SAW. Sabda beliau :
“Nikah adalah sunnahku (tuntunanku). Maka barang siapa yang tidak suka dengan
sunnahku (itu) bukanlah dia dari golonganku”. (HR. IbnuMajah).6
Nikahsekaligus juga bernilaiIbadahkepada Allah SWT. Kata Nabi :
5
Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Tintamas, 2003), hlm.1-3.
6
https://kua-bali.id/detailgemar_foto/kua_kuta/117#:~:text=Kata%20Nabi%20%3A,Hakim ). Di akses pada tanggal
22 oktober
“Barang siapa yang telah melangsungkan pernikahan, berarti telah menjalankan dengan
sempurna separoh ajaran agama ini, sisanya yang setengah lagi hendaklah diisi dengan takwa
kepada Allah”. (HR. Hakim).7

D. Pasca Islam

Perkembangan Hukum Islam (hukum perkawinan Islam) di beberapa negara diawali pada
abad XIX, yaitu ketika hukum Islam mulai bersentuhan dengan hukum barat/Eropa, ketika itu
terjadilah proses modernisasi hukum Islam melalui Taqnin (penyusunan hukum Islam melalui
sistem perundang-undangan). Hal ini diberlakukan dalam hukum Islam, agar ikhtilaf ulama
dalam suatu hukum tidak terjadi dalam proses persidangan di pengadilan, karena sistem
perundang-undangan dapat menghilangkan ikhtilaf (Hukmu al-Hakim Yarfau al Khilaf). Serta
adanya perundang-undangan dalam hukum Islam akan lebih memberikan kepastian hukum dan
memperkecil adanya disparitas putusan.Perkembangan Hukum Islam (hukum perkawinan Islam)
di beberapa negara diawali pada abad XIX, yaitu ketika hukum Islam mulai bersentuhan dengan
hukum barat/Eropa, ketika itu terjadilah proses modernisasi hukum Islam melalui Taqnin
(penyusunan hukum Islam melalui sistem perundang-undangan). Hal ini diberlakukan dalam
hukum Islam, agar ikhtilaf ulama dalam suatu hukum tidak terjadi dalam proses persidangan di
pengadilan, karena sistem perundang-undangan dapat menghilangkan ikhtilaf (Hukmu al-Hakim
Yarfau al Khilaf). Serta adanya perundang-undangan dalam hukum Islam akan lebih
memberikan kepastian hukum dan memperkecil adanya disparitas putusan.

Hukum perkawinan Islam dalam doktrin ulama (aqwal al ulama), sebagai interpretasi dari
sumber utamanya Al-Qur'an dan As-Sunnah (al-hadist) dimungkinkan adanya banyak pendapat
(Taghayuru' al-ahkam bi taghayuri al-azman wa al akwal wa al ahwal/perubahan hukum
disebabkan oleh perubahan zaman, pendapat dan kondisi sosial). Maka wajar saja, bila dalam
suatu negara terjadi perbedaan penerapan hukum, karena dipengaruhi oleh kondisi sosiologis,
antropologis, dan mazhab fiqih yang digunakan di negara tersebut berbeda dengan negara lain.
Setelah hukum Islam (hukum perkawinan Islam) berlaku dalam suatu negara (menjadi hukum
positif), maka hukum Islam tersebut menjadi sumber materiil (substansial) beracara di
pengadilan atau menjadi hukum terapan pada pengadilan yang bersifat mengikat dan memaksa
Hakim untuk menerapkannya dalam proses peradilan. Serta menjadi pedoman pejabat pembuat
nikah (PPN) serta bersifat mengikat (the binding) dan unifikatif bagi masyarakat muslim
Indonesia.

Hukum perkawinan Islam dalam doktrin ulama (aqwal al ulama), sebagai interpretasi
dari sumber utamanya Al-Qur'an dan As-Sunnah (al-hadist) dimungkinkan adanya banyak
pendapat (Taghayuru' al-ahkam bi taghayuri al-azman wa al akwal wa al ahwal/perubahan
77
Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih, Gema Insani Press, hlm.225
hukum disebabkan oleh perubahan zaman, pendapat dan kondisi sosial). Maka wajar saja, bila
dalam suatu negara terjadi perbedaan penerapan hukum, karena dipengaruhi oleh kondisi
sosiologis, antropologis, dan mazhab fiqih yang digunakan di negara tersebut berbeda dengan
negara lain.

Setelah hukum Islam (hukum perkawinan Islam) berlaku dalam suatu negara (menjadi
hukum positif), maka hukum Islam tersebut menjadi sumber materiil (substansial) beracara di
pengadilan atau menjadi hukum terapan pada pengadilan yang bersifat mengikat dan memaksa
Hakim untuk menerapkannya dalam proses peradilan. Serta menjadi pedoman pejabat pembuat
nikah (PPN) serta bersifat mengikat (the binding) dan unifikatif bagi masyarakat muslim
Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebelum masuknya Islam pada abad ke-7 Masehi, terdapat berbagai praktik pernikahan
yang berbeda. Jenis pernikahan yang paling umum dan dikenal pada saat ini adalah perkawinan
dengan mahar. Di Mesopotamia, pernikahan umumnya bersipat monogami, kecuali dikalangan
bangsawan, yang akan mmiliki harem yang terdiri dari istri dan selir. Masyarakat Sasan
mengikuti Zoroastrianisme, yang memandang perempuan sebagai harta dalam pernikahan,
meskipun persetujuan diperlukan dalam pernikahan.
Sebelum islam masuk di di bangsa arab, pernikahan sudah terjadi, bahkan pernikahan
termasuk adat dari bangsa arab waktu itu. Namun prnikahan ini hanya di anggap sebagai alat
untuk sorang laki-laki memuaskan hasratnya, dan sebagai penambah popularitas karena semakin
banyak istri, popularitasnya akan tambah tinggi, dan perlakuan sumi epada istrinya juga semena-
menak karena wanita pada zaman dulu hanya di angap sebagai kaum yang rendah. Kenbanyakan
dari wanita dinikahi karena hanya sebagai tanda persekutuan dari beberapa suku saja. Perilaku
masyarakat arab pra-islam sangat tidak dibenarkan dalam hal pernikahan
Namun setelah islam datang pernikhan menjadi lebih baik dan islam juga melarang adat-
adat yang di lakukan masyarkat arab (adat yang neyimpang) di antaranya adat yang menggap
wanita hanya sebagai budak dan masih ada adat-adat lainya seperti yang tertera pada makalah di
atas. Fase ini terjadi setelah Nabi Muhammad SAW. Mualai menyebarkan islam dengan terang-
terangan, terjadi banyak penolakan dan pemberontakan karena ajaran Nabi di anggap
menyimpang dari adat masyarakat arab pra-islam. Walaupun begitu pernikahan yang terjadi
menjadi lebih baik dan lebih sempurna dan tujuan pernikahan juga tidak sebatas sebagai hal
duniawi saja namun juga beribadah ke pada Allah dan juga sebagai bentuk menjalankan perintah
atas Hadist Nabi.
Sedangkan pasca islam pernikahan mulai berkembang lagi dengan adanya hukum Islam
mulai bersentuhan dengan hukum barat/Eropa, ketika itu terjadilah proses modernisasi hukum
Islam melalui Taqnin (penyusunan hukum Islam melalui sistem perundang-undangan). Hal ini
diberlakukan dalam hukum Islam, agar ikhtilaf ulama dalam suatu hukum tidak terjadi dalam
proses persidangan di pengadilan, karena sistem perundang-undangan dapat menghilangkan
ikhtilaf (Hukmu al-Hakim Yarfau al Khilaf). Serta adanya perundang-undangan dalam hukum
Islam akan lebih memberikan kepastian hukum dan memperkecil adanya disparitas putusan.
Persentuhan antra islam dan barat ini terjadi pada sekitar abad XIX.

DAFTAR PUSAKA
M.A, Prof Dr H. Faisal Ismail (2017). Sejarah&Kebudayaan Islam PeriodeKlasik (Abad VII-XII
M)
Mutawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis, Vol. 4, No. 1, (Juni, 2014),
Abd. Rahim Amin, “Hukum Islam dan Transformasi Sosial Masyarakat Jahiliyyah: (Studi
Historis tentang Karakter Egaliter Hukum Islam)”, Jurnal Hukum Diktum Madrasah Aliyah
Negeri (Man) 3 Makassar, Vol. 10, No. 1 (Januari, 2012)
Hendri Hermawan A. dkk, “Kewenangan dan Kedudukan Perempuan dalam Perspektif Gender:
Suatu Analisis Tinjauan Historis”, Marwah, Vol. 17, No. 1 (2018),
Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Tintamas, 2003
https://kua-bali.id/detailgemar_foto/kua_kuta/117#:~:text=Kata%20Nabi%20%3A,Hakim
Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih, Gema Insani Press,

Anda mungkin juga menyukai