Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Tarikh Tasyri’ Pada Masa Taqlid


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tarikh Tasyri’

Dosen Pembimbing:

Dr. H. Ghofar Shidiq, M. Ag

OLEH:

Aldo lintang (30501700018)


Kelas : Syari’ah B

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2018
DAFTAR ISI

MAKALAH .................................................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 2
BAB I ............................................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 3
LATAR BELAKANG .......................................................................................................................... 3
RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................................... 3
BAB II........................................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ....................................................................................................................................... 4
A. Fiqih Pada Masa Taqlid ............................................................................................................. 4
B. Keistimewaan Masa Taqlid ........................................................................................................... 5
C. Tokoh Ulama Dan Karya Fiqh Masa Taqlid............................................................................ 6
D. Sebab Pintu Ijtihad Tertutup........................................................................................................ 8
E. Implikasi Tertutupnya Pintu Ijtihad ............................................................................................ 9
BAB III ....................................................................................................................................................... 11
PENUTUP .............................................................................................................................................. 11
KESIMPULAN ................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 12

2
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Ringkasnya, masa ini adalah masa menyusun fiqh secara menetapkan masalah-
masalahnya yang baru, menurut dasar yaang telah ditancapkan oleh imam-imam mereka dan
mentarjihkan menguatkan suatu pendapat dari pendapat yang berbeda-beda. Metode pengkajian
umumnya melalui sistem perbandingan, yaitu mempelajari pendapat semua fuqaha dari semua
madzhab, kemudian membandingkan satu sama lain dan dipilih mana yang lebih benar. Dalam
pada itu, dalam masa ini masih terdapat fuqaha’ yang mempunyai pembahasan-pembahasan yang
berharga dan kadang-kadang mereka menyalahi pendapat-pendapat imam. Dan pada masa itu
masih terdapat mujtahid muqayyad atau mujtahid madzhab. Periode ini menurut disebut juga
dengan periode Renaissance, berlangsung sejak abad ke 13 H. Disebut masa kebangkitan fiqih
karena pada masa ini timbul ide, usaha, dan gerakan gerakan pembebasan dari sikap taklid yang
terdapat dalam umat Islam dan ilmu pengetahuan Islam.

RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana Perkembangan Fiqh Pada Masa Taqlid ?
2) Apa Keistimewaan Masa Taqlid ?
3) Siapa Saja Tokoh-Tokoh Pada Masa Taqlid ? Dan Apa Saja Karya-Karyanya ?
4) Apa Penyebab Pintu Ijtihad Tertutup ?
5) Bagaimana Implikasi Tertutupnya Pintu Ijtihad Pada Masa Taqlid ?
BAB II

PEMBAHASAN
A. Fiqih Pada Masa Taqlid

Periode ini menurut disebut juga dengan periode Renaissance, berlangsung sejak abad ke 13
H. Disebut masa kebangkitan fiqih karena pada masa ini timbul ide, usaha, dan gerakan gerakan
pembebasan dari sikap taklid yang terdapat dalam umat Islam dan ilmu pengetahuan Islam.
Gerakan ini timbul setelah munculnya kesadaran umat Islam akan kelemahan dan kemunduran
kaum muslimin. Sebagai contohnya di Hijaz pada abad ke 13 H (sekitar abad 18 M) , muncul
suatu gerakan yang dipeloporioleh Muhammad Abdul Wahhab. Gerakan ini menyerukan
pembasmian bid’ah dan mengajak umat Islam untuk kembali pada Al-Qur’an dan As-Sunnah,
serta amalan amalan sahabat dalam mengamalkan ajaran ajaran Islam. Gerakan ini keudian
diikuti oleh sejumlah gerakan yang diikuti beberapa ulama, seperti Muhammad bin Sanusi di
Libya dan Afrika Utara, Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh di Mesir, Al Mahdi di
Sudan, K.H. Muhammad Dahlan, H.A. Karim Amrullah, dan T.M. Hasbi Ash Shiddieqy di
Indonesia, dan masih banyak lagi.
Pada dasarnya gerakan ini menyeru pada kebangkitan umat Islam, pengembangan Ilmu
pengetahuan Islam, meninggalkan taklid buta, kembali ke ajaran Al-qur’an dan sunnah, serta
mengikuti metode sahabat dan ulama sebelum masa kemunduran.
Pengaruh yang ditinggalkan pada periode ini adalah :
1. Usaha pengkajian dan penulisan kitab kitab fiqih.
2. Usaha menyusun hukum hukum fiqih secara sistem undang undang tanpa
membatasi diri dengan suatu madzhab tertentu.
Metode pengkajian umumnya melalui sistem perbandingan, yaitu mempelajari pendapat
semua fuqaha dari semua madzhab, kemudian membandingkan satu sama lain dan dipilih mana
yang lebih benar. Ada pun cara penulisan pada fase ini umumnya terfokus pada kajian hukum
tertentu seperti kitab khusus mengenai muamalat, jinayat, dan sebagainya.1 Kebangkitan fiqih
pada masa ini dapat ditandai dengan munculnya majalah Al-Ahkam Al-Addliyyah di kerajaan
Turki Usmani yang memuat persoalan muamalah (hukum perdata).
Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya pada zaman modern, ulama fiqih mempunyai
kecenderungan kuat untuk melihat berbagai pendapat dari berbagai madzhab fiqih sebagai satu
kesatuan yang tak terpisahkan. Sejak saat itu, kajian fiqih tidak lagi terikat pada salah satu
madzhab, tetapi telah mengambil bentuk kajian komparatif dari berbagai madzhab, yang dikenal
dengan istilah fiqih muqaran.
Muncul banyak pembaharu pasca Muhammad Abduh, Ridha, Al-Afgani. Seperti Gamal Al
Banna adik kandung Hasan Al-Banna yang telah menerbitkan banyak buku di Mesir,
seperti Nahwa Fiqhin Jadid (Menuju Fiqih Baru), Tatswirul Qur’an ( Revolusi Al-Qur’an), dan
sebagainya. Meskipun banyak tokoh yang apresiatif terhadapnya tetapi ada pula yang kontra. Dia
tetap konsisten. Barangkali inilah momentum kebangkitan fiqih dari Mesir maupun Timur
Tengah, meskipun harus diakui beberapa pembaharuan pada abad ke-20 ini begitu gencar di

1 Muhammad Zuhri, Hukum Islam Dalam Lintas Sejarah, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1997. Hlm. 132-135

4
mana mana. Di indonesia misalnya, banyak tokoh yang menampilkan wawasan fiqih yang
bernuansa dinamis, seperti Ali Yatie, Hasbi Ash-Shiddieqi, Abdurahman Wahid, dan tokoh
lainnya.

B. Keistimewaan Masa Taqlid


1. Pengembangan fiqih di Arab, Asia tengah dan India
Para ulama tidak sekaligus meninggalkan ijtihad, melainkan berangsur-angsur karena itu
dapatlah kita membedakan antara masa sebelum pertengahan abad 7 hijriyah (tahun 656 H) yaitu
masa ketika jatuhnya kerajaan Abasiyyah di Baghdad dengan terbunhnya al Mu’tashim, dengan
masa sesudahnya. Dalam masa itulah para ulama menghadapkan dirinya kepada taqlid sampai
pengaruhnya ke asia tengah dan India.2
Para imam telah meninggalkan warisan yang begitu berharga dan sangat besar, yaitu
hukum-hukum yang diperlukan oleh kejadian-kejadian. Pemerintah pun dalam menetapkan
seseorang untuk menjadi hakim dan mufti dan kedudukan lainnya mengambil dari orang-orang
yang mengikuti madzhab, baik di Timur maupun di Andalus dan Maghribi. Para fuqaha’ masa
taqlid itu sepakat meninggalkan ijtihad, adakala karena aneka ragam fatwa yang bersimpang siur
tak terkendalikan lagi, yang menyebabkan para fuqaha’ menjauhkan diri dari ijtihad, dan adakala
karena sudah malas untuk berijtihad, dan adakalanya pula memang pahamnya sudah tertumbuk
pada pendapat bahwa pintu ijtihad sudah tertutup. Mulai saat itu fiqh Islam sudah bercerai dari
sifat amaliyah yang praktis berpindah berjalan pada cara yang teoritis yang jauh dari segi-segi
praktek kehidupan, dan merupakan bentuk yang membeku, tidak mau menampung masalah yang
hidup dalam kehidupan umat.
Dalam pada itu, dalam masa ini masih terdapat fuqaha’ yang mempunyai pembahasan-
pembahasan yang berharga dan kadang-kadang mereka menyalahi pendapat-pendapat imam.
Dan pada masa itu masih terdapat mujtahid muqayyad atau mujtahid madzhab. Juga para fuqaha’
pada masa itu ada yang memberikan illat-illat hukum yang dikemukanan oleh para imam dan
menampung kaidah-kaidah serta mentarjihkan pendapat-pendapat yang berbeda-beda dari para
imam dalam sesuatu masalah.
Ringkasnya, masa ini adalah masa menyusun fiqh secara menetapkan masalah-
masalahnya yang baru, menurut dasar yaang telah ditancapkan oleh imam-imam mereka dan
mentarjihkan menguatkan suatu pendapat dari pendapat yang berbeda-beda.Menurut Ahli Tarikh
zaman taqlid terjadi beberapa periode yaitu :
a. Periode pertama ( Abad ke IV – jatuhnya baqdad ketangan ketangan bangsa tartar
pertengahan abad ke VII Hijrah ).
Masa ini masa ini masing-masing ulama menegakan fatwa imamnya menyeru umat
untuk bertaqlid dan mazhab yang dianutnya. Ulama Irak mempropagandakan supaya menganut
mazhab Imam Abu Hanifah, Ulama Madinah kepada mazhab Imam Malik, pada masa ini paling
kuat hanya mentarjih antara dua perkataan imam yang berlawanan sehingga berbunyi semboyan
: kami mazhab hanafi, disambut dengan dengan semboyan lain kami mazhab Malikiyah dan
begitulah seterusnya, meraka tidak segan-segan mengatakan kepada yang bukan mazhabnya
kalimat kafir.

2 Yayan Sofyan, Sejarah Pembentukan Hukum Islam, Depok:Gramata Pulishing,2010, Hlm. 136
b. Periode kedua
Periode ini, kelemahan ruh ijtihad terlihat jelas, sangat kurang ulama yang berani
memuncul ijtihad, kecuali beberapa orang saja diantaranya Al ‘iz ‘abdusslam (578 H-660 H),
Ibnu Daqiqil ‘id (615 H – 702 H ) Al-Bulqini ( 724 H -805 H ), Ibnu Rif’ah (645-858 H ), ibnu
hajar Asqalani (773-858 H), Ibnu Humam ( 790-911H). Ibnul Hajib (570-646 H), Ibnu Taimiyah
( 661 – 728 H ) Ibnu qayyim ( 691- 751 H), Al Asnawi ( 714 – 784 H), Al Jalalul Mahalli (791 –
864 H ) dan Al jalalus Sayuti ( 846 – 911 H ).
c. Periode ketiga
Pada periode ini ijtihad padam sama sekali, sehingga haram hukumnya berijtihad, namun
ditengah kepakuman ijtihad muncullah dua mujtahid yang masih diakui ijtihadnya yaitu
Muhammad Ibn Ismail Al Amir Ash-Sha’ani pengarang subulussalam dan Imam Asy Syaukani
pengarang Nailul Authar, kemudian pada abad XX bangunlah pujangga sunnah, ahli politik
yang terkenal yaitu Al Imam Muhammad Abduh.
d. Periode ke Empat
Pada periode ini adalah periode yang menantang muhammad Abduh yang menyerukan
kepada para ulama untuk berijtihad dan menyingkapkan tirai taqlid
Melihat dari periodesasi di atas nampaklah bahwa pertengahan abad ke-13, muncul
upaya reformasi (pembaharuan) untuk melepaskan diri dari taklid di kalangan umat Islam. Usaha
ini timbul setelah kaum muslimin sadar akan kelemahan dan kemunduran mereka akibat
perselisihan di kalangan umat Islam sendiri. Di pihak lain ada juga usaha-usaha non muslim
yang ikut menyokong kehancuran umat Islam. Bersamaan dengan itu banyak Negara-negara
Islam ditundukkan Barat di bawah kekuasaannya.
Dalam pada itu, dunia pada umumnya, terutama barat yang semula jauh ketinggalan
dibandingkan dengan dunia Islam, mulai maju dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mereka capai. Peradapan yang dahulu berada di tangan kaum muslimin, beralih ke Barat.
Mereka telah mengemukakan masa keemasannya.
C. Tokoh Ulama Dan Karya Fiqh Masa Taqlid
Ulama’ yang terkenal pada masa ini antara lain:
1. Imam Abu Hanifah (80 – 150 H)
Namanya Abu Hanifah al-Nu’man, terkenal dengan Imam ahl al-Ra’yi. Beliau lahir di
Kufah dan meninggal dunia di Baghdad. Muridnya yang terkenal adalah Abu Yusuf, Zufar bin
Hudzail bin Qa`is sl-Kufi, al-Hasan bin Ziyad, dan Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani.
Pada masa Khalifah Abu Ja’far al-Manshur berkuasa di Baghdad, Abu Hanifah diundang
ke Baghdad untuk menjabat hakim, tetapi beliau menolak berkali-kali, akhirnya beliau
dijebloskan ke dalam penjara dan kemudian dihukum cambuk. Akhirnya, ia meninggal dunia di
Baghdad dalam usia 70 tahun. Ciri yang paling menonjol adalah beliau lebih mengandalkan
Qiyas dalam penetapan hukum.
Pengaruh didunia: Irak, Turki, Affghanistan, Bukhara, Pakistan, India, Mesir teutama
kalangan akademik Jami’ah al-Azhar.

6
2. Imam Malik bin Anas (93 – 179 H/ 712 – 798 M)
Nama aslinya, Abu ‘Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abu ‘Amir bin ‘Amr bin al-
Harits, lahir dan meninggal dunia di Madinah. Karena itu, ia terkenal dengan Imam al-Haramain.
Murid-muridnya:
a) Al-Auza’i
b) Sufyan al-Tsauri
c) Sufyan bin ‘Uyainah
d) Ibnu al-Mubarak
e) Al-Syafi’i
Kitabnya: al-Muwaththa’, kitab hadits 1720 hadits, ditulis tahun 144 H atas perintah
Khlifah Ja’far al-Manshur. Ciri yang paling menonjol adalah sangat tergantung pada amalan
(praktik) penduduk Madinah, berdasarkan hadits Ahad yang shahih. Karya beliau yang paling
terkenal adalah Al-Muwaththa’.
Pengaruh di Dunia: Marokko, Mauritania, Mali, Al-Jazair, Tunisia, Libiya, Mesir
(Iskandariyah),Sudan Utara, Sinegal, Pantai Gading, Nigeria, Afrika Utara, Hijaz

3. Imam al-Syafi’i (150 – 204 H/ 767 – 820 M)


Nama aslinya, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Idris bin ‘Utsman bin syafi’i, lahir di
Ghazzah (kawasan Palestina Selatan) dan meninggal dunia di Mesir. Beliau hafal Kitab yang
ditulis Imam Malik, al-Muwaththa’. Tahun 195 H beliau hijhrah ke Baghdad untuk belajar dari
murid Imam Abu Hanifah, kemudian beliau berangkat ke Makkah. Tahun 198 H beliau kembali
lagi ke Baghdad; dan tahun 199 H beliau berangkat ke Mesir. Kumpulan fatwa selama di
Baghdad disebut Qaulun Qadim dan di Mesir disebut Qaulun Jadid. Beliau hafal al-Qur’an pada
usia 7 tahun.
Guru-guru beliau: Malik bin Anas, Muslim bin Khalid, Ibnu ‘Uyainah, Ibrahim bin
Sa’ad. Murid-Muridnya: Ahmad bin Hanbal, al-humaidi, Abu Thahir bin al-Buwaithi,
Muhammad bin Abdil Hakam.
Beliau pernah dipenjara dan disiksa karena tidak mengakui al-Qur’an sebagai makhluk
tetapi qadim. Karya-karyanya: al-Musnad, Mukhtalif al-Hadits, al-Sunan. Dalam bidang Fiqh
dan Ushul Fiqh : al-Umm, al-Risalah.Pengaruhnya diDunia: Kairo, Somalia, Eritria, Kenya
Afrika Timur, Zanzibar, Hadramaut,Pakistan, Asia, Suria, Libanon, Yaman (Yaman
Selatan), Emirat Arab, Indonesia, Brunei Darussalam,Malaysia, Filipina,
Ciri khasnya: pendapat lama (Qaulun Qadim) dan baru (Qaulun Jadid); dalam
menetapkan hukum, tidak menggunakan istihsan dan mengutamnakan hadist Ahad.

4. Ahmad bin Hanbal (164 – 241 H/ 780 – 855 M)


Nama aslinya, Abu ‘Abdillah bin Muhammad bin Hanbal al-Marwazi, lahir dan
meninggal dunia di Baghdad.
Beliau merantau ke Makkah, Madinah, Syam, Yaman, Basrah dan lain-lain. Beliau adalah
murid setia Imam al-Syafi’i. Beliau hafal 1000.000 hadis. Pendapat beliau menolak “al-Qur’an
adalah makhluk.” Sebagai akibatnya, beliau disiksa dan di penjara.
Muridnya: Imam al-Bukhari, Muslim, Ibnu Abiddunya dan Ahmad bin Abi al-
Hawarimi.Karyanya: Musnad al-Kabir berisi 40.000 hadits.

D. Sebab Pintu Ijtihad Tertutup


 Pertama, terbagi-baginya Daulah Islamiyah kedalam sejumlah kerajaan-kerajaan
yang saling bermusuhan para rajanya, penguasanya dan rakyatnya.
Hal ini menyebabkan mereka selalu sibuk dengan peperangan-peperangan, saling
menfitnah, memasang berbagai perangkap, tipu daya dan pemaksaaan dalam
rangka meraih kemenangan dan kekuasaan. Situasi dan kondisi seperti ini
melahirkan masa krisis umum sehingga semangat keilmuan dan kesenian menjadi
lemah dan terhenti. Krisis ini mempengaruhi terhentinya gerakan ijtihad dalam
pembentukan hukum.
 Kedua, pecahnya imam-imam mujtahidin kepada beberapa madzhab yang
masing-masing mempunyai corak sendiri.Masing-masing golongan membentuk
menjadi aliran hukum tersendiri dan mempunyai khittah tersendiri pula. Dan
setiap aliran hukum ini mempunyai pengikut dan kader-kader yang berusaha
mencurahkan segenap perhatiaanya dalam rangka membela dan memenangkan
madzhabnya masing-masing.
Disamping itu juga adakalanya dengan cara menyanjung-nyanjung para tokoh
ulama dan pemimpin mereka serta menonjol-nonjolkan kemampuan dan
kehebatan mereka. Kondisi inilah yang membuat para ulama madzhab sibuk dan
membelokkan mereka dari dasar-dasar pokok tasyri’ yaitu al-Quran dan Sunnah.
Dan tak seorangpun dari mereka yang mau merujuk kembali pada Alquran dan
Hadis, kecuali hanya sekedar untuk memperkuat madzhab imamnya walaupun
dengan cara menyimpang dalam memahami dan menakwilkan.
 Ketiga, umat Islam mengabaikan sistem kekuasaan perundang-
undangan.Sementara di sisi lain mereka juga tidak mampu merumuskan peraturan
yang bisa menjamin agar seseorang tidak ikut ber-ijtihad kecuali yang memang

8
ahli di bidangnya. Dengan demikian terjadilah krisis pembentukan hukum dan
ijtihad yang mengakibatkan praktek ijtihad dilakukan oleh orang-orang yang tidak
mempunyai keahlian. Orang-orang bodoh mempermainkan nash-nash syariat,
mereka berani berfatwa kepada umat Islam, maka munculah berbagai macam
fatwa hukum yang bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Situaisi dan
kondisi ini membuat para ulama merasa khawatir sehingga mereka mengambil
sikap kebijaksanaan hukum dengan cara menyatakan menutup pintu ijtihad dan
mengikat para mufti (ahli fatwa) dan hakim supaya tetap saja mengikuti
ketetapan-ketetapan hukum para imam mujtahid terdahulu. Inilah cara mereka
mengatasi atau mengobati krisis pembentukan hukum Islam dengan cara yang
bisa melahirkan sikap dan masa kebekuan (statis). Ini terjadi pada Abad ke IV H.
 Keempat, para ulama dilanda krisis moral yang menghambat mereka, sehinga
tidak bisa sampai pada level orang-orang yang melakukan ijtihad.Di kalangan
mereka terjadi saling menghasut dan egois mementingkan diri sendiri. Kalau
salah seorang di antara mereka berusaha mengetuk pintu ijtihad yang berarti akan
membuka pintu kemasyhuran bagi dirinya dan merendahkan rekan-rekan lainnya.
Kalau ia berani berfatwa mengenai suatu masalah menurut pendapatnya, maka
para ulama lainnya meremehkan pendapatnya dan merusak fatwanya dengan
berbagai macam cara.

E. Implikasi Tertutupnya Pintu Ijtihad


Aktifitas ijtihad sesungguhnya telah dimulai sejak masa Nabi, bahkan tindakan nabi dalam
memberikan fatwa yang kemudian dibenarkan oleh wahyu dipandang sebagai bentuk ijtihad oleh
mereka yang beranggapan bahwa Nabi sah sah saja melakukan ijtihad, seperti kasus tawanan
perang badar, di mana setelah beliau bermusyawarah dengan para sahabat lantas beerijtihad dan
memutuskan untuk membebaskan tawanan dengan membayar tebusan.

Setelah itu turunlah surat al-Anfal: 67 yang mengklarifikasi tindakan beliau tersebut. Ayat
tersebut berisi:

ِ ‫س َر ٰى َح ت َّ ٰى ي ُث ْ ِخ َن ف ِ ي ْاْل َ ْر‬
‫ض ۚ ت ُ ِر ي د ُو َن‬ ْ َ ‫َم ا كَ ا َن لِ ن َ ب ِ ي ٍّ أ َ ْن ي َكُ و َن ل َه ُ أ‬
‫َّللا ُ عَ ِز يز َح ِك يم‬ َّ ‫َّللا ُ ي ُ ِر ي د ُ ْاْل ِخ َر ة َ ۗ َو‬
َّ ‫ض ال د ُّنْ ي َا َو‬ َ ‫عَ َر‬
Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya
di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki
(pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Dalam karya ushulnya, az-Zuhaili menilai bahwa tindakan menutup pintu ijtihad merupakan
salah satu bentuk kebijakan yang bermuatan politis-temporal, atau sebagai langkah antisipatif
terhadap munculnya produk-produk ijtihad yang ditelorkan oleh orang-orang yang bukan
ahlinya. Dengan demikian ketika muatan-muatan maupun faktor-faktor itu telah tiada maka
seharusnya kembali pada hukum semula, yaitu terbukanya pintu ijtihad. Menurutnya, klaim
tertutupnya pintu ijtihad adalah klaim kosong yang berlangsung secara turun menurun dan tidak
berlandaskan argumentasi syara’ maupun akal.
Sebagaimana dikutip az-Zuhaili, Sekelompok ulama Syiah
mengatakan“Tertutupnya pintu ijtihad pada abad ke empat Hijriyah serta pembatasan ruang
aktivitas ijtihad merupakan salah satu kesalahan besar. Sekitar lebih dari tiga abad sebelumnya,
pinyu ijtihad terbuka lebar bagi ahlinya hingga memunculkan kekayaan intelektual dalam
berbagai macam ilmu baik fiqih maupun ushulnya.” Berdasarkan hal tersebut, maka tak ada
alasan untuk menutup pintu ijtihad.
Terbukanya pintu ijtihad ini diperkuat dengan penjelasan as-Suyuthi dalam karyanya “Ar-
Radd ila man akhlada ilal ardl”. Dalam karyanya tersebut ia menyebutkan pendapat seluruh
mujtahid atas kewajiban mengerahkan segenap kemampuan untuk menganalisis permasalahan-
permasalahan agama dengan melakukan penggalian hukum dari sumbernya serta mencela
perilaku taqlid.
Sama dengan as-Suyuthi, Syahrastni dalam karyanya “Al-Milal wa an-
Nihal” menegaskan bahwa semua manusia berdosa tatkala tidak ada satupun dari mereka yang
mendalami ilmu yang menghantarkannya pada derajat mujtahid. Ia mengemukakan argumen
bahwa peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan ibadah akan selalu berlangsung dan tidak
mengenal batas, sementara tidak setiap peristiwa-peristiwa tersebut telah termaktub hukumnya
dalam nash, dengan demikian ijtihad menjadi sebuah keharusan yang tak dapat dielakkan.

10
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Situasi kenegaraan yang barada dalam konflik, tegang, dan lain sebagainya itu ternyata
sangat berpengaruh kepada kegairahan ulama yang mengkaji ajaran Islam langsung dari sumber
aslinya Alqur’an dan Hadits. Mereka telah puas hanya dengan mengikuti pendapat-pendapat
yang telah ada, dan meningkatkan kepada tingkat tersebut kedalam madzhab-madzhab fiqhiyah.
Sikap seperti inilah yang mengantarkan Dunia Islam keadalam taklid, kaum Muslimin
terperangkap ke alam pikiran yang jumud dan statis.
Keistimewaan Masa Ini adalah di Pengembangan fiqih di Arab, Asia tengah dan
India. Para ulama tidak sekaligus meninggalkan ijtihad, melainkan berangsur-angsur karena itu
dapatlah kita membedakan antara masa sebelum pertengahan abad 7 hijriyah (tahun 656 H) yaitu
masa ketika jatuhnya kerajaan Abasiyyah di Baghdad dengan terbunhnya al Mu’tashim, dengan
masa sesudahnya. Dalam masa itulah para ulama menghadapkan dirinya kepada taqlid sampai
pengaruhnya ke asia tengah dan India.
Faktor-faktor yang terpenting yang menyebabkan terhentinya kegiatan ijtihad, dan
menetapi bertaqlid kepada para ulama terdahulu, diantaranya yaitu :
1. Terbagi-baginya Daulah Islamiyah kedalam sejumlah kerajaan-kerajaan yang saling
bermusuhan para rajanya, penguasanya dan rakyatnya
2. Pecahnya imam-imam mujtahidin kepada beberapa madzhab yang masing-masing
mempunyai corak sendiri.
3. Umat islam mengabaikan sistem kekuasaan perundang-undangan.
4. Para ulama dilanda krisis moral yang menghambat mereka, sehinga tidak bisa sampai
pada level orang-orang yang melakukan ijtihad.

Tokoh ulama masa ini :


1. Imam Hanafi
2. Imam Maliki
3. Imam Syafi’i
4. Imam Hanbali
DAFTAR PUSTAKA

Hasbi Ash-Shiddiq, Pokok-Pokok Pegangan Imam-Imam Madzhab Dalam Membina Hukum Islam.
Jakarta: Bulan Bintang, 1972.
Muhammad Zuhri, Hukum Islam Dalam Lintas Sejarah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Yayan Sofyan, Sejarah Pembentukan Hukum Islam. Depok: Gramata Publishing, 2010.

12

Anda mungkin juga menyukai