Disusun Oleh :
1. Muhammad Ripki : 23061230102
2. Diva Dzulhijjah : 28282828282
3. Dwi Sherly : 19191919191
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Karena dengan Rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusun sangat
berharap makalah ini dapa diperguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita mengenai “BANGSA ARAB PRA-ISLAM”. Kami juga sepenuhnya menyadari bahwa
didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh ,dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang telah dibuat untuk perbaikan
dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
pembangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi bagu siapapun yang membacanya
sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penyusun sendiri maupun orang
yang membacanya.
ii
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN1
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan politik Arab Pra Islam
2. Bagaimana keadaan Sosial Arab Pra Islam
3. Bagaimana kepercayaan Arab Pra Islam
4. Bagaimana kebudayaan Arab Pra Islam
C. Tujuan
1. Mengetahui keadaan politik Arab Pra Islam
2. Mengetahui keadaan social Arab Pra Islam
3. Mengetahui Kepercayaan Arab Pra Islam
4. Mengetahui Kebudayaan Arab Pra Islam
BAB III
PEMBAHASAN
Terdapat dua Negara adi kuasa di masa Jahiliyah, yaitu kerajaan Bizantium
Romawi di barat dan kerajaan Persia di timur. Selama zaman Jahiliyah, seluruh
Simenanjung Arabia, menikmati kemerdekaan penuh, kecuali daerah utara
(Palestina, Libanon, Yordania dan Syam) berada dibawah kekuasaan Bizantium dan
Irak berada di bawah kekuasaan Persia. Mungkin karena kegersangannya, dua
negara adi kuasa Bizantium dan Persia tidak tertarik menjajah Arab, kecuali daerah
utara yang tunduk di bawah kekuasaan mereka. Di kalangan orang Arab Badwi
tidak ada pemerintahan. Kesatuan politik mereka bukanlah bangsa, tetapi suku yang
dipimpin kepala suku yang disebut Syaikh. Mereka sangat menekankan hubungan
kesukuan sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan
bagi suatu kabilah atau suku. Bagi masing-masing suku terdapat seorang pemimpin
(Syaikh).1
1
Dr. H. Syamruddin Nasution. M.Ag, Sejarah Peradaban Islam (Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau: 2007),
hal.17
2
Dr. Siti Zubaidah, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam (Medan: PERDANA PUBLISHING: 2016), hal.10
2
B. Keadaan sosial Arab Pra Islam
1. Pernikahan secara spontan. Seorang laki-laki mengaj ukan lamaran kepada laki-
laki lain yang menjadi wali wanita, lalu dia bisa menikahinya setelah menyerahkan
mas kawin seketika itu pula.
3
Hakim Lukman Suyud, Buku siswa sejarah kebudayaan Islam, (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah:2020)
3
2. Seorang laki-laki bisa berkata kepada istrinya yang baru suci dari haid,
“Temuilah Fulan dan berkumpulah bersamanya!” Suaminya tidak mengumpulinya
dan sama sekali tidak menyentuhnya, hingga ada kejelasan bahwa istrinya hamil
dari orang yang disuruh mengumpulinya. Jika sudah jelas kehamilannya, maka
suami bisa mengambil kembali istrinya jika memang dia menghendaki hal itu. Yang
demikian ini dilakukan, karena dia menghendaki kelahiran seorang anak yang baik
dan pintar. Pernikahan semacam ini disebut nikah istibdha
4. Sekian banyak laki-laki bisa mendatangi wanita yang dikehendakinya yang juga
disebut wanita pelacur. Biasanya mereka memasang bendera khusus di depan
pintunya, sebagai tanda bagi laki-laki yang ingin mengumpulinya. Jika wanita
pelacur ini hamil dan melahirkan anak, dia bisa mengundang semua laki-laki yang
pernah mengumpulinya. Setelah semua berkumpul, diselenggarakan undian. Siapa
yang namanya keluar dalam undian, maka dia yang berhak mengambil anak itu dan
mengaku sebagai anaknya. Dia tidak bisa menolak hal itu.4
4
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (Jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSAR:1997)