Anda di halaman 1dari 23

AL-QURAN SEBAGAI SUMBER HUKUM UTAMA

DALAM AGAMA ISLAM

KELOMPOK 1
KHALIL NURUL ISLAM
30700115027
SUMIATI
30700115021
WAHYUNI
30700115018
FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

ALAUDDIN MAKASSAR

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami persembahkan kepada kehadiran Tuhan semesta alam yaitu

Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kegiatan penulisan makalah

ini dapat berjalan dengan baik, meskipun , terdapat beberapa kendala dari penulisan ini

yang menunjukkan keterbatasan kapasitas kami sebagai seorang manusia.Shalawat dan

salam tetap tercurahkan kepada junjungan umat Islam pembawa risalah kebenaran yaitu

Rasulullah Muhammad saw.

Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada pembimbing kami , yaitu

Darmawati H.S.Ag.,M.HI. yang telah memberikan tugas kepada kami yang sekaligus

kami dididik dan dilatih untuk jauh lebih berkualitas dan profesional sesuai bidang studi

kami di dalam dunia perkuliahan.

Kami juga meminta maaf atas kesalahan dan kekeliruan yang terdapat dalam

penulisan makalah kami .Oleh karena itu , kami meminta saran dan kritikan yang akan

membawa kami menuju kearah yang lebih baik.


BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang tidak hanya menjadi petunjuk

bagi umat islam, melainkan dia merupakan seperangkat aturan yang sangat fundamental (

mendasar ) terhadap sebuah peradaban (civilisation) umat manusia secara universal

(keseluruhan).

Pada hakikatnya manusia diciptakan oleh Allah swt untuk beribadah kepadanya,

hal ini telah dijelaskan di dalam al-Qur’an, surah Azd- dzariyat Ayat 56 ;

َ ِ ‫ت ۡٱل ِج َّن َوٱإۡل‬


ِ ‫نس ِإاَّل ِليَ ۡعبُد‬
‫ُون‬ ُ ‫َو َما َخلَ ۡق‬

Terjemahannya:

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku” (Q.S. Adz-dzariyat: 56 ).

Prinsip al-Qur’an itu sangat jelas menempatkan manusia sebagai seorang hamba

yang harus mengabdikan diri kepada-Nya, namun, bukan berarti Allah melarang manusia

untuk mencari sumber penghidupan di dunia ini. Dan baik itu masalah ibadah dan

muamalah telah diatur sedemikian rupa dalam agama lewat dalil-dalil-Nya, akan tetapi

terdapat beberapa perbedaan dalam mengatur suatu hukum dikalangan umat muslim

sendiri.

Sumber atau dalil fikih yang telah disepakati , seperti dikemukakan ‘abd. Al-

Majid Muhammad al-Khafawi, ahli hukum islam berkebangsaan Mesir, ada 4 (empat),

yaitu al-Quran, Sunnah Rasulullah, Ijma’, dan Qiyas.

Dari latar belakang di atas , maka penulis tertarik untuk menyusun makalah

dengan judul : Al-Quran Sebagai Sumber Hukum Utama dalam Agama Islam
B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana al-Quran menjadi sumber hukum dalam syariat islam?

2. Apa tujuan dari disyariatkannya al-Quran sebagai sumber hukum dalam islam?

C.Tujuan

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penulisan ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana al-Quran menjadi sumber hukum dalam syariat islam.

2. Untuk mengetahui apa tujuan dari disyariatkannya al-Quran sebagai sumber hukum

dalam islam.

D.Manfaat

Dengan penulisan makalah ilmiah ini , penulis mengharapkan dapat memberikan

banyak manfaat dalam berbagai bidang, diantaranya :

1. Bidang pendidikan, dalam kegiatan penulisan makalah ini diharapkan dapat

menambah khazanah ilmu pengetahuan secara teori maupun praktik.

2. Bidang agama, dalam kegiatan penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi

syiar agama khususnya syiar al-Qur’an.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad saw.

menjadi petunjuk bagi ummat manusia secara universal ( keseluruhan ) . sebelum Islam

menyebar ke penjuru dunia , agama ini terlebih dahulu turun di Mekah tanah Arab, yang

pada masa itu dikenal sebagai peradaban jahiliah. Namun, meskipun agama ini membawa

risalah dari Tuhan yang disampaikan oleh orang yang terpercaya akan kejujurannya

sebelum beliau menjadi rasul yaitu Rasulullah Muhammad saw., tidak bisa langsung

diterima oleh bangsa Arab saat itu, karena banyaknya pertentangan dengan tradisi bangsa

Arab di masa itu.1

Sebelum membahas lebih jauh tentang al-Quran sebagai sumber hukum dalam

agama islam maka pemakalah akan memaparkan secara singkat tentang Bangsa Arab Pra-

Islam, yaitu ditinjau dari kondisi sosiologis dan perudang-undangannya.

1. Kondisi Sosiologis Bangsa Arab

Bangsa Arab Pra-Islam – kecuali sedikit dari mereka hidup dengan cara

primitif, dan sebagian yang lainnya menetap di sebuah kawasan desa dan kota

yang berpradaban seperti yaman , kota Yastrib “Madinah” dan Makkah dengan

kehidupan menetap. Mereka adalah masyarakat kota.Sedangkan masyarakat

badui arab mendiami pedalaman dan menjalani kehidupan berpindah-pindah

untuk mencari padang rumput dan air .

1
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H. 11.
Bangsa Arab terdiri atas beraneka ragam suku . Sistem kemasyarakatan

mereka berlandaskan fanatisme kesukuan di antara individu-individunya. Suku

bukanlah suatu entitas2 politik, melainkan hanya sebuah kesatuan sosial yang

berpijak pada hubungan kekerabatan dan ikatan darah.

Diantara implikasi3 fanatisme kesukuan adalah kebanggaan dan

pembelaan mereka terhadap nasab melebihi pembelaan menyangkut kebenaran

dan kebatilan.4

2. Kondisi Perundang-undangan Masyarakat Arab

Masyarakat Arab jahiliah pra-islam tidak memiliki pemerintahan atau

kekuasaan legislatif yang membuat undang-undang.Mereka hanya memiliki adat,

kebiasaan, dan tradisi yang bisa disebut sebagai undang-undang jahiliah. Karena

tidak memiliki kekuasaan eksekutif , mereka hanya merujuk kepada kepala suku

atau dukun.diantara undang-undang masyarakat arab jahiliah adalah sebagai

berikut;

A. Undang-undang Keluarga

1. Pernikahan dan Hukum yang Terkait Dengannya

Masyarakat arab jahiliah mengenal bermacam-macam pernikahan.

Diantaranya adalah pernikahan yang dipraktekkan manusia hari ini. Seorang

laki-laki melamar kepada laki-laki lain untuk menikahi perempuan yang

diwalikannya atau anak perempuannya, lalu ia memberinya mahar dan

menikahinya.Islam mengakui pernikahan semacam ini dan membuat

sejumlah batasan dan norma. Ada juga bentuk-bentuk pernikahan yang rusak

dan ditolak oleh syariat islam. Diantara pernikahan yang rusak ini adalah :
2
Entitas adalah satuan yg berwujud; wujud ( KBBI Offline )
3
Implikasi adalah keterlibatan atau keadaan terlibat: -- manusia sbg objek percobaan atau
penelitian semakin terasa manfaat dan kepentingannya; yg termasuk atau tersimpul; yg disugestikan, tetapi
tidak dinyatakan: apakah ada -- dl pertanyaan itu?

4
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.15
a. Nikah al-syighar, yaitu seorang laki-laki menikahkan anak perempuannya

atau yang berada dalam kewaliannya dengan laki-laki lain,dengan syarat

laki-laki itu menikahkan anak perempuannya atau yang diwalikannya dengan

laki-laki pertama , dan diantara keduanya tidak ada mahar , melainkan

masing-masing dari dua istri itu merupakan mahar bagi yang lain. Islam

melarang pernikahan semacam ini.

b. Nikah al-Muqthi (keji), yaitu anak laki-laki menikahi isteri bapaknya setelah

meninggal, jika ia bukan ibunya. Islam menentang pernikahan yang keji ini

dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

c. Permpuan-perempuan yang haram dinikahi. Masyarakat Arab memiliki

aturan pengharaman menikahi ibu, anak perempuan, bibi dari ayah dan bibi

dari ibu.Islam mengakui pengharaman ibu dan semisalnya serta menjelaskan

siapa saja yang haram dinikahi.5

2. Wasiat dan Warisan

a. Wasiat

Wasiat adalah kepemilikan yang ditangguhkan hingga setelah kematian.

Masyarakat Arab mengenal tindakan hukum ini. Mereka memperkenankan

wasiat kepada ahli waris dan selainnya tanpa membatasi kuantitasnya . Islam

mengakui prinsip wasiat dan menentukan batas sepertiga dari peninggalan

pemberi wasiat.

b. Warisan

Warisan termasuk faktor penyebab pindahnya kepemilikan, dimana harta

dan hak-haknya berpindah dari orang yang mewariskan (mayit) kepada ahli

warisnya melalui kepusakaan berdasar hukum syariat setelah pemenuhan

5
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.27-28.
kewajiban yang berkaitan dengan peninggalan mayit. Masyarakat Arab telah

mengenal warisan sebagai salah satu sarana kepemilikan. Mereka

menjalankan ketentuan waris berdasarkan dua hal : nasab dan usaha. Mereka

yang mendapatkan warisan lantaran nasab adalah para kerabat,yaitu anak

laki-laki yang telah dewasa dan berperang di atas kuda , membawa pedang

dan mengambil rampasan. Adapun pewarisan karena usaha itu meliputi

pewarisan dengan sebab adopsi, aliansi, dan akad.ketika islam datang , ia

membiarkan masyarakat Arab sekian waktu untuk berpijak pada tradisi

mereka ,kemudian menghapus pewarisan dengan sebab adopsi. 6

B. Muamalah

Masyarakat arab pra-islam mengenal berbagai muamalah seperti syirkah

(perseroan) ,mudharabah (bagi hasil),rahn (gadai),bai’(jual-beli) dan lain-

lain.adapun penjelasannya lebih lanjut sebagai berikut;

1. Akad syirkah (perseroan) telah dikenal oleh masyarakat Arab pra-islam ,hal

tersebut dibuktikan dalam sirah nabawiyah “ Rasulullah saw., sebelum

kenabian berserikat dengan sa’ib bin sa’ib. Islam mengakui perseroan

(syirkah) dan para ulama fiqih menjelaskan syarat-syarat dan implikasinya.

2. Qardh (pinjaman dan riba) . masyarakat telah mengenal akad qardh , dan

mereka menjalankannya dengan riba. Mereka berhutang hingga batas waktu

tertentu dengan pengembalian yang lebih dan bersyarat.

3. Jual-beli.Masyarakat pra-islam mengenal berbagai jenis jual-beli, namun

islam hanya mengakui jual-beli yang benar dan didasarkan pada sikap saling

6
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.35-36.
rela ,serta menghapus jual –beli yang bertentangan dengan prinsip saling rela,

mengandung penipuan atau mengambil harta pihak lain dengan cara batil. 7

C. Qishash dan Diyat

Qishash terhadap prilaku kriminal dikenal dikalangan masyarakat arab ,

tetapi mereka tidak membatasi qishash pada pelaku kriminal saja melainkan

meluas hingga semua anggota suku. Maka islam datang membatasi tanggung

jawab atas pelaku kejahatan secara individual.

Hukum Diyat juga dilaksanakan di kalangan masyarakat Arab . mereka

menganggapnya sebagai tindakan terpuji . Islam mengakui aturan ini dan

membebankan diyat pembunuhan tak sengaja kepada aqilah ( keluarga ) pelaku,

maksudnya kerabat laki-laki dari sukunya.8

B. Al-Quran Sebagai Sumber Hukum Syariat Islam

Dalam Islam kita mengenal berbagai sumber hukum diantaranya adalah

al-Quran, dan al-Quran ini adalah sumber utama dalam pengambilan hukum.

Rasulullah pernah bertanya jawab dengan sahabatnya bernama Mu’adz bin Jabal

sebagai berikut;
“ Nabi saw. Bertanya kepada Mu’adz , “bagaimana engkau berbuat jika
dihadapkan kepada suatu perkara ?” jawab Mu’adz “saya memutuskan dengan
apa yang terdapat dalam kitab Allah. Jika perkara itu tidak terdapat dalam kitab
Allah?” tanya Nabi saw. Lagi . jawab Mu’adz “maka saya memutuskan dengan
apa yang terdapat dalam sunnah Rasulullah saw. Tanya nabi lagi “jika perkara
itu tidak terdapat dalam sunnah Rasulullah ?” Mu’adz menjawab “saya
berijtihad dengan pendapatku, dan saya tidak akan berlaku ceroboh.9

7
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.37-40.
8
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.42.
9
Umar Hasyim, Membahas Khilafiyah Memecah Persatuan Wajib Bermadzhab dan Pintu Ijtihad
Tertutup?> , Cetakan Pertama. H.60.
1. Pengertian

Ditinjau dari segi bahasa (etimologi) kata ‫ القران‬terambil dari kata

َ‫قَرا‬. Bentuknya sepola dengan kata ‫ فعالن‬seperti kata ُ‫ ال ُغ ْف َران‬Penambahan huruf

alif dan nun berfungsi untuk menunjukkan kesempurnaan. Maka secara bahasa

kata ُ‫رْ ان‬hhُ‫ الق‬bukan sekadar bacaan (‫راءة‬hh‫( ق‬tetapi bacaan yang sempurna. Kata

“bacaan” ini mengandung arti bahwa al-Qur’an merupakan sesuatu yang selalu

dibaca ((‫ َم ْقرُو ُء‬. Hal ini diperkuat oleh ayat al-Qur’an sebagai berikut:

١٨ ُ‫ فَإِ َذا قَ َر ۡأ ٰنَهُ فَٱتَّبِ ۡع قُ ۡر َءانَهۥ‬١٧ ُ‫ُ َوقُ ۡر َءانَهۥ‬h‫إِ َّن َعلَ ۡينَا َجمۡ َع ۥه‬

Terjemah :

17. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan


(membuatmu pandai) membacanya.
18. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.
(QS.al-Qiyamah:17-18).

Secara terminologi,ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para ulama


tentang al-Qur’an. Berikut ini akan dikemukakan tiga defenisi saja:

a. Menurut Abdul Wahab Khallaf, al-Qur’an ialah kalam Allah yang diturunkan

oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril dengan lafaz

berbahas Arab dengan makna yang benar sebagai hujah bagi Rasul, sebagai

pedoman hidup, dianggap ibadah membacanya dan urutannya dimulai dari

surat an-Nas serta dijamin keasliannya.

b. Menurut Mahmud Syaitut, al-Qur’an ialah lafaz berbahasa Arab yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Yang dinukilkan sampai kepada

kita secara mutawatir.


c. Menurut Abu Zahra, al-Qur’an ialah kitab yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad saw. Berupa ayat yang pertama turun, yaitu ‫ اِ ْق َر ْا بِسم ربك الذى خلق‬...

dan ayat yang terakhir turun, yaitu ‫اليوم اكملت لكم دينك‬...10

Al-Quran dalam kajian ushul fiqh merupakan objek utama dan pertama pada

kegiatan penelitian dalam memecahkan suatu hukum. Al-Quran menurut bahasa berarti

“bacaan” dan menurut istilah ushul fiqh al-Quran berarti “kalam (perkataan) Allah yang

diturunkan-Nya dengan perantaraan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. dengan

bahasa arab serta dianggap beribadah membacanya”. 11

Syariat dari segi bahasa berarti mazdhab dan jalan lurus. Kata syir’atul ma’

berarti sumber12 air yang hendak diminum , kata syara’a bermakna nahaja ( meneliti ),

menerangkan , dan menjelaskan berbagai jalan titian . kata syara’a juga berarti sanna

(menetapkan). Menurut istilah , syariat berarti agama dan berbagai hukum yang

disyariatkan Allah untuk hamba-hamba-Nya.hukum-hukum ini disebut Syariat-Nya,

karena ia lurus dan menyerupai mata air , karena ia memberi kehidupan bagi jiwa dan

akal sebagaimana mata air membawa kehidupan bagi fisik.

Syariat, din, dan millah memiliki arti yang sama , yaitu hukum-hukum yang

disyariatkan Allah untuk hamba-hamba-Nya.Namun hukum-hukum ini disebut syariat

karena aspek pembuatannya, kejelasannya, dan konsistensinya; disebut din karena

10
. Sapiudin Shidiq,Ushul Fiqh(cet.II. Jakarta, Kencana 2014,h.26-27)

11
Satria Effendi, Ushul Fiqh, cet.v. Jakarta : Kencana , 2014, H.79

12
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, kata ‘sumber’ memilki arti ‘asal usul sesuatu’. Berarti
‘sumber hukum Islam’ memiliki arti ‘asal atau tempat pengambilan hukum Islam’. Sedangkan dalam
kepustakaan hukum Islam di Indonesia, sumber hukum Islam terkadang disebut ‘dalil hukum Islam atau
pokok hukum Islam atau dasar hukum Islam’. Menurut istilah ahli ushul fiqh, hukum adalah titah Allah Swt.
mengenai pekerjaan mukalaf, baik titah itu mengandung tuntutan suruhan atau larangan, atau semata-mata
sebagai suatu pilihan dan ketetapan.
menjadi sarana untuk patuh dan beribadah kepada Allah: dan disebut millah karena

didektekan (diimla’kan) kepada manusia.13

Islam artinya menyerah diri kepada Allah swt. Kemudian penggunaan kata islam
14
ini dibatasi oleh agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dari Allah swt.

2. Karakteristik al-Quran

Pertama, lafadz dan makna al-Quran berasal dari Allah, sedangkan Rasul saw.

tidak lain hanya menyampaikan . lafadz al-Quran dengan menggunakan bahasa Arab.

Kedua, al-Quran disampaikan kepada kita secara mutawatir, yaitu penyampaian

al-Quran dari Nabi saw. Oleh orang-orang yang tak terhingga jumlahnya , dan tidak

terbayangkan oleh akal akan kesepakatan mereka untuk berdusta, kemudian diriwayatkan

dari kaum tersebut oleh kaum lain yang tidak terbayangkan oleh akal bahwa mereka

bersepakat untuk berdusta, karena banyaknya jumlah mereka dan berlainan tempat

tinggalnya.

Ketiga, al-Quran bersifat Mu’jiz, yakni seluruh manusia tidak mampu

mendatangkan semisalnya. I’jaz ini berupa tantangan al-Quran kepada bangsa Arab yang

menentang al-Quran , mereka sangat menguasai balaghah dan kefasihan bahasa bahkan

memiliki kekuasaan. Seandainya mereka berdaya , pastilah mereka tidak tinggal diam.

Jika orang arab saja tidak berdaya hingga hari ini,maka dipastikan al-Quran itu berasal

dari Allah.15

3. Karakteristik Penetapan Syariat Islam


13
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.231.
14
Ismail, Ahmad Satori , Islam Moderat: Menebar Islam Rahmatan Lil ‘Alamin,(
Jakarta : Ikadi , 2012 , cet.II ) H.158.

15
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H.232.
Penetapan syariat Islam berpijak pada prinsip menjaga kemaslahatan

maasyarakat dan menghindarkan mudharat dan kerusakan dari mereka.Inilah

prinsip besar yang mencakup seluruh hukum syariat Islam .Diantara karakteristik

tersebut, atau katakanlah manifestasi tersebut, adalah :

1. Penetapan Syariat Secara Bertahap

Hukum-hukum al-Quran tidak turun sekaligus,begitu juga hukum-hukum

as-Sunnah tidak datang sekaligus.Hikmah dari penetapan syariat secara

bertahap ini bahwa hukum-hukum itu dirasakan lebih ringan bagi jiwa

daripada diturunkan sekaligus.

Kebertahapan ( tadarruj ) dalam penetapan syariat ini bermacam-macam

bentuknya.

a. Bertahap dari segi waktu. Yakni hukum-hukum tidak diturunkan dalam

satu waktu, melainkan ada yang didahulukan dan ada yang diakhirkan,

seperti yang telah kita ketahui. Hukum-hukum di dalam undang-undang

Islam tidak ditetapkan sekaligus, melainkan ditetapkan sepanjang masa

kenabian.

b. Bertahap dari segi jenis-jenis hukum yang disyariatkan.Hal ini sudah

jelas,karena umat islam tidak dibebani dengan banyak kewajiban di

permulaan islam. Tetapi mereka diperlakukan dengan lemah lembut demi

untuk meringankan jiwa mereka.

c. Bertahap dari segi penjelasan hukum-hukum secara global, kemudian

setelah itu diberikan perinciannya. Penetapan syariat di Mekah,

berkenaan dengan hukum-hukum praksis, turun dalam bentuk global.

Kemudian turun penetapan syariat di Madinah yang merinci hukum-

hukum yang bersifat global tersebut.

2. Menghilangkan Kesulitan
Diantara karakteristik penetapan syariat adalah menghilangkan

kesulitan . Hal ini tampak jelas bagi orang yang meneliti hukum-hukum

syariat. Disana ada nash-nash Sharih ( tegas ) yang menunjukkan bahwa

Allah tidak menghendaki kecuali kemudahan bagi hamba-hamba-Nya, dan

tidak ingin mempersulit dan memperberat dengan hukum-hukum-Nya.Allah

berfirman dalam al-Quran surah al-Baqarah ayat 185 :

Terjemah:
“ Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki
kesulitan untukmu”.
Di dalam Sunnah juga terdapat banyak nash tentang makna ini. Di

antaranya;

‫تعسروايسرواوال‬

Artinya :

“ Mudahkanlah dan jangan mempersulit”.

Terdapat riwayat shahih bahwa tidaklah nabi saw. Diberikan dua pilihan

kecuali beliau memilih yang termudah. Beliau bersabda “ Seandainya bukan

karena khawatir memberatkan umatku , niscaya kuperintahkan mereka

bersiwak setiap hendak shalat.”16

3 . Nasakh

Nasakh berarti menghapuskan hukum yang terdahulu dengan hukum

yang datang sesudahnya. Diantaranya,

a) ‘iddah istri yang ditinggal mati suaminya pada masa permulaan Islam adalah

satu tahun genap, dan suami harus mewasiatkan nafkah dan tempat tinggal

bagi istri selama masa ‘iddah , hal ini telah disebutkan di dalm al-Quran

surah al-Baqarah ayat 140.

16
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press, 2008) ,
H. 140-144.
b) Dahulu wasiat untuk kedua orang tua dan kerabat hukumnya wajib

,kemudian dihapus dengan ayat waris , seperti yang disebutkan dalam sunnah

untuk menegaskan penghapusan tersebut. Dalam sebuah hadis nabi saw.

Bersabda “Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada yang berhak.

Ketahuilah , tidak ada wasiat untuk ahli waris .”

c) Nabi pernah melarang ziarah kubur , kemudian membolehkannya setelah itu.

Dalam sebuah hadis disebutkan “ Aku pernah melarang ziarah kubur .

ketahuilah , sekarang berziaralah , karena ia dapat mengingatkanmu akan

akhirat.”

d) Kiblat pada mulanya menghadap ke Baitul Maqdis, kemudian kiblat dalam

shalat diubah kearah ka’bah.17

4. Kedudukan al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam

Sebagai sumber hukum Islam, al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Ia

merupakan sumber utama dan pertama sehingga semua persoalan harus merujuk dan

berpedoman kepada Al-Qur'an. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam al-Qur’an:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya

(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika

kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-

Qur’an) dan Rasu-Nyal (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-

Nisa’/4:59)Dalam ayat yang lain Allah Swt. menyatakan: Artinya: “Sungguh, Kami telah

menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar

engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan

janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)

orang yang berkhianat.” (Q.S. an-Nisa’/4:105) Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan
17
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press, 2008),
H. 145-146.
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah saw. bersabda: Artinya: “... Amma

ba’du wahai sekalian manusia, bukankah aku sebagaimana manusia biasa yang diangkat

menjadi rasul dan saya tinggalkan bagi kalian semua dua perkara utama/besar, yang

pertama adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya/penerang,

maka ikutilah kitab Allah (al-Qur’an) dan berpegang teguhlah kepadanya ... (H.R.

Muslim) Berdasarkan dua ayat dan hadis di atas, jelaslah bahwa al-Qur’an merupakan

kitab yang berisi sebagai petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. Al-

Qur’an merupakan sumber dari segala sumber hukum baik dalam konteks kehidupan di

dunia maupun di akhirat. Namun demikian, hukum-hukum yang terdapat dalam Kitab

Suci al-Qur’an ada yang bersifat rinci dan sangat jelas maksudnya, tapi ada yang masih

bersifat umum dan perlu pemahaman mendalam untuk memahaminya.

5. Macam-macam Hukum Al-Quran

Hukum al-Quran bermacam-macam ;

Pertama, hukum-hukum yang berkaitan dengan akidah seperti iman kepada

Allah, Rasul-Nya dan Hari akhir. Ini adalah hukum-hukum i’tiqadiyyah.

Kedua, hukum-hukum yang berkaitan dengan tazkiyatunnafs, dan penjelasan

tentang akhlak terpuji yang wajib dijadikan perhiasan , dan akhlak tercela yang wajib

ditinggalkan. Ini adalah hukum-hukum akhlaqiyah.

Ketiga, hukum-hukum yang berkaitan dengan ucapan dan tindakan mukallaf di

luar dua macam di atas . ini adalah hukum-hukum ‘amaliyah (praksis) dan masuk dalam

tema fiqih. Ia terbagi menjadi dua : ibadah dan muamalah. 18

6. Cara al-Quran Menjelaskan Hukum

Penjelasan al-Quran tentang berbagai hukum ada tiga jenis:


18
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press, 2008) ,
H. 233.
1. Pertama , penjelasan umum (kulli), yaitu dengan menyebutkan kaidah-kaidah19

prinsip umum yang menjadi dasar untuk menentukan hukum-hukum furu’, seperti:

a. Perintah berbuat adil dan memutuskan secara adil :

ۡ‫ر َو ۡٱلبَ ۡغ ۚ ِي َي ِعظُ ُكم‬h ۡ ۡ ۡ hِِٕ ‫۞إِ َّن ٱهَّلل َ يَ ۡأ ُم ُر بِ ۡٱل َع ۡد ِل َوٱإۡل ِ ۡح ٰ َس ِن َوإِيت‬
ِ h‫ٓا ِء َوٱل ُمن َك‬h‫َٓإي ِذي ٱلقُ ۡربَ ٰى َويَ ۡنهَ ٰى َع ِن ٱلفَ ۡح َش‬

٩٠ َ‫لَ َعلَّ ُكمۡ تَ َذ َّكرُون‬

90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.

b. seseorang tidak ditanya tentang dosa orang lain :

‫ َر ٰۚى‬h‫ة ِو ۡز َر أُ ۡخ‬ٞ ‫از َر‬ ۚ ٍ ‫قُ ۡل أَغ َۡي َر ٱهَّلل ِ أَ ۡب ِغي َر ٗبّا َوهُ َو َربُّ ُكلِّ ش َۡي ٖۚء َواَل ت َۡك ِسبُ ُكلُّ ن َۡف‬
ِ hَ‫ا َواَل ت‬hhَ‫س إِاَّل َعلَ ۡيه‬
ِ ‫ز ُر َو‬h
١٦٤ َ‫ثُ َّم إِلَ ٰى َربِّ ُكم َّم ۡر ِج ُع ُكمۡ فَيُنَبِّئُ ُكم بِ َما ُكنتُمۡ فِي ِه ت َۡختَلِفُون‬

164. Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah

Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan

kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan

memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan

diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan"

c. sanksi setimpal dengan pelanggaran:

ٰ ۡ َ‫َة ِّم ۡثلُهَ ۖا فَ َم ۡن َعفَا َوأ‬ٞ ‫َو َج ٰ َٓزؤ ُْا َسيِّئ َٖة َسيِّئ‬
َ‫صلَ َح فَأ َ ۡج ُرهۥُ َعلَى ٱهَّلل ۚ ِ إِنَّهۥُ اَل ي ُِحبُّ ٱلظَّلِ ِمين‬

40. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang
siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.

2. Kedua, penjelasan global (ijmali), yaitu penyebutan hukum-hukum secara global

yang membutuhkan penjelasan dan perincian. Diantara hukum-hukum ini adalah:

a. Kewajiban shalat dan zakat . Allah berfirman :

19
Kaidah adalah rumusan asas yg menjadi hukum; aturan yg sudah pasti; patokan; dalil
ٞ ‫ص‬
١١٠ ‫ير‬ ْ ‫وا ٱل َّزك َٰو ۚةَ َو َما تُقَ ِّد ُم‬
ِ َ‫وا أِل َنفُ ِس ُكم ِّم ۡن خَ ۡي ٖر ت َِجدُوهُ ِعن َد ٱهَّلل ۗ ِ ِإ َّن ٱهَّلل َ بِ َما ت َۡع َملُونَ ب‬ ْ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬ ْ ‫َوأَقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬

110. Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang
kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi
Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Disini al-Quran tidak menyebutkan jumlah rakaatnya dan tata caranya.

Inilah fungsi Rasul menjelaskannya lewat hadis , begitupun zakat.

b. Kewajiban haji. Allah berfirman,

‫بِياٗل ۚ َو َمن‬h‫ ِه َس‬h‫ٱستَطَا َع إِلَ ۡي‬ ِ ‫اس ِحجُّ ۡٱلبَ ۡي‬ ۗ ٰ ُ ۢ َ‫فِي ِه َءا ٰي‬
ۡ ‫ت َم ِن‬ ِ َّ‫ت َّمقَا ُم إِ ۡب ٰ َر ِهي ۖ َم َو َمن َدخَ لَهۥُ َكانَ َءا ِم ٗنا َوهَّلِل ِ َعلَى ٱلن‬ٞ َ‫ت بَيِّن‬

٩٧ َ‫َكفَ َر فَإِ َّن ٱهَّلل َ َغنِ ٌّي َع ِن ۡٱل ٰ َعلَ ِمين‬

97. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim;
barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam.
Sunnah menjelaskan cara pelaksanaannya beserta rukun-rukunnya. 20

c. Halalnya jual beli dan haramnya riba:


ۚ ‫ٱلَّ ِذينَ يَ ۡأ ُكلُونَ ٱلرِّ بَ ٰو ْا اَل يَقُو ُمونَ إِاَّل َك َما يَقُو ُم ٱلَّ ِذي يَتَخَ بَّطُهُ ٱل َّش ۡي ٰطَنُ ِمنَ ۡٱل َم‬
َ ِ‫سِّ ٰ َذل‬
‫ ُل‬h‫ك بِأَنَّهُمۡ قَالُ ٓو ْا إِنَّ َما ۡٱلبَ ۡي ُع ِم ۡث‬

‫ ُر ٓۥهُ ِإلَى ٱهَّلل ۖ ِ َو َم ۡن‬hۡ‫لَفَ َوأَم‬h‫ا َس‬hh‫ٱنتَهَ ٰى فَلَهۥُ َم‬hhَ‫ة ِّمن َّربِّ ِهۦ ف‬hٞ hَ‫ٓا َءهۥُ َم ۡو ِعظ‬hh‫ٱل ِّربَ ٰو ۗ ْا َوأَ َح َّل ٱهَّلل ُ ۡٱلبَ ۡي َع َو َح َّر َم ٱلرِّ بَ ٰو ۚ ْا فَ َمن َج‬

٢٧٥ َ‫ار هُمۡ فِيهَا ٰخَ لِ ُدون‬ ۡ َ‫عَا َد فَأُوْ ٰلَٓئِكَ أ‬


ِ ۖ َّ‫ص ٰ َحبُ ٱلن‬

Terjemah :

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan


seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya”.

20
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H. 233-236.
Selanjutnya sunnah menjelaskan jual beli yang halal dan haram, serta

yang dimaksud dengan riba.

3 Ketiga, penjelasan rinci ( tafshili), yaitu menyebutkan hukum-hukum secara rinci

.misalnya pembagian warisan, cara talak dan jumlahnya , wanita-wanita yang haram

dinikahi dan hukum-hukum tafshili lain di dalam al-Quran. 21

C. Konsep Maqasid ( Tujuan ) Syariah dalam Islam

Ulama salaf yang melahirkan konsep asli , berangkat dari keterangan al-Quran,

sunnah , dan prinsip-prinsip umum syari’ah setelah dilakukan istiqra’ (induksi22) terhadap

seluruh bentuk formal syariah dan substansinya, baik dalam persoalan

ibadah,muamalah,pernikahan, hudud, qisas,dan lain-lain.

Maqasid syari’ah adalah suatu prinsip dasar ilmu ushul fiqh yang memiliki

aturan jelas dan standar pasti agar tidak dijadikan alat untuk merelatifkan teks dan

menganulirnya. Penetapan-penetapan tujuan syar’i tidak bisa dibangun oleh asumsi-

asumsi dan prakiraan semu.oleh sebab itu, Imam Syathibi sebagai peletak dasar ilmu

maqasid telah menetapkan berbagai aturan bahi upaya menggali maqasid syari’ah. 23

Maqasid syari’ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan

hukum-hukum islam . tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat-ayat al-Quran dan sunnah

Rasulullah sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada

kemaslahatan umat manusia.24

21
Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, Cetakan Pertama (Jakarta : Robbani Press,
2008) ,H. 236.
22
Induksi adalah 1 metode pemikiran yg bertolak dr kaidah (hal-hal atau peristiwa) khusus untuk
menentukan hukum (kaidah) yg umum; penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan yg khusus untuk diperlakukan secara
umum; penentuan kaidah umum berdasarkan kaidah khusus. (KBBI Ofline )

23
Fahmi Salim, Tafsir Sesat: 58 Essai Kritis Wacana Islam di Indonesia , (Jakarta : Gema Insani ,
2013, Cetakan Pertama), H.137-140

24
Satria Effendi, Ushul Fiqh, cet.v. Jakarta : Kencana , 2014, H.233
Abu ishaq al-Syatibi dalam buku ushul fiqh membagi tingkat kemaslahatan

kepada tiga tingkatan yaitu :

a. Kebutuhan Dharuriyat

Kebutuhan dharuriyat ialah tingkat kebutuhan yang harus ada atau

disebut dengan kebutuhan primer.Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi ,

akan terancam keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Menurut al-Syatibi ada lima hal yang termasuk dalam kategori ini, yaitu

memelihara agama, jiwa , akal , kehormatan dan keturunan serta memelihara

harta. Untuk memelihara lima pokok inilah syariat islam diturunkan. Misalnya

firman Allah dalam mewajibkan jihad ayat 179 surah al-Baqarah :

ِ َ‫ة ٰيَٓأُوْ لِي ٱأۡل َ ۡل ٰب‬ٞ ‫اص َحيَ ٰو‬


َ‫ب لَ َعلَّ ُكمۡ تَتَّقُون‬ ِ ‫ص‬َ ِ‫َولَ ُكمۡ فِي ۡٱلق‬

Terjemah:
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-
orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”.

b. Kebutuhan Hajiyat

Kebutuhan hajiyat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder, dimana bila

tidak diwujudkan tidak sampai mengancam keselamatannya ,namun akan

mengalami kesulitan .syariat islam menghilangkan segala kesulitan itu .

Adanya hukum takhshish (keringanan) seperti dijelaskan Abd. Al-Wahhab

khallaf, adalah sebagai contoh dari kepedulian syariat islam terhadap kebutuhan

ini.

Dalam lapangan ibadat, islam mensyariatkan beberapa hukum rukhshah

(keringanan) bilamana kenyataannya mendapat kesulitan dalam menjalankan

perintah-perintah taklif.Misalnya islam membolehkan tidak berpuasa bilamana

dalam perjalanan dalam jarak tertentu dengan syarat diganti pada hari yang lain.

c. Kebutuhan Tahsiniyat
Kebutuhan tahsiniyat ialah tingkat kebutuhan yang apabila tidak

terpenuhi , tidak mengancam eksistensi25 salah satu dari lima pokok di atas dan

tidak pula menimbulkan kesulitan.

Dalam lapangan muamalat islam melarang boros, kikir , menaikkan

harga , monopoli dan lain-lain.dalam bidang uqubat islam mengharamkan

membunuh anak-anak dalam peperangan dan kaum wanita.

Tujuan Syariat seperti tersebut tadi bisa disimak dalam beberapa ayat,

misalnya ayat 6 surah al-Maidah:

َ‫… َو ٰلَ ِكن ي ُِري ُد لِيُطَهِّ َر ُكمۡ َولِيُتِ َّم نِ ۡع َمتَهۥُ َعلَ ۡي ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكرُون‬.

Terjemah :

“…… tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya


bagimu, supaya kamu bersyukur”.26

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penulisan makalah ini , dapat disimpulkan beberapa poin ,

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Sebelum al-Quran diturunkan di tengah masyarakat Arab , ternyata mereka telah

mengenal bermacam-macam tradisi yang kemudian mereka jadikan undang-

undang. Dan setelah al-Quran diturunkan terdapat beberapa tradisi yang diterima

dan ditolak . Dalam al-Quran Allah menetapkan syariat-Nya secara bertahap baik

dari segi waktu dan jenis-jenis hukumnya.

25
Eksistensi adalah hal berada; keberadaan
26
Satria Effendi, Ushul Fiqh, cet.v. Jakarta : Kencana , 2014, H.233-237.
2. Adapun tujuan atau maqashidu al-Syariah dari penetapan syariat Islam, baik

dalam al-Quran dan hadis dan lainnya adalah menjaga kemaslahatan manusia dan

menolak mudharat dari mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Satria ,Ushul Fiqh, Jakarta : Kencana , 2014, cet.v

Hasyim,Umar , Membahas Khilafiyah Memecah Persatuan Wajib Bermadzhab


dan Pintu Ijtihad Tertutup?> , Cetakan Pertama.

Ismail, Ahmad Satori , Islam Moderat: Menebar Islam Rahmatan Lil ‘Alamin,
Jakarta : Ikadi , 2012 , cet.II

KBBI Ofline 1.5.1

Salim, Fahmi , Tafsir Sesat: 58 Essai Kritis Wacana Islam di Indonesia , Jakarta :
Gema Insani , 2013, Cetakan Pertama.
Shidiq, Sapiudin ,Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2014. cet.II

Zaidan, Abdul Karim , Pengantar Studi Syariat , Jakarta : Robbani Press , 2008 ,

cet.1

Anda mungkin juga menyukai