Anda di halaman 1dari 7

KONSEP KEBAHAGIAAN (WORLDVIEW)

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Worldview


Dosen Pembimbing :
AL-USTADZAH ROHMAH AKHIRUL MUHARAM M.Ag

Disusun oleh:
Karina dian larasati (442023138082)
Rasyiqa maulidya syam(4420231380

PROGRAM TADRIS BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
UNIDA PUTRI MANTINGAN
2023 M/1444 H
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Seperti yang kita ketahui sekarang bahwa pandangan hidup memiliki banyak konsep
kehidupan yang berbeda-beda. Kini, saya akan membahas tentang pandangan hidup yang
memiliki sebuah konsep kebahagiaan. Kita mengetahui bahwa hidup akan selalu ada masa
kita dalam keadaan senang,sedih,dan bahagia.
Lalu dalam kebahagiaan itu sendiri,terdapat sebuah konsep kebahagiaan,apa arti bahagia
yang sebenarnya,dan apa definisi-definisi dari sebuah konsep kebahagiaan itu sendiri. Arti
kebahagiaan dalam pandangan islam, dan dalam pandangan barat juga.
Setiap manusia menghendaki Kebahagiaan, dan semua perlakuan manusia bermuara untuk
sebuah kebahagiaan, manusia berlomba-lomba agar mendapatkan apa yang mereka inginkan
guna kebahagiaan didunia, namun apakah semua yang dikehendaki manusia tersebut tidak
dapat diukur oleh norma manusia yang ada, hingga sewenang-wenang manusia dapat berbuat
untuk mendapatkan kebahagiaannya. Dengan memahami konsep kebahagiaan barat dan
islam, akan menambah wawasan kita mengenai adanya perbedaan Konsep Kehagiaan barat
dan islam, dimana barat condong pada materi, sedangkan islam lebih condong pada
ma’rifatullah.1
Bahagia itu ialah suatu kesenangan yang dicapai oleh setiap orang menurut kehendaknya
masing-masing. Karena itu kalau kita hendak mengemukakan pengertian kebahagiaan
menurut pandangan manusia, sungguh akan memakan waktu yang amat banyak sekali.

1
Haeny Rahmatunnisa, “Kebahagiaan Dalam Pandangan Barat Dan Islam,” 2022, 1–18,
https://osf.io/preprints/a3epd/.
PEMBAHASAN
A.Pengertian Kebahagiaan
Menurut KBBI kebahagiaan adalah suatu keadaan pikiran atau perasaan kesenangan,
ketentraman hidup secara lahir dan batin yang maknanya adalah untuk meningkatkan visi
diri.

Sedangkan menurut Al-Ghazali kebahagiaan ini bisa di capai ketika manusia sudah mampu
menundukkan nafsu (yang mana nafsu hewan dan setan pada dirinya) dan mengganti dengan
sifat malaikat (suci). Menurutnya, orang yang memiliki bahagia tertinggi adalah manusia
yang telah terbuka hijabnya terhadap Allah sehingga ia merasa dirinya terkontrol oleh Allah
dimanapun kapanpun.2

Lalu, ditinjau dari Bahasa arab yaitu al-falah, al- fawz, sa’adah. Al-falah berasal dari
kata falah yang artinya keberhasilan serta tercapainya cita cita. Keberhasilan ini dibagi
menjadi keberhasilan bersifat duniawi dan keberhasilan yang bersifat ukhrawi. Didalam
keberhasilan duniawi ketika manusia memperoleh kebahagiaan dan dapat membuat enak
hidupnya di dunia. Seperti kesempatan untuk hidup, kekayaan dan kemuliaan. Sedangkan
keberhasilan yang bersifat ukhrawi terdapat 4 hal
 Kekal tanpa mengenal mati
 Kaya tanpa mengenal fakir
 Mulia tanpa mengenal hina
 Tahu tanpa mengenal kebodohan
Sedangkan Al-Fawz yaitu kesuksesan, keberuntungan yakni memperoleh kebaikan
serta mendapatkan keselamatan. Lalu As-sa’adu atau as-sa’adah yaitu bahagia yang
merupakan perolehan perkara yang diberikan oleh Allah kepada manusia atau tercapainya
sebuah kebaikan.
B.Kebahagiaan dilihat dari prespektif psikologi

Seligman mendefinisikan kebahagiaan sebagai keadaan psikologis yang positif dimana


seseorang memiliki emosi positif berupa kepuasaan hidup, pikiran, dan perasaan positif akan
kehidupan yang dijalani nya.

Menurut Carr, kebahagiaan adalah keadaan psikologis positif yang ditandai dengan tinggi
derajat kepuasaan hidup, afek positif, dan rendahnya derajat afek negatif.

Tokoh Ed Diener mengistilahkan kebahagiaan dengan kesejahteraan subjektif. Menurutnya


kebahagiaan adalah penilaian individu terhadap kehidupannya melibatkan kepuasan hidup.
Terdapat pula afek positif dan negatif.3

2
M Fauzi, “Filsafat Kebahagiaan Menurut Al-Ghazali,” Repository.Uinjkt.Ac.Id, 2019,
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/46727%0Ahttp://repository.uinjkt.ac.id/dspace/
bitstream/123456789/46727/1/MUHAMMAD FAUZI-FUF.pdf.
3
Rahmatunnisa, “Kebahagiaan Dalam Pandangan Barat Dan Islam.”
C. Faktor-faktor yang membuat manusia bahagia

Ada beberapa faktor yang membuat manusia bahagia

1. Kehidupan sosial. Orang yang sangat bahagia adalah orang yang memiliki
kehidupan sosial yang baik dan sering melakukan sosialisasi.
2. Faktor agama atau religius. Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas
terhadap kehidupan. Karena agama dapat memberikan harapan akan masa depan
dan menciptakan makna hidup bagi manusia yang nantinya akan bahagia dunia dan
akhirat.
3. Faktor pernikahan. Didalam suatu penelitian ditemukan bahwa orang yang
menikah bisa mempengaruhi panjangnya usia dan mendapatkan penghasilan.
4. Faktor usia. Usia remaja 20 – 24 tahun merasakan lebih bahagia dibandingkan
dengan usia dibawahnya dan sebaliknya. Seorang remaja berhak bahagia namun
tergantung dari life style dan persepsi tentang hidup.
5. Faktor finansial. Bahagia bisa karena uang.4

D.Perbedaan konsep kebahagiaan Barat dan konsep kebahagiaan Islam


a.Konsep kebahagiaan Barat
Menurut Plato, Plato menjelaskan bahwa hakikat dari manusia adalah jiwanya, karena
badan hanyalah menifestasi dari jiwa sehingga terkadang badan bisa keliru dan menipu
karena hakikat yang menggerakkan badan adalah jiwa. Seperi halnya mobil tidak bisa
bergerak tanpa adaya sopir yang menggerakkan, berarti sopir adalah jiwanya sedangkan
mobil adalah badannya, mobil tidak akan mampu bergerak sendiri tanpa sopir yang
menggerakkan. Bahkan jiwa menjadi otak atau dalang dari perbuatan badan, yang dapat
merasakan Bahagia, sedih, pusing, merupakan hasil dari ekspresi jiwa melalui badan. Maka
jiwa menjadi pokok utama dari pergerakan manusia, jika jiwanya salah maka seluruh
badannya menjadi salah.5
Menurut Aristotles, Kebahagiaan dalam pandangan Aristotles adalah merupakan
tujuan akhir setiap manusia, karena hakikat manusia pasti merindukan kebahagiaan.
Aristotles menjelaskan manusia yang bahagia adalah manusia yang tidak memikirkan dirinya
sendiri, namun kebahagiaan ketika mampu mencintai dirinya dan orang lain. Maka manusia
perlu melihat kehidupan sosial disekitarnya misalnya kehidupan persahabatan sejati. Dengan
kata lain yang membuat kita bahagia bukan hanya dari dalam diri kita melainkan ketika
melihat teman kita baik, maka kita menjadi baik, karena kita mampu menghilangkan sifat
egosentrisme didalam diri kita. Aristotles membedakan ada tiga jenis persahabatan,
persahabatan yang dasarnya saling menguntungkan, atas saling menikmati dan atas dasar
saling menyayangi dan mencintai. Dapat difahami bahwa sahabat yang hanya bensandar pada
saling menguntungkan pada akhirnya akan tetap tidak bahagia karena mereka tetap
memikirkan dirinya sendiri dan tidak menghilangkan ego nya sendiri. Maka persahabatan

4
Muhammad Anas, Nur Fadhilah Umar, and Akhmad Harum, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebahagiaan
Siswa,” JURKAM: Jurnal Konseling Andi Matappa 6, no. 1 (2022): 51–64, https://journal.stkip-andi-
matappa.ac.id/index.php/jurkam/article/view/2123.
5
Rahmatunnisa, “Kebahagiaan Dalam Pandangan Barat Dan Islam.”
yang sejati ialah sahabat yang tidak mementingkan dirinya sendiri. Persahabatan yang seperti
ini pasti akan mendapatkan kebahagiaan selamanya.

b.Konsep kebahagiaan Islam


Menurut Al-ghazali, Bahagia dalam pandangan Abu Hamid al-Ghazali, bermuara
hanya pada satu kata yaitu sa’adah, yang berhubungan dengan dunia saat ini dan akhirat.
Seperti yang telah termaktub dalam kitabnya yang berjudul kimia Assa’adah (kimia
kebahagiaan). Bahwasanya kebahagiaan adalah merasakan kelezatan atau kenikmatan pada
suatu kecenderungan yang menjadi tabiat segala sesuatu, tabiat segala sesuatu adalah
berdasarkan tujuan penciptaannya. Dengan kata lain bahwa Allah dengan segala
penciptaannya ingin menjadikan apapun yang diciptakannya adalah alat untuk mendapatkan
kebahagiaan. Dengan diciptanya mata sebagai alat untuk memandang hal yang indah dan
dengan diciptakannya mulut manusia dapat mendapatkan kebahagiaannya dengan memakan
makanan yang nikmat.
Al-Ghazali memberikan lima tingkatan klasifikasi dalam mencapai kebahagiaan antara lain:
a) Kebahagiaan akhirat
b) Akal budi
c) Tingkatan pada tubuh
d) Tingkatan diluar tubuh
e) Tingkatan nikmat hidayah dari Allah
Menurut Al-Farabi, kebahagiaan adalah kebaikan yang diinginkan untuk kebaikan itu
sendiri.Dengan maksud bahwa perlakuan kebaikan yang dilakukan dirinya atas dasar dirinya
sendiri tanpa mengandung maksud yang lain. Karena mereka faham bahwa dengan
melakukan kebaikan ini akan dicintai Allah dan mereka akan bahagia dengan adanya cintanya
Allah. Karena tujuan akhir perlakuan mereka adalah kebaikan itu sendiri. selain itu, al-Farabi
mengatakan kebahagiaan adalah tujuan hidup atau tujuan akhir dari segala yang dilakukan.
Kebahagiaan menurut Al-farabi adalah tujuan tertinggi untuk mendapatkan kebahagiaan
dengan cara melakukan perbuatan yang baik dan terpuji. Dan semuanya dimulai dari
kemauaannya sendiri atau kehendaknya sendiri. Berarti menurut Al-farabi kebahagiaan
seseorang dapat dicapai ketika apa yang dikehendakinya diwujudkan dengan dengan baik.
Idealnya orang yang mempunyai kehendak kebahagiaan didalam dirinya akan berusaha
merealisasikannya kedalam wujud yang asli, tanpa melanggar norma yang ada dalam dunia,
bukan atau atas dasar kebahagiaannya ia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
kebahagiaannya.6

6
Abdul Majid, “Filsafat Al-Farabi Dalam Praktek Pendidikan Islam,” Manarul Qur’an: Jurnal Ilmiah Studi Islam
19, no. 1 (2019): 1–13, https://doi.org/10.32699/mq.v19i1.1597.
PENUTUP
A.Kesimpulan
Banyak para ahli dalam bidang filsafat baik islam maupun barat yang membahas tentang
Konsep kebahagiaan, karena perbedaan wordview merekalah yang membedakan pemahaman
konsep kebahagiaan setiap filosof. Filosof islam banyak mendasari segala bentuk aktifitasnya
menggunakan tuhan yang maha agung dan maha segalanya. Maka konsep kebahagiaan
filosof islam Al-Ghazali dan Al-Farabi menjelaskan bahwa kebahagiaan tertinggi terdapat
pada kesempurnaan akal yang bermuara pada memahami bahwa segala keteraturan dibumi
didasari oleh Allah. Maka manusia akan selalu bersyukur karena merasa bahwa semuanya
atas kehendak Allah, manusia tidak akan mudah merasa mengeluh atau bersedih karena
beranggapan bahwa seluruhnya atas izin Allah. Kebahagiaan dalam pandangan filosof
muslim didapat dengan mengetahui Allah diatas segalanya dan kebahagiaan muslim bisa
digapai bukan hanya didapat diakhirat saja melainkan didalam dunia juga mendapatkan
bahagia. Hal ini selaras dengan pemikiran plato yang masih meyakini bahwa kebahagiaan
manusia ketika mampu melepaskan diri dari materi dunia. Dan melepaskan diri pada tuhan
semesta alam. Seperti yang disampaikan plato “manusia mencapai kepenuhan kebahagiaan
apabila ia menyatu dalam cinta dengan Yang Illahi”, memang Plato adalah filosof pertama
yang masih mempercayai adanya tuhan sebagai pencipta alam semesta, namun berbeda
dengan Aristotles yang mendefinisikan kebahagiaan dapat dicapai ketika dirinya tidak lagi
menjadi subjek kebahagiaan namun kehidupan sosialnya lah yang menjadikan dirinya
bahagia.
DAFTAR PUSAKA
Anas, Muhammad, Nur Fadhilah Umar, and Akhmad Harum. “Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kebahagiaan Siswa.” JURKAM: Jurnal Konseling Andi Matappa 6, no.
1 (2022): 51–64. https://journal.stkip-andi-matappa.ac.id/index.php/jurkam/article/
view/2123.
Fauzi, M. “Filsafat Kebahagiaan Menurut Al-Ghazali.” Repository.Uinjkt.Ac.Id, 2019.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/46727%0Ahttp://
repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46727/1/MUHAMMAD FAUZI-
FUF.pdf.
Majid, Abdul. “Filsafat Al-Farabi Dalam Praktek Pendidikan Islam.” Manarul Qur’an:
Jurnal Ilmiah Studi Islam 19, no. 1 (2019): 1–13.
https://doi.org/10.32699/mq.v19i1.1597.
Rahmatunnisa, Haeny. “Kebahagiaan Dalam Pandangan Barat Dan Islam,” 2022, 1–18.
https://osf.io/preprints/a3epd/.

Anda mungkin juga menyukai