Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Matius Dave Rouw

NIM :2140050115
KELAS : H.Islam D

BAB IV

Perkembangan Hukum Kewarisan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Tujuan utama Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu mempositifkan hukum Islam di
Indonesia, sebagai pegangan hakim agama dalam memutus perkara yang menjadi
wewenangnya yang diajukan kepadanya

Termasuk kewenangan absolut Peradilan Agama, yaitu tentang hukum kewarisan. Termasuk
pilar Peradilan agama yaitu adanya sarana hukum Islam sebagai rujukan berupa hukum
positif Islam yang pasti dan berlaku secaca unifikasi. Perlu pengaturan dan perumusan
hukumnya secara positif dan unifikatif. Penerapan yang menyangkut bidangbidang hukum
terapan di Pengadilan Agama masa lalu (termasuk hukum kewarisan) benar-benar
mengandalkan ajaran fikih.

Hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengakomodasi problem hukum
Islam masa kini. Hukum kewarisan Islam telah selesai pewahyuannya dalam al-qur’an
maupun penjelasannya dalam as-Sunnah, tetapi kehidupan atau kejadian-kejadian hukum itu
dangan berkembang dan dinamis. Untuk itu perlu pemecahan problem masalah hukum yang
demikian itu, problem yang baru dipecahkan selalu berbarengan dengan problem baru yang
segera pula menuntut pemecahan.

Secara umum dapat dikatakan, bahwa ketentuan mengenai masalah hukum kewarisan yang
diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara garis besar tetap mempedomani garis-
garis hukum faraid. Warna pemikiran asas “qath’i” dominan dalam perumusannya.
Seluruhnya hampir mempedomani garis rumusan nash yang terdapat dalam al-Qur’an, hukum
Islam produk wahyu, disebut syari’ah, bersifat pasti (qath’i) dan berlaku universal.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) ketentuan hukum kewarisan perumusannya


mengakomodasi atau kompromistik sedikit banyak dengan hukum adat. Semangat
perumusannya telah mendekati sistem “parental” atau “bilateral” seperti terdapat dalam
sistem kekeluargaan yang umum dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Adapun sifat
akomodatif yang dianut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam masalah kewarisan lebih
mengarah sikap modifikasi secara terbatas bersifat selektif dan hati-hati.

- Modifikasi hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara selektif
sebagai berikut:23 1. Tetap menempatkan status anak angkat di luar ahli waris dengan
modifikasi melalui wasiat wajibah. Meskipun hukum adat menyamakan hak dan
kedudukan anak angkat sama dengan status anak kandung, Kompilasi Hukum Islam
(KHI) tidak mengadaptasi dan mengkompromikannya menjadi nilai hukum Islam. Hal
ini dinyatakan dalam Pasal 171 huruf (h) “Anak angkat adalah anak yang dalam
pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih
tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan
putusan pengadilan”

- Bagian anak perempuan tidak mengalami aktualisasi. Pasal 176 Kompilasi Hukum
Islam (KHI) mengatur besarnya bagian antara anak-laki-laki dengan anak perempuan
dalam pembagian warisan. Yang dinyatakan “...dan apabila anak perempuan bersama-
sama anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan
anak perempuan”. Kepastian ketetapan pembagiannya tetap berpegang teguh pada
QS. an-Nisa’: 11. Untuk sekedar alternatif untuk kemantapan norma QS. an-Nisa’: 11,
Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam (KHI) membuka kemungkinan untuk menyimpang
melalui jalur “perdamaian”.

- Penertiban warisan yang diperoleh anak yang belum dewasa. Selama ini belum ada
penertiban di kaangan masyarakat Islam atas perolehan harta warisan yang diterima
anak yang belum dewasa. Pengurusannya dan pemeliharaannya diserahkan
berdasarkan kepercayaan saja kepada seseorang kerabat tanpa pengawasan dan
pertanggungjawaban. Akibatnya pada saat anak dewasa, harta tersebut habis dengan
dalih beberapa alasan. Untuk mengantisipasi ketidak tertiban itu, Kompilasi Hukum
Islam Pasal 184 dinyatakan: “Bagi ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu
melaksanakan hak dan kewajibannya, maka baginya diangkat wali berdasarkan
keputusan hakim atas usul anggota keluarga”
- Melembagakan Plaatsvervulling secara Modifikasi. Dinyatakan dalam Pasal 185
Kompilasi Hukum Islam ayat (1) ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada
sipewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang
tersebut dalam Pasal 173. Selanjutnya ayat (2) menyatakan: “bagian bagi ahli waris
pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang
diganti”. Pasal 185 KHI melembagakan “plaatsvervulling” ke dalam hukum Islam.
Ketentuan ini merupakan suatu terobosan terhadap pelenyapan hak cucu atas harta
warisan ayah apabila ayah lebih dulu meninggal dari kakek.

Anda mungkin juga menyukai