Anda di halaman 1dari 7

Nama : Indah Pradina

NIM : 1174010078

Kelas : BKI V B

Mata Kuliah : Filsafat BKI

Dosen : Dudy Imanuddin, M.Ag.

Manusia dengan Bahagia

Manusia telah diciptkan oleh Allah SWT dengan berbagai perasaan, bahagia, marah,
sedih, kecewa, dan masih banyak lagi. Setiap manusia pasti mengharapkan setiap kehidupan
yang diajalaninya bisa hidup bahagia selamanya. Tidak ada manusia yang menginginkan
dirinya untuk terus tenggelam dalam kesedihan yang berlarut-larut. Faktanya banyak sekali
manusia yang beranggapan bahwa kebahagian hanyalah diberikan kepada orang tertentu saja.
Namun pada kenyataannya itu salah, manusia pada hakikatnya diciptakan untuk bahagia.

Manusia merupakan khalifah bumi yang di ciptakan oleh Allah SWT dengan sebaik-
baiknya ciptaan. Manusia yang diciptakan pertama kali oleh Allah adalah Adam. Dalam al-
Quran surat Al-Hijr: 26 Allah menjelasakana bahwa Adam diciptakan dari tanah liat kering
yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Kemudian Allah meniupkan ruh kedalam
diri manusia. Ali Syari’ati (1982), menjelaskan bahwa menurutnya tanah adalah unsur yang
memiliki simbol kerendahan dan kenistaan, sedangkan unsur ruh merupakan simbol
kemuliaan dan kesucian tertinggi. Berdasarkan kutipan Jalaluddin Rahmat (1991) juga
manusia merupakan gabungan kekuatan tanah dan ruh yang nantinya akan bergabung
menjadi zat bidimensional (bersifat ganda) yang terdiri atas jasmani dan ruhani.

Manusia berbeda dengan ciptaan Allah lainnya dimana manusia diberikan akal
pikiran, dengan akal pikiran manusia dapat berfikir dan mengelola bumi dengan sebagaimana
tugas dan fungsinya. Manusia juga berbeda dengan malaikat dimana manusia memiliki nafsu
seperti setan dan iblis namun nafsu yang terdapat dalam diri manusia dapat terkontrol karena
manusia itu mempunyai akal pikiran yang dapat membedakan mana yang benar dan mana
salah.
Tujuan manusia diciptakan pada awalnya adalah sebagai khalifah di muka bumi.
Manusia mempunyai tugas dan fungsi untuk mengurus dan memakmurkan bumi. Namun
pada kenyataannya saat ini manusia malah merusak bumi yang telah Allah amanahkan pada
awalnya. Amanah yang harus dijalankan oleh manusia itu hanya senantiasa beramal shaleh
dan mengerjakan segala hal yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Banyak sekali orang yang tidak memahami esensi dari tujuan Allah mengamanahkan
agar manusia senantiasa beramal shaleh dan mengerjakan segala hal yang diperintahkan oleh
Allah. Padahal dengan melakasanakan segala tugas dan fungsi yang telah diberikan oleh
Allah maka akan tercipta kebahagiaan tersendiri dalam diri manusia itu seperti yang telah
dijelaskan dalam surat An-Nahl: 97.

Dalam ayat ini Allah menyebutkan dua syarat tercapainya hidup bahagia yaitu; iman
dan amal shalih. Allah juga mengisyaratkan bahwa dua syarat ini tidak hanya bisa dicapai
oleh laki-laki saja, namun juga bisa dicapai oleh kaum wanita. Dalam ayat ini juga terdapat
penjelasan tentang hasil yang pasti terjadi yaitu “maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik”, penegasan ini bersumber dari Tuhan yang menguasai hati
dan kuasa untuk melakukan segala sesuatu.

Sebaliknya, dikalangan manusia ada golongan lain yang sama sekali tidak akan
mendapatkan kebahagiaan, mereka ini telah disebut oleh Allah subhanahu wata’ala dalam
firman-Nya: artinya: “Lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan
tidak akan sengsara. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya
penghidupan yang sempit (di dunia) dan Kami akan kumpulkan dia di hari kiamat dalam
keadaan buta.”  (QS Thaaha: 123-124).

Jadi, ketentuan Allah dalam ayat ini adalah bahwasanya orang yang mengikuti
petunjuk Allah adalah orang-orang yang hidup bahagia secara hakiki, adapun orang yang
berpaling dari peringatan dan ayat-ayat Allah ta’ala, akan diberikan kehidupan, namun
hanyalah berupa kehidupan yang sempit yaitu tanpa merasakan ketenangan, bahagia dan
kenyamanan, ia akan terus hidup dengan kondisi seperti ini hingga ajal datang
menjemputnya.

Definisi bahagia, dalam tradisi ilmu tasawuf, seperti yang disampaikan Imam al-
Ghazali, dalam karyanya yang monumental Ihya Ulumiddin, merupakan sebuah kondisi
spiritual, saat manusia berada dalam satu puncak ketakwaan. Bahagia merupakan kenikmatan
dari Allah SWT. Kebahagiaan itu adalah manifestasi berharga dari mengingat Allah.

Menurut tokoh bergelar Hujjatul Islam ini, puncak kebahagiaan manusia adalah jika ia
berhasil mencapai tahap makrifat, telah mengenal Allah SWT. Ketahuilah, katanya,
kebahagiaan datang bila kita merasakan nikmat dan kesenangan. Kesenangan itu menurut
tabiat kejadian masing-masing.

Bagi Aristoteles, kebahagiaan ialah tujuan yang ingin dicapai oleh semua manusia.
Kebahagiaan adalah apa yang dicari oleh semua orang. Namun untuk sampai pada tujuan
tersebut manusia tidak berjalan pada jalan yang sama. Kebahagiaan diwujudkan dalam dan
melalui jalannya masing-masing. Kemampuan setiap orang untuk mewujudkan kebahagiaan
juga tidak sama. Tergantung dari seberapa sadar seseorang tersebut menghidupi tujuannya
untuk hidup bahagia. Semakin seseorang memandang kebahagian sebagai tujuan akhir dalam
hidup, maka semakin terarah dan mendalam aktivitas-aktivitas yang dilakukannya. Dalam hal
ini, Aristoteles menempatkan keutamaan dalam posisi yang istimewa. Menurutnya, supaya
manusia bahagia, ia harus menjalankan aktivitasnya “rnenurut keutamaan”. Keutamaan
membawa manusia untuk sampai pada tujuan sejati dari hidupnya, yaitu bahagia

Bahagia sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu bahagia dunia, bahagia akhirat dan bahagia
dunia kahirat. Bahagia dunia dan akhirat ini yaitu kebahagian yang hakiki yang dapat
diperoleh dengan beramal shaleh dan mengikuti segala petunjuk yang telah diberikan oleh
Allah SWT. Dan sebaliknya jika seseorang berpaling dari segala perintah yang telah
diberikan oleh Allah maka dia tidak akan mendapatkan kebahagian yang hakiki.

Salah satu contoh yang harus ada dalam diri manusia jika ingin mendapatkan
kebahagiaan adalah seperti yang di ungkapkan oleh Erich Fromm, menurutnya salah satu
syarat untuk memeproleh kebahagaiaan adalah adanya cinta. Cinta disisini berarti keikhlasan
dan tanggung jawab. Ketika sorang manusia telah mencintai sesuatau hal yang disukai maka
secara tidak langsung dia akan melakukannya dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab.
Dan pada akhirnya manusia itu akan merasa bahagia tehadap apa yang selama ini ia kerjakan.

Pernyataan yang diungkapkan oleh Erich Fromm ini juga berkesinambungan


sebagaimana yang telah diungkapkan islam mengenai hakikat bahagia. Diamana ketika
seseorang telah ikhlas dan tanggung jawab terhadap segala hal yang diperintahkan oleh Allah
maka bahagia itu akan tercipta dengan sendirinya. Dengan begitu juga manusia akan
melaksanakannya tanpa ada paksaan dan ragu dalam pelaksanaannya karena hal itu
berlandaskan pada cinta atau keihklasan.

Untuk memeproleh kebahagiaan ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

Pertama harus ada kesadaran. Kesadaran disini yaitu kesadaran terhadap apa hakikat
sebenarnya manusia itu diciptakan. Manusia harus menyadari apa yang menjadi tugasnya dan
apa fungsinya diciptakan di dunia. Tanpa adanya kesadaran maka tidak akan tercipta
kebahagian karena diri manusia itu belum bisa jujur terhadap diri nya sendiri terhadap tugas
dan fungsinya sendiri dan tidak sadar terhadap apa yang seharusnya ia lakukan.

Kedua, harus ada tanggung jawab. Tanggung jawab disini yaitu manusia seharusnya
senantiasa bertanggung kawab terhadap tugas dan fungsinya itu diciptakan di dunia. Manusia
harus mampu tanggung jawab terhadap masalah manusia itu sendiri, apakah ia akan
bertanggung jawab terhadap masalahnya atau justru akan lari dan menyalahkan kesalahannya
terhadap orang lain. Karena pada dasarnya hati kecil manusia itu selalu menyadari tanggung
jawabnya sendiri namun karena gengsi dan tak mau mengakui maka banyak sekali manusia
yang tak mau bertanggung jawab. Hal ini jelas akan memicu ketidak bahagiaan jika tidak
dilakukan sesuai dengan porsinya.

Ketiga, harus mampu dalam menyelesaikan masalah. Manusia harus mampu


menyelesaikan masalahnya sendiri baik terhadap Allah maupun terhadap dirinya sendiri.
Ketika seseorang mampu dalam menyelesaikan masalah dalam hidupnya maka akan
terciptalah kebahagiaan. Karena ia akan mempunyai perasaan bangga tersendiri karena ia
mampu untuk menyelesaikan masalahnya. Dan kebahagaian akan ia peroleh.

Namun faktanya saat ini banyak sekali manusia yang beranggapan bahwa bahagia itu
sederhana dan mudah sekali untuk didapatkan. Manusia dapat mendefinisikan bahagia itu
menurut sudut pandangannya sendiri. Misalnya ada sebagaian manusia yang mendefinisikan
bahwa bahagia dapat didapatkan ketika segala hal yang manusia itu inginkan dapat terkabul
menjadi sebuah kenyataan yang dapat dirasakan.

Selain dari itu ada juga beberapa orang yang rela melakukan segala hal untuk
mencapai kebahagiannya dengan berbagai cara baik dengan jalan yang benar ataupun dengan
jalan yang salah, dengan cara jujur ataupun curang, bahkan ada yang menggunakan cara yang
brutal untuk mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang dicari manusia saat ini
kebanyakan hanyalah berorientasi pada bahagia untuk memuaskan hatinya atau nafsunya
bukan bahagia yang menurut hakikat sebenarnya.

Contohnya banyak sekali saat ini yang menganggap bahwa bahagia itu dapat dibeli
oleh uang. Misalnya seseorang bahagia ketika memiliki barang bermerk yang hanya
dimilikinya oleh sendiri. Hal ini tidak dapat menajadi landasan utama seorang manusia
menjadi bahagia karena ia memiliki brang yang ia mau. Padahal bahagia yang sebenarnya itu
bukan seperti itu. Melainkan hal itu hanyalah sebagai pelampiasan karena dia tidak bisa
meraih kebahagiaan dan ingin menunjukan bahwa ia bahagia.

Padahal bahagia itu tidak sesederhana yang telah banyak didefinisikan oleh manusia.
Bahagia yang sesungguhnya justru harus mampu mengontrol dan mengelola segala keimanan
dan ketaqwan manusia itu sendiri. Harus mampu mengontrol terhadap segala hal yang
seharusnya tidak boleh kita lakukan bukan malah sering melakukannya dan yang terpenting
adalah kita harus mampu mengontrol segala nafsu yang ada pada diri kita agar seanntiasa
mengerjakan segaka kebaikan.

Ada tiga unsur untuk memeperoleh kebahagian dunia dan akhirat:

1. Unsur Kebahagiaan dari Diri Sendiri


Kebahagiaan hakiki sebenarnya berasal dari diri sendiri. Hal itu akan terlihat
apabila di dalam diri seseorang bisa bersabar, bersyukur, ridho dalam menjalani hidup
ini, berarti dia sudah bahagia. Sebab segala hal dalam kehidupan ini jika dijalani
dengan sabar, syukur dan ridho, maka unsur kebahagiaan dunia dan akhirat telah dia
dapatkan.
2. Unsur kebahagiaan dari Orang lain
Anda akan menjadi orang yang bahagia jika anda mampu dan ikhlas memberi
dan memberikan banyak manfaat untuk orang lain. Selain itu, saling maaf dan
memaafkan, berkasih sayang dan menjaga tali silaturahim. Jika unsur ini terdapat
dalam diri anda, maka anda sudah bahagia dunia dan akhirat.
3. Unsur Kebahagiaan kepada Allah SWT
Anda akan bahagia apabila anda mampu mendekatkan diri kepada Allah.
Anda yakin dan percaya bahwa hanya Allah sajalah sumber dari segalanya. Hal itu
karena Allah tempat kita bertumpu, tempat kita bergantung dan tempat kita meminta.
Jadi. Unsur ini harus ada dalam diri anda jika mau bahagia dunia dan akhirat.
Jadi, 3 unsur kebahagiaan ini merupakan unsur kebahagiaan dunia akhirat. Orang
tidak akan bahagia jika 3 unsur ini tidak melengkapi dan melingkupi. Hidup ini adalah
pilihan dan pilihan itu hanya dua yaitu Bersabar dan Bersyukur. Sebab, apapun terjadi dalam
hidup kita, kita hanya akan diberi pilihan sabar dan syukur.

Kesimpulannya manusia dan kebahagian merupakan suatu unsur yang tidak dapat
terpisahkan. Karena setiap manusia pasti mendambakan sebuah kebahagaian. Tidak mungkin
ada manusia yang menginginkan kesedihan sepanjang hidupnya. Namun tidak semua
manusia dapat memperoleh kebahagian secara mulus. Manusia juga berbeda-beda dalam
mendefinisikan bahagia, namun sejatinya bahagia yang sebenarnya yaitu manusia yang
mampu beramal shaleh dan patuh terhadap perintah Allah.
Daftar Pustaka

Frengky. 2014. It’s Easy To Be Happy. Yogyakarta: Insight

Sanusi, Anwar. 2006. Jalan Kebahagiaan. Jakarta: Gema Insani.

Sutoyo, Anwar. 2013. Bimbingan & Konseling Islami (Teori dan Praktek). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

https://wahdah.or.id/faktor-utama-kebahagiaan-dunia-akhirat-bagi-seorang-muslim/#

https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/07/12/osyzoy313-
memahami-definisi-kebahagiaan

https://ratadiajo.wordpress.com/2013/02/20/konsep-kebahagiaan-dalam-perspektif-
aristoteles/

https://www.kompasiana.com/fakhrialfarizi/5ccfddf56c329d40b96f04a3/4-cara-mencapai-
kebahagiaan?page=all

http://wardonojakarimba.blogspot.com/2011/06/manusia-dan-kebahagiaan.html

Anda mungkin juga menyukai