Anda di halaman 1dari 11

Nasihat untuk Waria0 comments By admin Dipublikasikan pada Senin, 6 Juni 2011 | 4:08 O.

Solihin

Sobat muda muslim, selama ini waria alias wadam alias banci emang amat akrab dengan dunia malam dan pinggiran jalan. Berbaur dengan para penjaja cinta dan hawa nafsu di keremangan malam dan temaram lampu jalanan. Biasanya begitu ada petugas tramtib, mereka larinya paling kenceng. Maklum, secara fisik mereka memang laki-laki. Tetapi kini para waria berani tampil beda. Ada yang pernah mencalonkan dirinya jadi anggota legislatif daerah, ada yang berani menulis buku menyuarakan pendapatnya memilih jadi waria, di televisi makin banyak orang yang memerankan (atau memang sudah?) jadi waria, ada penyelenggaraan khusus untuk kontes waria seperti gelaran Miss Waria, bahkan ada yang nekat akan menikah sesama waria. Wah, gimana jadinya ya kalo pria nikah dengan pria lagi? Ada-ada saja! Padahal manusia kan berkembang biak secara generatif, bukan vegetatif alias bertunas kayak pohon pisang atau membelah diri kayak molusca. Tul nggak? Menurut Guru Besar Psikologi UGM Prof Dr Koentjoro, ketika ditanya alasan orang yang menjadi waria, hal itu bisa diakibatkan bila peran ibu dalam mengasuh anaknya lebih besar dan memperlakukan anak laki-laki layaknya perempuan. Mungkin dalam kehidupan keluarga mayoritas perempuan sehingga jiwa yang terbentuk adalah jiwa perempuan (www.jawapos.com, 08/06/2005) Beliau juga menjelaskan bahwa, kecenderungan menjadi waria lebih diakibatkan oleh salah asuh atau pengaruh lingkungan sekitarnya. Bukan penyakit turunan atau karena urusan genetik. Ini pun diakui oleh Merlyn Sopjanwaria, penulis bukuJangan Lihat Kelaminku (Republika, 29/10/2004) Bro en Sis, Allah Swt. hanya menciptakan dua jenis kelamin bagi manusia. Laki-laki dan wanita. Itu saja. Nggak ada jenis ketiga. Firman Allah Swt. (yang artinya): Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.(QS an-Nis [4]: 1)

Berdasarkan keterangan ayat ini amat jelas bahwa Allah Swt. hanya menciptakan manusia berpasangan, yakni laki-laki dan wanita. Nggak ada jenis ketiga. Apalagi yang sekarang disebut waria, yang emang udah jelas-jelas laki yang berlagak dan merasa menjadi perempuan. So, waria emang tidak diciptakan. Itu sebabnya, menjadi waria itu adalah berdosa.

Kalo yang berkelamin ganda? Orang yang berkelamin ganda bukan waria atau banci. Itu hal lain. Memang benar kalo dikatakan bahwa para ahli fiqih Islam telah mendefinisikan istilah khanatsa, yakni orang yang mempunyai alat kelamin laki-laki dan kelamin wanita, atau bahkan tidak mempunyai alat kelamin sama sekali. Keadaan yang kedua ini menurut para fuqaha dinamakan khuntsa musykil, artinya tidak ada kejelasan. Sebab, setiap manusia seharusnya mempunyai alat kelamin yang jelas, laki atau perempuan. Kejelasan jenis kelamin seseorang akan mempertegas status hukumnya. Utamanya dalam menjalankan syariat. Seperti sholat, haji, batasan aurat, dan lain-lain. Kalo nggak jelas kan bingung. Jangan sampe kejadian, ketika diwajibkan pake jilbab, tapi jenggotan dan suaranya berat. Gimana urusannya kan? Oleh karena itu, adanya dua jenis kelamin pada seseorangatau bahkan sama sekali tidak adadisebut sebagai musykil. Ini membingungkan karena tidak ada kejelasan, kendati pun dalam keadaan tertentu kemusykilan tersebut dapat diatasi, misalnya dengan mencari tahu dari mana ia membuang pipisnya. Bila urinenya keluar dari penis, maka ia divonis sebagai laki-laki dan aturan hukumnya jelas, yakni sesuai dengan yang dibebankan untuk laki-laki. Sedangkan jika ia mengeluarkan urine dari vagina, ia divonis sebagai wanita dan tentunya menjalankan syariat sesuai dengan jenis kelaminnya. Namun, bila ia mengeluarkan urine dari kedua alat kelaminnya (penis dan vagina) secara berbarengan, maka inilah yang dinyatakan sebagai khuntsa musykil. Ia akan tetap musykil hingga datang masa akil baligh. Menentukan status kelaminnya bisa juga dilakukan dengan cara mengamati pertumbuhan badannya, atau mengenali tanda-tanda khusus yang lazim sebagai pembeda antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya, bagaimana cara ia bermimpi dewasa (maksudnya mimpi dengan mengeluarkan air mani, gitu lho), apakah ia tumbuh kumis dan jenggot, apakah

tumbuh payudaranya, apakah ia haid sehingga memungkinan untuk hamil, dan sebagainya. Bila tanda-tanda tersebut tetap tidak tampak, maka ia divonis sebagai khuntsa musykil. Kenapa kudu jelas? Sebab akan membantu dalam praktik penerapan syariat Islam. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. ketika ditanya tentang hak waris seseorang yang dalam keadaan demikian, maka beliau menjawab dengan sabdanya: Lihatlah dari tempat keluarnya air seni. Cuma masalahnya, kalo waria itu bukan termasuk jenis khuntsa apalagi khunsta musykil, wong dia udah jelas laki-laki kok. Secara fisik memang laki-laki, cuma karena faktor lingkungan yang membentuknya aja yang membuatnya bergaya bak perempuan.

Menyelamatkan waria Tulisan di gaulislam edisi pekan ini, mungkin saja dibaca oleh para waria. Maka, kepada para waria, semoga Allah memberi kalian kesadaran yang utuh tentang Islam. Semoga Allah memudahkan kalian untuk mempelajari Islam dengan benar. Karena Islam adalah obat mujarab untuk menyelamatkan kehidupan kita di dunia ini. Saya tahu, bahwa sebagian dari kaum muslimin yang tahu tentang Islam hanya mampu untuk berusaha menyadarkan dengan menyampaikan kebenaran ajaran Islam, khususnya tentang waria ini. Selebihnya, Allah Taala yang akan menentukan apakah kalian mendapatkan petunjukNya atau tidak. Sebagaimana firmanNya:Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS al-Qashash [28]: 56) Tapi saya berharap semoga Allah memberikan hidayahNya kepada kalian semua. Asal, kalian juga mau untuk mengubah kondisi kalian dan berupaya untuk mau kembali ke jalan yang benar. Insya Allah. Setelah banyak dijelaskan dalam tulisan ini, meski dengan pembahasan yang global semoga menjadi pembuka pintu hidayah Allah. Tentu, asal kalian juga mau mencari kebenaran Islam dan mencampakkan hawa nafsu dan ideologi lain. Kita juga berharap ada upaya serius dari semua kalangan untuk kembali kepada Islam. Karena masalah yang ada saat ini lebih diakibatkan karena sebagian besar dari kita menjauhkan Islam dalam kehidupan kita. Maka, kita harus mulai mengkajinya dan memahami, serta mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari kita. Kita bisa

bersama-sama (keluarga, masyarakat dan juga negara) untuk menyadarkan kaum waria supaya kembali ke jalan yang benar. Tapi kayaknya kita harus berhenti berharap kepada negara yang menerapkan kapitalismesekularisme seperti saat ini, karena tentu saja negara nggak bakalan mau memberangus kemaksiatan dan kebatilan yang selama ini dibebaskan untuk warganya dan dilindungi dengan undang-undang. Itu sebabnya, kita juga kudu mengkampanyekan kepada pemerintah agar mau menerapkan Islam sebagai ideologi negara. Kepada para waria, kebebasan yang kalian nikmati saat ini adalah kebebasan semu. Cuma fatamorgana. Boleh jadi hanya akan kalian nikmati di dunia ini saja. Karena untuk bisa menikmati indahnya akhirat, kita harus menanam amal yang benar dan baik sesuai tuntunan syariat Islam. Jika tidak, atau sampai akhir hayat berlumur dosa karena memperturutkan hawa nafsu dan tak mau taat kepada ajaran Islam, tentunya cuma kerugian yang didapat. Jadi, sebelum ajal menjemput, semoga kalian, dan kita semua sadar dan mau tunduk kepada aturan Islam ini. Semoga. Bang Rhoma pernah memberi nasihat dengan berdendang dalam sebuah lagu enerjik berjudul Euphoria, Kini kita tiba pada era kebebasan. Awas jangan salah mengartikan kebebasan. Bukan bebas lepas melakukan pelanggaran. Kebebasan bagi manusia bukanlah tanpa batasan. Sebagai makhluk berbudaya kita terikat aturan. Indahkanlah norma-norma agama. Patuhilah rambu-rambu berbangsa. Tinggalkanlah segala kemunkaran Jauh sebelum Bang Rhoma teriak-teriak di atas panggung, Islam sudah mengajarkan bahwa kita tak boleh bebas melakukan apa pun atas dasar memperturutkan hawa nafsu. Sebaliknya kita hanya terikat dan patuh kepada ajaran agama kita. Bukan tunduk kepada ajaran dan aturan hidup selain Islam. Firman Allah Swt. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS al-Ahzab [33]: 36) Kita memang ingin bebas. Tapi bukan berarti kebebasan tanpa batas dan kelewat batas. Kita masih tetap manusia, yang masih harus tunduk kepada aturan buatan pencipta kita, Allah Swt. Bukankah jiwa dan raga ini adalah milik Allah Taala? Alangkah tidak adilnya dan tentu betapa dzalimnya diri kita jika kita yang sudah diciptakan oleh Allah Swt. tega berbuat

durhaka kepadaNya. Apa yang kita banggakan jika Allah saja membenci kita? Apakah kita pantas untuk bangga dengan mengandalkan pujian dan dukungan manusia ketika kita berbuat maksiat kepada Allah Taala? Ayolah, taati Allah Swt. yang telah menciptakan kita dalam bentuk yang sempurna (baca: berakal). Sembahlah Dia dengan taatnya kita kepadaNya. Oke? Wallahualam [dimuat di Buletin Remaja gaulislam, edisi 189tahun ke-4, 6 Juni 2011]

PAKAIAN IHRAM BAGI WARIA TEMPO INTERAKTIF MUSIM haji belum tiba, ini bukan soal. Karena di hari-hari ini juga sedang banyak jemaah ke Mekah. Mereka melakukan umrah -- yang populer disebut "haji kecil". Umrah boleh dilaksanakan sepanjang tahun -- kecuali pantangnya pada hari Arafah, Nahr, dan Tasyrieq. Tetapi, sebelum melawat ke Amerika Serikat, kepada Kedaulatan Rakyat (juga disiarkan RRI), akhir Desember lalu, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Pusat, K.H. Hasan Basri, menyatakan bahwa kaum waria atau wadam alias banci yang menunaikan ibadah haji wajib mengenakan pakaian ihram laki-laki. "Waria itu pada hakikatnya laki-laki, karena mempunyai kelamin lelaki. Jadi, wajib hukumnya mengenakan pakaian laki-laki. Kalau ada waria mengenakan pakaian ihram wanita, itu namanya menipu," katanya. Berita KR itu juga mengutip fatwa MUI: seseorang yang mempunyai dua jenis kelamin boleh memilih pakaian ihram sesuai dengan keinginannya. Kiranya, memang ada sedikit beda pendapat. Bagi H. Abdul Qadir Basalamah, misalnya, soalnya sederhana. "Terserah dia, ikuti saja kecenderungannya sehari-hari," kata mantan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Departemen Agama, tetapi masih Ketua Dewan Pimpinan Harian MUI Pusat itu. Jika selama ini terbiasa sebagai wanita, katanya, waria itu harus berpakaian ihram untuk wanita. Dalam suatu pengajian, soal ini pernah pula ditanya orang pada Ketua Umum PP Muhammadiyah, K.H. A.R. Fakhruddin. Dalam masalah ini, Muhammadiyah menyarankan, pakaian ihram bagi waria disesuaikan dengan bentuk lahiriahnya -- bukan pada kecenderungannya sehari-hari. "Kalau bentuk lahirnya lelaki, kenakan pakaian ihram lakilaki. Kalau bentuk lahiriahnya berat ke perempuan, pakailah pakaian ihram perempuan," katanya. Ia juga anggota Dewan Pertimbangan MUI Pusat. Ia menoleh pada salah satu hadis Nabi: Ak menerapkan hukum menurut lahiriahnya. Memang, tegasnya tak ada ayat quran atau hadis Nabi yang menentukan pakaian ihram untuk waria -- atau aturan beribadat yang khusus bagi mereka. Toleransi? "Islam itu tak membeda-bedakan," ujar Pak A.R., demikian ia akrab dipanggil. "Keislaman seseorang itu bergantung pada imannya. Dan yang tahu soal itu, ya, yang bersangkutan sendiri. Dan Allah itu Mahatahu," tambahnya. Pandangan NU juga tak jauh beda. "Kecenderungan peri laku mereka sehari-hari yang dijadikan pijakan hukum," kata K.H. Imron Hamzah, Wakil Ketua Tanfiziah NU Ja-Tim. "Sebab, fiqh hanya melihat unsur lahiriahnya," tambah H. Mansur Adnan, Katib (sekretaris) Syuriah NU Ja-Tim. Lain dengan

Dr. H. Peunoh Daly, Dekan Fakultas Syariah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, yang juga anggota pleno MUI Pusat. Jenis kelaminnya harus ditentukan dulu katanya, setelah itu baru diputuskan pakaian ihramnya. Dan seseorang -- normal atau waria -- dinilai sebagai pria atau wanita berdasarkan jenis kelaminnya. "Para ahli hukum Islam berpegang pada batasan itu," kata Peunoh. Untuk menentukan jenis kelamin waria, ia menyarankan bahwa dokterlah yang memeriksanya. Bila waria itu memiliki dua jenis kelamin, harus dilihat kelamin mana yang berfungsi meski ia masih berhak memilih mau jadi apa. Misalnya dengan operasi salah satu alat kelaminnya. Dalam kitab fiqh, masalah ini sudah dibicarakan. Waria itu disebut huntsa (asal kata dari hanatsa, lembut). Ini karena suara mereka lembut -- selain gaya berjalan lenggang-lenggok bak wanita. Menurut sejarawan Muhammad ibn Umar al-Waqidi dalam bukunya al-Maghazi (Peperangan), di zaman Nabi Muhammad saw., ada tiga huntsa hidup di Madinah. Namanya Matik, Hadam, dan Hyit. Menjelang Perang Taif di bulan Syawal, tahun 8 Hijri, seorang huntsa menemui Umm Salamah, istri Nabi. Ia dibiarkan saja, sebab dianggap tak punya nafsu seks alias uli al-irbah. Toh Nabi melarang ia menemui istri beliau. Tiga huntsa yang tinggal di desa itu setiap Jumat masuk Kota Madinah: mengemis. Karena itulah mereka "terhina", jadi bukan lantaran melacur. Karena bentuk fisiknya lelaki, padahal sifatnya hanatsa, orang curiga. Jangan-jangan lelaki yang menyaru sebagai perempuan, lalu menggoda perempuan. Tetapi lebih rinci, kisah huntsa itu dibicarakan oleh Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari (Pembukaan Sang Pencipta). Mereka menyerupai perempuan, dan dilarang bergaul dengan para wanita. Lalu diusir sampai ke makam Baqi, dekat Masjid Nabawi. Dalam kitab Shahih Bukhari, soal ini dibicarakan dalam bab nikah, perang, dan peri laku. Ulama lain yang membahas huntsa adalah Sayuthi, Ibn Hajar, Nawawi, Abu Syuja', Baijuri, Syawkani. Bahkan juga keempat imam mazhab yang besar: Maliki, Syafi'i, Hanafi, dan Hambali. Bisa dipahami, sebab ini menyangkut penentuan hukum beribadat, nikah, dan waris. Mereka sepakat ada dua jenis waria. Pertama, huntsa muthlaq alias hermaphrodite-vera -- waria yang punya alat kelamin tertentu. Misalnya seseorang yang berparas cantik dan bersuara lembut tapi alat kelaminnya lelaki, maka ia sebagai lelaki. Jenis kedua disebut huntsa musykil atau pseudo hermaphrodite -- tak jelas alat kelaminnya. Mereka bisa memiliki alat kelamin ganda atau bogo purus. Menurut Dr. H. Ali Akbar, Lektor Kepala Bagian FKUI dan Kepala Bagian Fisiologi Sekolah Tinggi Kedokteran YARSI dan FK Trisakti, hermafrodit mudah diteliti. Pada pria, bila ia memiliki alat kelamin laki (normal), tapi juga punya semacam alat kelamin perempuan di bawah kelamin lelaki: berupa lubang.

Pada wanita, bila ia punya alat kelamin perempuan alias faraj, tapi di tengah ada "semacam" kelamin lelaki berupa daging menonjol. Nah, mana pria, mana wanita, itu tergantung alat kelamin mana yang berfungsi. Soal hermafrodit sudah jelas batasannya. Jadi, tak dibincangkan lagi. Para ulama lebih banyak mempersoalkan huntsa musykil bila salah satu alat kelamin atau kedua duanya kecil atau tak normal. "Bagi kami,ia itu wanita atau pria," kata Sayuthi dan Mahalli dalam Tafsir Jalalayn (Tafsir karya Dua Jalal). Maksudnya, bisa pria, bisa pula wanita. Namanya juga musykil. Rasulullah sendiri memberikan batasan, "Tengoklah, dengan apa ia buang air kecil." Batasan ini jadi pegangan Imam Syafi'i dalam alUmm (Induk). Tapi kalau belum jelas dengan alat mana ia buang air kecil, Syafi'i memutus agar si waria dianggap sebagai wanita -- sembari menunggu ada kepastian lanjut. Kesimpulan. huntsa muthlaq dianggap sebagai pria atau wanita bergantung pada alat kelaminnya yang berfungsi. Sedang huntsa musykil dinilai sebagal wanita (untuk sementara). Atau barangkali tergantung kecenderungannya sehan-hari atau bentuk fisiknya. Tapi mereka boleh memilih sebagai apa? Dan dari situ ditentukan jenis pakaian ihramnya. Di zaman Nabi, masyarakat tentu belum terlalu kompleks. Begitu pula problem sosial-budaya saat itu. Sementara itu penentuan jenis kelamin bagi waria di zaman kita kini rupanya memang tak segampang di zaman itu. Sekarang penentuan jenis kelamin dalam ilmu kedokteran bukan saja berdasarkan pemeriksaan fisik tapi juga pemeriksaan histologis gonad, hormonal, dan observasi psikologis. Huntsa muthlaq, punya dua jenis kelenjar seks (gonad): ovarium yang memproduksi hormon wanita dan ova (telur), serta tekstikel yang memproduksi hormon dan spermatozoa. Pada mereka terjadi ketidaksesuaian antara organ kelamin dan organ seks dalam tubuh. Punya penis (atau zakar) tapi tak punya tekstikel. Atau punya vagina tapi tak punya rahim -- hingga pertumbuhan alat kelamin tak sempurna. Ada wanita punya "penis" berbentuk sangat kecil, ada pria punya "klitoris" yang tumbuh besar menyerupai penis. Atau bisa tumbuh kelamin ganda. Kondisi genetik biasanya mengikuti organ seks bagian dalam. Tetapi kondisi psikologis juga punya andil besar. Misalnya, anak lelaki yang sejak kecil diperlakukan sebagai perempuan akan mengalami perkembangan hormonal tak seimbang. Faktor psikologis ini sering menyulitkan pemeriksaan. Peran seks dan kemauan umumnya didorong karena faktor ini, kendati sebenarnya telah menentang kodrat. Budiman S. Hartoyo, Ahmadie Thaha (Jakarta), Aries Margono (Yogya), Wahyu Muryadi (Surabaya)

"Nikmati tulisan lengkap artikel ini pada versi cetak dan versi digital majalah Tempo" Silahkan hubungi customer service kami untuk berlangganan edisi cetak di 021-5360409 ext 9. Silahkan hubungi Pusat Data Analisa Tempo untuk mendapatkan versi arsip dalam bentuk PDF, di 021-3916160

SEBENARNYA tak sulit bagi kaum waria menunaikan ibadah haji. Bukan lantaran Islam tak membedakan jenis kelamin dan warna kulit. Tapi, walaupun ia ulama, juga percaya: waria punya hati murni. Dan hanya Allah yang tahu keimanan hamba-Nya -- dan tak ada hak sesama manusia mengukur, misalnya soal ghirah. Ini memang sangat abstrak, sementara dalam lubuk kalbu mereka berbisik, "Ya Allah, Engkau kodratkan aku begini. Aku beribadat kepada-Mu. Aku tidak menipu-Mu." Selanjutnya, inilah kisah waria yang sejak 1974 hingga 1986 berhaji sudah sembilan kali dan umrah empat kali. Namanya Maya Rissa, 40 tahun. Sehari-hari ia dipanggil Mak, Kak, atau Ibu Haji. Wajahnya feminin. Payudaranya montok setelah dioperasi (1968). Kepada TEMPO ia mengaku berkelamin ganda. Tanpa menyebut pendidikannya, Maya adalah pengusaha jual-beli berlian dan kontraktor. Selain sebagai paranormal, ia bendahara Himpunan Waria MKGR. Rumahnya banyak diisi barang antik, persis di depan Pasar Tanah Abang, Jakarta. Pemegang gelar Juara I Waria Eksentrik (1983), dua tahun kemudian ia Juara I Waria Luwes. Lahir di Banjarmasin dari keluarga taat, pada 1970 ia berniat menunaikan rukun Islam kelima. Ia berdoa, dan makbul pada 1974. Setiap kali ke Tanah Suci ia berombongan dengan sanak-famili dan para pembantunya. Maya yang mengongkosmya dan dibantu orang lain. Kini belasan pembantunya sudah haji dan hajah. Merasa haqqul yaqien Allah memanggilnya, ia berangkat haji sebagai wanita. Alhamdulillah, lolos pula dalam pemeriksaan. "Setiap saat saya selalu berdoa 'Ya Allah, Engkau takdirkan aku begini, bagaimana pula aku berbakti kepada-Mu? Aku pasrah kepada-Mu'," tuturnya. Ketika di Jeddah diperiksa, dan takut terhalangi (muhsar) masuk Mekah, maka ketatlah ia sembunyikan "alat"-nya. Kenapa tak berpakaian lelaki? "Memang tidak. Sejak kecil saya sudah terbiasa berpakaian wanita. Lagi pula, bila mengenakan pakaian ihram lelaki - yang bertelanjang dada itu - bagaimana dengan payudara saya ini?" tanya Maya. Lain dengan Francisca Fuad Pranoto, 39 tahun. Ia menunaikan umrah pada 1983. Lalu mukim sebentar, baru menunaikan haji. Ketika itu ia berpaspor pria. Lolos. Tapi ketika hendak mengenakan pakaian ihram pria, syekh di penginapannya melarang. "Dengan pakaian ihram pria yang bertelanjang dada itu, payudara saya mau dikemanakan ?" ujarnya. Pulangnya ia "menjelma" jadi lelaki -- karena paspornya itu. "Padahal, saya ingin kembali sebagai wanita. Tapi urusan di Imigrasi sulit mengubah paspor saya," tuturnya. Sejak Agustus 1986, Francisca (d/h Fuad Pranoto) yang lahir di Surabaya tak perlu bingung. Ia sudah mengantungi KTP beridentitas wanita. Ia dibesarkan dalam keluarga muslim yang taat. Sejak remaja tertarik pada Ielaki, ia mengaku juga berkelamin ganda: ada semacam penis, tapi

sangat kecil. Pada usia 20, ia meniti karier sebagai artis, di beberapa grup ludruk di Surabaya. Kini profesinya sebagai paranormal. Ia puasa Senin Kamis salat tahajud dan membaca wirid. "Hanya dengan mendekatkan diri kepada Allah, saya bisa mengekang hawa nafsu. Saya pasrah kepada-Nya. Saya menerima keadaan dan kodrat Allah ini" katanya di rumahnya di kawasan Duri Utara, Jakarta. Ia juga merencanakan operasi kelamin. "Bila saya jadi wanita benar-benar, rasanya lebih tenang. Ibadat saya juga lebih khusyuk," tambahnya. Teguh pula sikap Pangky Kenthut, 35 tahun. Ia ketua Perwakos, Persatuan Waria Kota Madya Surabaya. Ia belum haji. Bila keputusan pemerintah kepada waria wajib berihram pria, ia tak berangkat? Lalu di-badal-kan pada orang lain, seperti biasa menghajikan yang sudah almarhum. Padahal, Pangky sehat walafiat. Apa layak? Pangky dibesarkan dalam keluarga muslim. Ia merasa mantap jadi "muslimah" pada 1983 . Sejak itu, bila salat, ia menutup auratnya dengan telekung atau rukuh alias mukena. Ketika sembahyang, ia tak lagi bersarungan saja, atau bercelana panjang. B.S.H., A.T., T.B.S. (Jakarta) & W.M. (Surabaya)

Anda mungkin juga menyukai