Disusun untuk pengajuan syarat perolehan Beasiswa IAIN Sunan Ampel 2011
PENGANTAR
Syukur Alhamdulillh saya ucapkan ke hadirat Alloh Yang Maha Kuasa atas terselesainya Karya Tulis yang berjudul Problematika Perempuan dan Poligami dalam perspektif Islam ini. Sesungguhnya penyelesaian Karya Tulis ini tidak lepas dari campur tangan orang lain. Oleh karena itu, saya ucapkan terima kasih kepada : Alloh Subhanahu Wataala yang telah memberikan saya inspirasi selama penulisan Karya tulis ini. Ulifatun Nikmah, selaku adik saya yang telah memberikan masukan serta perasaanya sebagai perempuan dalam berpoligami. Rekan-rekan sejawat IAIN Sunan Ampel Surabaya. Akhirnya, penyusun menyadari bahwa Karya Tukis ini masih jauh dar kata sempurna. Oleh karena itu, Penyusun mengharapkan saran dan kritikan dari Ibuk, bapak, dan rekanrekan semua guna perbaikan Karya Tulis ini. Semoga Karya Tulis ini bisa bermanfaat bagi kita semua, khususnya para kader IAIN Sunan Ampel Surabaya.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, kata Poligami bukanlah kata yang asing lagi bagi kita. Poligami sendiri sampai saat ini masih menjadi pro-kontra di masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap poligami adalah sesuatu negative. Hal ini dikarenakan anggapan masayarakat bahwa poligami menyakiti perasaan seorang wanita dan hanya menguntungkan kaum pria saja. Sebagian masyarakat yang lain setuju dengan poligami dengan alasan untuk menolong dan melindung para wanita. Dalam Islam sendiri, poligami diperbolehkan dengan syarat seorang suami bisa berbuat adil terhadap istru-istrinya. Seperti yang tertera di Al-Quran : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Quran Surat An Nisa ayat 3). Namun, Apakah dengan berpoligami seorang pria akan bisa menolong wanita lain ? Apakah hanya karena berpoligami seorang wanita akan merasa tersakiti ? Berbekal uraian di atas itulah, saya memilih Judul Problematika Perempuan dan Poligami dalam perspektif Islam guna mnegetahu lebih jauh lagi problematika perempuan, poligami, dan Islam.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan Karya Ilmiah ini adalah : Untuk mendeskripsikan problematika antara Islam, Perempuan, dan Poligami kepada masyarakat. Sebagai syarat dalam pengajuan Beasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya
syariat, tentu tidak ada cela dan larangan untuk melakukannya. Berikut ini beberapa faktor utama yang menjadi pertimbangan kaum pria dalam melakukan poligami. o Istri yang Sakit Adanya seorang istri yang menderita suatu penyakit yang tidak memungkinkan baginya untuk melayani hasrat seksual suaminya. Bagi suami yang shaleh akan memilih poligami dari pada energi ke tempattempat mesum dengan sejumlah wanita pelacur. o Hasrat Seksual yang Tinggi Sebagian kaum pria memiliki gairah dan hasrat seksual yang tinggi dan menggebu, sehingga baginya satu istri dirasa tidak cukup untuk menyalurkan hasratnya tersebut. o Rutinitas Alami Setiap Wanita Adanya masa-masa haid, kehamilan dan melahirkan, menjadi alasan utama seorang wanita tidak dapat menjalankan salah satu kewajiban terhadap suaminya. Jika suami dapat bersabar menghadapi kondisi seperti itu, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi jika suami termasuk orang yang hasrat seksualnya tinggi, beberapa hari saja istrinya mengalami haid, dikhawatirkan sang suami tidak bisa menjaga diri, maka poligami bisa menjadi pilihannya. o Masa Subur Kaum Pria Lebih Lama Kaum pria memiliki masa subur yang lebih lama dibandingkan wanita. Dokter Boyke, seorang seksolog, mengakui banyak menangani kasus perselingkuhan pria usia 40-50 tahun, karena pada usia tersebut pria mendapat puber kedua, sementara para istri umumnya malah menjadi frigid.
Tirmizi tentang tujuh puluh dua houri (bidadari perawan) di surga bagi Muslim. Quran menerangkan bahwa houri adalah wanita-wanita yang cantik, perawan abadi, dan menyenangkan Muslim. (Mernissi. Poligami dan Islam.1988: 71). Penjabaran tentang huri di Quran berdampak besar pada hubungan antara pria dan wanita dalam Islam. Pria memandang istrinya sebagai makhluk yang lebih rendah, sama seperti para huri yang cantik, setia, dan senantiasa menawarkan kenikmatan sex. Adapun ayat-ayat AlQuran yang menerangkan poligami adalah : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. 4:3) Ayat ini tidak hanya mengijinkan Muslim punya empat istri dalam waktu bersamaan, tapi juga mengijinkannya untuk memiliki gundik atau budak sex sebanyak apapun yang dikehendakinya. Ayat ini dinyatakan setelah Perang Uhud di mana banyak Muslim mati dan meninggalkan para janda dan anak yatim. Di Uhud, sekitar 70 Muslim terbunuh. Karena itulah, satu-satunya alasan tepat dilakukannya poligami adalah sebagai pemecahan masalah janda dan anak yatim karena akibat perang. Akan tetapi, para Muslim ahli Islam kemudian mencari-cari alasan lain diluar perang untuk menghalalkan penerapan poligami. Menurut al-Ghazali, poligami itu perlu karena memuaskan naluri berahi manusia. (Mernissi. Poligami dan Islam .1987: 47). Bagi alGhazali, Muslimah tidak perlu memuaskan naluri berahinya, karena pria terbeban dengan dorongan gairah sex yang besar sehingga satu wanita saja tidak cukup untuk menjamin kesucian pria (suci dari tindakan zinah), sehingga dianjurkan agara pria menambah istri lebih banyak. Akan tetapi jumlahnya tidak boleh lebih daripada empat. (Mernissi. Poligami dan Islam 1987: 47) Dalam membahas Q 2:223, Mernissi berpendapat bahwa Islam mengijinkan Muslim untuk menyodomi istrinya, meskipun istri tidak mau. Ayat ini dinyatakan ketika seorang Muslimah Ansar (Medinah) tidak mengijinkan suaminya menyodomi dirinya. (Mernissi. Poligami dan Islam 1993: 145). Muslimah ini mengunjungi Umm Salama (istri Nabi dan wakil para wanita) dan memintanya untuk membahas masalah ini dengan Nabi. Ketika Umm Salama menyampaikan hal ini pada Nabi, turunlah Q 2:223 dari surga yang menyatakan , 8 Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah
tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orangorang yang beriman.(Quran 2:23). Ayat ini memberi hak pada pria untuk memilih posisi persetubuhan yang mereka inginkan dan termasuk menyodomi istrinya tanpa ijin istri. (Mernissi 1993: 146). Syd Qutub tidak menyatakan hal yang sama seperti al-Ghazali mengenai kesucian Muslim, tapi menggunakan alasan wanita mandul sebagai penghalalan bagi Muslim untuk menambah istri. Jika istri mandul, maka suami Muslim punya dua pilihan: 1. Menceraikan istri dan menikahi wanita lain untuk mengabulkan keinginan suami punya anak atau : 2. Tetap menikahi istri dan menikahi wanita lain. (Daagir 2002: 24). Alasan Qutub ini seringkali digunakan banyak Muslim modern untuk melakukan poligami, tapi alasan ini sangat lemah karena tidak mengikutsertakan kemungkinan bahwa suamilah yang mandul dan bukan istri. Terlebih lagi, jika benar alasan poligami adalah agar punya anak, maka seharusnya Quran juga menyatakan keterangan yang serupa sebagai syarat poligami. Sabuni yakin bahwa poligami mencegah wanita untuk melakukan pelacuran. Dia berpendapat bahwa ketika Jerman menghadapi masalah jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah pria di akhir PD II, maka poligami dilakukan untuk memecahkan masalah. (Daagir. Pandangan Islam tentang Poligami. 2002: 24). Pendapat ini membenarkan ketetapan poligami dalam Quran, akan tetapi jika memang begitu, maka poligami tidak bisa ditetapkan pada saat tiada masalah dalam perbandingan jumlah pria dan wanita. Alasan pembenaran lain akan poligami yang juga sering dipakai Muslim adalah jumlah wanita di dunia empat kali lebih banyak daripada jumlah pria. Hal ini menimbulkan masalah dan poligami merupakan cara tepat memecahkan masalah, begitu menurut mereka. Tapi faktanya jumlah pria dan wanita di dunia adalah seimbang dan tiada data statistik apapun yang mendukung pendapat Muslim tersebut. Terlebih lagi jumlah Muslim yang punya istri sampai empat lebih sedikit daripada Muslim yang tidak berpoligami. Selain itu, masalah keuangan mencegah banyak Muslim untuk menikahi lebih dari satu wanita. Alasan lain yang juga sering diajukan Muslim masa kini adalah pria sanggup menghasilkan keturunan di usia yang lebih lama daripada wanita. Wanita umumnya tidak bisa
hamil lagi setelah usia 50 tahun, sedangkan pria masih bisa menghasilkan keturunan sampai usia 70 tahun.
10
o Tidak menutup kemungkinan anak menjadi melakukan perbuatan yang tidak baik. o Anak mengikuti pergaulan yang negative. o Anak tidak semangat belajar. o Anak menjadi beranggapan negative terhadap orang tua.
3.2 Saran
Seorang suami yang hendak melakukan poligami hendaknya melihat kemampuan pada dirinya sendiri, jangan sampai pahala yang dinginkan ketika melakukan poligami malah berbalik dengan dosa dan kerugian. Hedaknya untuk para wanita bisa instropeksi diri dan tidak menjadi lemah ketika suaminya berpoligami. Para wanita harus menyadari bahwa mereka masih punya anak-anak yang harus dididik.
11
DAFTAR PUSTAKA
AlQuran dan terjemahannya. Mernissi. Poligami dan Islam. 1998. Jakarta : Abadi Printama. Daagir. Pandangan Islam tentang Poligami. Semarang : CV. Bina Karya H. Muchsinin Fauzi, LC, MM. Seminar Poligami : Antara Hukum Islam dan Hukum Nasional, LDF Serambi Fakultas Hukum UI. 2008.
12