0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
111 tayangan3 halaman
Golek banyu apikulan warih adalah ungkapan Jawa yang menyiratkan pentingnya melandasi setiap keinginan dan cita-cita dengan kebaikan. Ungkapan ini mengingatkan bahwa untuk mencapai kebaikan diperlukan sarana kebaikan, seperti dahulu untuk mendapatkan air diperlukan membawanya dengan pikulan. Isbat-isbat Jawa lainnya seperti golekana galihing kangkung dan gole
Golek banyu apikulan warih adalah ungkapan Jawa yang menyiratkan pentingnya melandasi setiap keinginan dan cita-cita dengan kebaikan. Ungkapan ini mengingatkan bahwa untuk mencapai kebaikan diperlukan sarana kebaikan, seperti dahulu untuk mendapatkan air diperlukan membawanya dengan pikulan. Isbat-isbat Jawa lainnya seperti golekana galihing kangkung dan gole
Golek banyu apikulan warih adalah ungkapan Jawa yang menyiratkan pentingnya melandasi setiap keinginan dan cita-cita dengan kebaikan. Ungkapan ini mengingatkan bahwa untuk mencapai kebaikan diperlukan sarana kebaikan, seperti dahulu untuk mendapatkan air diperlukan membawanya dengan pikulan. Isbat-isbat Jawa lainnya seperti golekana galihing kangkung dan gole
MARILAH KITA PELAJARI BERSAMA Secara harfiah rangkaian kata-kata golek banyu apikulan warih berarti 'mencari air berpikulan air'. Banyak pihak mengatakan bahwa ungkapan semacam ini termasuk isbat, yakni rangkaian kata yang mengandung ajaran kebaikan. Pada Zaman dahulu, untuk mendapatkan air bersih kita harus pergi ke mata air sehingga memerlukan perjalanan untuk membawanya pulang ke rumah. Untuk memperolehnya, air ditempatkan dalam suatu wadah lalu dipikul (khususnya bagi orang laki-laki), sedang bagi perempuan ia membawa air dengan cara digendhong. Pada zaman dulu masing-masing rumah belum memiliki sumur, apalagi dengan sarana PAM. Secara nalar tidak mungkin mencari air dengan memakai alat pemikul air. Warih artinya air. Hal itu sama dengan isbat yang mengatakan golek geni adedamar, yang mana geni itu api, dan damar itu juga api. Maksudnya, secara bahasa normatif mencari api dengan api, atau mencari air dengan air. Dari ungkapan itu, setiap kata memiliki makna atau sebagai simbol tertentu. Air sebagai simbol kebaikan. Maksud para pendahulu Jawa mengatakan golek banyu apikulan warih atau golek geni adedamar adalah menyampaikan pesan bahwa untuk mencari kebaikan atau kemuliaan itu dibutuhkan syarat, yakni kebaikan itu sendiri. Ini tidak mudah, tetapi sulit, bahkan sangat sulit. Jika ingin mencari kebaikan, landasilah atau bekalilah dengan kebaikan. Sebaliknya, secara tersirat terkandung makna, tidak pada tempatnya seseorang menghendaki kemuliaan dan kebaikan hidup, tetapi dicapai dengan tindakan yang keliru atau kejahatan. Sebagai contoh, keinginan untuk menjadi pemimpin yang dihormati oleh rakyatnya harus diupayakan dengan cara-cara yang baik yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan secara moral kepada Tuhan. Jika keinginan baik itu dicapai melalui jalan baik, dapat dipastikan akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Hal itu berbeda jika kebaikan atau cita-cita dicapai dengan tindakan fitnah dan kecurangan. Ia tidak akan mendapatkan kepuasan batin walaupun ia mendapatkan kehormatan lahir. Padahal, kepuasan batin itu sebagai ukuran kebahagiaan seseorang. Semua orang yakin bahwa dirinya dapat menutupi keburukannya di mata orang lain, ia dapat membohongi orang lain demi tujuan pribadinya, ia dapat berhasil mencapai posisi penting dan terhormat walaupun ia capai melalui fitnah atau intimidasi. Akan tetapi, orang juga meyakini bahwa dirinya tidak akan mampu mengelabuhi diri sendiri sewaktu dirinya telah melakukan kejahatan, telah melakukan fitnah, telah melakukan intimidasi, money politics, kecurangan, dan kejahatan yang lain yang jelas akan merisaukan hatinya. Seharusnya, seseorang malu kepada diri sendiri dan malu kepada Tuhan karena dirinya mengetahui bahwa telah melakukan kejahatan, terlebih Tuhan pasti mengetahui karena Tuhan memang Maha Mengetahui.
Dengan bekal bahwa seseorang diikat pada hukum nandhur bakal
ngundhuh (menanam akan memetik) dan Gusti ora sare (Tuhan tidak tidur) semua tindakan kita akan terekam dan tercatat secara valid dan kelak pasti ada balasan, dan balasan itu dapat diterima di dunia (berupa malapetaka, kehinaan hidup, tercemarnya nama baik, bencana, hilangnya harga diri, dan sebagainya, sedang balasan di akherat Tuhan yang menentukan tanpa terjadi kesalahan sedikitpun dalam memberikan keadilan atas semua tindakan umatnya karena Tuhan adalah pengadil yang Maha Adil).
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa, isbat tersebut memiliki
makna yang dalam, yang mengarah pada pentingnya melandasi semua keinginan dengan kebaikan. Ajaran ini tidak mudah, tetapi sangat sulit. Akan tetapi, itu adalah pilihan satu-satunya jika seseorang telah menetapkan pengabdian kepada diri, masyarakat, bangsa, dan Tuhannya. Untuk mencapai kebaikan perlu dicapai dengan sarana kebaikan, ibarat mencari air harus berbekal air, mencari api harus berbekal api, dan sebagainya. Banyak yang mengatakan bahwa isbat adalah pelajaran “tingkat tinggi” karena makna dari rangkaian kata-kata dalam isbat mengacu kepada hal-hal yang samar atau tidak mungkin secara nyata. Namun, secara mudah dapat disimpulkan bahwa secara garis besar semua keinginan dan cita-cita harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan dilandasi dengan hati yang suci dan ancas (tujuan) yang baik.
Dalam masyarakat Jawa, wejangan yang menganjurkan berbuat kebaikan
merupakan landasan kebaikan yang tersirat juga dalam isbat yang lain. Seperti golekana galihing kangkung, carilah galih-nya kangkung. Mana mungkin kita bisa mencari atau mendapati galih-nya kangkung sementara kangkung itu tidak memiliki galih (inti kayu). Atau golekana tipake kuntul nglayang (carilah jejak dari burung bangau terbang), mana mungkin burung meninggalkan jejak sewaktu terbang, sementara terbang itu di angkasa), golekana susuhing angin (carilah sangkarnya angin), mana mungkin kita dapat mendapatkan sangkar angin, sementara angin tidak pernah memilik sangkar. Semua itu hanya dimaksudkan guna menegaskan bahwa sesuatu cita-cita atau keinginan itu harus dicapai dengan niat yang sungguh-sungguh dan dilandasi oleh niat dan hati yang suci mengarah kepada kebaikan. Suatu keinginan baik, yang dicapai dengan niat yang baik, diupayakan dengan kerja yang baik, pastilah hasilnya juga kebaikan. Akan tetapi, keinginan baik, dicapai dengan niat yang tidak baik, diupayakan dengan tindakan yang tidak baik, pastilah hasil akhirnya tidak baik. Jika tampak baik itu hanya secara lahiriah, sedangkan secara batiniah seseorang pasti mengerti bahwa sesuatu yang telah dicapainya itu tidak mendatangkan kebaikan yang sesungguhnya, kebaikan semu yang akan memberikan kebahagiaan yang semu pula.
Dumateng Kito Sami Dalem Nyuwun Seh Agunge Samudro Pengaksami, Menawi Wonten Klenta-Klentu Nipun Pematur Kawulo, Mugi Punopo Engkang Kawulo Aturaken Saget Mbekto Manfaat Lan Angsal Piwales Sangkeng Gusti Kang Murben Dumadi Allah Swt, Amin. Okey mungkin ini hanya sebagian kecil dari ulasan kita kali ini, kalau kalian masih penasaran saksikan terus video-video terbaru dari channel ini dengan cara klik subscribe dan nyalakan loncengnya dan share ke media sosial kalian.