Anda di halaman 1dari 11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umumu Tentang Poligami

1. Pengertian Poligami

Secara etimologis, poligami berasal dari bahasa Greek (Yunani), yang

terdiri dari dua kata, yaitu polus dan games. Polus berarti banyak, sedangkan

games berarti perkawinan, yang mana seorang laki-laki mempunyai isteri

lebih dari seorang dalam satu waktu. Pengertian di atas senada dengan definisi

yang dikemukakan oleh WJS. Poerwadarminta yang menyebutkan bahwa

poligami adalah seorang laki-laki yang beristeri lebih dari satu. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia, poligami berarti sistem perkawinan yang salah satu

pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya di waktu yang

bersamaan. Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer, poligami adalah

perkawinan antara seorang dengan dua orang atau lebih, namun cenderung

diartikan perkawinan satu orang suami dengan dua istri atau lebih.1

Poligami adalah ikatan perkawinan dengan seorang suami mempunyai

beberapa orang istri (poligini) sebagai pasangan hidupnya dalam waktu yang

bersamaan.Sidi Gazalba mengatakan bahwa Poligami adalah perkawinan

antara seorang laki-laki dengan lebih dari satu orang perempuan. Lawannya

1
Azni, Poligami Dalam Hokum Keluarga Islam Di Indonesia, ([t.c]; Pekanbaru: Suska Pres,
2015), H. 39-40.
adalah poliandri yaitu perkawinan antara seorang perempuan dengan beberapa

orang laki-laki.2

Dalam pengertian secara umum yang berlaku di dalam kehidupan

masyarakat kita sekarang ini, poligami diartikan sebagai seorang laki-laki

yang mengawini atau beristri lebih dari seseorang perempuan. Menurut

tinjauan antropologi sosial (sosio antropologi) poligami memang mempunyai

pengertian seseorang laki-laki yang menikah dengan banyak wanita atau

sebaliknya. Poligami dibagi menjadi 2 macam yaitu:

a. Poliandri yaitu perkawinan antara seorang perempuan dengan

beberapa orang laki-laki.

b. Poligini yaitu perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa

perempuan.

Namun di dalam perkembangannya, istilah poligini justru jarang

dipakai, bahkan bisa dikatakan jika istilah ini tidak dipakai lagi alangan

masyarakat, kecuali pada kalangan antropolog saja. Sehingga istilah poligami

secara langsung menggantikan istilah poligini dengan pengertian perkawinan

antara seorang laki-laki dengan beberapa orang perempuan yang disebut

poligami. Serta kata ini digunakan sebagai lawan kata dari poliandri.3

2
Anwar Sad Dkk, Kesetaraan Gender Dalam Hukum Islam: Kajian Komparasi Antara Khi
Dan Counter Legal Draft Khi (Cld-Khi) Tentang Poligami Dan Kawin Kontrak, ([t.c]; Yogyakarta:
Lkis, 2020), h. 72
3
Lintang kurnia zelyn, Analisis Pengabulan Izin Poligami Dengan Alasan Telah Menghamili
Calon Istri Kedua (Analisis Putusan Pengadilan Agama Ambarawa Nomor 0687/Pdt.G/2017/Pa.Amb),
Skripsi, (Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo, 2018), h. 30-31.
2. Dasar Hukum Poligami

poligami pada dasarnya sesuatu yang diperbolehkan oleh syariat. Para

ulama sepakat bahwa poligami hingga batas maksimal 4 isteri adalah perkara

yang di syariatkan di dalam islam. Adapun dasar pensyariatannya, diantaranya

adalah QS.An-nisa, ayat 3.

َ ‫اب لَ ُك ْم ِّمنَ النِّ َس ۤا ِء َم ْث ٰنى َوثُ ٰل‬


‫ث َور ُٰب َع ۚ فَاِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل‬ َ َ‫َواِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل تُ ْق ِسطُوْ ا فِى ْاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِكحُوْ ا َما ط‬
ۗ‫ك اَ ْد ٰنٓى اَاَّل تَعُوْ لُوْ ا‬
َ ِ‫ت اَ ْي َمانُ ُك ْم ۗ ٰذل‬ ِ ‫تَ ْع ِدلُوْ ا فَ َو‬
ْ ‫اح َدةً اَوْ َما َملَ َك‬

Terjemahanya:

 Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah
perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu
khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau
hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat
agar kamu tidak berbuat zalim.4

Hanya saja meski poligami perkara yang disyariatkan di dalam islam,

namun bukan bearti otomatis menjadi suatu hal yang dianjurkan. Para ulama

fikih menetapkan bahwa hukum berpoligami sebagai hukum asal berkisar

antara mubah atau khilaf aula. Mubah bermakna suatu yang boleh saja untuk

dilakukan, sedangkan khilaf aula bermakna suatu yang boleh, namun lebih

baik tidak dilakukan.

Adapun kesimpulan hukum ini adalah bahwa, berpoligami termasuk

perbuatan yang memiliki resiko untuk seorang suami jatuh pada perbuatan

yang diharamkan, yaitu tidak bisa berlaku adil terhadap istri-istrinya. Namun

jika memang suami dapat berlaku adail, maka boleh saja melakukan poligami.

4
Depertemen Agama Republic Indonesia, Mushaf Al-Qu’ran Dan Terjemah, ([t.c]; Jakarta:
Kelompok Gema Insani, 2005), h.78
Dan atas dasar adanya resiko ini poligami tidak dianjurkan untuk dilakukan.

Lebih khusus lagi, hal itu terjadi dalam kondisi normal, dimana seorang laki-

laki sudah dapat menjaga kehormatan dirinya dengan menafkahi seorang

wanita.5 Selain itu poligami juga diatur dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam)

persoalan poligami ini tertuang dalam BAB IX tentang beristri lebih dari satu

orang yang mencakup pasal 55 sampai 59.

Pasal 55
1. Beristri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan, terbatas
hanya sampai empat orang saja.
2. Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku
adil terhadap ister-istri dan anak-anaknya.
3. Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin
dipenuhi, suami dilarang beristri dari seorang.
Pasal 56
1. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin
dari Pengadilan Agama.
2. Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan
menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab. VIII Peraturan
Pemeritah No. 9 Tahun 1975.
3. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat
tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 57
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri
lebih dari seorang apabila:
1. istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri;
2. b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;6
3. c. istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 58

1. Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk
memperoleh izin pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat

5
Isnan ansory, silsilah tafsir ayat ahkam QS. An-nisa: 03 poligami, (cet. I; [t.t]; [t.p]), 2020),
h13-14.
6
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Cet. VII; Bandung: Cv Nuansa Aulia,
2020), h. 16-17
yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yaitu
:
a. adanya pesetujuan istri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup
istri-istri dan anakanak mereka.
2. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan
Pemerintah No. 9 Tahun 1975, persetujuan istri atau istri-istri dapat
diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada
persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan
lisan istri pada sidang Pengadilan Agama.
3. Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi
seorang suami apabila istri atau istri-istrinya tidak mungkin dimintai
persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau
apabila tidak ada kabar dari istri atau istri-istrinya sekurang-kurangnya
2 tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.

Pasal 59

Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan


izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu
alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama
dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan
mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama,
dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding
atau kasasi.7

3. Syarat Poligami

Poligami dibenarkan agama dengan syarat-syarat tertentu. Ia

bagaikan pintu darurat di pesawat. Tidak boleh dibuka kecuali atas izin

pilot dalam situasi yang sangat gawat. Siapa yang hendak berpoligami

harus berpikir sekian kali, yakni apakah dia telah memenuhi syarat,

mampu dan memang sangat membutuhkannya.

Perhatian penuh Islam terhadap poligami sebagaimana Islam

membatasi dengan syarat-syarat tertentu, baik dari segi jumlah maksimal

maupun persyaratan lainnya seperti:

7
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam,h. 17-18.
a. Jumlah istri yang boleh dipoligami paling banyak empat orang

wanita. Seandainya salah satu di antaranya ada yang meninggal atau

diceraikan, suami dapat mencari ganti yang lain asalkan jumlahnya

tidak melebihi empat orang dalam waktu yang bersamaan. Hal ini

dijelaskan di dalam QS. An-Nisa’(4):3.

b. Laki-laki itu dapat berlaku adil terhadap istri-istri dan anakanaknya,

yang menyangkut masalah lahiriah seperti pembagian waktu,

pembagian nafkah, dan hal-hal lain yang menyangkut kepentingan

lahir. Sedangkan masalah batin, tentu saja, selamanya manusia tidak

mungkin dapat berbuat adil secara hakiki.8

Hukum islam maupun undang-undang membolehkan adanya poligami

yang besifat memberatkan dan tidak gampang untuk dipenuhi oleh pelaku

poligami. Persyaratan-persyaratan tersebut bertujuan untuk mengatur tertibnya

poligami,supaya poligami tidak dilakukan secara sewenang-wenang.

Alasan-alasan berpoligami yang dapat diterima oleh pengadilan agama

diantaranya adalah seperti yang tercantum dalam undang-undang perkawinan

No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang No. 1 Tahun 1974

tentang perkawinan yaitu:

1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibanya dengan baik

2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan

3. Isteri tidak bisa melahirkan atau mandul.

8
Lintang kurnia zelyn, Analisis Pengabulan Izin Poligami Dengan Alasan Telah Menghamili
Calon Istri Kedua (Analisis Putusan Pengadilan Agama Ambarawa Nomor 0687/Pdt.G/2017/Pa.Amb),
h. 38-39.
Menurut undang-undang perkawinan No. 16 Tahun 2019 tentang

perubahan atas undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 4

ayat (1), untuk dapat mengajukan permohonan izi poligami tersebut

kepengadilan, maka harus memenuhi syaratsyarat seperti berikut:

a. Adanya persetujuan dari isteri

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-

keperluan isteri-isteri dan anak-anak mereka

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap

isteri-isteri dan anak-anak mereka.9

Oleh karena itu memahami poligami tidak serta merta mengatakan boleh

atau sunnah, karena selain berbicara dengan alasan wahyu poligami juga erat

kaitanya dengan masalah sosial kemasyarakatan.10 Oleh karenanya M. Quraish

Shiab memberikan komentar bahwa pada dasarnya tuhan bukan tidak

membolehkan poligami ataupun sebaliknya tanpa alasan yang memungkinkan

adanya kemaslahatan dan kemudaratan yang ditimbulkanya. Dengan demikian,

boleh tidaknya bukanlah persoalan, tapi yang menjadi pertimbangan adalah alasan

dan kemaslahatan jika poligami dilaksanakan, demikian pula sebaliknya.11

B. Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

9
Orin Oktasari, Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Curup Terhadap Izin Poligami
Suami Yang Tidak Memenuhi Syarat Poligami Dalam Hukum Positif Di Indonesia, Jurnal, Vol, 1, No.
1, April 2016, h. 42.
10
Abdul mutakabbir, Reinterpretasi Poligami Menyikap Makna Syarat Hingga Hikmah
Poligami Dalam Al-Quran, (Cet.I; Yogyakart: Cv Budi Utama, 2019), h.10
11
M. Quraish Shihab, Perempuan Dari Cinta Sampai Seks Dari Nikah Mut;Ah Sampai Nikah
Sunnah Dari Bias Lama Sampai Bias Baru, (Cet.II; Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 163
Seorang suami yang bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang,

wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan. Ketenteuan

tersebut sebagaimana diatur dalam pasal pasal 40 peraturan pemerintah nomor

9 tahun 1975. Pengajuan permohonan izin seorang suami yang hendak

beristeri lebih dari satu orang dilakukan menurut tata cara sebagaimana di atur

dalam bab VIII peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975. Perkawinan yang

dilakukan dengan isteri kedua, ketiga dan keempat tanpa izin dari pengadilan

agama maka tidak mempunyai kekuatan hukum.

Tata cara teknis pemeriksaanya menurut pasal 42 pp nomor 9 tahun

1975 adalah sebagai berikut :

a. Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada pasa 40 dan 41,

pengadilan harus memanggil dan mendengar isteri yang bersangkutan

b. Pemeriksaan pengadilan untuk itu dilakukan oleh hakim selambat-

lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya surat permohonan

beserta lampiranya.

Seorang isteri yang tidak memberikan persetujuan sebagai salah satu

alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan pasal 57, pengadilan agama

dapat menetapkan pemberian izin setelah memeriksa dan mendegar istri yang

bersangkutan di persidangan pengadilan agama, dan terhadap penetapan ini

isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi (pasal 59 KHI)12.

12
Aisyah, Konsep Hukum Prosedur Mengajukan Izin Poligami Pada Pengadilan Agama
Berdasarkan Hukum Positif Di Indonesia, Jurnal Ilmiah Advokasi, Vol, 07, No, 01 Maret 2019, h.48-
49.
Selain itu seorag suami yang bermaksud menikah lebih dari seorang maka

wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan, pengadilan

kemudian memeriksa mengenai :

1. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seseorang suami

kawin lagi seperti isteri tidak dapat menjalankan kewajibanya

sebagai isteri, isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak

dapat disembuhkan atau isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

2. Ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan

ataupun tertulis, apabila persetujuan tersebut merupakan lisan,

maka persetujuan tersebut harus diucapkan di depan persidangan.

3. Ada atau tidak adanya kemampuan suami untuk menjamin

keperluan isteri-isteri dan anak-anaknya, dengan memperlihatkan

surat keterangan mengenai penghasilanya.

4. Ada atau tidaknya jaminan bahwa suami akan berlaku adail kepada

isteri-isteri dan anak-anaknya.13

Oleh sebab itu pegawai pencatat dilarang melakukan pencatatan perkawinan

seseorang suami yang beristeri lebih dari satu sebelum adanya izin dari pengadilan

berupa putusan yang menyatakan suami memiliki izin untuk beristeri lebih dari

seorang. Maka apabilah ada suami yang melakukan poligami tanpa adanya

persetujuan dari pengadilan maka bisa dikata bahwa pernikahnya tersebut tidak

memiliki kekuatan hukum yang kuat dimata Negara.

13
Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975, Pasal 41
Tampak pada pasal 57 KHI di atas, Pengadilan Agama hanya memberikan

izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila terdapat alasan-alasan

sebagaimana desebut dalam pasal 4 UU perkawinan. Jadi pada dasarnya pengadilan

dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila

dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Selanjutnya pada pasal 59 juga

digambarkan betapa besarnya wewenang Pengadilan Agama dalam memberikan

keizinan. Sehingga bagi istri yang tidak mau memberikan persetujuan kepada suami

untuk berpoligami, persetujuan itu dapat diambil alih oleh Pengadilan Agama. Lebih

lengkapnya bunyi pasal tersebut sebagai berikut:

Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin
untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alasan yang
diatu dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, Pengadilan Agama dapat menetapkan
tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang
bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini
istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi.

Masalah istri memberikan persetujuan dapat saja terjadi kendatipun ada alasan

yang digunakan suami seperti salah satu alasan yang terdapat pada pasal 57. Namun

tidak jelasnya ukuran alasan tersebut, contohnya, tuduhan suami bahwa istrinya tidak

dapat menjalankan kewajiban sebagai seorang istri, istri dapat menyangkal bahwa ia

telah melaksanakan tugas dengan baik. Akibat tidak ada ukuran, perdebatan bisa

terjadi dan istri tetap tidak mau memberikan persetujuannya. Dalam kasus ini,

Pengadilan Agama dapat memberi penetapan keizinan tersebut. Kendati demikian,

terlepas dari kritik yang muncul berkenaan dengan beberapa persoalan poligami, dari

penjelasan di atas dapat menimbulkan bahwa perundang-undangan Perkawinan

Indonesia tentang Poligami sebenarnya telah berusaha mengatur agar laki-laki yang

benar-benar mampu secara ekonomi menghidupi dan mencukupi seluruh kebutuhan


(sandang-pangan-papan) keluarga (istri-istri dan anak-anak), serta mampu berlaku

adil terhadap istri-istrinya sehingga istri-istri dan anak-anak dari suami poligami tidak

disia-siakan. Demikian juga perundang-undangan Indonesia terlihat berusaha

menghargai istri sebagai pasangan hidup suami. Terbukti, bagi suami yang akan

melaksanakan poligami, suami harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan

istrinya.14

14
Azni, Poligami Dalam Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Malaysia, ([t.c]; pekanbaru:
Suska Press, 2015), h.83

Anda mungkin juga menyukai