Anda di halaman 1dari 15

Transfusi Darah Menurut Pandangan Islam

Kelompok 8
Muh. Rusdan Djalil April Yani Andi Yaumil A.T. Dini Pratiwi N. Nurzulzilatun M. Sri Sulastri Ayu Mukarramah Novi Riyadah M. Cyntya Hapsari N. 110 210 0071 110 210 0072 110 210 0073 110 210 0074 110 210 0075 110 210 0076 110 210 0077 110 210 0078 110 210 0079

Keharaman Darah
Permasalahan yg terkait dalam pelaksanaan transfusi darah terkait status kenajisan darah dan keharaman mengkonsumsinya. Para ulama sepakat bahwa hukumnya najis dan haram untuk di konsumsi.

Artinya : "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Baqarah : 172)

Kenajisan Darah
Tidak ada dalil dalam Al-Quran dan hadist yang tegas menyatakan bahwa darah hukumnya najis, kecuali darah haid, sebagaimana disebutkan dalam hadist Nabi SAW :
dari Asma binti Abi Bakr r.a. menceritakan, seorang wanita pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, ya Rasulullah SAW bagaimana pendapat anda bila salah seorang kami kainnya kena darah haid, apa yg harys diperbuat ? Nabi menjawab : jika salahseorang di antara kamu kena darah haid, maka kikislah lalucuci dengan air, kemudian shalatlah dengan mengenakan pakaian itu

Transfusi Darah
Tranfusi darah yang dalam Bahasa Belanda dikenal dengan sebutan blood transfusi, adalah memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya.

Penerima sumbangan darah tidak disyaratkan harus sama dengan donornya mengenai agama/kepercayaan, suku bangsa, dan sebagainya. Karena menyumbangkan darah dengan ikhlash itu adalah termasuk amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan dianjurkan (mandub/recommanded) oleh Islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia, sesuai dengan firman Allah Swt. dalam surat Al-Maidah ayat 32 yang berbunyi :
Artinya : Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi (Q.S. Al-Maidah : 32)

Oleh karenanya, kita sebagai umat muslim boleh saja mentransfusikan darah untuk orang non-muslim (Katolik, Hindu, Budha, dan sebagainya), dan sebaliknya demi menolong dan saling menghormati harkat dan martabat sesame umat manusia (human dignity) karena Allah SWT telah memuliakan seluruh menusia : Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S. Al-Israa : 70)

Dalam Al-Quran tidak ada satu ayat dan hadist pun yang secara ekplisit Untuk memperoleh maslahah atau dengan nash yang sharih (clear statement) melarang transfusi darah, dan menghindari mafsadah dengan demikian transfusi darah diperbolehkan, bahkan donor darah itu (resiko/bahaya) ibadah, jika dilakukan dengan mencari keridhaan Allah Swt. dengan jalan menolong sesama manusia. Hal ini dapat dipahami dari hadist Nabi Muhammad saw. Yang diriwatkan oleh Umar bin Khatab r.a :

Pendonor

Penerima

Sesungguhnya perbuatan itu didahului dengan niat, dan sesungguhnya tiap-tiap perbuatan itu tergantung kepada apa yang diniatkannya.

Harus dilakukan pemeriksaan kesehatan yang teliti bagi keduanya.

Jelaslah bahwa persyaratan dibolehkannya transfusi darah itu berkaitan dengan masalah medis. Persyaratan medis ini harus dipenuhi, karena adanya kaidah-kaidah hukum Islam sebagai berikut :

1. Bahaya Harus Dicegah/Dihilangkan

2. Bahaya itu tidak boleh dihilangkan dan digantikan dengan bahaya lain. 3. Tidak boleh membuat mudharat kepada diri sendiri atau kepada orang lain.

Hubungan Antara Pendonor dengan Recipien


Transfusi darah itu tidak membawa akibat hukum kemahraman antara donor dan resipien. Sebab faktor-faktor yang dapat menyebabkan kemahraman sudah ditentukan oleh Islam sebagaimana tersebut dalam surat An-Nisa ayat 23[8], ialah :
1. Mahram karena adanya hubungan nasab, misalnya antara anak dengan ibunya atau saudaranya sekandung/sebapak/seibu dan sebagainya.

2. Mahram karena adanya hubungan perkawinan, misalnya antara seorang dengan mertuanya atau anak tiri dari isteri yang telah disetubuhi dan sebagainya.
3. Mahram karena adanya hubungan persusuan, misalnya hubungan antara seorang dengan wanita yang pernah menyusuinya atau dengan orang yang sepersususan dengannya dan sebagainya

Hukum Menjual Belikan Darah Dalam Islam


Mengingat darah termasuk salah satu yang diharamkan sebagai mana disebutkan dalam firman Allah Swt. dalam Surat Al-Maidah ayat 3, yang artinya : diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan).... (Q.S. Al-Maidah : 3)
Disamping itu terdapat pula nash yang menegaskan haramnya darah secara muqayyad, seperti firman Allah Swt. yang terdapat dalam Surat Al-Anam ayat 145 : Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu memakannya, kecuali kalau yang diharamkan bagi orang yang hendak . . . mengalir atau daging babi yang makanan itu bangkai, atau darah

Dari kedua ayat diatas dapat dipahami bahwa darah yang mengalir termasuk didalammnya darah manusia dihukumkan sebagai najis, kecuali barang najis yang ada manfaatnya bagi manusia, seperti kotoran hewan yang untuk keperluan rabuk. Menurut mazhab Hanafi dan Dzahiri, Islam membolehkan jual beli barang najis yang ada manfaatnya seperti kotoran hewan. Maka secara analogis (qiyas), mazhab ini membolehkan jual beli darah manusia, karena besar sekali manfaatnya bagi manusia guna menololng jiwa sesama manusia yang memerlukan transfusi darah karena operasi, kecelakaan, dan sebagainya.

Namun menurut pendapat Masjfuk Juhdi, jual beli darah manusia itu tidak etis disamping bukan termasuk barang yang diperbolehkan untuk diperjualbelikan karena termasuk bagian manusia yang Allah Swt. muliakan dan tidak pantas untuk diperjualbelikan, karena bertentangan dengan tujuan dan misi semula yang uhur, yaitu amal kemanusiaan semata, guna menyelamatkan jiwa sesama manusia. Karena itu, seharusnya jual beli darah manusia itu dilarang baik menurut hukum Islam maupun hukum positif di Indonesia, jual beli darah ini bertentangan dengan moral agama dan moral Pancasila, terutama Sila I dan II, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.

ahwa transfusi darah diperbolehkan didalam agama Islam, tetapi tidak menimbulkan status B hukum baru antara pendonor dan resipien, seperti adanya larangan untuk saling menikah (adanya hubungan kemahrman).
Bahwa transfusi darah dibolehkan kepada siapapun juga tanpa memandang adanya kesamaan agama/keyakinan, suku, ras, bangsa, dan sebagainya, karena semata-mata untuk tujuan kemanusiaan Hukum menjualbelikan dalam Islam, terbagi kepada : 1. Boleh menurut mazhab Hanafi dan Dzahiri, dengan alasan besarnya manfaat dari jual beli darah tersebut. 2. Dilarang menurut hukum positif di Indonesia dan hukum Islam, karena bertentangan dengan moral agama dan pancasila, khususnya sila I dan IIDilarang menurut hukum positif di Indonesia dan hukum Islam, karena bertentangan dengan moral agama dan pancasila, khususnya sila I dan II Bagi pendonor diperbolehkan menerima imbalan atau penghargaan dari resipien, tanpa adanya unsur ikatan dan transaksi.

Kesimpulan

Pertanyaan
Kahar : Apakah diperbolehkan darah non muslim masuk ke tubuh muslim ? A. Eka : Non muslim memakan makanan haram, apakah masih termasuk haram atau halal masuk ke tubuh muslim ? Azzam : Bagaimana hukum memakan makanan yang masih berdarah ? Suryadi : bagaimana hukum org yg tdk pantas mendonorkan darahnya tapi dia sungguh2 ingin mendonorkan darahnya ? Restian : diantara kedua pendapat tadi yang mana lebih shahih ?

Anda mungkin juga menyukai