Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Merupakan prinsip dasar Islam, bahwa seorang muslim wajib mengikatkan perbuatannya dengan hukum syara, sebagai konsekuensi keimanannya pada Islam. Sabda Rasulullah SAW,"Tidak sempurna iman salah seorang dari kamu, hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (Islam)." Maka dari itu, sudah seharusnya dan sewajarnya seorang muslim mengetahui halalharamnya perbuatan yang dilakukannya dan benda-benda yang digunakannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Termasuk dalam hal ini, halal-haramnya makanan, obat, perilaku, ibadah dan lain-lain. Maknanya adalah yang halal itu jelas, tidak meragukan, sebagaimana yang haram juga jelas, tidak meragukan. Di antara keduanya ada barang yang syubhat yang kebanyakan manusia terjerumus ke dalamnya dan mereka tidak tahu apakah itu halal atau haram. Apabila tidak tahu halal dan haram suatu hal, maka akan timbul suatu penyakit yaitu syubhat. Penyakit ini lebih parah daripada penyakit syahwat. Karena penyakit syahwat masih bisa diharapkan sembuh, bila syahwatnya sudah terlampiaskan. Sedangkan penyakit syubhat, tidak akan dapat sembuh, kalau Allah tidak menanggulanginya dengan limpahan rahmat-Nya. Seringkali penyakit hati bertambah parah, namun pemiliknya tak juga menyadari. Karena ia tak sempat bahkan enggan mengetahui cara penyembuhan dan sebab-sebab (munculnya) penyakit tersebut. Bahkan terkadang hatinya sudah mati, pemiliknya belum juga sadar kalau sudah mati. Sebagai buktinya, ia sama sekali tidak merasa sakit akibat luka-luka dari berbagai perbuatan buruk.

B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam pembahasan di makalah ini adalah: 1. Apa pengertian syubhat? 2. Bagaimana upaya setiap umat untuk menjauhi hal-hal syubhat? 3. Mengapa kita menjauhi perkara syubhat? 4. Apa dampak terjerumus kedalam perkara syubhat? C. Tujuan Penulisan Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas individu mata kuliah tafsir hadits dan sebagai sarana untuk mengembangkan wawasan kita serta menjadi masukan/solusi bagi kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari yang tidak terlepas dari hal-hal bersifat syubhat.

BAB II

PEMBAHASAN MENJAUHI SYUBHAT

A. Pengertian Syubhat Setelah tingkatan perkara-perkara kecil yang diharamkan, maka di bawahnya adalah syubhat. Yaitu perkara yang tidak diketahui hukumnya oleh orang banyak, yang masih samar-samar kehalalan maupun keharamannya. Perkara ini sama sekali berbeda dengan perkara yang sudah sangat jelas pengharamannya. Oleh sebab itu, orang yang memiliki kemampuan untuk berijtihad, kemudian dia melakukannya, sehingga memperoleh kesimpulan hukum yang membolehkan atau mengharamkannya, maka dia harus melakukan hasil kesimpulan hukumnya. Dia tidak dibenarkan untuk melepaskan pendapatnya hanya karena khawatir mendapatkan celaan orang lain. Karena sesungguhnya manusia melakukan penyembahan terhadap Allah SWT berdasarkan hasil ijtihad mereka sendiri kalau memang mereka mempunyai keahlian untuk melakukannya. Apabila ijtihad yang mereka lakukan ternyata salah, maka mereka dimaafkan, dan hanya mendapatkan satu pahala. Imam Ahmad menafsirkan bahwa syubhat ialah perkara yang berada antara halal dan haram yakni yang betul-betul halal dan betul-betul haram. Dia berkata, "Barangsiapa yang menjauhinya, berarti dia telah menyelamatkan agamanya. Yaitu sesuatu yang bercampur antara yang halal dan haram." Ibnu Rajab berkata, "Masalah syubhat ini berlanjut kepada cara bermuamalah dengan orang yang di dalam harta bendanya bercampur antara barang yang halal dan barang yang haram. Apabila kebanyakan harta bendanya haram, maka beliau berkata, 'Dia harus dijauhkan kecuali untuk sesuatu yang kecil dan sesuatu yang tidak diketahui.' Sedangkan ulama-ulama yang lain masih berselisih pendapat apakah muamalah dengan orang itu hukumnya makruh ataukah haram Al-Shan'ani berpendapat bahwa yang dimaksud dengan syubhat adalah hal-hal yang belum diketahui status halal dan haramnya hingga sebagian besar orang yang tidak tahu (awam) menjadi ragu antara halal dan haram. Hanya para ulama yang mengetahui status hukumnya dengan jelas, baik berdasarkan nash ataupun berdasarkan ijtihad yang mereka lakukan dengan metode qiyas, istishb, dan sebagainya'' Adapun menurut Taqiyuddin An-Nabhani arti dari syubhat adalah ketidakjelasan atau kesamaran, sehingga tidak bisa diketahui halal haramnya sesuatu secara jelas. Syubhat terhadap sesuatu bisa muncul baik karena ketidakjelasan status hukumnya, atau ketidakjelasan sifat atau faktanya Barangsiapa yang masih ragu-ragu terhadap suatu perkara, dan belum jelas kebenaran baginya, maka perkara itu dianggap syubhat, yang harus dia jauhi untuk menyelamatkan agama dan kehormatannya; sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadits Muttafaq 'Alaih: Artinya:Dari Abu Abdillah Numan bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui

oleh orang banyak. Maka siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati . (Riwayat Bukhori dan Muslim) Merujuk pada pengertian tersebut, syubhat memang bukan sebuah status hukum seperti halal, haram, makruh, wajib, dan sunat. Syubhat sesungguhnya menggambarkan pengetahuan objektif sebagian besar orang terhadap status hukum suatu perkara. Sebab, dalam pandangan hukum, tidak ada satu pun masalah yang tidak memiliki status hukum. Sekalipun kadang-kadang diperdebatkan, ketidakjelasannya bukan karena keraguan, tapi berlandaskan keilmuan yang jelas. Jadi, sebenarnya bagi orang yang tahu, status suatu perkara sudah jelas, sekalipun debatable di kalangan orang yang sama-sama tahu. Sementara status syubhat muncul dari ketidaktahuan, bukan dari pengetahuan. Selamanya akan meragukan dan tidak akan pernah melahirkan kemantapan dalam menentukan sikap terhadap perkara tersebut. Kondisi seperti ini pasti akan melanda sebagian besar umat, terutama kelompok awam. Seringkali umat menghadapi sesuatu yang tidak jelas dan meragukan. Bahkan para ulama sendiri, dalam kasus-kasus tertentu akan menghadapi situasi yang membingungkan seperti itu. Sementara Islam sama sekali tidak menghendaki hinggapnya keraguan dan kebingungan dalam hati umatnya. Islam selalu mengajarkan agar segala sesuatu dilakukan atas dasar keyakinan. Keyakinan merupakan salah satu prinsip beragama yang paling penting dalam Islam.

B. Beberapa Hal Yang Bersifat Syubhat B.1. Merayakan Natal (Hari Raya Umat Nasrani) Perayaan Natal bersama pada akhir-akhir ini disalah artikan oleh sebagian ummat Islam dan disangka merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah. Sebagai landasan dari hal tersebut adalah fatwa MUI tentang anjuran tidak mengikuti perayaan Natal di Indonesia: a) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agamaagama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas: 1. Al Qur`an surat Al-Hujurat ayat 13: Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah

orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. 2. Al Qur`an surat Luqman ayat 15 Artinya: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan. 3. Al Qur`an surat Mumtahanah ayat 8: Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. b) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqiqah dan peribadatan agamanya dengan aqiqah dan peribadatan agama lain berdasarkan : 1. Al Qur`an surat Al-Kafirun: Artinya: Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu Mengetahui. B.2. Makanan (Bahan Tambahan Makanan) Banyak sekali pangan olahan yang perlu diwaspadai kehalalannya karena bahan tambahan makanannya yang masih perlu diteliti. Walaupun demikian, kembali perlu ditegaskan, tidak berarti pasti haram karena bahan-bahan pengganti yang halal juga sudah banyak dan pembuatannya tidak harus melalui jalan yang dijelaskan dalam tabel, karena masih mungkin ada berbagai alternatif seperti telah dibahas untuk kasus pengemulsi. Ada satu jenis bahan tambahan makanan yang juga rawan kehalalannya (beberapa), sayangnya bahan ini banyak dipakai pada makanan olahan, bahan tambahan tersebut yaitu perisa (flavourings). Kekhawatiran ini disebabkan oleh karena beberapa hal, yaitu: 1) pelarut yang digunakan di antaranya etanol dan gliserol, 2) bahan dasar pembuatannya, 3) asal bahan dasar yang digunakan. Sebagai contoh, untuk menghasilkan flavor daging diperlukan base yang dibuat dari hasil reaksi asam amino atau protein hidrolisat, gula dan kadang-kadang lemak atau turunannya. Selain itu, pada waktu formulasi untuk flavor ayam misalnya (sering digunakan untuk mie instan, sup ayam, kaldu ayam, produk chiki (ekstrusi), dll), seringkali diperlukan lemak ayam, sehingga perlu jelas dari mana asalnya. Contoh lain lagi, untuk flavor mentega diperlukan bukan hanya bahan-bahan kimia tunggal pembentuk aroma mentega, tetapi juga asam-asam lemak untuk membentuk rasa dan mouthfeel, tentu saja perlu jelas dari mana asam lemaknya. Itu hanya dua contoh saja, perlu disadari bahwa jenis flavor ini jumlahnya ratusan, terbuat dari ribuan senyawa kimia bahan dasar, di samping pelarut, pengemulsi, enkapsulan, penstabil, dan aditif lainnya. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya mengaudit kehalalan bahan flavor ini, bukan pekerjaan mudah dan kembali memerlukan keahlian dan bekal pengetahuan yang tinggi di bidang ini, tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.

Bahan tambahan makanan yang termasuk kelompok diragukan kehalalannya (syubhat) Nama bahan dan kode

Asal/pembuatan

Fungsi

Contoh produk yang menggunakan Potasium nitrat (E252)

Dapat dibuat dari limbah hewani atau sayuran

Pengawet, kuring, mempertahankan warna daging

Sosis, ham, Dutch Cheese L-(+)-asam tartarat (E334)

Kebanyakan sebagai hasil samping industri wine

Antioksidan, pemberi rasa asam

Produk susu beku, jelly, bakery, minuman, tepung telur, wine, dll. Turunan-turunan asam tartarat E335, E336, E337, E353 (dari E334)

Dapat berasal dari hasil samping industri wine

antioksidan, buffer, pengemulsi, dll

sama dengan di atas

Gliserol/gliserin (E422)

Hasil samping pembuatan sabun, lilin dan asam lemak dari minyak/lemak (dapat berasal dari lemak hewani)

pelarut flavor, menjaga kelembaban (humektan), plasticizer pada pengemas

Bahan coating untuk daging, keju, cake, desserts, dll Asam lemak dan turunannya, E430, E431, E433, E434, E435, E436

Dapat berasal dari turunan hasil hidrolisis lemak hewani

Pengemulsi, penstabil, E343:antibusa

Produk roti dan cake, donat, produk susu: es krim, desserts beku; minuman, dll Pengemulsi yang dibuat dari gliserol dan/atau asam lemak (E470 - E495)

Dapat dibuat dari hasil hidrolisis lemak hewani untuk menghasilkan gliserol dan asam lemak

Pengemulsi, penstabil, pengental, pemodifikasi tekstur, pelapis, plasticizer, dll

Snacks, margarin, desserts, coklat, cake, puding Edible bone phosphate (E542)

Dibuat dari tulang hewan

Anti caking agent, suplemen mineral

Makanan suplemen

Asam stearat

Dapat dibuat dari lemak hewani walaupun secara komersil dibuat secara sintetik

Anticacking agent

L-sistein E920

Dapat dibuat dari bulu hewan/unggas dan di Cina dibuat dari bulu manusia

Bahan pengembang adonan, bahan dasar pembuatan flavor daging

Tepung dan produk roti, bumbu dan perisa (flavor) Wine vinegar dan malt vinegar

Masing-masing dibuat dari wine dan bir

pemberi flavor

bumbu-bumbu, saus, salad

C. Menyikapi Syubhat Fitnah syubhat dapat dihadapi dengan ilmu. Sebagaimana perkataan Al-Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh: Seseorang yang kokoh dalam ilmu jika datang syubhat-syubhat kepadanya sebanyak ombak lautan tidak akan menggoyahkan keyakinannya, dan sama sekali tidak menimbulkan keraguan sedikitpun pada hatinya. Karena jika seseorang telah kokoh dalam ilmu maka tidak akan digoyahkan oleh syubhat, bahkan jika datang syubhat kapadanya akan ditolak oleh penjaga ilmu dan pasukannya sehingga syubhat tersebut akan kalah dan terbelenggu Cara orang menghadapi masalah syubhat inipun bermacam-macam, tergantung kepada perbedaan pandangan mereka, perbedaan tabiat dan kebiasaan mereka, serta juga perbedaan

tingkat wara' mereka. Ada orang yang tergolong khawatir yang senantiasa mencari masalah syubhat hingga yang paling kecil sehingga mereka menemukannya. Seperti orang-orang yang meragukan binatang sembelihan di negara Barat, hanya karena masalah yang sangat sepele dan remeh. Mereka mendekatkan masalah yang jauh dan menyamakan hal yang mustahil dengan kenyataan. Mereka mencari-cari dan bertanya-tanya sehingga mereka mempersempit ruang gerak mereka sendiri, yang sebetulnya diluaskan oleh Allah SWT dalam Q.S. Al Maidah: 101: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) halhal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. Akan tetapi, penentuan status halal haramnya suatu benda, kadang bukan perkara mudah. Di satu sisi, para ulama mungkin belum seluruhnya menyadari betapa kompleksnya produk-produk, perbuatan-perbuatan dewasa ini. Asal usul pelaksanaan bisa melalui jalur yang berliku-liku atau banyak jalur. Bahkan dalam beberapa kasus, sulit ditentukan asal kejadiannya. Di sisi lain, pemahaman para ilmuwan terhadap syariah Islam, ushul fiqih dan metodologi penentuan halal haramnya suatu bahan pangan dari sisi syariah, relatif minimal. Dengan demikian seharusnya para ulama mencoba memahami kompleksnya produk pangan, obat, kosmetik dan lain-lain. Sedangkan ilmuwan muslim, sudah seharusnya menggali kembali pengetahuan syariahnya, di samping membantu ulama memahami kompleksitas masalah yang ada. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW dalam kitab Arbain Nawawi Artinya:Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah SAW. Dan kesayangannya dia berkata : Saya menghafal dari Rasulullah SAW. (sabdanya): Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu. (Riwayat Turmuzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shoheh) Oleh karena itu, bila umat menghadapi satu hal yang membingungkan, ragu antara halal dan haram maka sebaiknya hal itu ditinggalkan. Hal itu termasuk dalam kategori syubhat. Dengan cara ini pula, kita akan terhindar dari fitnah telah melakukan hal yang buruk. Kehormatan kita sebagai seorang Mukmin akan tetap terjaga. Inilah yang disebut sikap wara' (hati-hati) dalam beragama

D. Faktor Positif Menghindari Syubhat Sebagaimana penggalan hadits diatas yaitu......Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya.... maka, sangatlah jelas bahwa siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat akan merugi atau sama dengan hal nya terjerumus keperkara yang diharamkan oleh Allah SWT. Begitu juga sebaliknya, apabila terhindar dari perkara syubhat maka juga akan terhindar dari hal-hal yang diharamkan

Dari penggalan hadits tersebut dapat ditarik sebuah faktor positif dalam menghindari perkara syubhat, yaitu:

Termasuk sikap wara adalah meninggalkan syubhat . Menjauhkan perbuatan dosa kecil, karena hal tersebut dapat menyeret seseorang kepada perbuatan dosa besar. Memberikan perhatian terhadap masalah hati, karena padanya terdapat kebaikan fisik. Baiknya amal perbuatan anggota badan merupakan pertanda baiknya hati. Pertanda ketakwaan seseorang jika dia meninggalkan perkara-perkara yang diperbolehkan karena khawatir akan terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan. Menutup pintu terhadap peluang-peluang perbuatan haram serta haramnya sarana dan cara ke arah sana (hal yang haram). Hati-hati dalam masalah agama dan kehormatan serta tidak melakukan perbuatanperbuatan yang dapat mendatangkan persangkaan buruk. Dll

Dengan menjauhi syubhat berarti kita telah membersihkan agama dan kehormatan kita dari nodanoda yang mungkin saja tanpa kita sadari menepel pada agama dan kehormatan kita. Dengan cara seperti ini, tidak akan ada tuduhan bahwa Islam membingungkan, karena sebenarnya Islam sudah sangat jelas. Hanya saja seringkali, karena pengetahuan yang terbatas banyak orang yang bingung menentukan sikap. Dengan cara ini pula, kita akan terhindar dari fitnah telah melakukan hal yang buruk. Kehormatan kita sebagai seorang Mukmin akan tetap terjaga. Inilah yang disebut sikap wara' (hati-hati) dalam beragama.

E. Akibat Terjerumus Dalam Perkara Syubhat Bagaimanapun, perkara-perkara syubhat yang tidak jelas apakah itu halal atau haram, karena banyak orang yang tidak mengetahui hukumnya, sebagaimana dikatakan oleh Nabi SAW. kadang-kadang kelihatan jelas oleh sebagian orang bahwa ia halal atau haram sebab dia memiliki ilmu yang lebih. Sedangkan sabda Nabi saw menunjukkan bahwa ada perkara-perkara syubhat yang diketahui hukumnya oleh sebagian manusia, tetapi banyak orang yang tidak mengetahuinya. Untuk kategori orang yang tidak mengetahuinya, terbagi menjadi dua: Pertama, orang yang mendiamkan masalah ini dan tidak mengambil tindakan apa-apa karena ini adalah masalah syubhat. Kedua, orang yang berkeyakinan bahwa ada orang lain yang mengetahui hukumnya. Yakni mengetahui apakah masalah ini dihalalkan atau diharamkan. Dan orang yang melakukan perkara syubhat padahal dia mengetahui bahwa perkara itu masih syubhat, maka orang seperti ini adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi saw bahwa dia termasuk orang yang terjerumus dalam sesuatu yang haram. Pernyataan ini dapat ditafsirkan ke dalam dua hal: Pertama, syubhat yang dilakukan tersebut --dengan keyakinan bahwa apa yang dilakukan adalah

syubhat-- merupakan penyebab baginya untuk melakukan sesuatu yang haram --yang diyakini bahwa perkara itu adalah haram. Dalam riwayat as-Shahihain untuk hadits ini disebutkan, "Barangsiapa yang berani melakukan sesuatu yang masih diragukan bahwa sesuatu itu berdosa, maka dia tidak diragukan lagi telah terjerumus dalam sesuatu yang jelas berdosa." Diriwayatkan oleh Bukhari saja Kedua, sesungguhnya orang yang memberanikan diri untuk melakukan sesuatu yang masih syubhat baginya, dan dia tidakmengetahui apakah perkara itu halal ataukah haram; maka tidak dijamin bahwa dia telah aman dari sesuatu yang haram. Dan oleh karena itu dia dianggap telah melakukan sesuatu yang haram walaupun dia tidak mengetahui bahwa hal itu haram. Tirmidzi dan Ibn Majah meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Yazid, dari Nabi saw bersabda: "Seorang hamba tidak akan dapat mencapai tingkat orang-orang yang bertaqwa sampai dia meninggalkan sesuatu yang tidak apa-apa baginya karena khawatir akan apa-apa baginya." (Diriwayatkan oleh Tirmidzi (2451); Ibn Majah(4215). Tirmidzi mengatakan: "Hadits ini hasan gharib, padahal dalam rangkaian sanad hadits ini ada Abdullah bin Yazid al-Dimasyqi yang dianggap dha'if) Dari beberapa penjelasan diatas, bahwa setiap orang yang terjerumus kedalam perkara syubhat maka:

Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram. Dia termasuk orang yang terjerumus dalam sesuatu perkara yang haram. Tidak akan sempurna keimanan dan ketaqwaannya. Dia tidak menjaga kehormatan diri dan agamanya. Berkurangnya kebaikan perbuatan dan kebaikan hati.

Itulah seharusnya tindakan yang harus dilakukan oleh setiap orang sesuai dengan tingkatan keilmuannya. Ada orang yang tidak keberatan sama sekali untuk melakukan syubhat, karena dia telah tenggelam di dalam hal-hal yang haram, bahkan dalam dosa-dosa besar. Di samping itu, hal-hal yang syubhat harus tetap dalam posisi syar'inya dan tidak ditingkatkan kepada kategori haram yang jelas dan pasti. Karena sesungguhnya di antara perkara yang sangat berbahaya ialah meleburkan batas-batas antara berbagai tingkatan hukum agama, yang telah diletakkan oleh Pembuat Syariah agama ini, di samping perbedaan hasil dan pengaruh yang akan ditimbulkannya.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Syubhat adalah ketidakjelasan atau kesamaran, sehingga tidak bisa diketahui halal haramnya sesuatu secara jelas. Syubhat terhadap sesuatu bisa muncul baik karena ketidakjelasan status hukumnya, atau ketidakjelasan sifat atau faktanya. Oleh karena itu, bila umat menghadapi satu hal yang membingungkan (karena ketidakjelasan atau kesamarannya), ragu antara halal dan haram maka sebaiknya hal itu ditinggalkan. Hal itu termasuk dalam kategori syubhat. Dengan menjauhi syubhat berarti kita telah membersihkan agama dan kehormatan kita dari nodanoda yang mungkin saja tanpa kita sadari menempel pada agama dan kehormatan kita. Dengan cara seperti ini, tidak akan ada tuduhan bahwa Islam membingungkan, karena sebenarnya Islam sudah sangat jelas. Hanya saja seringkali, karena pengetahuan yang terbatas banyak orang yang bingung menentukan sikap. Bahwa setiap orang yang terjerumus kedalam perkara syubhat maka: Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram. Dia termasuk orang yang terjerumus dalam sesuatu perkara yang haram. Tidak akan sempurna keimanan dan ketaqwaannya. Dia tidak menjaga kehormatan diri dan agamanya. Berkurangnya kebaikan perbuatan dan kebaikan hati.

B. Saran Yang paling baik adalah bagaimana kita menghindari hal-hal yang syubhat tersebut. Karena dengan menghindari hal yang syubhat kita telah menjaga kesucian diri dan agama.

Daftar Pustaka

. Al Kahlaany, Subulus salam, Maktabah Dahlan: Bandung

An Nawawi, 2006, Terjemah Hadits Arbain Nawawi. (Cetakan VI)Al Itishom Cahaya Umat: Jakarta

Apriyantono, Penentuan Kehalalan Produk Pangan Hasil Bioteknologi: Suatu Tantangan, www.indohalal.com

Qardhawy, Yusuf, 1996, FIQH PRIORITAS:Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Robbani Press, Jakarta.

Hansen dan Marsden, 1987. E for Additives. Thorsons: England

Republika Online http--www_republika_co_id.mht

http://muslim.or.id/?p=126&akst_action=share-this

http://muslim.or.id/?p=263&akst_action=share-this

http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Prioritas/Syubhat.html

http://www.eramuslim.com/ustadz/hds/7318172723-pengertian-syubhat-perbedaan-duahadits.htm

http://abusalma.wordpress.com/2006/12/11/perisai-penuntut-ilmu-dari-syubhat-ath-thalibi1/feed/

http://www.almanhaj.or.id/category/view/65/page/1

Tempo online/ 29/09/2011


SEJAK heboh makanan bercampur minyak dan lemak babi, hingga pekan ini yang masih menjadi primadona di masjid-masjid dan selebaran adalah kata syubhat. Kata ini untuk mengingatkan mereka agar menjauhkan dirinya dari makanan dan minuman yang meragukan di hati. Syubhat itu bahasa Arab. Asalnya dari kata syabaha, yang berarti: mirip atau menyerupai. Dan itu dipakai untuk beberapa hal yang berada di antara dua hal yang meragukan, ke sana tidak ke sini bukan. Ada hitam di antara putih, dan di tengahnya "kelabu". Yang kelabu itulah justru yang syubhat. Dan di antara dua hal yang jelas halal dan haramnya, menurut Ustad Muhammad Bair Al-Habsyi, ada hal-hal yang meragukan atau mutasyabihat. Penerjemah buku Dialog Sunni Syiah itu lalu mengutip sebuah hadis terkenal dari Rasulullah : "Barang siapa menjauhkan dirinya dari syubhat, dia menyelamatkan agamanya." Sementara itu, K. H. A. Thohir Widjaja, Ketua Umum Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) Golkar, mengartikan syubhat sebagai perkara yang belum jelas hukumnya, apakah halal atau haram. Alias mirip status quo. Sebelum ada ribut-ribut, suatu makanan atau minuman bisa saja dianggap halal. Artinya, tidak timbul masalah bila dimakan dan diminum. Tapi setelah barang itu diragukan, ia jadi syubhat. "Makanya, harus dihindari sampai ada kejelasan," katanya. Soal makanan yang sedang diributkan sekarang, terutama untuk mereka yang muslim, memang bukan main-main, karena menyangkut keyakinan atau akidah. Dan fatwa saja, apalagi di zaman modern ini soalnya tidak begitu mudah akan selesai hanya, misalnya, dengan munculnya ulama "demonstrasi" minum atau memakan benda-benda yang sedang dihebohkan itu (lihat Nasional). Upaya mencari "legitimasi" demikian, modelnya tentu belum pas. Karena umat itu sudah kritis. Mereka juga ada pegangan pasti "Tinggalkan atau jauhkan dirimu dari yang engkau ragukan, dan kerjakan apaapa yang tak kau ragukan," kata Rasulullah, seperti dikutip Ustad Amin Jamal dari Majelis Tarjih Muhammadiyah Kota Madya Surabaya kepada Herry Mohammad dari TEMPO. Itu Hadis sahih. Maka, "pembuktian" itu tak jatuh jadi membingungkan bila memberi penjelasan dengan mengutamakan hasil penelitian produk yang syubhat itu, di laboratorium. Dan itu afdal-nya kalau diikutkan lembaga yang independen -- hingga buktinya dipercayai. Jadi, kedua pihak (produsen dan konsumen) aman dari fitnah atau isu. Tapi ketika pasar masih sepi akibat badai isu belum reda -- karena konsumen masih ragu pada produk yang diributkan itu. Antara, 7 November, mengutip Profesor K. H. Ibrahim Hosen. "Selama menunggu hasil penelitian di laboratorium, maka semua makanan yang baru dicurigai mengandung lemak babi tetap halal dimakan," ujar Ibrahim Hosen dalam suara berani. Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu, katanya, berpegang pada hukum Islam "Makanan itu, sebelum ada isu, sudah halal dimakan. Tapi kalau hasil penelitian laboratorium ternyata membuktikan ada lemak babi, maka sejak itulah makanan tersebut menjadi haram," tambahnya. Kesimpulan Pak Kiai ini: selama menanti hasil penelitian tadi, hukumnya tak syubhat. Menurut Ibrahim Hosen, syubhat adalah "istilah" ulama tasawuf. "Kalau mengikuti tasawuf, berarti kita kembali ke zaman primitif. Karena tasawuf bertolak pada pemikiran bahwa semuanya dinyatakan haram, kecuali beberapa saja yang halal," katanya lagi. "Kalau ulama fikih sebaliknya, ia bertolak pada pendapat bahwa semuanya halal, karena yang haram hanya beberapa." Apa Antara tak keliru mengutip? "Tidak. Saya memang bilang demikian," kata

Hosen pada TEMPO. Ia ngomong begitu setelah bersama Sekjen Departemen Agama, Tarmizi Taher, Senin ini menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha MUI akan menentukan halal tidaknya berbagai produk yang dicurigai mengandung lemak babi, katanya, setelah ada hasil pemeriksaan laboratorium. Lagi, menurut Ibrahim Hosen: istilah syubhat itu tak dikenal ahli fikih. Bagi ulama fikih hanya ada "syak" dan "yakin". Bila seorang ulama fikih meyakini suatu barang itu halal, maka syak-wasangka keharamannya itu tidak menjatuhkan keyakinannya. "Jadi, tak ada istilah syubhat. Terserah keyakinan, apakah kita lemah atau kuat," katanya. Yang dianggap syubhat oleh ulama tasawuf, bagi ulama fikih disebut syak. Contohnya, menurut Ibrahim Hosen, ulama tasawuf tak mau menggunakan uang, karena dianggap kotor. Mereka memakai cara barter dengan tukar-menukar barang. Naik mobil, misalnya, mereka juga tidak memakai uang, tapi sewanya dibayar dengan beras. "Apa kita hidup di zaman sekarang ini bisa seperti itu?" tanya Hosen. "Dan karena selama ini kita sudah meyakini makanan yang diisukan itu halal, maka syak tentang keharamannya tidak serta merta lenyap. Harus ada bukti yang kuat, misalnya penelitian laboratorium tadi," tambahnya. Lalu ia mengangkat contoh dua sahabat Nabi Abubakar, katanya, begitu mendengar bahwa susu yang diminumnya berasal dari hasil rampokan, maka segera ia memuntahkan segala isi perutnya. Juga Umar Ibn Khattab. Ia melakukan hal serupa ketika mendengar susu yang diminumnya itu berasal dari kambing zakat. "Mampukah itu sekarang dilakukan secara konsekuen ?" tanya Hosen lagi. "Saya sendiri belum mampu, karena belum mencapai taraf sufi. Apalagi orang awam." Karena itu, ia tetap berusaha menjalankan fikihnya secara konsekuen. Dr A. M. Saefuddin, bekas Rektor Universitas Ibnu Khaldun Bogor, membantah tasawuf itu primitif. "Dari zaman mana pun, dan dari golongan mana pun, mereka menafsirkan sama. Tasawuf itu puncak dari proses mendekatkan diri kepada Allah," katanya pada Riza Sofyat dari TEMPO. Menurut dosen di IPB Bogor yang mendalami tasawuf itu, urutan proses tersebut terdiri dari tauhid, fikih, dan tasawuf. Dan kalau lemak babi kini sedang diteliti, itu artinya dalam proses Dan menurut tasawuf yang mana pun di dunia ini, jelas pula itu syubhat. Sifatnya serba belum jelas. Maka, ujar A. M. Saefuddin, tinggalkan segala yang syubhat. Sedangkan menurut Thohir Widjaja, syubhat tetap fikih, bukan tasawuf. Begitu ribut-ribut, status hukum barang itu jadi tidak jelas, diragukan. Dan menurut kiai ini penentu halal haram itu hati. "Untuk menjauhi dari risiko, ya, dengan menghindarinya. Ini namanya tasawuf. Maka, tasawuf itu masih tetap relevan di zaman sekarang," katanya. Dan soal syubhat itu bahkan berhubungan dengan umat Islam. "Ini bagian dari akhlak muslim," tutur Muhammad Bagir, ahli hadis dari Solo itu. Sedangkan K. H. Ali Yafie mengatakan dalam syubhat ada hal-hal serupa tapi tak sama. Misalnya gelatin. Barang itu olahan dari tulang atau otot "Hanya belum jelas, tulang hewan tersebut apa sapi atau babi," kata Rais NU itu. Selama belum jelas, maka keadaannya adalah syubhat. Begitu juga soal penyembelihan hewan atau sapi, dengan cara Islam atau bukan. Jadi, memang banyak masalahnya. Maka, harus ada informasi yang jelas dalam proses membuat makanan. Namun, menurut Ali Yafie, syubhat memang tidak dikenal dalam fikih. Istilah itu hanya populer di tengah kaum tasawuf, sebab di situ ada kata "hati". Dan bila "hati" menyuruh menghindari barang-barang syubhat, itu namanya wara'. Tapi itu bukan berarti urusan tasawuf melulu. Apalagi di fikih soal yang syubhat banyak dibicarakan. Misalnya, dalam hal kriminal. Hadisnya ada, seperti dilarang memvonis pidana bila terjadi syubhat. "Contohnya, terhadap pezina. Bila belum ada saksi mata, mereka belum bisa dijatuhi hukuman rajam," kata dosen fikih di Universitas Islam Assyafi'iyah Jakarta itu. Yang tidak mau pusing kepala adalah ulama Persis. Bagi mereka, label "dijamin halal" di suatu produk, misalnya, tetap ditafsirkan sebagai versi penjual. "Kami belum percaya penuh, karena tak ikut meneliti sendiri. Karena itu, hukumnya tetap syubhat, dan sebaiknya memang

dielakkan," ujar Abdul Qadir. Pimpinan Pondok Pesantren Persis, Bangil, Jawa Timur itu memang mau praktis saja menentukan hukum. "Bagi kami fikih itu, ya, hadis. Kalangan yang memakai fikih tradisional itu njlimet dan sering membingungkan," katanya. "Karena itu, kami langsung mengambil dari sumber aslinya." Mengambil hukum dengan mengacu kepada fikih tradisional, katanya, "Biasanya orang cenderung yang enaknya saja." Memang, padahal Rasulullah telah berpesan, "Yang halal itu jelas dan yang haram juga sudah jelas. Dan di antara keduanya ada beberapa perkara yang belum jelas atau syubhat." Tapi yang penting, keputusannya selalu pada apa kata hati untuk menentukan pilihan. "Mintalah fatwa itu dari hatimu sendiri," sabda Nabi. "Dan itu bukan berarti kalau sudah tahu barang haram, lalu diterjang begitu saja," kata Amin Jamal yang dari Muhammadiyah tadi. Zakaria M. Passe, Ahmadie Thaha, dan Syafiq Basri.

Demikian pula masakan padang atau warteg (Habib Munzir bukan memvonis), namun ada laporan dari pihak jamaah Majelis Rasulullah, bahwa tetangganya bekerja sebagai pemasok kaskus sapi ke restoran-restoran padang dan lainnya. Ia menggantinya dengan kaskus babi. Karena lebih banyak dagingnya, menjadi lebih mahal harga jualnya, namun lebih murah ia membelinya dari pemasok kaskus babi itu dari wilayah luar kota. Hukum dari makanan-makanan di atas tidak haram secara mutlak, kecuali sudah terbukti dengan dua saksi ada yang siap bersaksi akan hal itu. Namun hukum makanan-makanan di atas menjadi syubhat, tidak haram memakannya, namun jika betul ia ada campuran yang haram, akan membawa dampak pada tubuh kita untuk malas beribadah, dan semangat berdosa. Curigalah, misalnya anda selalu melakukan ibadah dengan taraf tertentu. Lalu setelah makan di restoran fulan, atau beli gorengan dari penjual gorengan, atau setelah makan suatu makanan, maka saat anda ibadah terasa sangat berat, malas, dan serba gundah. Lalu coba hindari makanan itu. Jika anda kembali pada kesempurnaan ibadah yang biasa Anda capai, maka telah jelas makanan yang anda makan saat itu mengandung hal yang haram. Makanan halal memicu pada semangat beribadah, dan malas berbuat mungkar. Sedangkan makananan haram memicu malas berbuat pahala dan semangat berbuat dosa. Makanan syubhat ada ditengah-tengahnya. Bisa mengandung yang haram, bisa tidak. Maka Habib Munzir tak mau berspekulasi. Habib Munzir memerintahkan pembantu di rumah beliau untuk membeli kambing, ayam, dan sapi, pada tempat yang langsung menyediakannya berikut menternaknya. Ia menjual ayam hidup, tinggal pilih, mau ayam yang mana, ia menyembelihnya, membersihkannya, dan menyerahkannya pada kita dengan kesaksian kita sendiri. Demikian pula penjual kambing ada beberapa tempat yang memang peternak kambing. Ia memotong kambing sendiri, dan menjualnya, maka ia terpercaya, demikian pula sapi. Hati-hati dengan sosis, karena banyak dicampur dg daging babi. Hati-hati dengan restoran cepat saji, karena mereka sering (bukan vonis) mereka memakai minyak babi sebagai minyak gorengnya. Karena minyak babi lebih cepat membuat makanan matang daripada minyak goreng lainnya.

www.republika.co.id tgl 29/09/2011


Teliti sebelum membeli! Jargon ini amat populer tahun 1970-an, tatkala TVRI gencar menayangkan program Mana Suka Siaran Niaga. Sikap berhati-hati sebaiknya juga diterapkan setiap kali kita hendak membeli dan atau mengonsumsi makanan dan minuman olahan. Utamanya ketika kita belum bisa memastikan status halal atau haramnya bahan pangan tersebut. Siapa tahu dalam makanan/minuman itu terselip kandungan bahan atau ramuan (ingrediants) tidak halal alias haram atau syubhat. Halal dan haram adalah istilah hukum syar'i yang saling berseberangan. Halal merujuk kepada hal-hal yang diperbolehkan. Sedang haram merujuk pada hal-hal yang dilarang. Setiap muslim diperintahkan untuk hanya mengonsumsi makanan/minuman yang halal dan, syukur-syukur, thoyib (baik dan menyehatkan). Sebaliknya, kita terlarang mengonsumsi makanan/minuman haram. Secara alamiah, Allah telah menyediakan bagi manusia begitu banyak bahan pangan yang halal. Sementara yang haram itu jauh lebih sedikit jumlah dan jenisnya. Maka, amat logis jika kaidah pertama dan utama dari hukum fiqh menyatakan: ''apa pun yang bisa dikonsumsi adalah halal, kecuali yang diharamkan.'' Yang belum jelas statusnya, atau terletak antara halal dan haram, disebut syubhat. Dalam kaitan ini, Nabi Muhammad SAW memberi nasihat kepada umatnya agar menghindari yang syubhatsyubhat. Apalagi yang sudah jelas haramnya! Masalahnya, kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang telah terkondisi dengan bahan pangan olahan yang, dalam proses produksinya, kerap dibubuhkan bahan/ramuan tertentu. Faktanya, tak semua ramuan itu berasal dari bahan dan atau proses yang halal. Adakalanya ramuan itu juga tidak jelas status dan asal-usulnya. Maka, berhati-hati dalam memilih sudah menjadi keharusan. Nah, sekadar membantu memberi panduan singkat, berikut ini adalah daftar ramuan yang biasa terdapat makanan/minuman olahan. Keterangan mengenai status halal, haram atau syubhatnya diambil berdasarkan informasi dari situs halal.50megs.com. Ingrediants/Ramuan Status Acetic Acid/Asam Asetat Halal Glycerol/glycerin (plant/tanaman) Halal Alcohol/Arak Haram Glycerol Stearate Syubhat Ammonium chloride Halal Glycogen Syubhat Ammonium sulfate Halal Gum Acacia Halal Animal Shortening/Fat Haram Hormones (animal/hewan) Syubhat Ascorbic acid Halal

Hormones (plant/tanaman) Halal Aspartame Halal Hydrogenated Oil Halal Benzoate/Benzoic acid Halal Hydrolyzed Animal Protein Syubhat Bacon (Pork/Babi) Haram Hydrolyzed Vegetable Protein Halal BHA Halal Lard Haram BHT Halal Leavenings Halal Calcium carbonate Halal Lecithin (Soya or Vege.) Halal Calcium sulfate Halal Malt Halal Carrageenan Halal Malto Dextrin Halal Cholesterol Syubhat Molases Halal Citric Acid Halal Mono Calcium phosphate Halal Cocoa Butter Halal Mono Saccharides Halal Collagen (Pork) Haram Monoglycerides (animal/hewan) Syubhat Corn Meal/Corn Starch Halal Monoglycerides (plant/tanaman) Halal Corn Syrup Halal MSG (Monosodium Glutamate) Halal Dextrin/Dextrose Halal Nitrates/Nitrites Halal Dicalcium phosphate Halal Nonfat Dry Milk Halal Diglyceride (animal/hewan) Syubhat Oxalic acid Halal Diglyceride (plant/tanaman) Halal Partially Hydrogenated Vegetable Oil Halal EDTA Halal PABA Halal Enzyme (animal/hewan) Syubhat Pectic materials Halal Enzyme (plant/tanaman) Halal Pectin Halal Ergocalcifirol Halal Pepsin (animal/hewan) Syubhat

Ergosterol Halal Phospholipid (animal) Syubhat Ethoxylated Mono-/Di Glyceride Syubhat Phospholipid (plant) Halal Fatty acid (animal/hewan) Syubhat Phosphoric acid Halal Fatty acid (plant/tanaman) Halal Pork/Babi Haram Ferrous sulfate Halal Potassium Benzoate Halal Ferrous Sulfate Halal Potassium Bromate Halal Fructose Halal Potassium Citrate Halal Fungal Protease Enzyme Halal Propionate Halal Gelatin/Kosher Gelatin Haram Propionic acid Halal Glucose Halal Renin/Rennet Syubhat Glyceride (animal/hewan) Syubhat Saccherine Halal Glyceride (plant/hewan) Halal Salt Halal Glycerol/glycerin Syubhat Tapioca Halal Soya Protein Halal Tricalcium Phosphate Halal Soybean Oil/Minyak kedele Halal Vegetable Oil/Minyak sayur Halal Sucrose Halal Vinegar Halal Shortening Syubhat Whey Syubhat Yeast Halal Contoh makakan halal (boleh dimakan): 1. Susu (dari sapi. kambing, domba dan unta). 2. Madu. 3. Ikan. 4. Tanaman dan produknya yang tidak beracun. 5. Sayuran segar atau beku. 6. Buah-buahan segar atau kering. 7. Biji-bijian 8. Kacang-kacangan. 9. Hewan yang disembelih secara Islami atau dengan menyebut nama Allah. Bahan pangan haram (tidak boleh dimakan): 1. Babi dan bahan ikutannya 2. Darah dan hasil olahannya. 3. Hewan pemakan daging (Karnivora). 4. Hewan peptil dan serangga hama. 5. Hewan halal yang tidak disembelih menurut syariat Islam. 6. Hewan yang dibunuh tidak dengan menyebut nama Allah. 7.

Hewan mati sebelum disembelih. 8. Alkohol dan minuman keras seperti anggur, etanol, spirtus, dll Bahan pangan atau ramuan syubhat (sebaiknya dihindari): 1. Gelatin. 2. Enzim. 3. Emulsifiers. 4. Lard. 5. Glycerol/glycerin dan lain-lain 6. Ramuan lain dari hewan/barang haram Lard Lard atau lemak 'cooking' biasanya terbuat dari lemak perut babi dan banyak dipakai dalam masakmemasak kue. Maka, semua bentuk lard sebaiknya dihindari, kecuali dapat dipastikan dia berasal dari bahan tanaman, mikroba atau sintetik. Gelatin Ini jenis protein tak berbau, tak berasa. Wujudnya seperti jelly atau lem. Biasanya hasil ekstraksi dari tulang, rambut atau bagian limbah hewan (utamanya babi dan sejenisnya). Protein ini mudah larut dalam air panas dan digunakan dalam membuat jelly untuk salad dan dessert, film kamera, dan lem. . Pepsin Pepsin adalah salah satu jenis enzim pencernaan yang dipakai untuk membantu orang yang punya kelainan pada fungsi pencernaan. Terutama untuk mecerna bahan pangan dari daging, telur, keju dan protein lain. Enzim Enzim adalah protein bioaktif yang biasnya diproduksi dalam sel-sel hidup. Zat ini dibutuhkan untuk memicu berlangsungnya reaksi-reaksi kimia di dalam tubuh. Enzim yang diperoleh dari rekayasa mikroba mungkin tidak masalah. Tapi, akan repot bila dia diekstrak dari hewan-hewan yang masuk katagori haram dimakan. Rennet Substansi mengandung enzim rennin, biasanya diperoleh dari perut anak sapi atau hewan ruminansia (mamalia) lainnya. Subtansi ini dipakai untuk membuat keju dan atau cheddar. Whey Bagian cair dari susu ketika susu menjadi asam dan menggumpal saat keju terbentuk. Sebaiknya dihindari, kecuali yang terbuat dari tanaman (antara kedelai). Ekstrak Vanilla Ekstrak wangi ini terbuat dari biji vanilla dan biasa digunakan dalam permen, ice cream dan minyak wangi. Masalahnya, ekstrak ini hanya larut dalam alkohol. Hasil pengujian dari ekstrak vanilla yang beredar menunjukkan ramuan itu mengandung lebih 50% lebih alkohol.jun/dokrep/Februari 2003

Anda mungkin juga menyukai