A. PENDAHULUAN
1. Pengertian Poligami
2. Pengertian Monogami
Artinya : ” Wahai manusia, bertaqwalah kamu kepada Tuhanmu , yang tetelah menciptakan
kamu dari satu jiwa , dan menciptakan istrinya yang sejenis dengan dia, dan
menjadikan dari mereke berdua berkembang biak anak cucunya yang banyak, laki-
laki dan wanita; dan bertaqwalah kamu kepada Allah, yang selalu kamu sebut nama-
Nya dalam permintaan kamu; dan bertaqwalah kamu kepada Allah dalam urusan
yang berhubungan dengan urusan keturunan, sunggih Allah mwngawasi kamu. Dan
berikanlah harta-harta anak-anak yatim itu kepada mereka. Dan janganlah kamu
menukar hartanya yang baik kepada yang buruk, dan janganlah kamu campurkan
harta mereka yang kamu campurkan dengan harta kamu; sesungguhnya itu adalah
dosa yang besar. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak ) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka ( kawinilah ) seorang saja, atau budak-
budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya. (Q.S An-nisa’: 3)
Jika kita perhatikan, Allah mengawalai surat an-Nisa’ debngan seruan kepada
manusia agar bertakwa kepada Allah yang merupakan tema penutup dari surat ali-
Imran sebelumnya, serta seruan untuk menyambung tali silaturahim dengan
berpangkal pada pandangan kemanusiaan universal, buka pandangan kelompok
atau kesukuan yang sempit.
Kemudian Allah mengalihkannya tentang anak-anak yatim. Dalam konteks ini,
Allah memerintahkan kepada mnusia agar memberikan harta benda anak-anak
yatim dan tidak memakannya. Selanjutnya, Allah menindaklanjuti pembahasan
tentang anak-anak yatim dengan perintah kepada manusia untuk menikahi
perempuan-peremouan yang disenangi, dua, tiga, empat, yang dibatasi denagn satu
jika kondisi yaitu takut tidak dapat berlaku adil kepada anak-anak yatim.
Jadi, kesemuanya memperkuat bahwa pokok bahasan pada ayat diatas
adalah berkisar tentang anak-anak yatim yang kehilangan ayahnya, sementara ibu
mereka masih hidup menjanda. Bagaimana halnya dengan anak yang kehilangan
kedua orang tuanya? Dengan kematian kedua orang tuanya, maka gugurlah
masalah poligami.[4]
Ayat tersebut setelah Perang Uhud selesai (4 H/626 M). Ketika iut banyak
ummat Islam berguguran dimedean perang dan dibebani oleh banyak anak yatim,
janda, dan tawanan perang. Untuk memelihara mereka dari perbuatan yang tidak
diinginkan, Allah SWT membolehkan untuk mengawini mereka. Tapi jika takut
menelantarkan mereka dan tidak tidak sanggup memelihara anak yatim tersebut,
maka Allah ,membolehkan mencari perempuan lain untuk dikawini sampai empat
orang.[5]
Ahmad al-Wahidi an-Naisaburi menjelaskan tentang Asbabunnuzul ayat
tersebut bahwa pada waktu itu ada seorang laki-laki yang punya anak yatim dan dia
langsung sebagai walinya. Anak yatim itu punya beberapa harta dan kecantiakan.
Harta dan kecantikan itu membuat walinya ingin menikahinya. Namun ia tidak mau
memberikan mas kawin yang sama dengan yang diberikan kepada perempuan lain.
Karena itu, dilarang mengawini wanita kecuali mau berlaku adil, jika mereka tidak
mampu maka mereka menikah dengan wanita lain yang baik dan mereka senangi.
[6]
8. Syarat-Syarat Poligami
Menurut UU No 1 Tahun 1974, tentang perkawinan, dan Kompilasi Hukum
Islam yang berlaku di Indonesi pada padal 56 menentukan bahwa syarat bagi suami
yang hendak melakukan poligami haruslah mendapat izin dari Pengadilan
Agama. Poligami tanpa izin pengadilan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pengadilan dapat memberi izin, apabila terdapat syarat alternatif:
a. Sang istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakkt yang tidak dapat disembuhkan
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan[11]
Selain itu, untuk melakukan poligami diperlukan syarat-syarat kumulatif yaitu:
a. Adanya persetujuan dari istri, kecuali apabila istri atau istrinya tidak mungkin
dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau tidak
ada kabar sekurang-kurangnya 2 tahun atau sekurang-kurangnya atau sebab lain
yang perlu mendapat penilaian dari hakim
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan
anak-anak mereka.
9. Hikmah Poligami
a. merupakan karunia Allah dan Rahmatnya kepada manusia
b. Karena Oislam sebagai agama kemanusiaan yang luhur mewajibkan kepada kaum
mislimin untuk melaksanakan pembangunan dan menyamp[aikannya kepada
seluruh manusia. Mereka tidak akan sanggup mengikuti tigas risalah pembangunan
ini kecuali jika mereka mempunyai negara yang kuat yang semprnha segala
peralaatnnya, berwibawa titahnya dan besar kekuasaannya. Hal-hal seperti ini
tidaklah terlaksana dengan baik bila penduduk negeri tidak banyak. Dimana untuk
tiap-tiap bidang kegiatan hidup manusia terdapat jumlah yang cukup bersar ahli-ahli
yang menanganinya. Oleh karena itu dibituhkan sebuah keluarga yang besar,
sedangkan jalan untuk mendapatkan jumlah yang besar tersebut hanyalah dengan
adanya perkawinan yang elatif muda dan segilain dilakukkan poligami.
c. Bahwa kesanggupan laki-laki untuk berketurunan lebih besar daripada perempuan,
sebab laki-laki telah memilki persiapan kerja seksual sejak balig sampai tua,
sedangkan perempuan dalam masa haid tidak memilikinya, dimana masa haid ini
datang setiap bulan yang temponya terkadang sampai 10 hari, dan begitu pula
selama masa nifas yang temponya terkadang sampai 40 hari ditambah lagi dengan
masa hamil dan menyusui. Kesanggupan perempuan untuk beranak berakhir sekitar
umur 45-50 tahun sedangkan dipihak laki-laki masih subur sampai dengan lebih dari
60 tahun.
d. Ada kalanya karena istri mandul atau menderita sakit yang tak ada harapan
sembuhnya, padahal masih tetap berkeinginan untuk melanjutkan hidup suami istri,
pada suami ingin mempunyai anak-anak sehat lagi pintar dan seorang istri yang
dapat mengurus keperluan-keperluan rumah tangganya.
e. Ada segolongan laki-laki yang mempunyai dorongan seksual besar yang merasa
tidak puas dengan seorang istri saja, terutama sekali orang-orang daerah tropis.
Karena itu, dari pada orang-orang ini hidup dengan perempuan yang rusak
akhlaknya lebih baik diberikan jalan yang halal untuk memuskan tuntunan nafsunya.
f. Dengan adanya sistem pologami dan melaksanakan ketentuan poligamoi ini dalam
Islam merupakan suatu karunia besar bagi kelestariannya, yang jauh dari perbuatan-
perbuatan sosial yang kotor yang rendah dalam masyarakat yang mengakui
poligami.
Dalam masyarakat-masyarakat ytang melarang poligami dapat dilihat hal-hal
sebagi berikut:
a. Tersebarnya kejahatan dan pelacuran sehinnga jumlah pelacur lebih banyak dari
perempuan yang bersuami.
b. Banyaknya anak-anak haram jadah
c. Hubungan yang busuk ini mengakibatkan macam-macam penyakit badan,
kegoncangan mental dan gangguan saraf
d. Mengakibatkan kelemahan dan kelumpuhan mental
e. Merusak hubungan yang sehat antara suami dan istrinya, menggangu kehidupan
rimah tangga dan memutuskan tali ikatan kekeluargaan sehingga tidak lagi segala
sesuatunya tidak lagi berharga dalam kehidupan suami istri.
f. Meragukan sahnya keturunan, sehingga suami tidak yakin bahwa anak-anak yang
diasuh dan dididik adalah darah dagingnya.[12]
C. Penutup
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa azas perkawinan pada
hakitkatnya menganut prinsip monogami yaitu sistem perkawinan antara satu orang
istri dengan seorang suami saja.
Namun pada kindisi lain seorang suamu beleh melakukan polgami karena
ada hal-hal tertetu. Adapun syarat-syarat suami boleh berpoligami diatur dalam KHI
Pasal 56 dan UU No 1 Tahun 1974 yaitu:
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Ahmad. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Bachtiar Baru Van Hoave, 1998