Anda di halaman 1dari 2

Nama : Kayla Tiara Reynita

NIM : 2110611337

Kelas : Hk Keluarga dan Waris Islam (B)

PENDAPAT MENGENAI POLIGAMI

DAN

ALASAN ISLAM MELARANG POLIANDRI

Secara etimologis (berdasarkan asal kata), istilah "poligami" berasal dari bahasa Yunani, yang
terdiri dari dua kata, yaitu "poli" atau "polus," yang berarti banyak, dan "gamein" serta "gamos," yang
berarti perkawinan. Oleh karena itu, poligami dapat diartikan sebagai perkawinan yang melibatkan lebih
dari dua pasangan.1 Dalam konteks Islam, poligami didefinisikan sebagai perkawinan seorang suami
dengan lebih dari satu isteri, dengan batasan maksimum empat isteri dalam waktu yang bersamaan.
Batasan ini didasarkan pada QS. al-Nisa‟ (4): 3 yang berbunyi: ”Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.Yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Poligami memiliki tujuan untuk menciptakan keluarga yang baik, bukan hanya untuk memenuhi
keinginan suami. Jika poligami tidak dapat mencapai tujuan kemaslahatan, maka seharusnya tidak
dilakukan. Oleh karena itu, Islam memberikan aturan-aturan untuk mengatur pelaksanaan poligami agar
kemaslahatan bisa terwujud. Namun, pandangan ulama tentang ketentuan poligami bisa berbeda,
meskipun mereka berpegang pada dasar yang sama, yaitu ayat dalam Al-Quran, Surah Al-Nisa (4): 3,
seperti yang disebutkan di atas.

Di Indonesia, terdapat ketentuan yang ketat terkait poligami. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
menjelaskan bahwa seorang suami hanya boleh memiliki lebih dari satu isteri jika mendapatkan izin dari
pengadilan dan dengan persetujuan semua pihak yang terlibat. Alasan yang bisa dijadikan pertimbangan
oleh pengadilan untuk memberikan izin poligami termasuk ketidakmampuan isteri dalam menjalankan
kewajibannya, cacat tubuh yang tidak dapat disembuhkan, atau ketidakmampuan untuk memiliki
keturunan. Selain itu, ada syarat-syarat lain seperti kemampuan suami untuk memenuhi kebutuhan hidup
semua isteri dan anak-anak mereka, serta berlaku adil terhadap mereka.

Menurut pendapat saya, Allah hanyalah zat yang maha adil. Tiada manusia yang dapat
memberikan keadilan mutlak dan sempurna. Sehingga, manusia atau lelaki yang melakukan poligami
belum tentu dapat menjanjikan keadilan terhadapt istri-istri dan anak-anaknya. Tentunya, hal ini akan
berdampak pad akonflik berkelanjutan dikemudian hari. Banyaknya lelaki yang melihat poligami hanya
sebagai kesenangan belaka karena hanya ingin memiliki istri lebih dari satu, hanya membuat para lelaki

1
Nasution, Khairuddin. 1996. Riba & Poligami: Sebuah Studi atas Pemikiran Muhammad Abduh. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Cet. I.
tersebut serakah atas kenikmatan duniawi tanpa mempertimbangkan tanggung jawab yang akan ia ampu
dikemudian hari. Mulai dari ekonomi, sosial, masa depan sang istri maupun anak-anak, serta rasa cinta
harus diberikan oleh sang suami dengan adil. Maka dari itu, menurut saya, diperlukan sosialisasi
mengenai tanggung jawab lelaki yang ingin melakukan poligami, serta diberlakukan syarat syarat tertentu
bagi yang ingin mengajukan poligami. Menurut saya, lelaki yang ingin melakukan poligami haruslah
memiliki pendapatan/harta yang lebih dari cukup untuk menafkahi satu orang istri, dan cukup untuk
emnafkahi dua orang istri dan anak-anaknya kelak, selain itu Istri kedua yang ingin dinikahi disarankan
datang dari kaum fakir miskin, janda ditinggal mati, maupun kaum kurang mampu agar mendapatkan
hidayah dan pahala serta tujuan poligami dapat tercapai dengan maximal.

Poliandri adalah perkawinan di mana seorang perempuan (istri) menikah dengan beberapa laki-
laki (suami). Poliandri dilarang oleh agama Islam, poliandri bertentangan dengan fitrah manusia, bahkan
poliandri dapat menimbulkan dampak negatif berupa penyakit venereal, yaitu penyakit yang dijangkiti
melalui hubungan seksual yang berganti-ganti. 2 “dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang
bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki” Ayat di atas menunjukkan bahwa salah satu kategori
wanita yang haram dinikah oleh laki-laki adalah wanita yang sudah bersuami yang dalam hal ini disebut
al-Muhshanât. Allah menamakan mereka dengan alMuhshanât karena mereka menjaga farji-farji
(kemaluan) mereka dengan menikah. Demikian juga dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 secara
tegas disebutkan bahwa asas perkawinan adalah monogami. Hal ini sebagaimana dinyatakan pada pasal 3
ayat 1 bahwa pada asasnya dalam sautu perkawinan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang
suami.

Dalam perspektif sosiologis, poliandri dapat menimbulkan banyak hal negatif. Dalam hal
hubungan/nasab anak, apabila istri mempunyai beberapa suami (poliandri), maka hubungan atau nasab
anak akan menjadi tidak jelas, yakni hanya ibu kepada anak saja yang dapat diketahui, sedangkan ayah
tidak, padahal Islam mengenalkan dua-duanya, sehingga dalam masyarakat ia akan malu jika ditanya
mana ayahnya. Kemudian,poliandri identik dengan pekerjaan PSK yang berhubungan bdan dengan dua
laki laki atau lebih, sehingga akan dijadikan bahan celaan oleh masyarakat.

2
Jomstadi blogspot.com/2011/07/poliandri

Anda mungkin juga menyukai