Oleh :
Arita Febrianti
Delip Arjuna
Dwi Sulistiyo
Hastomo
Syahrizal R
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatNya sehingga makalah yang berjudul Kehidupan Politik
Ekonomi Masa Awal Reformasi dapat tersusun hingga selesai.
Atas dukungan moral dan material yang diberikan dalam
penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada:
1. Ibu Siti Khuliyatun, M.Pd, selaku kepala sekolah SMAN 5
Tebo,
yang
memberikan
bimbingan,
saran,
ide
dan
memberikan
materi
pendukung,
masukan,
dapat
memperbaiki
bentuk
maupun
DAFTAR ISI
Cover........................................................................1
Kata Pengantar...........................................................2
Daftar Isi...................................................................3
BAB 1
Pendahuluan...............................................................4
Latar Belakang
4
Rumusan Masalah...................................................4
Tujuan Pembahasan................................................4
BAB 2
Isi.............................................................................5
Pengertian Poligami ....................................................5
Dasar Hukum Poligami ................................................7
Alasan Poligami ..........................................................10
Syarat-syarat Poligami ................................................11
Prosedur Poligami .......................................................12
BAB 3
Kesimpulan................................................................17
Daftar Pustaka............................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang poligami, ini bukan lagi merupakan
pembicaraan yang baru dikenal dan hal yang baru ada
dikehidupan manusia, bahkan poligami merupakan warisan
yang membudaya dikehidupan manusia. Akan tetapi masalah
poligami akhir-akhir ini masih saja menjadi permasalahan
yang tak kunjung selesai baik dikalangan orang muslim
sendiri ataupun non muslim, meski mereka sudah tahu
bahwa hal itu merupakan suatu ajaran atau syari'ah yang
harus diterima keberadaannya. Poligami bukan hanya gencar
menjadi pembicaraan dikalangan muslim saja, orang non
muslim juga tak habis-habisnya mempermasalahkan praktek
poligami, bahkan mereka sampai melontarkan tuduhan pada
Nabi kita bahwa beliau adalah orang hiperseksual. Tapi kalau
merunut pada sejarah dan Al-kitab yang mereka miliki
ternyata para pendahulu-pendahulu mereka bahkan para
nabi-nabi mereka sudah terbiasa melakukan praktek
poligami. Dan poligami dalam islam adanya bukan tanpa
tujuan dan alasan yang rasional, seperti yang kita ketahui
bahwa semua yang telah menjadi aturan dan hukum dalam
islam itu sudah ada alasan dan hikmah yang terkadang kita
kurang menyadari dan memahami.
B. Rumusan Masalah
Dengan beberapa latar belakang diatas
merumuskan
permasalahan-permasalahan
dibahas dalam bab pembahasn nanti:
Apa itu poligami?
Alasan, Syarat dan Prosedur?
penulis
yang
akan
akan
C. Tujuan Penulisan
Kami sebagai penyusun makalah pastinya punya tujuan yang
berkaitan dengan isi, praktek dari isi makalah dan lainnya,
antara lain: Untuk memenuhi tugas yang dipercayakan pada
kami. Agar dapat mengikuti pelajaran agama secara optimal
dan maksimal. Belajar mencari sumber-sumber masalah
yang akurat melatih diri dalam penulisan yang sesuai dengan
aturan penulisan
BAB II
4
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Poligami
Kata
sebagai
Monogamy
dapat
dipasangkan
dengan
poligami
dalam
wanita.
Yang
sedangkan
asli
didalam
poligami
perkawinan
datang
adalah
belakangan
monogamy,
sesuai
dengan
sebagai
pelayan
kemudian
dijadikan
gundik
dan
adalah
salah
satu
bentuk
masalah
yang
dilontarkan oleh orang-orang yang memfitnah Islam dan seolaholah memperlihatkan semangat pembelaan terhadap hak-hak
perempuan. Poligami itu merupakan tema besar bagi mereka,
bahwa kondisi perempuan dalam masyarakat Islam sangat
memprihatinkan dan dalam hal kesulitan, karena tidak adanya
persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Sebagaimana dikemukakan oleh banyak penulis, bahwa
poligami itu berasal dari bahasa Yunani, kata ini merupakan
penggalan kata Poli atau Polus yang artinya banyak, dan kata
Gamein atau Gamos yang berarti kawin atau perkawinan. Maka
jikalau kata ini digabungkan akan berarti kata ini menjadi sah
untuk mengatakan bahwa arti poligami adalah perkawinan
banyak dan bisa jadi dalam jumlah yang tidak terbatas.
3[3] Aisjah Dahlan, Membina Rumah Tangga Bahagia, Cet 1. (Jakarta:
Jamunu, 1969), hal 69
Artinya:
terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang
kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.
Maksudnya berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam
meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang
bersifat lahiriyah. Dan Islam memperbolehkan poligami dengan
syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat Ini poligami sudah
ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi
Muhammad SAW. Ayat Ini membatasi poligami sampai empat
orang saja.5[5]
4[4] Khoiruddin Nasution, Riba Dan Poligami, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Dengan Academia, 1996) hal. 84
5[5] Alquran terjemah
(dari
kecurangan),
Maka
Sesungguhnya
Allah
Maha
dan
setelahnya
sebagian
besar
kaum
Muslimin
kesepakatan
pendapat
mayoritas
pendapat
maka
empat.
Menurut
alqurtuki,
pendapat
yang
bersangkutan
dengan
mandul
istri
atau
sakit
yang
diperbolehkan
bila
dikendaki
oleh
pihak-pihak
yang
(2)
Undang-Undang
Nomor
Tahun
1974).
Dasar
10
Syarat-syarat Poligami
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memberikan
11
E. Prosedur Poligami
Prosedur poligami menurut Pasal 40 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1974 menyebutkan bahwa apabila seorang suami
bermaksud untuk beristri lebih dari seorang, maka ia wajib
mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan. Hal
ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 56, 57, dan 58 Kompilasi
Hukum Islam sebagai berikut:
Pasal 56 KHI
1) Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus
mendapat izin dari Pengadilan Agama.
2) Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan
menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
3) Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau
ke empat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai
kekuatan hukum.
Pasal 57 KHI
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada suami
yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a.Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b.Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
c.Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Kalau Pengadilan Agama sudah menerima permohonan izin
poligami, kemudian ia memriksa berdasarkan Pasal 57 KHI :
a.
12
b.
maupun
tulisan,
apabila
persetujuan
itu
merupakan
hiduo
istri-istri
dan
anak-anak,
dengan
i.
memperlihatkan:
Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang
ii.
iii.
oleh
pengadilan.
Pasal 58 ayat (2) KHI
Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 41 huruf b
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, persetujuan istri
atau istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan,
tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini
dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada sidang Pengadilan
Agama.
Adapun tata cara teknis pemeriksaan menurut Pasal 42 PP
Nomor 9 Tahun 1975 adlah sebagai berikut:
(1)
13
14
pasal-pasal
di
atas,
dikenakan
sanksi
pidana.
(tiga)
bulan
atau
denda
kurungan selamasetinggi-tingginya
merupakan pelanggaran.
Ketentuan hukum poligami yang boleh dilakukan atas
kehendak yang bersangkutan melalui izin Pengadilan Agama,
setelah
dibuktikan
kemaslahatannya.
Dengan
kemaslahatan
segala
penghalang
persoalan
bagi
yang
dimungkinkan
terwujudnya
tujuan
akan
perkawinan
15
menjadi
tersebut,
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Poligami adalah suatu bentuk perkawinan di mana seorang
pria dalam waktu yang sama mempunyai istri lebih dari seorang
wanita. Adapun alasan Poligami, pada dasarnya seorang pria
hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang suami yang
beristri lebih dari seorang dapat diperbolehkan bila dikendaki
oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan Pengadilan Agama telah
memberi izin (Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974). Dasar pemberian izin poligami oleh Pengadilan Agama
diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan (UUP)
dan juga dalam Bab IX KHI Pasal 57.
Adapun syarat-syarat poligami, termaktub dalam Pasal 5
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memberikan persyaratan
terhadap seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang.
Prosedur Poligami. Adapun prosedur poligami menurut Pasal 40
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1974 menyebutkan bahwa
apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari
seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis
kepada pengadilan. Hal ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 56, 57,
dan 58 Kompilasi Hukum Islam.
17
DAFTAR PUSTAKA
Syahrur,
Bintang, 2010
Tihami, Sohari Sahrani. Fiqih Munakahat. Jakarta: Rajawali
Pers, 2009
Yusuf al-Qardlawi, Sesungguhnya Engkau Semulia Bidadari, Jogjakarta : Diva
Press, 2006, hlm. 180
18