Anda di halaman 1dari 31

BAB 2: POLIGAMI, KHONG HU CU DAN ISLAM

A. Pengertian Poligami
1. Definisi Poligami
2. Jenis/Sejarah/Latarbelakang/Hukum Poligami
3. Poligami menurut Mahkamah Konstitusi Indonesia
4. Poligami dalam Pandangan Agama-agama
B. Agama Kong Hu Chu dan Ajarannya
1. Asal-usul Agama Kong Hu Chu
2. Pokok Ajaran Agama Kong Hu Chu
C. Agama Islam dan Ajarannya
1. Pengertian Agama Islam
2. Pokok Ajaran Agama Islam
POLIGAMI KHONG HU CHU DAN ISLAM

A. Pengertian poligami
1. Definisi poligami

Pengertian Poligami Jika ditarik dari akar bahasanya, “poligami” berasal


dari dua kata bahasa yunani, yaitu “poly”, yang artinya banyak dan “gamein”
yang artinya kawin. Oleh karena itu menurut makna kebahasaan, arti poligami
tidak dibedakan apakah seseorang laki laki kawin dengan banyak perempuan
atau seorang perempuan kawin dengan banyak laki laki atau dapat berarti
sama banyak pasangan laki laki dan perempuan mengadakan transaksi
perkawinan, semua dapat disebut poligami. Poligami secara umum dapat
dipahami dengan ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini
beberapa lebih dari satu istri dalam waktu yang bersamaan, bukan saat ijab
qabul melainkan dalam menjalani hidup berkeluarga, sedangkan monogamy
berarti perkawinan yang hanya membolehkan suami mempunyai satu istri
pada jangka waktu tertentu.1
Poligami yaitu seorang laki-laki beristri lebih dari satu orang perempuan
dalam waktu yang sama. Sedangkan yang dimaksud dengan poliandri adalah
seorang wanita mempunyai lebih dari satu orang suami pada saat bersamaan2
Menurut ahli sejarah, pada awalnya poligami dilakukan oleh raja-raja
pembesar Negara dan orang-orang berharta. Mereka mengambil lebih dari satu
wanita, ada yang dikawini dan ada pula yang hanya dipergunakan untuk
melampiaskan hawa nafsunya dan keinginan bilogisnya. Perang yang terjadi
pada waktu itu menjadikan banyak anak gadis yang diperjual belikan, diambil

1
Al-qamar Hamid, Hukum Islam Alternative Terhadap Masalah Fiqh
Kontemporer, Jakarta: Restu Ilahi, 2005, h. 19
2
Nur Hayati, POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM
KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia Esa Unggul, Lex Jurnalica, Vol. 3, No. 1, April 2005, h. 38.
sebagai pelayan, kemudian dijadikan wanita simpanan dan sebagainya.
Semakin kaya seseorang dan tinggi kedudukanya, semakin banyak juga dia
memiliki wanita. Dengan demikian, poligami pada waktu itu lebih kea rah
penindasan terhadap para wanita oleh orang-orang yang berharta dan
bertahta.3
Di samping itu, poligami tidak hanya ramai diperbincangkan oleh orang
islam saja melainkan oleh kalangan non muslim. Mereka mengkritik dengan
keras praktik poligami yang dilakukan dan diperbolehkan dalam islam. Tidak
hanya sampai di situ, mereka bahkan mengecam bahwa Rasulullah saw
mempunyai kelainan dalam seksual yang mereka sebut dengan hiperseksual.
Orang-orang non muslim yang mengecam praktik poligami ini kurang
memahami bahwa poligami yang diperbolehkan dalam Islam adalah poligami
yang memiliki alasan dan tujuan yang ril, bukan semata-mata untuk menuruti
nafsu biologis.
Poligami dalam islam masih menjadi perdebatan dan perbedaan pendapat
dari para ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat yang menjelaskan
tentang poligami adalah sebuah kebolehan yang disertai dengan syarat-syarat
yang tidak ringan. Oleh sebab itu, diperbolehkannya poligami bukan semata-
mata memenuhi nafsu biologis seseorang, melainkan ada nialai-nilai sosial
yang perlu direalisasikan. Bagi sementara orang yang menerima poligami
beralasan, bahwa poligami dapat menjadi solusi kemaksiatan seperti zina
(prostitusi) dan memberikan perlindungan bagi wanita. Selain itu, dari segi
biologis kecenderungan seksual lelaki akan terus ada sampai usia tua dan rasio
wanita jauh lebih banyak secara kwantitas disbanding dengan laki-laki. Hal
inilah yang dijadikan salah satu alasan bagi pendukung praktik poligami. Dari
sini munculah perbedaan pendapat dari ulama klasik dan kontemporer.
Mayoritas ulama klasik dan abad pertengahan berpendapat bahwa
poligami boleh dilakukan secara mutlak dan dibatasi maksimal empat orang

3
Aisjah Dahlan, Membina Rumah Tangga Bahagia, (Jakarta: Jamunu, 1969), Cet.
ke-1, h. 69.
istri. Sementara mayoritas ulama Muslim kontemporer dan
perundangundangan Muslim modern membolehkan poligami dengan harus
dipenuhinya syarat-syarat yang tidak musah dan dalam keadaan tertentu.
Lebih dari itu, sementara dari muslim dan pemikir kontemporer berpendapat
bahwa poligami ini haram dengan alasan tidak sesuai dengan prinsip dasar
agama islam dan dengan alasan gender. Dari perbedaan pandangan ini,
muncul sebuah keinginan dari penulis tentang pembahasan diperbolehkannya
poligami dan tidak diperbolehkannya poligami. Pengertian Poligami.4

2. Sejarah Poligami

Sebelum Islam datang, masyarakat manusia di berbagai belahan dunia


telah mengenal dan mempraktikkan poligami. Poligami di praktikakn secara
luas diantaranya di kalangan masyarakat Yunani, Persia dan Mesir Kuno5.
Islam muncul di tengah-tengah sistem yang telah mempraktikan poligami.
Poligami menjadi sebuah sistem yang melekat di dunia Arab, yang
dilaksanakan semata-mata untuk kebutuhan biologis, serta beberapa aspek
lainnya.6
Agama Samawi seperti Yahudi dan Kristen juga tidak ada larangan
berpoligami. Bahkan dalam agama Yahudi, sebagaimana dikutip dalam
alSiba’i, kebolehan poligami tanpa batas.7 Di Cina para suami berhak
berpoligami jika ternyata istri tidak bisa memberikan anak karena bagi mereka
anak adalah tumpuan harapan yang dapat mewarisi berbagai hal setelah
ayahnya meninggal dunia. Namun istri pertama menempati kedudukan
4
Muhamad Arif Mustofa, Poligami Dalam Hukum Negara Dan Agama, Sekolah
Tinggi Agama Islam Bengkulu, (Bengkulu: Al- Imran: jurnal pemerintahan dan politik
Islam), vol.2, No.1, 2017, hal. 48.
5
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2004), hal 45.
6
Musfir Al-Jahrani, Poligami dari Berbagai Persepsi (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), hal. 35.
7
Nasruddin Baidan, Tafsir bin al-Ra’yi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hal.
95.
tertinggi dan dominan. Adapun di India praktik poligami sangat dominan
terutama dikalangan kerajaan, pembesar atau orang-orang kaya. Sedangkan di
Mesir Kuno poligami dianggap hal yang wajar asalkan calon suami berjanji
membayar uang yang banyak kepada istri pertama jika suami berpoligami.
Anggapan bangsa Timur Kuno, seperti Babilonia, Madyan atau Siria poligami
merupakan perbuatan suci karena para Raja dan penguasa yang menempati
posisi suci dalam hati mereka juga melakukan poligami.8
Kedatangan Islam pada dasarnya telah berhadapan dengan aturan-aturan
hukum yang telah ada sebelumnya, seperti hukum dalam kitab Taurat, Injil
dan Zabur. Begitupun hukum tentang poligami, tetapi Islam memberikan
aturan tersendiri yang membedakan dengan hukum sebelumnya. Islam hanya
melarang praktik poligami yang tidak terbatas yang dilakukan orang-orang
jahiliyah Arab maupun bukan orang-orang Arab yang menurut mereka sudah
menjadi tradisi para pemimpin ataupun kepala suku memelihara gundik
(perempuan simpanan) yang sangat banyak jumlahnya, dengan memanfaatkan
status dirinya.9
Islam yang lurus tidak melarang poligami, tetapi tidak membiarkan bebas
tanpa aturan, akan tetapi Islam mengaturnya dengan syarat-syarat imaniyah
yang jelas disebutkan dalam hukum-hukum al-Qur’an dengan membatasi
hanya sampai empat orang istri10 Islam memperbolehkan poligami bukan
dengan syarat istri pertama sakit atau mandul, selama suami mampu
memenuhi beban nafkah istri dan anakanaknya maka poligami itu
diperbolehkan.11
Kalau kita membaca sejarah, Poligami dalam pengertian memiliki lebih
dari satu istri sudah ada sejak lama bahkan jauh sebelum islam datang. Bahkan

8
Musfir Al-Jahrani, Poligami dari Berbagai Persepsi (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), hal. 35.
9
Titik Triwulan Tutik dan Trianto, Poligami Prefektif Prikatan Nikah, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), hal. 66-67
10
Hilmi Farhat, Poligami Berkah atau Musibah (Jakarta: Senayan Punlising,
2007), hal 20.
11
Agus Mustofa, Poligami yuuk! (Surabaya: Padma Press, 2007), hal. 240-241.
kita bisa melihat banyak di dunia Seperti orang-orang Hindu, bangsa Israel,
Persia, Arab Romawi, Babilonia, Tunisia, dan lain-lain yang sudah mengenal
poligami12.Islam datang bukan memulai poligami melainkan mengatur
bagaimana seharusnya poligami dilakukan. Poligami yang dilakukan oleh
orang-orang terdahulu sebelum Islam terlalu bebas, mereka dapat memililiki
istri sebanyak yang mereka inginkan kemudian Islam datang dan mengatur
poligami dengan membatasi jumlah istri yakni 4 wanita.13
Oleh sebab itu, tidak tepat ketika ada yang berpendapat bahwa poligami
dikembangkan oleh Islam. Islam datang memelihara hak-hak perempuan dari
sifat ketidak adilan atau ke sewenang-wenagan sebagian lelaki. Di samping
itu, poligami juga masih berkembang di sebagian tempat yang bukan muslim.
Berkaitan dengan hal tersebut, Zaini Nasohah menyebutkan dalam bukunya
bahwa orang asli afrika, india, cina, dan jepan juga masih melakukan poligami
bahkan orang kristiani pun juga melakukan demikian. Hal ini karena memang
tidak ditemukan satu ayat pun dalam kitab injil yang melarang poligami.
Lebih jauh, Zaini mnjelaskan bahwa kalangan dari orang kristen bangsa Eropa
melekukan pernikahan denga sistem monogami itu lebih disebabkan karena
mayoritas masyartakat bangsa Eropa menyembah berhala. Sejarah mencatat
bangsa Eropa awalnya terdiri dari orang yunani dan romawi yang memiliki
kebiasaan monogami. Kemudian ajaran nasrani datang di tengah-tengah
mereka, akan tetapi kebiasaan monogami itu tetap berlanjut turun-temurun
meskipun mereka sudah menganut agama kristen.14
Dengan hal itu, kebiasaan monogami yang mereka lakukan lebih
cenderung dari kebiasaan nenek moyang mereka dibanding ajaran agama
mereka. Di samping itu, ketika kita memperhatikan apa yang sudah dilakukan
oleh kalangan Yahudi di timur tengah, mereka sudah terbiasa dengan cara

12
Tihami, Fikih Munakahat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 352.
13
Siti Musdah Mulia, Islam Menggunggat Poligami, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2007), h. 43.
14
Zaini Nasohah, POLIGAMI Hak Keistimewaan Menurut Syariat Islam, (Kuala
Lumpur: Cergas (M) SDN. BHD, 2000), h. 3.
berpoligami. Mereka mempunyai pandangan dan dasar bahwa dalam injil
tidak ada larangan melakukan poligami bahkan dari segi jumlahnya. Oleh
karena itu, mereka dapat berpoligami dengan jumlah istri yang tidak terbatas.
Perlu diketahui bersama, bahwa Islam mengatur poligami bukan untuk
melecehkan wanita melainkan sebaliknya. Poligami yang dilakukan oleh
orang-orang sebelum Islam dianggap suatu kebiasaan. Mereka menganggap
bahwa memiliki istri yang banyak itu menjadi simbol dan lambing ketuhanan
sehingga poligami dianggap perbuatan yang suci. Adapun para wanita hanya
bisa menerima takdirnya tanpa bisa menolak itu semua. Para suami bisa
memilih wanita mana yang ia sukai untuk dijadikan sebagai istri sampai
jumlah yang tidak terbatas15 Oleh karena itu, islam datang dan mengatur
poligami dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.
Islam memahami fitrah manusia sehingga tidak menghapus paraktik
poligami. Islam memberkan batasan-batasan sebagai pedoman bagi yang ingin
melakukan poligami dengan beberapa hal:
a. Membatasi jumlah istri maksimal 4 orang. Oleh karena itu
diperbolehkan bagi seorang lelaki memiliki lebih dari 4 istri. Hal ini
diperkuat dengan riwayat yang menyebutkan bahwa ada sahabat
yang memiliki 5 istri bahkan ada yang memiliki 8 istri. Kemudian
para sahabat tersebut menyampaikan hal itu kepada Nabi dan beliau
memerintahkan kepada para sahabat untuk memilih 4 istri dari yang
sudah dimilikinya.16 Begitulah islam melihat keadilan itu akan sulit
dilakukan sehingga pelu adanya batasan jumlah istri.
b. Menentukan syarat-syarat yang tidak ringan bagi setiap yang ingin
berpoligami. Bahkan secara logika itu hampir tidak mungkin
dilakukan, seperti sifat adil yang memiliki makna yang luas
tergantug siapa yang mengatakannya.
15
Amiur Nurudin dkk, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2004), h. 157.
16
Siti Musdah Mulia, Islam Menggunggat Poligami, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2004), h. 46.
Dua hal di atas yang menjadi aturan poligami ketika Islam datang,
Rasulullah sebagai panutan memberikan contoh dengan berupaya berlaku adil
dengan istri-istrinya. Beliau selalu berkeling ke rumah-rumah istrinya
meskipun beliau dalam kondisi sakit.17
Dalam sejarah peradaban manusia, poligami memang sudah dilakukan.
Berikut adalah beberapa bangsa yang melakukan praktik poligami:

a. Poligami dalam Peradaban Yunani Kuno


Bangsa yunani jauh hidup jauh sebelum datangnya Islam sudah
mengenal dan mempraktikan pernikahan dengan sistem poligami.
Orang Yunani kunolah yang menemukan istilah kekasih resmi yang
mereka sebut dengan “hertaere”. Para wanita yang menjadi kekasih
mereka hidup dengan harta pria-pria yunani yang kaya dalam rumah
pribadi. Mereka mempunyai ciri khas sebagai nyonya rumah yang
cantik, cerdas, baik sekali, berpendidikan serta mereka hadir untuk
berbincang-bincang dengan pria. Mereka berdiskusi dengan baik
diringi dengan alat musik dan tarian. Akan tetapi itu harus dibayar
dengan kesepakatan bahwa mereka tidak boleh memiliki keturunan
dan berkeluraga. Mereka harus selalu meluangkan waktu untuk pria.

Seperti halnya Archeannasa yang dikenal orang sebagai teman


kencan Plato, dan Theodora sebagai wanita yang sering diajak diskusi
setiap malam oleh Sokrates. Dhomestenes seorang politikus yunani
bahkan berpendapat “kami memiliki kekasih untuk kesenangan, istri
peliharaan untuk merawat tubuh setiap hari, dan istri terpercaya untuk
memberikan keturunan serta menjaga harta dan isi rumah kami.18

17
Ali Ahmad Al-Jarjawi, Hikmah dan Falsafah Syari’at Islam, (Jakarta: Gema
Insani, 2006), h. 322-323.
18
Irwan Winardi, Monogami VS Poligami, (Bandung: Bumi Rancakek Kencana,
2004), h. 9.
Dari sini kita mengetahui, bahwa kaum Yunani kuno sudah
melakukan praktik poligami meskipun istilah ini pada zaman dulu
belum populer. Paling tidak mereka memabagi wanita sebagai
penghibur, perawat, dan ibu rumah tangga.

b. Poligami di Eropa

Eropa adalah negara yang besar dan mempunyai raja-raja yang


sangat disegani oleh bangsa lain. Raja raja tersebut memiliki tidak
hanya satu permaisuri, mereka mempunyai lebh dari istri atau yang
biasa dikenal dengan selir. Akan tetapi, raja-raja Eropa memiliki lebih
dari istri bukan atas dasar cinta. Banyak dari mereka yang melakukan
poligami hanya karena alasan politis denga berhadap kekuasaan dan
kekuatannya menjadi lebih hebat. Seperti halnya di Perancis, dari
sekian raja yang pernah berkuasa hanya ada dua raja yang menikah dan
memiliki istri atas dasar cinta, mereka adalah Napolion I dengan
istrinya yang bernama Joshpino dan Napolion III dengan wanita
bangsawan Euginie dari Montijo dan Teba19
Meskipun demikian, kekasih-kekasih raja mengalami tekanan yang
luar biasa. Mereka selalu merasa adanya ketidak adilan yang dilakukan
oleh suami mereka. Mereka benar-benar hanya dijadikan seperti
boneka terlebih ketika ada wanita yang jauh lebih dicintai. Mereka
merasa ketakutan kalau mereka tidak dianggap bahkan mungkin diusir
karena tidak adanya kejelasan bahkan dilarang untuk memliki
keturunan. Tentu hal ini bertentangan dengan naluri seorang wanita
yang mempunyai sifat keibuan. Mereka tidak memiliki tempat untuk
fitrahnya tersebut.20
19
Irwan Winardi, Monogami VS Poligami, (Bandung: Bumi Rancakek Kencana,
2004), h. 10.
20
Muhamad Arif Mustofa, POLIGAMI DALAM HUKUM AGAMA DAN
NEGARA, (Bengkulu: Al- Imran: jurnal pemerintahan dan politik Islam), vol.2, No.1,
3. Poligami menurut Mahkamah Konstitusi Indonesia.
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai penganut agama seperti Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha serta penganut berbagai aliran
kepercayaan. Perkawinan pertama menurut agama Islam, agama Katolik,
agama Kristen, agama Hindu, dan agama Budha serta aliran kepercayaan
adalah merupakan kegiatan yang disebut sebagai ibadah dengan ritualnya
masing-masing yang dipimpin oleh para tokoh agama dan kepercayaan
masing-masing. Ritus atau ritual ialah upacara keagamaan yang diatur dengan
patokan atau rukun tertentu. Ritual ialah perilaku atau ibadah yang
ditampilkan oleh pemeluk-pemeluk agama seperti misalnya pemberkatan
kelahiran, pembaptisan, dan perkawinan.
Jadi menurut agama Katolik dan agama Kristen perkawinan pertama adalah
merupakan kegiatan ibadah, sedangkan perkawinan kedua adalah dimana
seorang suami masih mempunyai istri, tidak dianggap sebagai ibadah tetapi
disebut suatu perzinahan dan bukan merupakan perilaku kegiatan ibadah, oleh
karena hanya mengakuinya perkawinan pertama sebagai ibadah maka mereka
disebut penganut asas monogami. Ketentuan bahwa seorang pria hanya boleh
memiliki seorang istri disebut asas monogami, oleh pembuat undang-undang
itu dituangkan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nasional
Republik Indonesia, sedangkan menurut agama Islam baik itu perkawinan
yang pertama maupun perkawinan yang kedua, perkawinan yang ketiga, dan
perkawinan yang keempat dengan susunan keluarga satu suami plus lebih dari
satu istri pada waktu yang sama disebut ibadah dalam bentuk perkawinan
poligami. Karena pembentuk undangundang tidak mencantumkan asas
poligami pada Pasal 3 ayat berikutnya atau ayat (2), malah mencantumkan hal
lain maka pasal a quo menurut Pemohon adalah inkonstitusional. Karena
bersifat diskriminatif dan bersifat mengurangi kebebasan beribadah dan
kemerdekaan beragama.
2017, h. 56.
Demikian juga Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 9, Pasal
15, dan Pasal 24 karena pasal-pasal itu semuanya bersifat dukungan atas Pasal
3 ayat (1) dan ayat (2) yang mengenai kebebasan beribadah dan kemerdekaan
beribadah. Oleh karenanya semua pasalpasal tersebut menurut Pemohon
adalah inkonstitusional. Adapun bentuk-bentuk pengurangan kegiatan
beribadah ialah sebagai berikut; satu, tidak mencantumkan asas poligami
setelah mencantumkan asas monogami. Kedua, hak prerogatif adalah suatu
hak untuk mengambil suatu keputusan tanpa persetujuan pihak lain dalam hal
ini menurut agama Islam setiap suami muslim mempunyai hak prerogatif,
yaitu hak untuk beribadah poligami tanpa izin siapapun dan hal ini oleh pasal-
pasal A Quo dikurangi sehingga sekarang harus ada izin dari istri dan dari
pengadilan agama. Ketiga, digunakan atau tidak digunakan, dimanfaatkan atau
tidak dimanfaatkan suami muslim punya hak beristri empat asas poligami, tapi
kalau sudah mempunyai anak satu, dan istrinya sehat maka undang-undang
perkawinan khusus pasal menghambat sehingga suami tersebut tidak bisa
poligami jadi haknya dikurangi dari empat dikurangi tiga, hanya satu istrinya.
Keempat, kalau suami muslim tidak punya anak, karena istrinya mandul
kemudian diperbolehkan berpoligami dan kemudian punya anak padahal
istrinya juga sehat, maka dia tidak bisa lagi berpoligami yang ketiga dan
keempat kalinya dengan alasan apapun. Berarti hak suami muslim dikurangi
oleh pembentuk undang-undang dari empat dikurangi dua menjadi dua.
Kelima, kalau tidak bisa berpoligami, karena pasal- pasal a quo maka suami
muslim kebanyakan melakukan nikah siri, dengan demikian istri kedua,
ketiga, dan keempat tidak diberi buku nikah dan ini mengurangi hak
kepemilikan buku nikah yang merupakan bagian dari ibadah seorang muslim.
Keenam, anak hasil nikah siri tidak mendapatkan akta pernikahan atau sulit
mendapatkannya dan tidak mendapatkan hak waris dari pengadilan agama
dengan demikian haknya dikurangi.21

Mahkamah konstitusi Indonnesia, Risalah sidang perkara nomor 12/


21

PUU-V/2007 Perihal pengujian undang- undang Republik Indonesia nomor 1 tahu 1974
4. Poligami menurut agama- agama

a. Yahudi
Yahudi sebagai agama samawi yang dikaitkan dengan Musa
sebagai Nabinya dan Kitab sucinya adalah Taurat. Ajaran Yahudi dalam
hal poligami tidak memberikan batasan, berarti poligami dibolehkan
untuk menikahi banyak istri. Hal ini, banyak dilakukan oleh para Nabi
dan Rasul dari Bani Israil atau Yahudi yang melakukan poligami.
Dalam kaitan ini, Hani al-Haj menyatakan bahwa ketika Musa datang,
beliau tidak melarang mereka berpoligami dan tidak membuat
ketentuan apa-apa tentang masalah ini. Bahkan beliau mewajibkan
seorang laki-laki yang ditinggal mati oleh kakak atau adiknya yang
tidak. meninggalkan keturunan, untuk menikahi istrinya, walaupun ia
sendiri suclah beristri22 Berarti Musa membolehkan melakukan
poligami walaupun mereka sudah memiliki istri yang sah.
Dalam Kitab Suci Taurat Yahudi dengan tegas membolehkan
poligami tanpa batas, seperti yang dilakukan oleh Nabi-nabi kaum
Yahudi selain Musa juga mempraktekkan poligami ini. Mereka
memiliki banyak istri, seperti Nabi Ibrahim dua istri, Nabi Ya'qub
empat istri, Nabi Daud seratus istri, Nabi Sulaiman seribu istri, dan
kaumnya pun melakukan hal yang seperti itu. Poligami yang dilakukan
oleh Nabi Daud dan Nabi Sulaiman begitu banyak yang menjadi
istrinya tanpa batas. Maka kata Hasan Hanafi bahwa Daud dan
Sulaiman yang memiliki ratusan istri yang sah dan budak wanita.
Mereka tidak disalahkan kecuali pada peristiwa ketika Daud membunuh
Uria, pemimpin pasukannya, dan mengambil istrinya. Kasus yang lain
ketika Sulaiman menuruti wanita asing melakukan upacara yang bukan

tentang perkawinan terhadap UUD 1945, Jakarta Rabu, 27 Juni 2007, hal 5-6.
22
Hani al-Haj, Terkadang Satu istri Tidak Cukup, (Jakarta: Pustaka ·AI-Kautsar,
2003). Cet. Ke-1, h. 56
Yahudi. Tidak jarang gadis budak Yahudi menjadi istri atau gundik dari
tuannya23
Poligami yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasul, serta para
Rahib dan kaumnya. Karena semua itu dibolehkan clalam Kitab Suci
Taurat Yahudi, sehingga praktek poligami itu ada dasarnya dari Kitab
Suci Musa. Walaupun ada perbedaan dalam kaum Yahudi yang harus
dibatasi clalam berpoligami hanya empat orang istri saja clan acla pula
yang memberikan kebebasan sesuai dengan Kitab Suci yang mereka
imani. Poligami yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasul Yahudi itu
terdapat dalam Kitab Perjanjian Lama sebagai berikut:
a.) Nabi Ibrahim atau Abraham berpoligami dua orang istri
"Sarai, istri Abram, belum juga mendapat anak tetapi ia
mempunyai seorang hamba dan Mesir, seorang gadis yang bemama
Hagar. Sarai berkata kepada Abram, Tuhan tidak memungkinkan saya
melahirkan anak. Sebab itu, sebaiknya engkau tidur dengan hamba saya
ini. Barangkali dia dapat melahirkan anak untuk saya. Abram setuju
dengan usul Sarai. Demikianlah Sarai memberikan Hagar kepada
Abram untuk dijadikan selir. Pada waktu itu Abram sudah sepuluh
tahun di Kanan. Abram tidur dengan Hagar, lalu menganaunglah wanita
itu. Tetapi ketika Hagar tahu bahwa ia hamil, ia menjadi sombong dan
meremehkan Sarai"24
Nabi Ibrahim memiliki dua istri, yaitu Sarah (Sarai) dan Hajar
(Hagar). Kemudian Hajar mengandung dan melahirkan anak laki-laki
yang bemama Ismail yang menjadi leluhur orang- orang Arab, dan arah
kemudian hamil dan melahirkan anak- anak yang bemama Ishaq yang
menjadi leluhur orang-orang Bani Israil. Kemudian Sarah meninggal
dunia sedangkan Hajar masih hidup dan Nabi Ibrahim menikah lagi

23
Hasan Hanafi, Dialog Agama Dan Revolusi, (Jakarta: Pustaka Firdaus 1994),
cet. Ke-2, h. 97.
24
Kitab Kejadian, 16:1-4
dengan Ketura. "Abraham menikah lagi dengan seorang wanita yang
bemama Ketura. Istrinya itu melahirkan anak-anak yang bernama:
Zimran, Yoksan, Medan, Midian, Isybak, dan Suah"25
Memperhatikan dari ayat tersebut, maka jelas bahwa Nabi Ibrahim
sampai akhir hayatnya memilki hanya tiga istri, yaitu Sarah, Hajar, dan
Ketura, serta anaknya adalah Ismail, Ishaq, Zimran, Yoksan, Medan,
Midian, Isybak, dan Suah.
b.) Nabi Ya'qub berpoligami empat orang istri
"Ketika Tuhan melihat bahwa Lea tidak begitu dicintai seperti
Rahel, Tuhan mengizinkan Lea melahirkan anak, tetapi Rahel tetap
tidak mendapatkan anak. Lea mengandung lalu dinamakannya anaknya
itu Ruben"26
Lea dan Rahel merupakan saudara kakak adik yang dinikahi oleh
Nabi Ya'qub. Lea merupakan istri yang tertua yang melahirkan anak-
anaknya yang Bernama Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda/lsakhar,
Zebulon, dan Dma. Sedang Rahel akhimya mempunyai anak yang
diberi nama Yusuf dan Benyamin. Kedua istri Ya'qub itu masing-
masing mereka memiliki hamba sahaya, yaitu Bilha milik Rahel dan
Zilpa milik Lea. Kedua hamba sahaya itu pun dinikahi oleh Ya'qub atas
izin istrinya agar mereka mempunyai ketuman yang banyak.27
c.) Nabi Musa berpoligami dua orang istri
"Musa setuju untuk tinggal di situ. Kemudian Yitto mengawinkan
anaknya yang bemama Zipora dengan Musa. Zipora melahirkan
seorang anak laki-laki. Anak itu diberi nama Gersom, karena Musa
berfikir, Aku seorang asing"28

25
Kitab Kejadian, 25: 1-2
26
Kitab Kejadian, 29: 31-32
27
Kitab Kejadian, 35: 23-26
28
Kitab Keluaran, 2: 21-22
Musa mengambil seorang wanita Kus menjadi istrinya, dan hal itu
diJadikan alasan oleh Maryam dan Harun untuk mencela Musa".29
Berdasarkan Kitab Keluaran dan Bilangan bahwa istri Nabi Musa
adalah Zipora dan Kus. Zipora istri Musa yang pertama melahirkan
anak yang bemama Gersom.
d.) Nabi Sulaiman atau Salomo berpoligami seribuh orang istri
"Raja Salomo mencintai mencintani banyak wanita asing. Selain
putri raja- raja Mesir, Salomo menikah juga dengan Wanita- wanita
Het, Moab, Amon, Edom dan Sidom"30. "Ada 700 putri bangsawan
yang dinikahi Salomo, dan ada pula 300 selirnya. Istri-tstri itulah yang
menyebabkan Salomo meninggalkan Allah"31
Nabi yang paling banyak istrinya adalah Nabi Sulaiman atau
Salomo yang berjumlah seribu istrinya, sehingga Tuhan menegurnya
karena Sulaiman sibuk dengan istri dan anak-anaknya.

Kalau memperhatikan. dengan seksama, bahwa Kitab Suci Yahudi tidak


memberikan batasan yang pasti, karena banyak Nabi-nabi yang diutus Tuhan
kepada kaum Yahudi atau Bani Israil ini. Bahkan poligami ini bukan saja oleh
para Nabi dan Rasul, melainkan juga oleh Nabi-nabi Raja-raja, dan kaumya
yang melakukan poligami seperti Nabi Simson kawin beberapa kali32. Nahor
memiliki dua istri. Lamekh mempunyai dua istri. Esai mempunyai tiga istri.33
Gideon memiliki beberapa istri.34 Elkana mempunyai dua istri.35Ahia
mempunyai empat belas istri.36Rehabeam mempunyai tujuh puluh delapan
istri.37

29
Kitab Bilangan, 12: 1
30
Kitab 1 Raja-raja, 11: 1
31
Kitab I Raja-raj a, 11: 3
32
Kitab Hakirri-hakim, 14: 1-3, 15-17, 16:1, 4
33
Kitab Kejadian, 22: 20-24, 4: 19- 23, 26: 34-35, 28: 9
34
Kitab Hakim-hakim, 8: 30-31
35
Kitab I Samuel, I: 1-2
36
Kitab 11 Tawarekh. 13: 21
37
Kitab II Tawarekh, 11: 18-21
Kemudian perkembangan selanjutnya, poligami dalam Yahudi di batasi
hanya empat orang istri. Walaupun hal ini masih diperdebatan karena menurut
Abdul Nasir Taufik Al-'Atthar bahwa Kitab Taurat tidak melarang poligami
dan juga tidak menghalangi seorang laki-laki untuk menikah dengan beberapa
saja banyak istri. Tetapi pendeta-pendeta Yahudi membenci poligami itu, lalu
ditetapkan hanya empat istri saja38

Dalam kaitan poligami ini, maka menurut Alirab Rabbaniyun bahwa tidak
pantas seorang laki-laki mempunyai istri lebih dari satu orang, laki-laki itu
bertugas supaya mengucapkan sumpah pada waktu aqad nikah, bahwa ia akan
menepati larangan ini, walaupun tidak ada larangan dan tidak ada pembatasan
dalam kitab Tautat.39 Sedangkan menurut aliran Qarr'iyun membolehkan
poligami dengan syarat tidak menyakiti, baik istri yang lama maupun istri yang
baru, dengan syarat berlaku adil di antara istri-istrinya, baik dalam pergaulan,
memberi nafkah maupun pakainnya.40

b. Kristen

Kristen sebagai agama samawi yang Nabinya adalah Yesus Kristus atau
Isa Al- masih dan kitab sucinya adalah Injil atau Perjanjian Baru. Kitab
Perjanjian Baru yang diimani oleh kaum Kristen tidak melarang poligami
ataupun menekankan untuk monogami. Dalam hal ini, Pastur Eugene Hilman
menyatakan bahwa tidak ada satu tempat pun di Perjanjian Baru yang secara
eksplisit menyatakan bahwa perkawinan harus monogami atau ada ketentuan
eksplisit yang melarang poligami. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa Yesus
tidak mengatakan sesuatu pun yang menunjukkan adanya pelarangan terhaclap
praktek poligami meskipun poligami dipraktekkan oleh orang-0rang Yahudi
pacla masanya. Larangan poligami dalam Kristen karena mengikuti tradisi
Romawi yang menekankan hanya satu istri. Di samping itu. diperkuat dengan
38
Abdul Nasir Taufik Al-Attar, Poligami Ditinjau Dari Segi Agama, Sosia/ don
Perundang-undangan. {Jakarta: Bulan Bintang, t.th}, h. 80
39
Ibid, h. 78
40
Ibid, h. 79
Bapak-bapak Gereja yang menekankan praktek monogami dalam rangka
menyesuaikan diri dengan kebudayaan Yunani- Romawi. Sebagaiaman yang
ditekankan oleh St. Augustine bahwa sekarang waktu.nya untuk memelihara
adat istiadat Romawi dan tidak diijinkan beristri yang lain41

Dalam Kaitan ini, Wahyudi menyatakan bahwa Yesus sendiri belum


menikah karena misi dan pelayanannya yang istimewa, apalagi, ditambah
kekacauan social dan politik yang harus dihadapi, Yesus tidak pemah
niempersoalkan murid terkasihnya Petrus yang menikah beberapa kali. Tetapi
Dia tidak meminta Petrus untuk meninggalkan istrinya, dan tidak mengencam
perbuatan poligami tersebut42 Begitu pula, George Zaidan menyatakan bahwa
tidak ada keterangan yang jelas dalam agama Kristen yang melarang para
pengikutnya berpoligami. Tetapi bapak- bapak Gereja menekakan monogami
hanya satu istri saja, demi untuk menjaga kerukunan rumah tangga mereka.43

Berdasarkan ayat ini, para Bapak Gereja Katolik mengharamkan menikah


lagi kalau sudah menceraikan istrinya, kecuali kalau istrinya itu sudah
meninggal setelah diceraikannya. Begitu pula si istri yang telah diceraikan itu
haram menikah lagi dengan laki-laki lain selama suaminya masih hidup. Kalau
suami atau istri yang suclah diceraikan itu kawin lagi, maka keduanya dihukum
berzina. Sedang Kristen Ortodok, Protestan, dan Gereja Masehi lnjili
membolehkan untuk menceraikan istrinya clalam suasan tertentu dan dengan
syarat-syarat tertentu pula, maka yang menceraikan itu boleh menikah lagi dan
tidak dihukumi zina. Hal ini sesuai dengan ungkapan Yesus Kristus dalam
Kitab Marius: ''Yesus menjawab, Musa mengizinkan kalian menceraikan
istrimu sebab kalian terlalu susah diajar. Tetapi sebenarnya bukan begitu pacla
mulanya. Jadi, dengarkan ini Siapa menceraikan istrinya, padahal wanita itu
41
Sherif Abdel Azeem, Sabda Langit Perempuan Dalam Tradisi Islam, Yahudi,
don Kristen, (Yogyakarta, Gama Media, 2001), cetak Ke- 2, h. 64
42
Wahyudi, Sex in the Bible Kelcacauan Moralitas Selcsual, Erotisme dan
Skandal Seks dalam Pornografi Alkitab, (Surabaya: Bina Ilmu, 2004), cet. Ke- 1, h. 5
43
Mustafa As-Sibai, Wanita Diantara Hukum Islam dan Perundang-undangan.
{Jakarta: Bulan Bintang, t.th}, h. 103
tidak menyeleweng, kemudian kawin lagi dengan wanita yang lain, orang itu
berzina. Maka pengikut- pengikut Yesus berkata kepadanya: Kalau soal
hubungan suami istri adalah seperti itu, lebih baik tidak usah kawin. Yesus
menjawab: Tidak semua orang bisa menerima kata-kata itu, hanya orang-orang
yang suclah ditentukan oleh Allah." {Kitab Matius, 19: 8-12}.

Fenomena poligami dalam Kristen ada yang setuju dan ada pula yang
mengharamkannya, terutama Bapak-bapak Gereja Katolik yang
menekankannya sistem monogami sebagai ajaran Kristen sampai hari ini.
Walaupun Yesus Kristus sendiri tidak menekankan hal itu secara paksa. karena
monogami adalah bentuk perkawinan yang wajar atau bentuk perkawinan yang
ideal, tetapi tidak mengharamkan poligami, kecuali para Bapak-bapak Gereja.
Peraturan dari Bapak-bapak Gereja itu yang dipertahankan dalam Kristen,
karena menurut J. Verkuyl bahwa monogami itu bukan hanya suatu tuntunan
belaka tetapi suatu pemberian, anugerah Tuhan yang amat besar. Rahasia
dwitunggal itu adalah kebahagian duniawi yang besar yang diberikan Tuhan
kepada kita. Barangsiapa merusakkan dan mencemarkan rahasia itu, akan
mengetahui, bahwa dengan demikian ia telah merusak dan mencemarkan salah
satu pemberian Tuhan yang besar.44

c. Islam
Islam sebagai agama samawi yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dan
kitab sucinya adalah Al-Qur'an yang menghalalkan poligami dan tidak
mengharamkannya, melainkan membolehkan untuk menikahi wanita sampai
empat istri saja, asalkan dengan syarat berlaku adil terhadapnya. Berarti
poligami dalatn Islam merupakan solusi yang terbaik bagi tatanan kehidupan
manusia. Hal ini, diakui oleh Billy Garaham sebagai seorang penginjil Kristen
bahwa Islam telah mengijinkan poligami sebagai jalan ke luar untuk mengatasi
penyakit-penyakit masyarakat dan telah membolehkan dengan sewajarnya pada

44
J. Verlrul, Etilca seksual, (Jakarta: Badan Pcnerbit Kristen, 1963), cet. Ke-3,
jilid ke 2, h. 61
naluri manusia, tetapi secara hukum di atur secara ketat. Berbeda dengan
Kristen yang memaksakan monogamy dengan besar-besaran, namun
kenyataannya orang-orang Kristen mempraktekkan poligami dengan adanya
"Wanita Simpanan" di dalam masyarakat Kristen Barat. Maka Islam
merupakan agama yang sangat jujur dan membolehkan seorang muslim untuk
menikahi perempuan lain jika dia terpaksa. Tetapi Islam melarang dengan ketat
semua bentuk percintaan terselubung untuk menyelamatkan integritas moral
masyarakat.45
Dibolehkan poligami dalam Islam karena dibalik itu ada hikmah kejujuran
dan keterbukaan kepada istri sehingga seorang istri tidak dibohongi, banyaknya
seorang wanita yang sendirian dan menjaga dari perbuatan perzinahan serta
menjaga keturunan. Hikmah dihalalkannya poligami menurut Arif
Abdurrahman As-Sanan adalah pemuliaan perempuan karena poligami
menjaga dari zina, satu-satunya jalan yang sah untuk menyelurkan seksual, dan
menjaga laki-laki dari penyimpangan prilaku zina, yaitu memeliki kekasih
gelap atau perempunan simpanan, serta banyaknya perempun dari jumlah laki-
laki yang bisa hilang kesempatannya untuk menikah dan ini akan menyebabkan
terjadinya banyak kasus perzinahan dan kerusakan moral.46
Begitu pula, Anquetil menyatakan bahwa dengan dibolehkannya
berpoligami itu ada beberapa keuntungan. yaitu (1)] menekankan
merajalelanya prostitusi, (2) melenyapkan salah satu sumber penyakit kotor
yang membunuh jenis bangsanya, (3) memungkinkan berjuta-juta wanita
melaksanakan haknya akan kecintaan dan keibuan, yang kalau tidak akan
terpaksa hidup bersuami karena sistem monogami, (4) mengurangi sebab-sebab
drama-drama perceraian yang tak terhitung banyaknya, kejahatan-kejahatan
karena percintaan, kemunafikan dalam rumah tangga yang kurang sehat,
bencana mundumya angka penduduk, pembunuhan anak-anak, dan
45
Sherif Abdel Azeem, Sabda Langit Perempuan Dalam Tradisi Islam, Yahudi, Kristen,
(Yogyakarta: Gama Media,2001), cet. Ke-2, h. 73.
46
Arij Abdurrahman As- Sanan, Memahami Keadilan Dalam Poligami, (Jakarta: Global
Media Cipta Publishing, 2003), cet. Ke-1, h. 26-27.
menyerahkan bayi-bayi kepada bantuan umum, (5) memungkinkan si suami
memelihara kesehatan wanita yang hamil dan bersalin tanpa menyerahkan
dirinya kepada bahaya, pertualangan dengan gadis-gadis yang bisa dipesan
dengan karcis, (6) melenyapkan kaum yang celaka dan memperbaiki jenis
bangsa dengan anak-anak yang bagus, semuanya syah dan setiap wanita akan
bisa melaksanakan pekerjaannya dengan gembira.47
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu
dan Rasul memberikan kepada mereka banyak istri clan banyak anak-anaknya.
Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat melainkan
dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)" {QS.
Ar-:Ra'd/13: 38}.
Berdasarkan ayat ini, bahwa Nabi Muhammad Saw. melakukan · poligami
setelah meninggalnya Siti Khadijah Binti Khuwailid sebagai ummul mu'minin
pertama. Pemikahan Nabi dengan Khadijah selama 25 tahun dan dikarunia 2
anak laki-laki clan 4 anak perempun. Anak laki-laki yang bemama Al-Qasim
dan Abdullah, keduanya meninggal, sedangkan yang perempuan namanya
adalah Zainab, Ruqaiyah, Ummi Kaltsum, dan Fatimah48

B. Agama Kong Hu Chu dan Ajarannya

1. Asal usul agama Khong hu chu

Agama Khonghucu merupakan agama yang bukan hanya diperuntukkan


untuk orang-orang Tionghoa saja melainkan untuk semua orang yang mau
melaksanakan ajaran dan isi kitab suci agama tersebut. Perkembangan Agama
Khonghucu di Indonesia mengalami keterputusan sejak kekuasaan
47
Yusuf Wibison, Monogami Atau Poligami Masalah Sepanjang Masa, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980), cet. Ke-I, h. 55.
48
Syed Ahmad Semait, 100 Tokoh Wanita Terbilang, (Singapura: Pustaka Nasional
1990), cet. Ke-2, h. 131
pemerintahan Orde Baru yang tidak mengakui Agama Khonghucu sebagai
agama resmi di Indonesia, melainkan hanya sebagai ajaran etika atau bentuk
filsafat. Di Indonesia pengajaran Khong Fu Tze atau Kung Tze tidak dipandang
sebagai agama oleh orang-orang Tionghoa. Ahli Filsafat itu umumnya hanya
dihargai sebagai seorang guru besar. Di negeri ini juga terdapat perkumpulan
Agama Kung Tze tetapi pada dasarnya perkumpulan ini tidak dapat dipandang
sebagai sebuah perkumpulan agama, melainkan sebagai sebuah perkumpulan
yang bertujuan menyiarkan dan menyebarkan ajaran Khong Fu Tze.
Perkumpulan ini juga lebih banyak dibidang sosial daripada di bidang
kehidupan setelah kematian. Bahkan yang aktif dalam pengembangan ajaran
Khong Fu Tze hanyalah orangorang Tionghoa peranakan49
Dengan Tegas dikatakan bahwa Khonghucu bukanlah suatu agama
melainkan suatu kode etik dan suatu cara hidup di dunia. Hukum moral ini
dinyatakan oleh Kung Fu Tzu pada tahun 551-479 SM, di Barat dikenal
sebagai Konfusius.50
Pada dasarnya kedatangan etnis Tionghoa ke Nusantara jauh sebelum
zaman Hindia-Belanda, akan tetapi keberadaannya kurang jelas. Dugaan
selama ini hanya berdasarkan hasil temuan benda-benda kuno seperti tembikar
dari Tiongkok di Jawa Barat, Lampung, daerah Batanghari, dan Kalimantan
Barat maupun yang disimpan di berbagai Keraton. Demikian juga dengan
temuan berbagai kapak batu yang dipoles dari zaman Neolithikum yang
mempunyai persamaan dengan kapak batu giok atau zamrud yang ditemukan di
Tiongkok dan berasal dari zaman yang sama.51
Agama Khonghucu mengalami perkembangan dari masa ke masa, diawali
oleh para perantau Tionghoa yang merantau ke negeri Samudra Selatan, dari
negeri leluhurnya yang sedang dilanda kekacauan, membangun rumah ibadah

49
Nio Joe Lan, Peradaban Tionghoa Selayang Pandang, (Jakarta: KPG, 2013),
hlm, 64-65.
50
Michael Keene, Agama-agama Dunia, (Yogyakarta: Kanisius, 2006) hlm, 170.
51
Benny G. Setiopno, Tionghoa Dalam Pusaran Politik (Jakarta: Trans Media
Pusaka, 2008), h. 19.
yang dinamakan klenteng untuk meneruskan ketenangan batin akan leluhur dan
tanah air yang ditinggalkan52
Pada masa kolonial di Indonesia terdapat tiga orientasi sosio-politik yang
besar diantaranya Pertama, Tionghoa lokal, yaitu yang berorientasi pada
Tiongkok (Kelompok Sin Po), yang percaya bahwa orang Tionghoa lokal
adalah anggota bangsa Cina. Kedua, mereka yang berorientasi ke Hindia
Belanda (Chung Hwa Hui), yang memahami posisi mereka mereka sebagai
kawula Belanda sambil melanjutkan kehidupan sebagai Tionghoa peranakan.
Dan yang ketiga, mereka yang menyebut sebagai anggota bangsa Indonesia
yang akan datang (Partai Tionghoa Indonesia). Sebagian besar para pemimpin
Tionghoa di masa kolonial Indonesia., khususnya para imigran baru,
berorientasi ke Tiongkok, tetapi kelompok yang kedua dan ketiga kebanyakan
terdiri dari orang Tionghoa peranakan.53 Masyarakat Tionghoa di Jawa
sebelum akhir abad ke 19 pada dasarnya adalah masyarakat peranakan.54
2. Pokok-Pokok Ajaran Khong Hu Chu

Ajaran Kong Hu Cu mengandung unsur pembentukan akhlak yang mulia


bagi bangsa Tiongkok. Kong Hu Cu selalu menghindari pembicaraan tentang
metafisika, ketuhanan, jiwa, dan berbagai hal yang ajaib. Namun ia tidak
meragukan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa yang dianut masyarakatnya.
Pokok-pokok ajarannya dapat diketahui sebagai berikut :

a. Hidup ini ada dua nilai yaitu Yen dan Li.55

52
Ws. Indarto, Selayang Pandang Lembaga Agama Khonghucu Indonesia
Dahulu, Sekarang dan Masa Depannya (Jakarta: Matakin, 2010), h. 2
53
Leo Suryadinata, Negara dan Etnis Tionghoa (Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia 2002), h. 19.
54
Tionghoa Peranakan adalah orang tionghoa yang sudah lama tinggal di
Indonesia dan umumnya sudah berbaur. Mereka berbahasa Indonesia sebagai bahasa
sehari-hari dan bertingkah laku seperti pribumi. Lihat Leo Suryadinata, Negara dan Etnis
Tionghoa (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia 2002), h. 17.
55
Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama, (Bandung: Citra Aditya Bakri,
1993), hlm 252, Baca juga, Huston Smith, Agama-agama Manusia, (Jakarta, Yayasan
Obor Indonesia, 1985), hlm. 210-213. Abdullah Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan,
(Bandung: Nuansa Aulia, 2007), hlm. 183.
Li artinya keserangkaian antara perilaku, ibadah, adat istiadat, tata krama
dan sopan santun. Untuk tetap menjaga Li dalam kaidah dan peraturan
keseimbangan maka Kong Hu Cu mengajarkan hal-hal sebagai
berikut:56

a) Orang harus menggunakan nama-nama yang baik dan benar, oleh


karena bila nama-nama yang dipergunakan tidak tepat, maka
bahasa tidak akan sesuai dengan kebenaran segala sesuatu, dan
segala usaha tidak dapat dilaksanakan untuk mencapai sukses.
b) Orang harus memiliki sifat-sifat yang disebut “Chung Yung”
yaitu sifat atau sikap yang senantiasa tetap berada ditengah-
tengah antara hidup berlebih-lebihan dan kekurangan yang dapat
memberikan keseimbangan terhadap perbuatan berlebih-lebihan
serta mengendalikan perbuatan-perbuatan tersebut sebelum
terwujud.
c) Orang harus menjaga adanya lima hubungan timbal balik sebagai
sesuatu lingkaran keseimbangan hidup, hal ini dapat juga
dikatakan ajaran Kong Hu Cu dibidang Kesusilaan, yaitu:
a) Hubungan antara ayah dan anak; ayah mencintai anaknya,
anak menghormati ayahnya.
b) Hubungan antara saudara tua dengan saudara muda. -
Hubungan antara suami dan isteri.
c) Hubungan antara teman dengan teman.
d) Hubungan penguasa dengan warga masyarakatnya57

56
HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta: Golden
Terayon Press, 1998), hlm. 31-32.
57
Huston Smith, Agama- Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,1990), hlm. 287.
Kong Hu Cu juga mengatakan bahwa ada tiga hal yang menjadi
tempat orang besar, yaitu kagum terhadap perintah Tuhan, kagum terhadap
orang-orang penting dan kagum terhadap kata-kata bijaksana58

b. Pandangan Kong Hu Cu tentang dunia, bahwa dunia itu dibangun


atas dasar moral, jika masyarakat dan negara rusak moralnya, maka
begitu pula tatanan alam menjadi tertanggu, terjadilah bahaya
peperangan, banjir, gempa, kemarau panjang, penyakit merajalela
dan lain-lain. Kong Hu Cu mengatakan bahwa bukan sistem yang
membuat manusia itu hebat, melainkan orang-orang yang membuat
sistem itu yang hebat. (Lun Yu, 15;29).59

c. Ajaran tentang budi luhur terdapat dalam kitab Lun Yu sebagai


berikut:

a) Laksanakan apa yang diajarkan, baru kemudian ajarkan apa yang


dilaksanakan (Lun Yu 2;13).
b) Orang cerdas mengerti apa yang benar, orang yang kurang cerdas
mengerti apa yang dijual (Lun Yu 4;16).
c) Orang atasan selalu teringat bagaimana ia dihukum karena
salahnya, orang rendahan selalu teringat pada hadiah yang
diterimanya (Lun Yu, 4;11).
d) Orang atasan akan menyalahkan diri sendiri, orang rendahan
akan menyalahkan orang lain. (Lun Yu, 15;20)
e) Orang atasan jika dihargai merasa senang tetapi tidak bangga,
orang bawahan itu bangga tetapi tidak dihargai. (Lun Yu, 13;26).

58
Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama, (Bandung: Citra Aditya Bakri,
1993), hlm. 252
59
Ibid, hlm. 253
f) Orang ungggul bersifat liberal terhadap pendapat orang lain,
tetapi tidak menyetujuinya dengan sempurna, orang rendahan
hanya menyetujui dengan sempurna pendapat orang lain, tetapi
tidak liberal terhadap mereka. (Lun Yu, 13;23).
g) Orang-orang cerdas berpandangan universal, jujur dan adil,
orang-orang awam tidak jujur dengan pandangan yang tidak
universal (LunYu, 12;14)

h) Setiap manusia harus memelihara kekuatan batin yang disebut


“TE” menurut Kong Hu Cu mengandung pengertian psikologis
yang dalam, yang berarti “kekuatan atau kekuasaan” yang tidak
hanya terbatas pada kekuatan psychis saja akan tetapi meluas
sampai kepada kekuatan physik (jasmaniah). Oleh karena itu
dipandang tidak baik bilamana ada yang beranggapan bahwa
kekuasaan yang efektif itu hanya dalam bentuk lahiriyah saja
sebagaimana anggapan orang-orang yang beraliran realisme.
Kong Hu Cu menganggap inti kekuasaan manusia adalah terletak
di dalam kekuatan rohaniahnya.60
i) Konsep terpenting dari Kong Hu Cu ialah apa yang disebut
dengan “Wen” yang artinya “damai”. Berarti juga bentuk
kehidupan yang tentram, jauh daripada peperangan. Bentuk
hidup seperti ini hasil dari kebudayaan yang tinggi. Menurut
Kong Hu Cu kesuksesan atau kemenangan yang diperoleh suatu
negara atas negara lain bukan disebabkan besarnya jumlah
tentara, melainkan kemenangan tersebut disebabkan oleh “WEN”
yakni kebudayaan yang bernilai tinggi atau seni yang terindah
atau filsafat dan syair-syair yang bermutu tinggi. Baginya syair-
syair yang bermutu tinggi merupakan kekuatan rohaniah yang

60
HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta: Golden
Terayon Press, 1998), hlm. 32.
dapat membangkitkan jiwa manusia, demikian pula dengan
musik tujuan hidup dapat dicapai. Nyanyian bersama dapat
menggerakkan getaran jiwa dan dapat mengantarkannya kepada
ketenangan batin dan mendidik perasaan, serta meringankan
perasaan duka nestapa, bahkan dapat menghindarkan seseorang
dari keinginan berbuat dosa61

C. Agama Islam dan Ajarannya


a. Pengertian agama Islam
Ada dua sisi yang dapat digunakan untuk memahami pengertian
agama Islam, yaitu dari sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi
pengertian tentang Islam itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Menurut ilmu bahasa (etimologi), Islam berasal dari bahasa Arab
yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa, dan damai. Dari asal kata
itu dibentuk kata aslama, yuslimu, Islaman, yang berarti memelihara dalam
keadaan selamat sentosa, dan berarti juga menyerahkan diri, tunduk, patuh,
dan taat. Seseorang yang bersikap sebagaimana maksud pengertian Islam
tersebut dinamakan muslim, yaitu orang yang telah menyatakan dirinya
taat, menyerahkan diri, patuh, dan tunduk kepada Allah SWT.62
Pengertian Islam yang demikian itu, sejalan dengan tujuan ajaran
Islam, yaitu untuk mendorong manusia agar patuh dan tunduk kepada
Tuhan, sehingga terwujud keselamatan, kedamaian, aman, dan sentosa
serta sejalan pula dengan misi ajaran Islam yaitu menciptakan kedamaian
di muka bumi dengan cara mengajak manusia untuk patuh dan
tunduk kepada Tuhan. Islam dengan misi yang demikian itu ialah Islam

61
Ibid., hlm. 35.
62
Alim, Drs. Muhammad. Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan
Pemikiran Dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet. 2,
hlm. 91
yang dibawa oleh seluruh para Nabi, dari sejak Adam AS hingga
Muhammad SAW63
Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama
yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang
Rasul. Atau lebih tegasnya lagi Islam adalah ajaran-ajaran yang
diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad
SAW sebagai Rasul64
Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam
adalah agama perdamaian, dan dua ajaran pokoknya yaitu ke-Esaan Allah
dan kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata, bahwa
agama Islam selaras benar dengan namanya. Islam bukan saja dikatakan
sebagai agama seluruh Nabi Allah, sebagaimana tersebut pada beberapa
ayat kitab suci Al-Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu yang secara
tak sadar tunduk sepenuhnya kepada undang-undang Allah, yang kita
saksikan pada alam semesta65
a. Pokok- pokok ajaran Islam
Seluruh dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran Islam adalah penting
dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, yaitu
akidah, syariah, dan akhlak.
b. Akidah
Akidah secara etimologis berarti yang terikat. Setelah terbentuk
menjadi kata, akidah berarti perjanjian yang teguh dan kuat,
terpatri dan ternaman di lubuk hati yang paling dalam. Secara
terminologis berarti credo, creed, keyakinan hidup iman dalam
arti khas, yakni pengikraran yang bertolak dari hati. Dengan
demikian akidah adalah urusan yang wajib diyakini kebenarannya
63
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2017), cet. 4, hlm. 27
64
Drs. Muhammad Alim, M. Ag, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan
Pemikiran Dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 92.
65
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA, Metodologi Sudi Islam, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), cet. 19, hlm. 64
oleh hati, menentramkan jiwa, dan menjadi keyakinan yang tidak
bercampur dengan keraguan.66
Pembahasan mengenai akidah Islam pada umumnya
berkisar pada arkanul iman (rukun iman yang enam):
a) Iman kepada Allah
b) Iman kepada malaikat-malaikat-Nya
c) Iman kepada kitab-kitab-Nya
d) Iman kepada rasul-rasul-Nya
e) Iman kepada hari Akhirat
f) Iman kepada qadha dan qadar

c. Syariah
Secara redaksional pengertian syariah ialah “the path of the water
place” yang berarti tempat jalannya air, atau secara maknawi adalah
sebuah jalan hidup yang telah ditentukan Allah SWT sebagai
panduan dalam menjalankan kehidupan di dunia untuk menuju
kehidupan di akhirat. Panduan yang diberikan Allah SWT dalam
membimbing manusia harus berdasarkan sumber utama hukum
Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah serta sumber kedua yaitu akal
manusia dalam ijtihad para ulama.67 Syariat Islam adalah satu sistem
norma Ilahi yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan,
hubungan sesama manusia, serta hubungan antara manusia dan alam
lainnya.

Syariah dalam arti sempit sama pengertiannya dengan Fiqh


Nabawi, yaitu hukum yang ditunjukkan dengan tegas oleh Al-Qur’an atau

66
Drs. Muhammad Alim, M. Ag, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan
Pemikiran Dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm 124
67
Drs. Muhammad Alim, M. Ag, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan
Pemikiran Dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.
139.
As-Sunnah. Fiqh dalam arti sempit sama pengertiannya dengan Fiqh
Ijtihadi, yaitu hukum yang dihasilkan dari ijtihad para mujtahid.68

Kaidah syariah Islam secara garis besar terbagi atas dua bagian besar:

Kaidah ibadah dalam arti khusus (kaidah ubudiyah), yaitu tata aturan Ilahi
yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dan Tuhannya
yang acara, tatanan, serta upacaranya telah ditentukan secara terinci dalam
Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul. Pembahasan mengenai ibadah dalam arti
khusus ini meliputi:

b) At-Thaharah (bersuci)
c) As-Shalat
d) Az-Zakat d)
e) As-Shaum e)
f) Al-Hajj 2)

Kaidah muamalah dalam arti luas, yaitu tata aturan Ilahi yang
mengatur hubungan sesama manusia dan hubungan antara manusia dan
benda. Muamalah dalam arti luas ini secara garis besar terdiri atas dua
bagian besar:

a. Al-Qanunul Khas (hukum perdata) yang meliputi:


a) Muamalah dalam arti sempit (hukum niaga)
b) Munakahah (hukum nikah)
c) Waratsah (hukum waris)
b. Al-Qanunul ‘Am (hukum publik) yang meliputi:
a.) Jinayah (hukum pidana)
b.) Khilafah (hukum kenegaraan)
c.) Jihad (hukum perang dan damai)
Dengan demikian, syariah Islam diturunkan Allah kepada manusia sebagai
pedoman yang memberikan bimbingan dan pengarahan kepada manusia
68
Ibid., hlm. 140.
agar mereka dapat melaksanakan tugas hidupnya dengan benar sesuai
kehendak Allah69
d. Akhlak.

Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan


perbuatanperbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan. Jika sifat itu melahirkan perbuatan yang baik
menurut akal dan syariat, maka disebut akhlak yang baik, dan bila lahir
darinya perbuatan yang buruk, maka disebut akhlak yang buruk70 Akhlak
itu adalah karakter, moral, kesusilaan dan budi baik yang ada dalam jiwa
dan memberikan pengaruh langsung kepada perbuatan. Diperbuatnya
mana yang diperbuat dan ditinggalkannya mana yang patut ditinggal. Jadi
akidah dengan seluruh cabangnya tanpa akhlak adalah seumpama sebatang
pohon yang tidak dapat dijadikan tempat berlindung kepanasan, untuk
berteduh kehujanan dan tidak ada pula buahnya yang dapat dipetik
Sebaliknya akhlak tanpa akidah hanya merupakan bayangan-bayangan
bagi benda yang tidak tetap dan selalu bergerak.71

Akhlak secara bahasa diambil dari bahasa arab khuluqun yang


berarti perangai, tabiat, dan adat. Dan juga dari kata khalqun yang berarti
buatan, dan ciptaan.72 Sedangkan pengertian akhlak secara istilah dapat
dilihat dari pendapat para ulama, yaitu:

Ibnu maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai keadaan jiwa yang


mendorong kepada tindakan-tindakan tanpa melalui pertimbangan
pemikiran. Sedangkan Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat
69
Endang Saifuddin Anshari, Pokok- Pokok Pikiran Tentang Paradigma Dan
Sistem Islam, (Jakarta: Gema Insani), cet. 1, hlm. 45
70
Yunahar Ilyas, (2006), Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset),
hal. 2
71
Syaltut, Mahmud, (1985), Akidah dan Syari’ah Islam, Jakarta : Bina Aksara,
hal. 190.
72
Drs. Muhammad Alim, , Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan
Pemikiran Dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.
151.
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.73

73
Drs. H. Zubaidi, M. Pd, Akhlak dan Tasawuf, (Jogjakarta: Lingkar Media,
2015), hlm. 2

Anda mungkin juga menyukai