NIM : S20181002
Kelas : AS 4
Mata Kuliah : Hukum Perkawinan di Dunia Islam
Tugas : Paper Individu (Kelompok 1)
Pendahuluan
Pembahasan tentang Poligami merupakan topik yang sampai saat ini menarik
untuk dibincangkan. Akan tetapi, jika mempunyai banyak pertanyaan dan
menginginkan jawaban yang netral mengenai poligami perlu untuk diskusikan dengan
orang-orang yang memang paham akan syariat terkhusus fiqh poligami. Kalau hanya
untuk sekedar ingin mengetahui pandangan poligami dari suatu kalangan, maka
haruslah menerima apapun pandangannya. Hal ini juga akan berbeda ketika kita
meminta pandangan terhadap kaum perempuan atau kaum laki-laki. Jika di Indonesia
saja, polemik tentang poligami sering terjadi, pun juga di seluruh dunia terutama
negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama islam juga memiliki.
Jika ditarik pada ketentuan Islam, kita semua tidak dapat mengelak bahwasannya
poligami sudah menjadi bagian dari syariat yang telah ditentukan oleh Allah SWT.
Yang mana, sudah menjadi kewajiban kita sebagai umat muslim untuk mentaati dan
melaksankan apa yang menjadi perintah dan menjauhi apa yang menjadi larangan.
Tetapi di satu sisi, terdapat pula ketetapan yang diberikan oleh suatu negara tehadap
penduduknya yang mana selama itu tidak keluar dari syariat maka rakyat wajib
mematuhinya.
Ketidaksukaan terhadap suatu hal merupakan kewajaran. Akan tetapi bagaimana
jika hal tersebut adalah syariat yang telah Allah SWT. tetapkan? Bagaimana
seharusnya sikap muslim dalam menyikapi syariat? Terlebih jika ternyata takdir yang
Allah tetapkan akan menjadi rangkaian hidup orang-orang yang justru sebenarnya
tidak menginginkan hal tersebut terjadi? Jika untuk menerima saja susah, bagaimana
dengan menjalaninya? Ini merupakan suatu pelajaran kehidupan yang besar. Dan
1
inilah yang menjadi maksud dari ujian setiap orang berbeda-beda. Telepas dari itu
semua, Allah SWT. Yang lebih mengetahui batas kemampuan tiap-tiap hamba-Nya.
Semua yang ditetapkan oleh Allah SWT. Tidak terlepas dari kekuasan-Nya
dengan Sifat-Nya Yang Maha Adil. Terkadang, karena ketidaksukaan terhadap apa
yang menjadi ketentuan Allah SWT. Memalingkan kita untuk melihat betapa luasnya
Keadilan Allah SWT. Terkhusus dalam paper ini, yang mana topik yang akan dibahas
adalah Poligami. Satu topik yang menjadi momok menakutkan bagi kebanyakan
muslimah. Hanya karena tidak menginginkan poligami menjadi bagian dari kehidupan
para muslimah, banyak dari kaum muslimah justru memilih untuk menghindar jika
diminta berkomentar mengenai poligami. Atau justru menyuarakan pendapat yang
selalu beragumen negatif bahwa poligami adalah jalan yang paling dibenci. Padahal
seharusnya, tidak perlu menghindar apalagi sampai membenci. Na’udzubillah.
Dan memilih belajar tentang poligami juga bukan berarti siap dan menginginkan
untuk dipoligami. Tujuan yang harusnya diraih tidak sependek itu. Karena
menjangkau yang terlampau jauh memiliki usaha yang lebih besar dari yang dekat,
maka justru sangat bagus untuk dapat mengetahi hikmah serta rahasia yang dapat
disingkap sementara di luar sana masih banyak yang mengabaikan. Lalu bagaimana
dengan yang menetapkan keharaman terhadap poligami sedangkan syariat Islam tidak
melarangnya? Hal ini yang akan dibahas dalam paper ini.
2
Poligami dalam Tuntunan Islam
Hukum asal poligami sendiri berkisar antara ibaahah (mubah/boleh dilakukan
atau tidak) atau istihbaab (dianjurkan).1 Adapun yang menjadi dasar hukum poligami
terdapat dalam Firman-Nya :
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS.
An-Nisaa’/4 : 3)2
Dari satu ayat tersebut sudah dapat ditemukan perintah serta larangan yang Allah
berikan. Perintah Allah berupa hukum yang menunjukkan tidak wajibnya berpoligami.
Serta larangan untuk menikahi lagi jika dikhawatirkan tidak dapat berbuat adil.
Di satu sisi, dalam Firman Allah SWT yang lain :
j䇅 ˵Ϝ⺁䇅 Ϣ Ϝ⺁ j ϥ⺁ ϥ Ϝ⺁ 䇅 n ej ˯ ˴ ⺁ ⺁䇅 Ϣ ⺁⺁ j 䇅
⺁ d˵ Ϣ Ϣ˵
Artinya: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri- istri
(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. An-Nisaa’/4: 129).3
Dari kedua ayat tersebut sejatinya tidak bertentangan, karena keadilan dari yang
Allah SWT perintahkan merupakan keadilan dalam bentuk secara lahir, bukan batin.
1
Ebook www.manisnyaiman.com, Poligami, Bukti Keadilan Hukum Allah, 2010, Hal. 1.
2
Al-Qur’an dan Hadits Digital
3
Al-Qur’an dan Hadits Digital
3
Berlaku adil bagi manusia yang ditiadakan dalam kedua ayat di atas adalah dalam
masalah hati.
Aisyah r.a. pernah berkata, yang artinya :
“Rasullullah Saw. selalu membagi giliran sesama istrinya dengan adil dan
beliau pernah berdo’a: Ya Allah! Ini bagianku yang dapat aku kerjakan. Karena itu
janganlah engkau mencelakakanku tentang apa yang Engkau Kuasai, sedang aku
tidak menguasainya. “ Abu Dawud berkata bahwa yang dimaksud dengan “Engkau
tetapi aku tidak menguasai”, yaitu hati.” (HR.Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu
Majah).
Rasulullah Saw. Pun merasa kesulitan dalam pembagian terhadap isteri-isterinya
jika menyangkut persoalan hati. Akan tetapi untuk keadilan dalam masalah lahir,
beliau selalu memaksimalkan pembagiannya sama rata. Menurut sebagian Ulama’,
Hadits ini menjadi kewajiban (penguat) bagi para suami yang berpoligami untuk
senantiasa dapat melakukan pembagian yang adil serta makruh jika berat sebelah
dalam menggaulinya. (Al-Asqalany: 227)
Syaikh Syaikh Abdul Aziz bin Baz ketika ditanya, “Apakah poligami dalam
Islam hukumya mubah (boleh) atau dianjurkan?” Beliau menjawab, “Poligami
(hukumnya) disunnahkan (dianjurkan) bagi yang mampu (sesuai dengan Firman Allah
SWT dalam Surah An-Nisaa’), dan adapun Rasulullah Saw. Yang menikahi sembilan
wanita, ini sudah merupakan ketentuan dari Allah SWT. Sekaligus kekhususan yang
memang diberikan kepada beliau. Karena kekhususan, maka selain beliau dilarang
menikah lebih dari empat orang wanita. Dari hal tersebut dapat diperoleh hikmah
bahwa poligami yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. memberi manfaat yang besar
bagi umat dengan (keberadaan) para istri Nabi Saw., yang mana banyak terdapat
kemaslahatan.
4
menyikapi Syariat-Nya yang menjadi tanda seorang mukmin dapat berpaling
dari-Nya :4
1. Sikap berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam memahami dan
menjalankan ketentuan syariat-Nya. Terlebih dalam menjalankan ketetuan syariat
yang dirasakan cocok dengan kepentingan hawa nafsu.
2. Sikap meremehkan dan kurang dalam memahami dan melaksanakan ketentuan
Syariat Allah SWT. Ini sering terjadi pada sebagian hukum syariat Islam yang
dirasakan oleh sebagian orang tidak sesuai dengan kemauan hawa nafsunya.
4
Ebook www.manisnyaiman.com, Poligami, Bukti Keadilan Hukum Allah, 2010, Hal. 3.
5
kehormatannya dengan menikah, selain itu kebutuhan hidup mereka juga akan
terpenuhi karena pemberian nafkah dari sang suami.
4. Solusi bagi laki-laki yang mempunyai nafsu syahwat yang tinggi.
Hal ini tidak dapat disalahkan terlebih jika memang dimiliki dari bawaan. Maka
ketika sudah menikah, dan dirasa tidak cukup baginya untuk memiliki hanya seorang
isteri. Di satu sisi ia harus selalu dapat menjaga kehormatan dirinya. Lalu jika
ditakutkan dapat terjerumus dalam perzinaan, sedangkan ia ingin menyalurkan
kebutuhan (biologis) nya dengan cara yang dihalalkan, maka berpoligami menjadi
solusi yang In Syaa Allah terbaik.
5
Ebook www.manisnyaiman.com, Poligami, Bukti Keadilan Hukum Allah, 2010, Hal. 10
6
Penyakit hati.
Ketidakadilan suami dalam memperlakukan dan menunaikan hak sebagian dari
isteri-isterinya.
Merasa kurang sebagai isteri dan menimbulkan minder.
Perlakuan suami yang (sengaja-sering) menyebutkan kelebihan dan kebaikan
seorang istrinya di hadapan istrinya yang lain.
1. Turki
Republik Turki yang didirikan pada 29 Oktober 1923 ini berada di kawasan Asia
Kecil dan Eropa Tenggara. Dengan mayoritas penduduknya adalah Muslim, sebagian
besar beraliran Sunni. Namun diperkirakan di sana juga terdapat sekitar 10 hingga 20
juta Muslim Syi‘ah. Negara ini mengikuti Madzhab Hanafi sebagai madzhab utama.
Kemudian Turki menjadi negara sekuler pertama di dunia pasca berdiri setelah
reruntuhan Kesultanan Usmaniyah akibat dari Perang Dunia I.
Setelah mendeklarasikan sebagai republik sekuler pada 1928, sistem hukum yang
diterapkan di negara ini diambil dari aturan hukum Barat, yakni mengadopsi Hukum
Sipil Swiss yang kemudian disesuaikan dengan kondisi Turki. Hal ini sangat
bertentangan jauh dari Kekhilafahan Usmaniyah sebelumnya di mana syariat Islam
7
benar-benar ditegakkan. Karena hal ini, pemerintah juga sengaja seperti menjauhkan
para Ulama’ agar tidak dapat mempengaruhi. Penghapusan sistem Kekhalifahan
disebabkan oleh adanya revolusi politik yang terjadi. Semua hukum keluarga yang
sudah diberlakukan, hingga hukum-hukum yang diambil dari Madzab Hanafi telah
diganti oleh UU Sipil baru.
Berdasarkan the Turkish Civil Code (UU Perdata Turki) Tahun 1926, kebijakan
mengenai poligami menjadi haram untuk dilakukan oleh rakyat Turki. Jika tetap
dilaksanakan, maka perkawinan tersebut dinyatakan tidak sah.
Ketentuan di atas juga dipertegas dalam the Turkish Family (Marriage and
Divorce) Law of 1951. Dalam pasal 8 disebutkan: “Tidak seorang pun boleh menikah
lagi kecuali dia membuktikan dengan kepuasan Pengadilan bahwa pernikahan
sebelumnya telah dinyatakan tidak sah atau batal atau telah diputuskan karena
perceraian atau kematian pihak lain.”6
Sederhananya, maksud dari ketetapan dalam Pasal tersebut ialah bagi rakyat
Turki yang akan menikah, wajib bagi mereka memberikan keterangan bahwa dia tidak
sedang dalam ikatan perkawinan. Untuk yang berstatus duda, wajib memberikan
keterangan mengenai hubungan dengan istrinya (apakah meninggal atau bercerai).
Begitupun sebaliknya, Jika kemudian hari ditemukan berpoligami, maka pernikahan
yang telah dilaksanakan menjadi batal.7
Mengenai hukuman atau sanksi yang diberikan kepada orang yang diketahui
berpoligami, sebenarnya tidak secara eksplisit disebutkan bagaimana bentuk
hukumannya. Akan tetapi dari peraturan yang telah ditetapkan, secara implisit dapat
diketahui bahwa perkawinan poligami tidak dibenarkan dan tidak sah, dan kecaman
akan hukuman juga akan dikenai.
2. Tunisia
Negara yang merdeka pada 20 Maret 1956 ini berbentuk Republik. Mayoritas
bermazhabkan Maliki dan sebagian Hanafi. Dan menjadikan agama Islam sebagai
6
Edi Darmawijaya, POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Tinjauan Hukum Keluarga Turki,
Tunisia dan Indonesia), Gender Equality: Internasional Journal of Child and Gender Studies (Vol. 1, No. 1, Maret
2015), Hal. 32
7
Abdul Karim Munte,
https://bincangsyariah.com/khazanah/ini-beberapa-aturan-hukum-poligami-di-negara-negara-muslim/, (20
Desember 2018).
8
agama resmi negara. Terlihat juga dari jumlah warga negaranya yang 98% muslim
sunni. Pasca merdeka, pemerintah melakukan pengkodifikasian hukum. Termasuk
diadakannya pembaharuan pada hukum keluarga. Hingga lahirlah Majallat al-Ahwal
asy-Syakhsiyyah yang kontroversial. Saat itu, di bawah pimpinan Presiden Habib
Bourguiba, Tunisia menjadi negara Arab pertama yang melarang poligami.8
Semenjak ditetapkannya UU baru (dari hasil pembaharuan), ada ketetapan yang
awalnya mendapat respon negatif dari sejumlah kalangan, yakni larangan poligami
yang diatur dalam Undang-undang Status Perorangan (The Code of Personal Status),
UU No. 66 Tahun 1956 Pasal 18. Dalam pasal ini secara tegas dinyatakan :
“Poligami dilarang, siapa saja yang telah menikah sebelum perkawinan
pertamanya benar-benar berakhir, lalu menikah lagi, akan dikenakan hukuman
penjara selama satu tahun atau denda sebesar 240.000 malim atau kedua-duanya.”
Sanksi atau hukuman yang diberikan pun tidak hanya berlaku bagi yang menikah,
tetapi juga yang menikahkan. Mengenai sanksi seperti apa yang diberikan, tidak ada
ketentuan resminya. Tetapi tidak menutup kemungkinan akan dikenakan sanksi yang
sama dengan yang menikah.
Dasar pertimbangan dari penetapan kebijakan larangan poligami oleh pemerintah
Tunisia ialah9 : Pertama, persamaannya dengan syariat (adanya) perbudakan. Bahwa
poligami dan perbudakan ini sebenarnya adalah permasalahan yang ada pada masa
perkembangan umat Islam. Sederhananya, begitu Rasul datang dengan membawa
ajaran Islam, sistem perbudakan terhapuskan. Begitupun dengan poligami. Selesainya
kebolehan hukum atas perbudakan, selesai pula kebolehan berpoligami.
Kedua, mengenai syarat mutlak yang telah ditegaskan dalam al-Qur’an, yakni
memiliki kemampuan untuk berlaku adil. Jika menengok pada sejarah, faktanya hanya
Rasulullah Muhammad Saw. yang dimampukan oleh Allah SWT. untuk dapat berlaku
adil terhadap isteri-isterinya. Karena itu, sangatlah susah jika diterapkan oleh umat
beliau. Selain itu, dari al-Qur’an sendiri mengidealkan sistem perkawinan
monogami. Ini merupakan pendapat Muhammad Abduh yang kemudian menjadi
pegangan Tunisia.
8
Edi Darmawijaya, POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Tinjauan Hukum Keluarga Turki,
Tunisia dan Indonesia), Gender Equality: Internasional Journal of Child and Gender Studies (Vol. 1, No. 1, Maret
2015), Hal. 33
9
Ali Trigiyanto (Dosen STAIN Pekalongan),
https://fizali.wordpress.com/2010/10/26/poligami-di-bebrbagi-negara-muslim/
9
Pelarangan yang dilakukan oleh Tunisia bukan berarti telah keluar dari ajaran
Islam. Akan tetapi munculnya ketetapan ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang
berdirinya UU yang baru. Yang mana pada tahun 1885 sampai 1912, ribuan anak
Tunisia dikirim belajar ke Paris, meskipun pada saat yang sama orang-orang Perancis
melakukan kolonisasi di Tunisia. Hal ini menyebabkan puluan ribu orang Perancis
akhirnya menetap di Tunisia dan terus mengalami penjumlahan hingga tahun 1945.
adanya berbauran ini menjadikan kedua negara tersebut secara tidak terasa saling
mengajarkan satu sama lain. Rakyat Tunisia pun semakin banyak yang belajar ke
Paris, dan setelah pulang mereka banyak melakukan pembaharuan terutama perihal
pendidikan. Dari sini dapat dipahami munculnya banyak perubahan yang dilakukan
oleh Tunisia.
10
Edi Darmawijaya, POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Tinjauan Hukum Keluarga Turki,
Tunisia dan Indonesia), Gender Equality: Internasional Journal of Child and Gender Studies (Vol. 1, No. 1, Maret
2015), Hal. 35
10
Penutup
Demikian sedikit pembahasan mengenai poligami dalam kaca mata hukum Islam
serta perbandingan dengan hukum keluarga yang ada di Negara Turki dan Tunisia.
Dua negara yang sama-sama mempunyai kebijakan pelarangan praktik poligami bagi
penduduknya. Mengulik sedikit sebagai kesimpulan, yang pertama jika dikaji dalam
ajaran Islam. Maka poligami sudah menjadi syariat, kebolehannya jelas tetapi syarat
yang dipenuhi sangatlah berat. Jika dikaji lebih dalam, maka akan tentu ditemukan
hikmah yang sangat besar seperti yang telah disebutkan pada inti pembahasan. Karena
terdapat hikmah, maka kemaslahatan yang ada tentunya sangat luar biasa. Dan karena
berat untuk dilakukan, tentunya ujian yang harus dilewati sangat banyak dan akan
bisa melangitkan beribu istighfar serta menyisihkan keegoisan serta melatih kesabaran
yang luar biasa.
Mengenai penerapan di Turki, kebijakan yang telah ditetapkan juga bentuk
pengaruh dari keberadaan Turki sendiri yang masih menjadi bagian dari negara Eropa
serta keadaan peralihan dari sistem kekhalifahan yang sarat akan tegaknya syariat
Islam ke negara yang sekuler. Lalu untuk negara Tunisia, meskipun Islam dijadikan
sebagai agama resmi akan tetapi karena pengaruh dari latar belakang
pengkodifikasian hukum negara tersebut, kebijakan yang diberikan pun mengikuti
dari dasar-dasar hukum yang menjadi acuan dalam membuat Undang-undang baru.
Ini merupakan sedikit sekali dari pembahasan mengenai poligami, dari sisi
hukum Islam pun masih banyak sekali bahasannya yang perlu dikaji. Begitu pun
dengan perbandingan hukum yang menjadi pilihan penulis untuk kemudian dibahas.
Karena hukum Islam membolehkan, sementara ada yang justru mengharamkan, ini
menjadi salah satu pembahasa menarik terlebih topik yang dibahas yang masih sering
saja menjadi sorotan. Semoga sedikit dari tulisan ini menjadi berkah meskipun masih
sangat banyak yang perlu diperbaiki, baik dari inti pembahasan, pandangan dari
penulis sendiri, dan yang lainnya. Saran dan kritikan yang membangun sangat
dibutuhkan, karena itu sebagai penyemangat agar dapat menulis dengan lebih baik
lagi. Kebenaran datangnya pasti dari Allah SWT. Yang Maha Mengetahui segalanya.
Dan adanya kesalahan merupakan kekhilafan dari penulis pribadi.
Waallahu’alam bishoawab.
Jazakumullah khairan katsiron.
11
DAFTAR PUSTAKA
12