Anda di halaman 1dari 15

ANJURAN MENIKAH BAGI KAUM PEMUDA

DALAM HADITS

Oleh : syihabudin

Abstrak

Islam disyariatkan hanya untuk memberikan kemaslahatan kepada seluruh manusia dan
menghindarkannya dari kemafsadatan. Salah satu pentunjuk Allah Swt dalam syariat Islam
adalah diperintahkannya menikah dan diharamkannya zinah. Perintah nikah merupakan salah
satu implementasi maqashid syariah yang lima yaitu hifzhul nasl (menjaga keturunan).Kendati
demikian, bagi yang hendak melangsungkan pernikahan, demi menjaga ke absahannya,
hendaknya memahami pentujuk agama dan negara agar samapai pada hakikat pernikahan.

A. PENDAHULUAN

Allah swt menciptakan alam semesta dengan kesimbangan dan keserasian di


dalamnya.Salah satu keserasian itu adalah setiap apa yang Allah swt ciptakan selalu mempunyai
pasangan. Penciptaan yang berpasangan merupakan fitrah yang sudah Allah swt
tetapkan.Makhluk hidup berpasangan untuk mengembangbiakkan keturunan atas izin Allah swt.
Allahswt telah memberi naluri kepada setiap makhluk hidup untuk menyukai pasangan yang
telahAllah swt sediakan. Begitu pun manusia. Allah swt menciptakan manusia baik laki-laki
maupun perempuan dengan keindahan bentuk tubuh. Dengan adanya naluri rasa suka, manusia
akan tertarik pada lawan jenisnya. Perasaan tertarik inilah yang menyebabkan pasangan saling
membutuhkan dan berkembang biak menjadi sebuah komunitas dan koloni. Inilah fitrah manusia
yang diciptakan-Nya.

Meskipun sama-sama memiliki naluri, manusia berbeda dengan makhluk hidup


lain.Allah swt memberikan kelebihan kepada manusia, yaitu berupa akal. Dengan akal, manusia
mampu berpikir dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh karena itu, perlu
ada aturan hidup yang mengarahkan akal manusia ke jalan yang benar. Allah swt menciptakn
aturan berupa agama Islam. Agama inilah yang mengatur seluruh kehidupan manusia, termasuk
tata cara merealisasikan ketertarikan seseorang kepada lawan jenis. Islam datang membawa
ajaran yang menyeluruh, termasuk ajaran tata cara menikah.
Menikah merupakan suatu keutamaan yang sangat besar. Keutamaan inilah yang pada
akhirnya menduduki setengah dari kesempurnaan agama seseorang. Sebesar apa pun iman
seseorang, ia masih setengah dalam keimanannya ketika ia belum menikah. Rasulullah saw.
bersabda:

“Apabila seorang hamba menikah maka sungguh orang itu telah menyempurnakan setengah
agama maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam setengahnya yang

lainnya. “(H.R. Baihaqi)

Dari hadits diatas, jelas sekali bahwa menikah sangat penting dilaksanakan bagi seorang
muslim, karena hal itu termasuk dari setengahnya keimanannya seorang muslim dalam
agamannya1

Pengertian mengenai nikah itu sendiri, secara etimologi berarti bersenggama atau
bercampur. Menurut Ali Mughni dalam al-Misbah al-Munir sebagaimana dalam kitab fiqh pada
umumnya mengartikan perkawinana diistilahkan dengan kata nikah dan ziwaj, yang secara
bahasa adalah Dam yang berarti menghimpit, menindih, dan berkumpul. Dalam pengertian
majazi (kiasan), nikah disebut dengan akad, yang merupakan landasan bolehnya bersenggama
atau persetubuhan yang halal. Sedangkan secara istilah atau terminologi, nikah adalah akad yang
memberi faidah kebolehan mengadakan hubungan suami isteri antara laki-laki dan wanita dan
pemenuhan kewajiban masing-masing.2

Islam didalam memberikan anjuran menikah serta rangsangan-rangsangan


didalamnya,terdapat beberapa motivasi dan tujuan yang jelas, yang tentu saja memberikan
dampak positifyang lebih besar dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Sebab menikah
merupakan bagian dari nikmat serta tanda keagungan Allah yang diberikan kepada umat
manusia3

Pernikahan dalam Islam adalah menempati tempat yang penting, dimana didalamnya
mengandung nilai-nilai vertikal (kepada Al Khaliq,Allah Swt) dan horizontal (dengan sesame

1
Abduh Al-Barraq, Panduan lengkap Pernikahan Islami,ed. Anjelita Noverina & NoriPurwanasari (Bandung: Pustaka
Oasis, 2011), hlm. 3-4.
2
M. Taufik Mandailing,GOOD MARRIED, Raih Asa Gapai Bahagia cet. 2 (Yogyakarta: IDEAPress Yogyakarta, 2013),
hlm. 6-7
3
A. Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya,cet. lV(Yogyakarta: Mitra Pustaka,2003), hlm. 34.
manusia)4.Selain itu, pernikahan merupakan fitrah yang dianugerahkan Allah kepada umat
manusia. Sebab pada hakikatnya setiap kedudukan yang tinggi lagi mulia dalam pandangan
Islam, selalu dikembalikan kepada fitrah.Oleh karena itu, dalam ajaran Islam pernikahan itu
sangat dianjurkan bagi kaum pemuda yang sudah mempunyai kemampuan serta bekal atau biaya
untuk menikah. Dalam hadits NabiMuhammad Saw, yang diriwayatkan oleh Nasai no. 2239 5
disebutkan mengenai anjuran untukmenikah bagi kaum pemuda, bunyi haditsnya yaitu;

‫ َح َّد َثَنا ُس ۡف َياُن َع ِن اَأۡلۡع َم ِش‬: ‫ َح َّد َثَنا َأُبو َأۡح َم َد َق اَل‬: ‫َأۡخ َبَر َنا َم ۡح ُم وُد ۡب ُن َغ ۡي اَل َن َقاَل‬
‫ َخ َر ۡج َن ا َم َع َر ُس وِل‬: ‫ َق اَل‬،‫َع ۡن ُع َم اَر َة ۡب ِن ُع َم ۡي ٍر َع ۡن َع ۡب ِد الَّر ۡح َٰم ِن ۡب ِن َيِزيَد َع ۡن َع ۡب ِد ِهللا‬
‫ (َيا َم ۡع َش َر الَّش َباِب! َع َلۡي ُك ۡم ِباۡل َب اَء ِة؛‬: ‫ِهللا ﷺ َو َنۡح ُن َش َباٌب اَل َنۡق ِد ُر َع َلى َش ۡي ٍء ؛ َقاَل‬
) ‫ َو َم ۡن َلۡم َيۡس َتِط ۡع َفَع َلۡي ِه ِبالَّص ۡو ِم ؛ َفِإَّنُه َلُه ِوَج اٌء‬،‫ َو َأۡح َص ُن ِلۡل َفۡر ِج‬،‫َفِإَّنُه َأَغ ُّض ِلۡل َبَص ِر‬
“Telah mengabarkan kepada kami Mahmud bin Ghailan dia berkata; telah menceritakan
kepada kami Abu Ahmad dia berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al
A'masydari 'Umarah bin 'Umair dari 'Abdurrahman bin Yazid dari 'Abdullah dia berkata; "Kami
keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan kami adalah para pemuda yang
tidak mampu melakukan sesuatu, beliau bersabda: "Wahai para pemuda, menikahlah!,
karenahal itu lebih menundukkan pandangan dan lebih bisa memelihara kemaluan. Dan barang
siapa tidak mampu, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu bisa menjadi perisai baginya."

Dari hadits tersebut, kita bisa mengetahui betapa sangat pentingnya anjuran untuk
menikah bagi kaum pemuda Islam, karena selain memiliki keutamaan yang sangat besar dalam
menikah yaitu telah menyempurnakan setengah dari agamanya, menikah juga dapat
menundukkan pandangan seorang muslim dari perempuan yang bukan mahramnya dan dapat
menjaga kehormatan diri seorang muslim agar tidak melalukan perbuatan yang mendekati
kepada perzinaan.

4
Gus Arifin, Menikah Untuk Bahagia “Fiqih Pernikahan dan Kamasutra Islami”(Jakarta: PTElex Media Komputindo,
2013), hlm. 10.
5
Abu Abdurrahman An-Nasai, Al-Mujtaba Min As-Sunan (tk: Maktab Al-Matbu’at Al-Islamiyah, 1986), Juz. 4. Hlm.
169.
Di abad modern yang disertai dengan semakin kencangnya badai demoralisasi menerpa
setiap sisi kehidupan manusia ini, kian banyak saja muda-mudi yang kehilangan nyali untuk
menikah secara resmi. Mereka takut terhadap beban dan resiko yang akan dihadapi ketika harus
mengarungi kehidupan berumah tangga. Padahal hasrat manusiawi mereka kian bergejolak dan
meletup-letup, serasa tak kuasa menegendalikannya. Akibatnya, banyak diantara mereka lebih
memilih hidup bebas dan berfoya-foya sebagai tujuan dan pola kehidupan mereka.

Bila kita amati sekarang ini, banyak sekali permasalahan moral yang kita jumpai dalam
masyarakat; baik itu berupa kekerasan, pelecehan seksual, sampai dengan adegan asusila yang
biasanya dilakukan oleh pasangan suami-istri sekarang sudah biasa dilakukan oleh pasanganyang
bukan suami-istri atau belum menikah. Kasus-kasus yang terjadi ini tidak hanya dilakukan oleh
orang dewasa, akan tetapi juga dilakukan oleh kaum muda-mudi dikalangan remaja bahkan
sampai anak SD pun sudah ada yang melakukanya.

Lihat saja kasus seorang pemuda warga Desa Balunijuk Merawang Bangka, tersangka
pemerkosaan-pencabulan siswi SMU6.Ada juga siswi SMK di Kabupaten Situbondo yang
dicabuli oleh pacarnya sendiri dengan memanfaatkan lokasi yang sepi, siswi ini diajak berbuata
degan tak senonoh.Ada juga kasus yang menimpa bocah 11 tahun di pekanbaru yang sudah
berurusan dengan polisi karena dilaporkan telah mencabuli anak tetangganya 7 sendiri.Lebih
mirisnya, ada seorang bocah 12 tahun yang 8 kali telah cabuli seorang bocah perempuan yang
masih berusia 7 tahun8. Ini baru contoh kasus yang mencuat dimasyarakat atau yang termuat
dalam media massa dari sekian banyak kasus yang terjadi. Ibarat gunung es yang hanya terlihat
puncaknya saja. Sementara, jika melihat lebih dalam, akan kita temukan betapa banyak tindakan
seperti ini yang tidak kita ketahui.

Melihat fenomena di atas, tentu sangat mengerikan. Betapa tidak, kaum pemuda yang
nantinya menjadi sebagai para penerus pemimpin bangsa, sudah memilki kerusakan moral yang
parah ditambah lagi dengan kasus kekerasan serta pelecehan yang menimpa anak-anak yang
masih duduk dibangku sekolah dasar. Ini semua, akan berdampak buruk bagi suatu bangsa yang
tidak memiliki bibit-bibit calon penerus bangsa yang unggul dalam prestasi di bidang akademik
maupun yang memiliki kepribadian baik di masyarakatnya.
6
http://bangka.tribunnews.com/2015/02/11/siswi-smu-diperkosa-dibawah-pohon-durian
7
http://www.merdeka.com/peristiwa/bocah-11-tahun-di-pekanbaru-dipolisikan-karena-cabuli-anak-tetangga.html
8
http://www.merdeka.com/peristiwa/miris-bocah-12-tahun-8-kali-cabuli-anak-7-tahun.html
Untuk itu, dalam membuat sebuah perubahan ke arah yang lebih baik harus dimulai dari
diri individu muslim yang baik pula. Seorang muslim yang berusaha mencapai keridhaan Allah
swt akan cenderung berakhlak baik. Ia paham bahwa mengubah sebuah peradaban yang hampir
hancur ini tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa. Dalam kasus ini, menikah merupakan salah
satu cara yang terbaik dalam membentengi kerusakan moral yang menimpa pada kaum pemuda
saat ini serta menjadi satu-satunya alternatif dan solusi untuk membentuk kehidupan yang sehat,
higienis, baik secara jasmani maupun secara rohani, maupun secara social kemasyarakatan.
Karena menikah akan mendorong seseorang untuk bertanggung jawabterhadap dirinya dan
keluarganya, serta dapat menjadi pelindung untuk dapat mengekang syahwatnya kepada orang
yang bukan mahramnya.

Berangkat dari berbagai realitas tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap hadits tentang anjuran menikah bagi kaum pemuda, karena sebagai mana
yang telah terjadi di masyarakat, bahwa keberadaan hadits ini masih dipandang sebelah mata
bagi kaum pemuda sehingga mereka lebih suka menunda-nunda menikah dan lebih condong
suka dengan pergaulan bebas dengan lawan jenis yang tiada memiliki batasan didalamnya.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini nantinya akan diungkap mengenai validitas dari
hadits tersebut, dengan melakukan kajian kritik sanad dan matan hadits, sehingga hadits yang
berbicara mengenai anjuran menikah bagi kaum pemuda dapat dijadikan sebagai landasan
hukum berupa perintah yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Selain itu, dalam tulisan ini
juga nanti akan dipaparkan sedikit mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan dalam
Islam serta bagaimana cara memilih calon pasangan yang ideal menurut agama Islam sehingga
nantinya akan tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

PEMBAHASAN
1. Pengertian Anjuran Menikah Dan KHI

A. Pengertian

Pernikahan dalam pengertian ilmu sosial adalah ikatan antara laki-laki dan perempuan
dengan perjanjian yang bersifat syar‟i yang membolehkan keduanya hidup bersama di bawah
satu atap9. Seperti dikutip dari beberapa mahasiswa yang menjelaskan arti menikah, bahwa
menikah adalah sunnah Rasulullah saw yang sangat dianjurkan bagi seluruh umat manusia guna
melahirkan generasi yang berakhlak mulia dan memiliki nasab (garis keturunan) yang
jelas10.selain itu, dengan menikah pula kita akan terhindar dari perbuatan dosa, seperti zina,
karena dengan menikah menjadikan sesuatu yang sebelumnya haram menjadi halal, begitu pula
dengan kehormatan kita yang akan tetap terjaga. Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara laki-
laki dan perempuan yang tidak memiliki ikatan darah serta memiliki tujuan membentuk keluarga
yang sakinnah, mawaddah, dan warahmah, tentunya dengan mengharap ridha Allah swt.

Dalam BAB II Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 11, menyatakan
bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak laki-laki telah mencapai umur 19 tahun dan pihak
perempuan telah mencapai umur 16 tahun. Namun hal itu harus mendapat izin dari kedua orang
tua. Seperti yang termaktub dalam BAB II Pasl 6 ayat 2, bahwa untuk melangsungkan
perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun maka harus mendapat izin dari kedua
orang tua.

Perkawinan dua insan antara seorang laki-laki dengan perempuan merupakan sunnah
Rasulullah saw, yakni suatu perilaku yang dipraktekkan beliau sebagai teladan bagi umat beliau,
disamping itu merupakan tuntunan dan kebutuhan manusiawi. Dalam menikah, di niatkanlah
untuk mengikuti jejak Rasulullah SAW untuk memperbanyak pengikut beliau dan agar
mempunyai keturunan yang sholeh, serta untuk menjaga kemaluan dan kehormatan dari
perbuatan yang dilarang agama.

Kita sebagai umatnya tentu sangat dianjurkan untuk mengikuti apa yang disunnahkan
olehnya sebagai bentuk ketaatan kita terhadap Rasulullah SAW. Karena ketika kita menaati
Rasulullah SAW berarti kita juga menati Allah SWT.
9
Thariq Kamal An-Nu‟aimi, Psikologi Suami-Istri, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2009), hlm. 21
10
Berdasarkan wawancara dengan Rina Konaya pada tanggal 22 Juli 2016.
11
Arso Sosroatmodjo, Hukum Perkawinan di Indonesia. (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hlm. 83
Memahami matan hadis tak lepas dari kajian linguistik bahasa, karena dalam sebuah
hadis terdapat lafadz yang akan menarik kita memahami dan menginterpretasikan hadis tersebut.
Sehingga hadis tersebut dapat diketahui apakah dapat dijadikan hujjah atau tidak. Dalam hadis
tersebut point pentingnya adalah kata ba‟ah, dimana telah kita ketahui sebelumnya bahwa kata
ba‟ah mencakup dua pengertian, yakni ba‟ah yang berarti bersetubuh dah ba‟ah yang berarti
biaya nikah.

B. Menurut Hukum

a) Perspektif UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974

Perkawinan terlarang telah diatur dengan jelas dalam UU Perkawinan pasal 8 dan pasal 9.
Pasal tersebut UU Perkawinan menjelaskan tentang larangan kawin karena adanya pertalian
nasab atau garis keturunan, hubungan persusuan dan peraturan lain yang berlaku dalam
agamanya.

b). Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Pembahasan KHI dalam hal larangan kawin ini dimuat pada Bab VI pasal 39 sampai pasal
44. Dalam Pasal 39 menjelaskan larangan kawin karena pertalian nasab atau keturunan, pertalian
kerabat semenda dan pertalian persusuan. Pasal 40 KHI dinyatakan dilarang melangsungkan
perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita dengan keadaan tertentu.

Pasal 41 KHI menjelaskan larangan perkawinan karena pertalian nasab dengan perempuan
yang telah dinikahinya. Pasal 42 KHI menjelaskan tentang larangan kawin bagi laki-laki yang
sudah mempunyai isteri empat. Pasal 43 KHI menjelaskan larangan terhadap isteri yang telah
ditalak tiga dan di li’an. Pasal 44 KHI 44 berisikan larangan bagi seorang wanita menikah
dengan laki-laki yang bukan beragama Islam12.

Berdasarkan uraian di atas tentang pernikahan yang dilarang menurut perspektif Undang-
undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa larangan
kawin diantaranya, yaitu pertalian nasab atau garis keturunan, pertalian kerabat, pertalian
persusuan, pertalian nasab dengan perempuan yang telah dinikahinya (pasal 8 dan 9 UU

12
Dr. H. Amiur Nuruddun, MA dan Drs. Azhari Akmal Tarigan, M. Ag, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet. Ke-1, h. 152-153.
Perkawina, pasal 39 dan 41 KHI). Bagi laki-laki tidak boleh memiliki istri lebih dari empat,
sesuai dengan ajaran Islam yang dimuat dalam pasal 42 KHI. Maksud dari pasal 43 KHI adalah
istri tidak diperbolehkan melaksanakan pernikahan ketika istri sudah di talak tiga oleh suaminya,
dan pasal 44 menjelaskan bahwa seorang wanita dilarang melangsungkan pernikahan dengan
seorang laki-laki yang bukan beragama Islam (non muslim).

Pernikahan yang dilarang dalam agama Islam seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
tidak di atur secara spesifik dalam hukum positif baik itu dalam Undang-Undang Perkawinan
maupun dalam Kompilasi Hukum Islam, akan tetapi dengan secara tidak langsung pernikahan
tersebut telah melanggar secara hukum secara materiil dan formil.

2. Hadist Tentang Anjuran Menikah

Shahih Bukhari

: ‫ َع ْن ‌َع ْبِد الَّرْح َمِن ْبِن َيِز يَد َقاَل‬،‫ َح َّد َثِني‌ُع َم اَر ُة‬: ‫ َح َّد َثَنا‌اَأْلْع َم ُش َقاَل‬:‫ َح َّد َثَنا‌َأِبي‬:‫َح َّد َثَنا‌ُع َم ُر ْبُن َح ْفِص ْبِن ِغَياٍث‬
،‫ ُكَّنا َم َع الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َش َباًبا اَل َنِج ُد َشْيًئا‬:‫ َفَقاَل َع ْبُد ِهللا‬،‫«َد َخ ْلُت َم َع َع ْلَقَم َة َو اَأْلْس َو ِد َع َلى َع ْبِد ِهللا‬
‫‌َمِن ‌اْسَتَطاَع اْلَباَء َة َفْلَيَتَز َّو ْج ؛ َفِإَّنُه َأَغُّض ِلْلَبَص ِر‬،‫ َيا‌َم ْعَش َر ‌الَّش َباِب‬: ‫َفَقاَل َلَنا َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬
‫‌َباُب َم ْن َلْم َيْسَتِط ِع‬،‌‫‌ِكَتاُب الِّنَك اِح‬،‫»رواه بخاري‬. ‫ َو َم ْن َلْم َيْسَتِط ْع َفَع َلْيِه ِبالَّص ْو ِم ؛ َفِإَّنُه َلُه ِو َج اٌء‬،‫َو َأْح َص ُن ِلْلَفْر ِج‬
‫اْلَباَء َة َفْلَيُص ْم‬

Telah menceritakan kepada kami [Amru bin Hafsh bin Ghiyats] Telah menceritakan kepada
kami [bapakku] Telah menceritakan kepada kami [Al A’masy] ia berkata; Telah menceritakan
kepadaku [Umarah] dari [Abdurrahman bin Yazid] ia berkata; Aku, Alqamah dan Al Aswad
pernah menemui [Abdullah], lalu ia pun berkata; Pada waktu muda dulu, kami pernah berada
bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Saat itu, kami tidak sesuatu pun, maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami: “Wahai sekalian pemuda, siapa diantara
kalian telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu dapat
menundukkan pandangan, dan juga lebih bisa menjaga kemaluan. Namun, siapa yang belum
mampu, hendaklah ia berpuasa, sebab hal itu dapat meredakan nafsunya13.”
13
https://ilmuislam.id/hadits/13097/hadits-bukhari-nomor-4678
Shahih Muslim

‫ َع ْن َع ْبِد‬، ‫ َع ْن ُع َم اَر َة ْبِن ُع َم ْيٍر‬،‫ َع ِن اَأْلْع َمِش‬،‫ َح َّد َثَنا َأُبو ُمَع اِو َيَة‬: ‫ َقااَل‬،‫ َو َأُبو ُك َر ْيٍب‬،‫َح َّد َثَنا َأُبو َبْك ِر ْبُن َأِبي َشْيَبَة‬
‫‌َمِن ‌اْسَتَطاَع‬،‫ «َيا‌َم ْعَش َر ‌الَّش َباِب‬: ‫ َقاَل َلَنا َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫ َقاَل‬،‫ َع ْن َع ْبِد ِهللا‬،‫الَّرْح َمِن ْبِن َيِزيَد‬
‫ رواه‬.» ‫ َفِإَّنُه َلُه ِو َج اٌء‬، ‫ َو َم ْن َلْم َيْسَتِط ْع َفَع َلْيِه ِبالَّص ْو ِم‬،‫ َو َأْح َص ُن ِلْلَفْر ِج‬، ‫ َفِإَّنُه َأَغُّض ِلْلَبَص ِر‬، ‫ِم ْنُك ُم اْلَباَء َة َفْلَيَتَز َّو ْج‬
‫ َو اْش ِتَغاِل َم ْن َع َج َز َع ِن اْلُم َؤ ِن‬،‫ َو َو َج َد ُم َؤ َنُه‬،‫مسلم ِكَتاُب الِّنَك اِح َباُب اْس ِتْح َباِب الِّنَك اِح ِلَم ْن َتاَقْت َنْفُسُه ِإَلْيِه‬
‫ِبالَّص ْو ِم‬

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Abu Kuraib keduanya berkata,
Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari Al A’masy dari Umarah bin Umair dari
Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang telah memperoleh kemampuan
menghidupi kerumahtanggaan, kawinlah. Karena sesungguhnya, perhikahan itu lebih mampu
menahan pandangan mata dan menjaga kemaluan. Dan, barangsiapa belum mampu
melaksanakannya, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu akan meredakan gejolak hasrat
seksual.” Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada
kami Jarir dari Al A’masy dari Umarah bin Umair dari Abdurrahman bin Yazid ia berkata; Aku
bersama pamanku Alqamah pernah masuk menemui Abdullah bin Mas’ud, yang pada saat itu
aku adalah seorang pemuda. Maka ia pun menyebutkan suatu hadits yang menurutku, ia
menuturkan hadits karena karena melihatku sebagai seorang pemuda. Ia berkata; Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda. Yakni sebagaimana haditsnya Abu Mu’awiyah. Dan
menambahkan; “Maka tidak lama kemudian aku menikah.” Telah menceritakan kepadaku
Abdullah bin Sa’id Al Asyajj telah menceritakan kepada kami Waki’ telah menceritakan kepada
kami Al A’masy dari Umarah bin Umair dari Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah; “Kami
pernah menemuinya dan pada saat itu aku adalah yang paling muda usianya (belum menikah).”
Yakni serupa dengan hadits mereka. Namun ia tidak menyebutkan; “Maka tidak lama kemudian
aku menikah14.”

14
https://www.hadits.id/hadits/muslim/2486
Sunan An-Nasa’i

‫ َع ْن َع ْب ِد‬،‫َد‬BB‫ َع ْن َع ْبِد الَّرْح َمِن ْبِن َيِز ي‬،‫ َع ْن ُع َم اَر َة‬،‫ َع ِن اَأْلْع َمِش‬، ‫ َح َّد َثَنا ُس ْفَياُن‬: ‫ َقاَل‬، ‫َأْخ َبَر َنا ُمَحَّم ُد ْبُن َم ْنُصوٍر‬
‫ َفِإَّن ُه‬، ‫ َفْلَيَت َز َّو ْج‬،‫ «َيا‌َم ْعَش َر ‌الَّش َباِب‌َمِن ‌اْس َتَطاَع ِم ْنُك ُم اْلَب اَء َة‬: ‫ َقاَل َلَنا َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫ َقاَل‬،‫ِهللا‬
‫ سنن النساء ِكَت اُب الِّنَك اِح‌‌اْلَح ُّث َع َلى‬.» ‫ َو َم ْن اَل َفْلَيُص ْم َفِإَّن الَّص ْو َم َل ُه ِو َج اٌء‬،‫ َو َأْح َص ُن ِلْلَفْر ِج‬، ‫َأَغُّض ِلْلَبَص ِر‬

‫الِّنَك اِح‬

.Telah mengkhabarkan kepada kami [Muhammad bin Manshur], ia berkata; telah menceritakan
kepada kami [Sufyan] dari [Al A’masy] dari [‘Umarah bin ‘Umair] dari [Abdur Rahman bin
Yazid] dari [Abdullah], ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada
kami: “Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang memilki kemampuan maka
hendaknya ia menikah, karena sesungguhnya hal itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih
menjaga kemaluan, dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaknya ia berpuasa karena
sesungguhnya puasa adalah pengekang baginya.” Telah mengkhabarkan kepada kami
[Muhammad bin Al ‘Ala`], ia berkata; telah menceritakan kepada kami [Abu Mu’awiyah] dari
[Al A’masy] dari [‘Umarah] dari [Abdur Rahman bin Yazid] dari [Abdullah], ia berkata;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami: “Wahai para pemuda, barang
siapa diantara kalian yang memiliki kemampuan maka hendaknya ia menikah… “ dan iapun
menyebutkan hadits tersebut15.

3. Faktor Penyebab pernikahan Dini

1. Ekonomi

Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di gariskemiskinan,
untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang
15
https://ilmuislam.id/hadits/32179/hadits-nasai-nomor-3158
dianggap mampu. Beban ekonomi pada keluarga sering kali mendorong orang tua untuk cepat-
cepat menikahkan anaknya dengan harapan beban ekonomi keluarga akan berkurang, karena
anak perempuan yang sudah nikah menjadi tanggung jawab suami. Sehubungan dengan hal ini
biasanya kita sering jumpai dipedasaan, orang tua tidak memikirkan usia anaknya yang mereka
pikirkan hanya menikahkan anaknya. Apalagi ketika yang datang melamar adalah dari keluarga
kaya, dengan harapan dapat meningkatkan derajatnya.Selain alasan-alasan diatas termasuk juga
alasan–alasan sebagai berikut:

a. Untuk sekedar memenuhi kebutuhan atau kekurangan pembiayaan hidup orang tuanya,
khususnya orang tua mempelai wanita. Sebab menyelenggarakan perkawinan anak-
anaknya dalam usia muda ini, akan diterima sumbangan-sumbangan berupa barang,
bahan, ataupun sejumlah uang dari handai taulannya yang dapat dipergunakan
selanjutnya untuk menutup biaya kebutuhan kehidupan sehari-hari untuk beberapa waktu
lamanya.
b. Untuk menjamin kelestarian ataupun perluasan usaha orang tua mempelai laki-laki dan
orang tua mempelai perempuan sebab dengan diselenggarakannya perkawinan anaknya
dalam usia muda dimaksudkan agar kelak si anak dari kedua belah pihak itu yang sudah
menjadi suami istri, dapat menjamin kelestarian serta perkembangan usaha dari kedua
belah pihak orang tuanya, dimana usaha-usaha tersebut merupakan cabang usaha yang
saling membutuhkan serta saling melengkapi. Bahkan setelah perkawinan usia muda
tersebut terjadi, lazimnya langkah-langkah pendekatan sudah mulai diambil, sedemikian
rupa sehingga kedua cabang usaha tersebut berkembang menjadi satu usaha yang lebih
besar.

2. Pendidikan

Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika seorang anak
putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini anak
tersebut sudah merasa cukup mandiri,sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri.
Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur. Dalam kekosongan
waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif. Salah
satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol membuat
kehamilan di luar nikah. Disini,terasa betul makna dari wajib belajar 9 tahun. Jika asumsi kita
anak masuk sekolah pada usia 6 tahun, maka saat wajib belajar 9 tahun terlewati, anak tersebut
sudah berusia 15 tahun. Di harapkan dengan wajib belajar 9 tahun(syukur jika di kemudian hari
bertambah menjadi 12 tahun), maka akan punya dampak yang cukup signifikan terhadap laju
angka perkawinan usia dini.Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak
dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih
dibawah umur dan tidak berpikir panjang tentang akibat dan dampak permasalahan apa yang
nanti akan di hadapi

3.Faktor orang tua

Alasan orang tua segera menikahkan anaknya dalam usia muda adalah untuk segera
mempersatukan ikatan kekeluargaan antara kerabat mempelai lakilaki dan kerabat mempelai
perempuan yang mereka inginkan bersama. Keinginan adanya ikatan tersebut akan membawa
keuntungan-keuntungan bagi kedua belah pihak, yaitu dimana mempelai laki-laki setelah
menikah tinggal di rumah mertua serta anak laki-laki tersebut dapat dimanfaatkan sebagai
bantuan tenaga kerja bagi mertuanya. Dimana perkawinan tersebut dilatar belakangi oleh pesan
dari orang tua yang telah meninggal dunia (orang tua mempelai perempuan atau orang tua
mempelai laki-laki) yang sebelumnya diantara mereka pernah mengadakan perjanjian sebesanan
agar tali persaudaraan menjadi kuat. Selain itu untuk memelihara kerukunan dan kedamaian
antar kerabat dan untuk mencegah adanya perkawinan dengan orang lain yang tidak disetujui
oleh orang tua atau kerabat yang bersangkutan dengan dilaksanakannya perkawinan tersebut.
Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat
lengket sehingga segera mengawinkan anaknya. Terkadang kekhawatiran orang tua terhadap
anak gadisnya juga menjadi faktor pernikahan dini, mengapa? Karena orang tua pada umumnya
ingin cepatcepat menikahkan anak gadisnya, karena mereka tak menginginkan anak gadisnya
jadi perawan tua.

4. Faktor adat

Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua
sehingga segera dikawinkan. Anak sejak kecil sudah di jodohkan sama orang tuanya, jadi adanya
perjodohan ini bertujuan untuk mengikat kekeluargaan antara kerabat mempelai laki-laki dan
kerabat mempelai perempuan yang memang telah di inginkan dan di rencanakan, jadi pada
intinya adanya perjodohan ini supaya hubungan kekeluargaan mereka tidak putus.

5. Media/pergaulan

Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern kian Permisif
terhadap seks. Terkadang pergaulan juga menjadi faktor pernikahan dini, ketika melihat
fenomena yang ada mereka lebih memilih untuk menikah di usia dini, dari pada menjalin
hubungan yang tidak berstatus halal. Di dalam melangsungkan suatu perkawinan, di sini wanita
tidak mengukur usia berapa dia dapat melangsungkan perkawinan. Hal ini berdasarkan pada
suatu kriteria yaitu apakah dia sudah mencapai tingkat perkembangan fisik tertentu. Kenyataan
tersebut disebabkan karena hukum adat itu tidak mengenal batas yang tajam antara seseorang
yang sudah dewasa dan cakap hukum ataupun yang belum. Di mana hal tersebut berjalan sedikit
demi sedikit menurut kondisi, tempat, serta lingkungan sekitarnya. Di sini yang dimaksud sudah
dewasa adalah mencapai suatu umur tertentu sehingga individu yang bersangkutan memiliki
sifat-sifat atau ciri-ciri antara lain :

a. Sudah mampu untuk menjaga diri.


b. Cakap untuk mengurus harta benda dan keperluan sendiri.
c. Cakap untuk melakukan segala pergaulan dalam kehidupan kemasyarakatan serta
mempertanggungjawabkan segala-galanya sendiri.

KESIMPULAN
Dalam persepektif islam, menikah merupakan salah satu anjuran yang diberikan kepada
umat muslim untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Menikah dianggap sebagai
cara untuk memenuhi kebutuhan sosial, emosional, dan seksual seseorang, serta untuk
membentuk keluarga yang sejahtera dan bahagia.

Menurut hukum islam, anjuran menikah bagi pemuda tidak terbatas pada usia tertentu,
namun dianggap wajar apabila seseorang sudah siap secara fisik, mental, dan finansial untuk
menikah. Namun demikian, hukum islam juga mengakui bahwa ada beberapa kondisi tertentu
yang dapat menghalangi seseorang dari menikah, seperti masalah agama atau masalah keuangan.

Dalam hukum KHI (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), anjuran menikah bagi
pemuda diatur dalam Pasal 1 ayat 2 UU Perkawinan. Menurut UU tersebut, anjuran menikah
bagi pemuda merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus diakui dan dilindungi oleh
negara. Namun demikian, UU Perkawinan juga menetapkan batas minimal usia pernikahan bagi
pemuda, yaitu sebesar 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita.

Kesimpulannya, anjuran menikah bagi pemuda merupakan salah satu anjuran yang
diberikan oleh agama dan hukum yang berlaku di Indonesia. Anjuran menikah bagi pemuda
dianggap sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan sosial, emosional, dan seksual seseorang,
serta untuk membentuk keluarga yang sejahtera dan bahagia. Namun demikian, anjuran menikah
bagi pemuda juga harus memperhatikan batas minimal usia pernikahan yang ditetapkan oleh
hukum, serta kondisi-kondisi tertentu yang dapat menghalangi seseorang dari menikah.

DAFTAR PUTAKA
Abduh Al-Barraq, Panduan lengkap Pernikahan Islami,ed. Anjelita Noverina & NoriPurwanasari
(Bandung: Pustaka Oasis, 2011), hlm. 3-4.
M. Taufik Mandailing,GOOD MARRIED, Raih Asa Gapai Bahagia cet. 2 (Yogyakarta:
IDEAPress Yogyakarta, 2013), hlm. 6-7
A. Mudjab Mahalli, Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya,cet. lV(Yogyakarta: Mitra
Pustaka,2003), hlm. 34.
Gus Arifin, Menikah Untuk Bahagia “Fiqih Pernikahan dan Kamasutra Islami”(Jakarta: PTElex
Media Komputindo, 2013), hlm. 10.
Abu Abdurrahman An-Nasai, Al-Mujtaba Min As-Sunan (tk: Maktab Al-Matbu’at Al-Islamiyah,
1986), Juz. 4. Hlm. 169.
http://bangka.tribunnews.com/2015/02/11/siswi-smu-diperkosa-dibawah-pohon-durian
http://www.merdeka.com/peristiwa/bocah-11-tahun-di-pekanbaru-dipolisikan-karena-cabuli-
anak-tetangga.html
http://www.merdeka.com/peristiwa/miris-bocah-12-tahun-8-kali-cabuli-anak-7-tahun.html
Thariq Kamal An-Nu‟aimi, Psikologi Suami-Istri, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2009), hlm. 21
Berdasarkan wawancara dengan Rina Konaya pada tanggal 22 Juli 2016.
Arso Sosroatmodjo, Hukum Perkawinan di Indonesia. (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hlm. 83
Dr. H. Amiur Nuruddun, MA dan Drs. Azhari Akmal Tarigan, M. Ag, Hukum Perdata Islam di
Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU No. 1/1974 sampai
KHI, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet. Ke-1, h. 152-153.
https://ilmuislam.id/hadits/13097/hadits-bukhari-nomor-4678
https://www.hadits.id/hadits/muslim/2486
https://ilmuislam.id/hadits/32179/hadits-nasai-nomor-3158

Anda mungkin juga menyukai