Anda di halaman 1dari 5

PERINGATAN! JANGAN MUDAH MENGKAFIRKAN.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaaatuh,

Saat ini fenomena memberi label kafir oleh beberapa pihak kepada mereka
yang tidak sependapat, beda penafsiran dan juga beda pilihan politik sudah
merajalela.
Kitapun juga sering menemukan dalam keseharian mengenai kata-kata kafir
seperti yang sering diucapkan oleh sebagian orang "kafir Ente" kepada
sebagian yang lain, seolah-olah kata tersebut memiliki makna tunggal yaitu
keluar dari Islam. Namun taukah anda arti dan hakikat makna dari pada kata
kafir?
Ingin tahu seperti apa ulasan lengkapnya?
Silahkan tonton video ini sampai habis untuk mendapatkan motivasi, inspirasi
dan juga edukasi untuk peningkatan mutu diri menjadi lebih baik.

intro

Belakangan ini banyak ditemui kekeliruan dalam memahami kausal atau


hakikat sebab menjadikan seseorang keluar dari lingkup Islam sehingga layak
divonis kafir.
Di sisi lain, banyak pula ditemui pihak yang dengan mudah memasang
identitas kafir pada sesama Muslim hanya tersebab perbedaan paham,
pendapat, beda penafsiran dan juga beda pilihan politik.
Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka banyak yang akan terjebak dalam
meminoritaskan umat Islam. Dengan ucapan maaf, izinkanlah kiranya saya
memberikan sedikit pandangan, boleh jadi niat mereka itu baik, yakni demi
merealisir amar makruf dan nahi 'anil munkar, namun mereka lupa bahwa
aktivitas itu wajib disampaikan dengan penuh hikmah kebijaksanan, disertai
advise-advise yang landai. Kemudian jika menjurus pada polemik, hendaklah
dilaksanakan dengan metode yang terbaik, sesuai firman Allah:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (OS. An-Nahl: 125).
Inilah kiranya metode yang lebih cepat diterima, lebih cepat berhasil untuk
menyadarkan mereka yang lalai atau jahil. Dengan demikian jika Anda melihat
seorang Muslim yang aktif bersembahyang, menunaikan fardhu-fardhu Allah,
menjauhi laranganNya, meyerukan dakwah, memperkuat keberadaan masjid,
meramaikan pesantren, yang menurut kaca mata Anda itu benar, namun
Anda memandang dia dengan persepsi yang berbeda, dan di kalangan ulama
sendiri masih berselisih paham mengenai masalah itu, kemudian orang
tersebut tidak segera menyesuaikan dengan pendapat Anda, lantas Anda
tuduh kafir hanya tersebab perselisihan itu, sungguh Anda telah bertindak
terlalu jauh, amat membahayakan, dan hal itu dilarang oleh Allah yang telah
menghimbau untuk bertindak arif bijaksana dan bersikap yang lebih toleran.
Telah terjadi kosensus antar ulama (ijma') bahwa mengkafirkan pada seorang
ahli Kiblat itu akan mandul, terkecuali bila pahamnya menjurus pada tidak
mengakui Allah sebagai Sang pencipta, atau melakukan syirik dengan terang-
terangan yang tidak dimungkinkan lagi untuk dipasang takwil atau konotasi,
atau mengingkari kenabian seorang nabi, atau mengingkari doktrin agama
yang termasuk kriteria dharuriy, atau mengingkari ajaran agama yang sifatnya
mutawatir dan yang telah terjadi konsensus di antara ulama.
Mengenai ilmu agama yang dharuriy (doktrin) menyangkut masalah tauhid,
kenabian, mengakui Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhir, iman pada hari
kebangkitan, mempercayai adanya hisab, pembalasan, surga, neraka. Poin-
poin ini akan menjadikan kafir jika seseorang membantahnya.
Sementara itu, bagi orang Islam tidak ada maaf untuk tidak mengerti
mengenai pokok-pokok ajaran tadi, terkecuali jika dalam taraf muallaf, dia
dimaafkan sehingga sempat untuk belajar. Setelah itu tidak ada maaf lagi.
Yang disebut mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan banyak orang,
sehingga tidak dimungkinkan lagi mereka bersepakat untuk berbohong
mengenai berita itu terhadap pihak atau golongan lain, baik mengenai isnad-
nya atau thabaqat-nya. Yang mengenai isnad sebagaimana hadits:

Barang siapa dengan sengaja mendustakan saya, hendaklah ia


mempersiapkan tempat duduknya di neraka.
Mengenai thabaqat-nya adalah sebagaimana mutawatirnya Al Qur'an, yang
telah menyebar ke timur dan ke barat, baik dengan tadarrus, membaca atau
menghapal, diterima dari suatu golongan oleh golongan yang lain, hingga tidak
membutuhkan isnad.
Dalam sekali waktu kemutawatiran itu ditemukan dengan mutawatirnya
suatu amalan yang ada sejak Nabi Saw sampai sekarang, dan kadang
ditemukan dengan adanya Ilmu, sebagaimana Ilmu tentang mukjizat, di mana
walaupun sebagiannya termasuk ahad, namun kadar serikat mengenai
pengetahuan yang ada pada setiap individu orang Islam, itu menjadikannya
mutawatir.

Menuduh kafir pada insan Muslim pada selain poin-poin yang tertera tadi
adalah perkara yang gawat. dalam sebuah hadisdiriwayatkan:

Jika seseorang mengatakan pada saudaranya, “hai orang kafir", kalimat itu
akan kembali (terpasang) pada salah satunya. (Hadits Riwayat Al-Bukhariy
dari Abu Hurairah).

Dengan demikian, tidak diperbolehkan menuduh kafir dengan hanya berdasar


prasangka, tidak dengan analisa yang disertai dalil-dalil dan pengetahuan
yang validitasnya tidak diragukan lagi. Jika tidak ada prasyarat seperti itu,
kondisi Dunia Islam akan menjadi runyam. Adakah bumi ini akan dihuni oleh
beberapa gelintir orang yang mengaku dirinya paling bertauhid? Ini
sebagaimana tidak diperbolehkannya menuduh kafir pada sementara orang
yang berlaku rnaksiat, selama mereka masih mengimankan dan mengikrarkan
dua kalmah syahadah. Dalam sebuah hadis diriwayatkan:

Tiga unsur termasuk pokok iman, yaitu: 1. Mengekang diri terhadap orang
yang mengucap La ilaha illallah, dia tidak akan kita kafirkan dengan adanya
dosa, tidak akan kita keluarkan dari lingkup Islam dengan adanya perbuatan
(buruk), 2. Jihad itu terus berlangsung sejak aku diutus Allah hingga umatku
terakhir membunuh Dajjal, jihad tidak bisa dibatalkan tersebab
penyelewengan Orang aniaya, atau keadilan orang yang adil. 3. Iman kepada
gadar... (Hadits keluaran Abu Dawud).
Berkata Imam Al-Haramain: Seumpama ditanyakan padaku: Rincilah ucapan
yang menyebabkan kafir dan apa yang tidak? Ini adalah suatu pertanyaan
yang berat sekali menjawabnya, di mana diperlukan untuk merujuk ushul-
ushul tauhid. Sebab seseorang yang tidak mengerti akan hakikat suatu
masalah, ia tidak akan dapat berhasil mengemukakan dalil-dalil yang
menguatkan tuduhan kafir.
Untuk itu kita harus menjauhi perbuatan serampangan menuduh kafir di luar
area yang telah disebutkan di atas, di mana hal ini hanya akan menyeret pada
bahaya besar.
Dari penjelasan di atas terlihat jelas kehati-hatian para ulama. Meskipun ada
sekian banyak bukti yang mengarah pada kekafiran saudara kita, namun
jikalau masih terlihat satu saja alasan untuk menetapkan keislamannya, para
ulama memilih satu alasan tersebut dan menahan diri untuk mengkafirkan
orang tersebut.
Lebih baik kita keliru menyatakan dia tetap Islam ketimbang kita keliru
mengatakan dia kafir. Lebih baik kita keliru memaafkan dia ketimbang kita
keliru menghukum orang yang tak bersalah.
Dalam masalah pidana yang tidak punya konsekuensi mengeluarkan orang
dari keimanannya saja perlu kita carikan alasan agar pelakunya terbebas dari
hukuman, apalagi mengkafirkan orang yang jika salah memvonisnya, maka
konsekuensi di dunia sangatlah berat seperti dibunuh jika tidak mau taubat,
hilangnya hak waris, fasakh pernikahannya, apalagi konsekuensi di akhirat.

Ucapan senada juga sudah disampaikan oleh Hujjatul Islam Imam al-Ghazali
yang bermazhab Syafi'i dalam kitab al-Iqtishad fil I'tiqad: "Agar menjaga diri
dari mengkafirkan orang lain sepanjang menemukan jalan untuk itu.
Sesungguhnya menghalalkan darah dan harta Muslim yang shalat menghadap
qiblat, yang secara jelas mengucapkan dua kalimat syahadat, itu merupakan
kekeliruan. Padahal kesalahan dalam membiarkan hidup seribu orang kafir itu
lebih ringan dari pada kesalahan dalam membunuh satu nyawa Muslim.”
Di balik ucapan mengkafirkan orang lain itu sebenarnya tersembunyi
perasaan bahwa saya lebih baik dari dia; saya lebih islami, lebih suci, dan
lebih benar serta akan masuk surga ketimbang dia. Persoalannya darimana
kita tahu bahwa amalan ibadah kita "yang banyak sekali itu" pasti diterima
Allah dan dosa mereka "yang begitu banyak itu" tidak akan Allah ampuni?
Saya tidak tahu nasib saya kelak, bagaimana saya bisa begitu yakin dengan
nasib orang lain. Anda pun juga demikian. Ini merupakan hak prerogatif Allah.
Jangan sampai kita justru jatuh pada kesyirikan karena merasa dan bertindak
seperti Allah yang menentukan keimanan orang lain.

Wallahu’alam bi al shawab.

Semoga Solawat kesejahteraan, salam kedamaian dan keberkahan selalu


tercurahkan kepada baginda rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat, dan
mereka yang mengikuti petunjuknya dan berdakwah di jalannya sampai
kiamat kelak. Segala puji bagi allah Tuhan semesta alam.
Mungkin ini hanya sebagian kecil dari ulasan kita kali ini, kalau kalian masih
penasaran saksikan terus video-video terbaru dari channel ini dengan cara klik
subscribe dan nyalakan loncengnya dan jangan lupa share ke media sosial
kalian.terimakasih

Wassalamualaikum wr wb.

Anda mungkin juga menyukai