PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Poligami merupakan suatu tindakan yang saat ini masih menjadi pro kontra di
masyarakat. Hal ini dikarenakan perbedaan pendapat/pandangan masyarakat.
Masih banyak yang menganggap poligami adalah suatu perbuatan negatif.
Hal ini terjadi karena poligami dianggap menyakiti kaum wanita dan hanya
menguntungkan bagi kaum pria saja. Tujuan hidup keluarga adalah untuk
mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin. Namun dengan adanya Poligami yang
dilakukan sang suami, kebahagiaan dalam keluarga dapat menjadi hilang. Hal ini
tentunya merugikan bagi kaum istri dan anak-anaknya karena mereka
beranggapan tidak akan mendapatkan perlakuan yang adil dari sang suami.
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Poligami
1
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 129.
2
Boedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Perceraian Keluarga Muslim, (Bandung:
Pustaka Setia, 2013), h. 30.
2
mungkin dapat melaksanakan keadilan jika menjadi pemimpin pada masyarakat.
Sebagaimana jika seorang suami sewenang-wenang kepada istri-istrinya, sebagai
pemimpin akan berbuat kezaliman kepada rakyatnya.
Muhammad Abduh mengatakan dalam Tafsir Al-Manar yang ditulis oleh
Muhammad Rasyid Ridha, “Meskipun agama islam membuka jalan bagi
poligami, tetapi jalan itu sangat disempitkan, sehingga poligami hanya dapat
dibenarkan untuk dikerjakan dalam keadaan darurat. Oleh karena itu, poligami
hanya diperbolehkan bagi orang-orang yang terpaksa serta meyakini bahwa dia
sanggup berlaku adil”.3
3
Ibid, h. 31
3
4
2. Hadits Nabi
4
Boedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Op Cit, h. 38
5
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2018) h 126
5
C. Permasalahan Dalam Poligami
6
memang benar-benar tidak setuju dan ada pula yang tidak setuju tetapi bersikap
toleran kepada yang melaksanakannya.
1. Imam Syafi’i
Imam Syafi’I menegaskan pada kasus poligami ini beliau mencoba
mentransformasikan hadis dalam praktik Nabi Muhammad SAW
terhadap wahyu yang diturunkan. Kemudian pada kasus poligami ini,
Nabi sedang mengejawantahkan QS. An-Nisa 2-3 mengenai
perlindungan terhadap janda mati dan anal-anak yatim. Kebanyakan
istri nabi adalah janda mati, kecuali Aisyah binti Abu Bakar ra.
Sayid Sabiq, memaparkan Imam Syafi’I berkata bahwa masalah
poligami telah ditunjukkan oleh sunah Rasulullah SAW tidak ada
seorang pun yang dibenarkan kawin lebih dari empat perempuan.
Seperti dijelaskan dalam kitab Al-Umm, Imam Syafi’I menyatakan
turunnya ayat tentang pembolehan poligami ini adalah sesuai dengan
firman Allah SWT (QS An-Nisa’: 3) : “Maka kawinilah wanita-wanita
yang kamu senangi: dua, tiga dan empat”.pada saat ayat ini
diturunkan, masyarakat Arab memiliki istri yang tidak dapat dihitung
dengan jari dan budak-budak wanita tidak wanita yang tidak terbatas
jumlahnya. Dengan turunnya ayat ini, Al-Qur’an melarang seluruh
umat islam untuk menikah lebih dari empat orang (kekhususan hanya
diberikan kepada Rasulullah SAW).
Lebih lanjut Imam Syafi’I juga memberikan saran, apabila tidak
bias berlaku adil hendaknya beristri satu saja itu lebih baik. Para ulama
ahli sunnah juga telah sepakat, bahwa apabila seorang suami
7
mempunyai istri lebih dari empat maka hukumnya haram. Dan
perkawinan yang kelima dan seterusnya dianggap batal dan tidak sah,
kecuali suami telah menceraikan salah seorang istri yang empat itu
telah habis pula masa iddah-nya. Dalam masalah membatasi istri
empat orang saja, Imam Syafi’I berpendapat bahwa hal tersebut telah
ditunjukkan oleh sunah Rasullullah saw sebagai penjelasan dari firman
Allah, bahwa selain Rasulullah tidak ada seorangpun yang dibenarkan
nikah lebih dari empat perempuan. Sedangkan pada ayat “dzalika
‘adna alla ta‘ulu” dipahami oleh Imam Syafi’I dalam arti tidak banyak
tanggungan kamu. Ia terambil dari kata ’alla ya’ulu yang berarti
“menanggung dan membelanjai”.
2. Imam Malik
Dalam hal poligami menurut Imam Malik apabila seorang suami
mempunyai istri lebih dari empat maka hukumnya haram. Dan
perkawinan yang kelima dan seterusnya dianggap batal dan tidak sah,
kecuali suami telah menceraikan salah seorang istri yang empat itu
telah habis pula masa iddah-nya. Dalam masalah membatasi istri
empat orang saja, merujuk pada Q.S An-Nisa 2-3.
Menurut Imam Malik seorang suami boleh memiliki isteri lebih
dari satu tetapi dibatasi hanya sampai empat orang isteri. Akan tetapi
kebolehannya tersebut memiliki syarat yaitu berlaku adil antara
perempuan-perempuan yang dinikahinya itu, baik dari nafkah atau
giliran malamnya.
3. Imam Hanafi
Imam Hanafi berpendapat bahwa poligami merupakan hal yang
dibolehkan secara mutlak oleh agama. meski menyinggung masalah
keadilan bagi istri yang dipoligami, namun hal tersebuthanya sebatas
keadilan yang bersifat lahiriah semata, seperti pembagian giliran,
pakaian, makanan serta pergaulan, dan bukan adil dalam hal psikis.
Hal ini yang membedakan pandangan Imam hanafi dengan Imam
syafii, beliau berpendapat meski tidak menyinggung soal keadilan
8
sebagaimana yang dilakukan oleh para mufasir kontemporer dalam
mengkaji masalah poligami, namun selama poligami itu dilakukan
dengan tidak melebihi dari empat orang istri, maka poligami
merupakan hal yang dibolehkan secara mutlak.
Imam Hanafi juga telah sepakat, bahwa apabila seorang suami
mempunyai istri lebih dari empat maka hukumnya haram. Dan
perkawinan yang kelima dan seterusnya dianggap batal dan tidak sah,
kecuali suami telah menceraikan salah seorang istri yang empat itu
telah habis pula masa iddah-nya. Dalam masalah membatasi istri
empat orang saja, Kosep keadilan dalam berpoligami juga tetap ada.6
E. Pendapat Penulis
فَ ْٰن ِخ ْفمُت ْ َأاَّل ت َ ْع ِدلُوا فَ َوا ِحدَ ًٰة َأ ْو َما َملَ َك ْت َأيْ َمانُمُك ْٰ َذكِل َ َأ ْدىَن َأاَّل تَ ُعولُوا
ِإ
6
Bani Aziz Utomo, Konsep Adil Dalam Poligami Prespektif K.H Husein Muhammad, Soft File
Skripsi.
9
Artinya: “Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS an-Nisaa’:3).
Maka dengan kelanjutan ayat ini, jelaslah bahwa ayat di atas meskipun
berbentuk perintah, akan tetapi maknanya adalah larangan, yaitu larangan
menikahi lebih dari satu wanita jika dikhawatirkan tidak dapat berbuat adil.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketiga Imam Madzhab (Syafi’I, Maliki, Hanafi) juga telah sepakat, bahwa
apabila seorang suami mempunyai istri lebih dari empat maka hukumnya haram.
Dan perkawinan yang kelima dan seterusnya dianggap batal dan tidak sah, kecuali
suami telah menceraikan salah seorang istri yang empat itu telah habis pula masa
iddah-nya. Dalam masalah membatasi istri empat orang saja.
Menurut mereka seorang suami boleh memiliki isteri lebih dari satu tetapi
dibatasi hanya sampai empat orang isteri. Akan tetapi kebolehannya tersebut
memiliki syarat yaitu berlaku adil antara perempuan-perempuan yang dinikahinya
itu, baik dari nafkah atau giliran malamnya.
Dalam QS An-Nisa 3 disebutkan
11
DAFTAR PUSTAKA
2018)
12