Secara etimologis, istilah poligami berasal dari bahasa yunani terdiri dari dua pokok kata,
yaitu Polu dan Gamein. Polu berarti banyak, Gamein berarti kawin. Jadi Poligami berarti
lebih dari satu Wanita pada waktu yang sama, atau antara sang Wanita dengan beberapa
orang pria pada saat yang sama. Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini (seorang pria
memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami
sekaligus), dan pernikahan kelompok (bahasa Inggris: group marriage, yaitu kombinasi
poligini dan poliandri). Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namun
Menurut Muhammad Quraish Shihab poligami adalah pintu darurat yang hanya
diperbolehkan bagi orang-orang yang hanya membutuhkannya saja. Di samping hal tersebut,
poligami hanya diizinkan dengan memperhatikan syarat yakni dapat dipercaya bahwa orang
yang melakukan poligami tersebut benar- benar dapat menegakkan keadilan dan aman dari
Dalam Islam, Poligami sendiri diartikan sebagai perkawinan dengan isteri lebih dari satu
dengan Batasan maksimal empat orang isteri dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan lawan
dari Poligami itu sendiri adalah Monogami merupakan perkawinan dengan istri tunggal, yang
artinya laki – laki hanya menikah dengan satu orang Wanita. Dalam realitas pada masyarakat,
monogami ini lebih sering ditemukan karena dirasakan paling cocok dengan tabiat manusia
Dalam pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan yang menentukan bahwa pada asasnya dalam suatu
perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya
boleh mempunyai seorang suami. Namun pada ayat (2) ketentuan tersebut membuka peluang
bagi seseorang untuk berpoligami yang menyatakan bahwa pengadilan dapat member izin
kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak
yang bersangkutan.
B. Tujuan Poligami
Poligami bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang baik, bukan semata-mata untuk
yang dialami oleh istri, Sakit yang menyebabkan seorang istri tidak bisa berhubungan dengan
Tujuan Poligami juga dapat dilihat pada praktek poligami yang dijalankan oleh Nabi
Muhammad SAW. Tujuan poligami dapat dilihat pada praktek poligami yang dilakukan
Rasulullah SAW. Beliau menikahi isteri-isterinya tidak hanya bertujuan memenuhi hasrat
biologis semata, melaikan untuk membantu menghilangkan kesulitan yang dialami para
Kalau Rasulullah orang yang tamak dan rakus terhadap perempuan maka beliau tentu tidak
akan menikahi perempuan-perempuan yang kebanyakan sudah janda bahkan sudah berumur
dan tidak muda lagi serta tidak menguntungkan secara ekonomi. Selama hidupnya Rasulullah
SAW tidak pernah menikahi perempuan yang masih berstatus gadis (perawan) selain Aisyah
yang dinikahi pada usia belia. Semua isteri Rasulullah selain Aisyah sudah berstatus janda
dan sebagian membawa anak-anak yatim. Seandainya kita melihat kembali ke dalam hukum
poligami, maka kita akan menemukan bahwa hukumnya bukan wajib, akan tetapi hanya
diperbolehkan saja, maka apa maksud dari semua itu. Artinya, islam tidak mengharuskan
seorang laki-laki untuk menikah dan memiliki isteri lebih dari satu. Akan tetapi, seandainya
mengapa harus disyariatkan poligami adalah agar tidak ada satu pun perempuan muslimah
dimanapun mereka berada dalam sebuah masyarakat tanpa memiliki suami. Semuanya
Daftar Pustaka :
Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, Fiqih Perempuan Muslimah (Jakarta : Sinar Grafika Offet,
2009), h. 184
Nasution, Khairuddin. 1996. Riba & Poligami: Sebuah Studi atas Pemikiran Muhammad
Abdur Rahman I. 1996. Perkawinan dalam Syariat Islam. (Jakarta: PT. Rineka Cipta)
Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan. 2004. Hukum Perdata Islam di Indonesia. (Jakarta:
Penerbit Kencana)