Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebahagiaan
A. Definisi Kebahagiaan
Kebahagiaan merupakan sebuah motif yang mendasar dari segala sesuatu
yang dikerjakan manusia. setiap perbuatan yang dilakukan digerakkan oleh
keinginan, yang mana pemuasan dari keinginan tersebut dikehendaki, paling
sedikit termasuk ke dalam unsur keseluruhan kebahagiaan manusia.
Definisi dari kebahagiaan sendiri bersifat subjektif, yang berarti setiap
orang atau individu memiliki arti kebahagiaan sendiri. Jadi, makna dari
kebahagiaan dari setiap orang berbeda-beda. Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia, kebahagiaan merupakan kesenangan dan ketentraman dalam hidup
manusia secara lahir batin, atau sesuatu yang menyebabkan keberuntungan;
kemujuran yang bersifat lahir batin.
Ada beberapa definisi dari perspektif para filsuf (dikutip dari Haris, M. 2016).
Yaitu :
1) Puspoprojo : keinginan yang telah terpuaskan dikarenakan sadar telah
memiliki sesuatu yang baik, ia secara spesifik memusatkan pendapatnya
kepada konsep kepuasan seseorang dan yang dapat membatasi
keinginan- keinginannya dengan membuat kompromi yang bijak. Namun
hal yang perlu diperhatikan adalah kepuasan jasmani semata bukanlah
bentuk kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan hal yang subjektif yang
mana membuat seseorang memiliki rasa puas dalam diri mereka dan
sadar akan hal baik yang ia miliki. Kebahagiaan juga tidak sama dengan
kegembiraan atau kesenangan.
2) Aristoteles : beliau berpendapat bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu
pencapaian manusia, dan corak dari kebahagiaan setiap manusia
berbeda- beda. Terkadang suatu hal yang dipandang bahagia oleh
seseorang tidak sama dengan pandangan yang dimiliki oleh orang lain,
karena kebahagiaan merupakan suatu kesenangan yang dicapai oleh
setiap manusia dengan kehendak mereka sendiri.
3) Hendrik Ibsen : Hendrik memiliki pendapat bahwa mencari kebahagiaan
menghabiskan umur, dikarenakan jalan yang ditempuh sangat tertutup.
Menurut Hendri, manusia belum pernah mencapai kebahagiaan karena
jalan yang ditempuh oleh manusia untuk menuju ke kebahagiaan
semakin menjauhkan manusia darinya.
4) Louis O. Kattsoff : beliau mengkaji kebahagiaan dikorelasikan atau
dihubungkan dengan etika. Istilah Teknik diperkenalkan olehnya di awal
kajiannya. Sebuah ajaran yang mendasarkan diri sendiri kepada tujuan
akhir dinamakan sebagai ajaran teologis, sedangkan teori yang
mengajarkan perbuatan kesusilaan berusaha mencari serta menemukan
kebahagiaan atau kenikmatan dikatakan memiliki sifat teologis. Tujuan
dapat berupa apa saja. Tujuan dapat diibaratkan seperti berupa
keselamatan abadi, dan suatu teori yang memberi titik berat pada
kebahagiaan dikatakan sebagai hedonistic. Hedonism merupakan sebuah
teori bahwa kenikmatan atau aibat-akibat yang dirasa nikmat dalam
dirinya sudah mengandung kebaikan.
Menurut Al-Farabi (870M-950M. Dikutip dari Zulkarnain, Z., &
Fatimah, S. (2019) kebahagiaan adalah sesuatu yang dirindui oleh setiap
manusia dikarenakan kebahagiaan merupakan kebaikan paling besar di antara
segala kebaikan yang ada. Beliau menyatakan bahwa sebuah perbuatan yang
berlandaskan niat secara sadar dan tersusun/terencana membawa manfaat untuk
mencapai kebahagiaan ditarifkan sebagai suatu amalan yang baik dan terpuji.
Al-Farabi juga menjelaskan bahwa hidup yang bahagia dana man harus
mengamalkan nilai keinsanan dan kemanusiaan serta tingkah laku baik
dikarenakan amalan-amalan tersebut merupakan penentu kebahagiaan di dunia
maupun di akhirat.
B. Aspek Kebahagiaan
Martin Seligman menyatakan bahwa aspek-aspek kebahagiaan
(happiness) atau aspek pokok yang dapat mendorong manusia memperoleh dan
juga merasakan suatu kebahagiaan didalam hidupnya ini meliputi 5 hal, antara
lainnya seperti :
1) Emosi positif
Emosi positif atau positive emotions ini merupakan suatu yang
dirasakan oleh seseorang yang mana membawa suasana menyenangkan.
Kebanyakan orang pasti akan menghendaki agar emosi positif ini lebih
sering dirasakan daripada sering merasakan emosi negative. Dengan
emosi positif ini seseorang dapat semakin membuka diri kepada
kemungkinan-kemungkinan lainnya yang dapat mengarah pada suatu
kreativitas, sehingga ketika seseorang menghadapi situasi, orang ini tidak
akan terjebak pada kekauan. Maka dari itu ketika seseorang dalam
kondisi belajar, emosi positif yang dirasakan oleh peserta didik ini akan
mendorong peserta didik menjadi lebih senang, bersyukur, menyadari,
dan juga optimis dalam proses belajar yang ia lakukan.
2) Keterlibatan penuh
Keterlibatan penuh ini memiliki pengertian yang sama dengan
melibatkan diri dan jiwa secara menyeluruh didalam pekerjaan yang
sedang ditekuni. Keterlibatan penuh ini bukan hanya sekedar berbicara
mengenai karir saja, akan tetapi juga dalam aktivitas lainnya, contohnya
seperti hobby dan aktivitas bersama keluarga. Dengan melibatkan diri
secara penuh, bukan hanya fisik saja yang beraktivitas, namun hati dan
pikiran juga ikut andil dalam aktivitas tersebut. Maka dengan demikian
didalam proses belajar, peserta didik ini menjadi subyek yang mana
melibatkan diri mereka kedalam proses belajar tersebut. Keterlibatan
penuh secara langsung ini akan mendorong peserta didik untuk menjadi
aktif, konsentrasi, dan juga mampu untuk mengungkapkan ide atau suatu
gagasan ketika ia belajar.
3) Hubungan yang positif
Hubungan positif atau positive relationship ini dapat tercipta
ketika seseorang berada pada ruang lingkup yang penuh akan adanya
sebuah dukungan sosial dari orang lain, sehingga seorang individu
mampu untuk mengembangkan suatu bentuk harga diri, meminimalisir
segala bentuk masalah psikologis, kemampuan dalam memecahkan
masalah secara adaptif, dan sehat secara fisik maupun non-fisik. Jadi
Hubungan positif ini bukan hanya sekedar memiliki teman, pasangan,
ataupun juga anak, akan tetapi dengan menjalin hubungan yang positif
dengan individu yang ada disekitarnya. Adanya status perkawinan dan
memiliki anak tidak dapat menjamin bahwa seseorang itu merasa
bahagia. Didalam belajar ini hubungan positif tidak hanya terkait dengan
relasi sosial sebatas teman dan persahabatan, akan tetapi lebih pada
hubungan yang bersifat hangat yang mana didukung dengan komunikasi
yang baik. Dengan hubungan positif ini diharapkan peserta didik
memiliki hubungan yang positif dengan teman, orang tua, juga dengan
guru disekolah agar peserta didik dapat semakin menumbuhkan dan juga
mengembangkan pribadinya sehingga mereka akan merasa ada, dihargai,
dan didukung oleh lingkungan disekitarnya ketika ia belajar.
4) Penemuan makna dalam hidup
Aspek ini merupakan aspek yang penting didalam kebahagiaan,
aspek ini merupakan kemampuan seseorang untuk dapat memaknai
hidup (meaning of life). Dalam memaknai kehidupan ini dilakukan oleh
setiap orang menurut cara dan gaya dari masing-masing mereka. Apapun
yang dilakukan oleh seseorang dalam kondisi bahagia pasti akan selalu
menemukan sebuah makna atau segala bentuk hikmah dari setiap
aktivitas dalam kehidupan sehari- harinya tanpa terkecuali. Kebahagiaan
ini tidak selalu diperoleh dari sebuah peristiwa yang besar atau sebuah
keberuntungan yang sesekali terjadi saja, melainkan dari keseharian
hidup. Dengan menemukan hal-hal kecil saja, kita sudah dapat
merasakan kebahagiaan di sepanjang hidup. Bagi seorang peserta didik
dalam kaitan belajar, mereka hendak memiliki suatu kepekaan untuk
mengambil suatu pelajaran dari setiap pengalaman belajar yang telah ia
lakukan. Karena diharapkan agar nantinya peserta didik mampu
memperbaiki diri terutama dalam hal belajar. Dengan demikian peserta
didik akan mampu mendapatkan pemahaman baru dan memaknai tujuan
dari dirinya belajar ini.
5) Prestasi
Prestasi atau accomplishment ini merupakan hasil dari keempat
aspek diatas sebelumnya. Prestasi ini merupakan suatu hasil dari hidup
manusia yang ia jalani dengan baik. Didalam prestasi ini sering dikaitkan
dengan hal- hal seperti material atau sebuah nilai. Akan tetapi konteks
prestasi ini tidak terbatas pada material atau nilai saja, konteks prestasi
ini sangat luas. Wujud prestasi atau wujud dari suatu pencapaian
seseorang itu pastinya sangat beragam. Sama halnya dengan prestasi
yang didapatkan oleh peserta didik dalam proses ia belajar. Hasil belajar
tidak hanya sebatas nilai yang baik saja, akan tetapi lebih pada apa yang
dapat peserta didik hasilkan dari proses belajar yang telah ia lalui.
Prestasi dalam konteks belajar ini akan mendorong orang untuk
mengembangkan dirinya dan juga mampu untuk mengatasi kesulitan-
kesulitan didalam belajar.
C. Faktor yang Menpengaruhi Kebahagiaan
Ryff (Oetami & Yuniarti, 2011: 106) mengatakan bahwa kebahagiaan
merupakan cita-cita tertinggi yang selalu ingin diraih oleh setiap manusia dalam
tindakannya. Oleh karenanya, seseorang selalu berusaha memunculkan perilaku
yang mengarah pada kebahagiaan. Seseorang akan lebih mudah memunculkan
perilaku yang mengarah pada kebahagiaan apabila dirinya diliputi oleh emosi
positif.
Seligman (2005: 80) membagi emosi positif yang mempengaruhi
kebahagiaan seseorang dalam tiga rentang waktu, yaitu emosi pada masa lalu,
masa sekarang, dan masa depan. Ketiga bentuk emosi tersebut termasuk dalam
faktor internal yang mempengaruhi seseorang dalam mempersepsikan
kebahagiaan mereka. Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi seseorang
dalam mempersepsikan kebahagiaannya yaitu faktor yang berasal dari
lingkungan atau di luar diri seseorang (Seligman, 2005: 66).
a. Faktor Internal
Seligman (2005) mengklasifikasikan emosi positif seseorang ke
dalam tiga rentang waktu. Kepuasan akan masa lalu, kebahagiaan pada
masa sekarang, dan optimis akan masa depan. Ketiga kategori ini
berbeda dan tidak selalu berkaitan.
1) Kepuasan masa lalu
Sikap positif dalam menanggapi masa lalu dapat
menghasilkan emosi positif berupa kepuasan, kelegaan, kebanggaan,
kedamaian atau ketenangan (Seligman, 2005: 80). Kepuasaan
terhadap masa lalu dapat diperoleh melalui tiga cara yaitu:
a) Melepaskan pandangan masa lalu
Melepaskan pandangan masa lalu merupakan cara yang
dapat dilakukan oleh seseorang guna melangkah maju dalam
kehidupannya. Peristiwa yang terjadi pada masa lalu dapat
menjadi hal yang berpengaruh pada apa yang akan terjadi di
masa selanjutnya. Maka melepaskan belenggu atau ikatan
negatif pada masa lalu menjadi pilihan tepat bagi seseorang
agar dapat melangkah ke depan. Cara untuk melepaskan
belenggu masa lalu yaitu dengan menerima dan berdamai
dengan masa lalu tersebut. Melepaskan belenggu masa lalu
dipandang sebagai penentu langkah hidup selanjutnya.
Misalnya ada seorang siswi SMA yang memiliki pengalaman
buruk ketika mendapatkan hasil belajar kurang baik selalu
dimarahi oleh Guru dan Orangtuanya. Kejadian ini cukup
lama dialami oleh siswi tersebut hingga menjadikannya
semakin sulit untuk belajar. Timbul pemikiran bahwa sekeras
apapun dia belajar pasti akan mendapat hasil yang buruk dan
dimarahi oleh Guru dan Orangtuanya. Hal ini menjadikan
anak ini malas dan tidak memiliki semangat untuk belajar.
Dengan mengolah batinnya anak memiliki pandangan baru
bahwa usaha untuk belajar dan mendapat nilai yang baik
harus dia lakukan agar dapat membuktikan bahwa dirinya
mampu untuk mendapat hasil belajar yang baik.
b) Bersyukur (Gratitude)
Bersyukur terhadap apa yang dimiliki dan dilalui dalam
hidup dapat menambah kepuasan hidup. Dengan bersyukur,
individu tidak akan membanding-bandingkan hidup dan
segala yang dimiliki dengan milik orang lain. Misalnya
seorang siswi mendapatkan hasil belajar yang tergolong baik.
Ketika dia bersyukur atas apa yang telah didapatkan dan
menyadari bahwa ada usaha yang telah dicurahkan untuk
hasil tersebut, maka siswi tersebut akan menerima dengan
ikhlas dan tidak timbul iri dengan hasil belajar orang lain
yang lebih baik darinya.
c) Memaafkan (Forgiving)
Salah satu cara untuk menata ulang pandangan seseorang
mengenai emosi negatif pada kehidupan masa lalu yang
buruk adalah dengan cara memaafkan. Memaafkan dapat
dilakukan dengan cara mengubah kepahitan menjadi
kenangan yang netral dan positif sehingga kepuasan hidup
akan lebih mudah didapatkan.
2) Kebahagiaan pada masa sekarang
Emosi positif yang terkait dengan sikap pada masa sekarang
mencakup kegembiraan, ketenangan, keriangan, semangat yang
meluap-luap, rasa senang, dan flow. Selain itu menurut Seligman
(2005: 132), kebahagiaan masa sekarang melibatkan dua hal, yaitu:
a) Kenikmatan (Pleasure)
Kenikmatan merupakan kesenangan yang memiliki
komponen sensori dan emosional yang kuat. Sifatnya adalah
sementara dan biasanya hanya sedikit melibatkan kognisi atau
pikiran. Kenikmatan diperoleh setelah satu motif seseorang
terpenuhi. Kenikmatan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
kenikmatan ragawi dan kenikmatan yang sifatnya lebih
tinggi.
Kenikmatan ragawi dapa diperoleh melalui rangsangan
indera dan sensori. Biasanya kenikmatan ragawi cepat untuk
memudar. Dengan kata lain waktu menetap kenikmatan
ragawi pada diri seseorang biasanya tidak bertahan lama
setelah seseorang telah mampu beradaptasi dengan situasi
yang ada. Kenikmatan yang lebih tinggi umumnya hampir
sama dengan kenikmatan ragawi, namun yang membedakan
adalah cara perolehannya yang lebih rumit daripada
kenikmatan ragawi.
Terdapat tiga hal yang dapat meningkatkan kebahagiaan
sementara, yaitu dengan menghindari kebiasaan dengan cara
memberi selang waktu cukup panjang antar kejadian
menyenangkan; meresapi (savoring) yaitu menyadari serta
dengan sengaja memperhatikan sebuah kenikmatan; serta
kecermatan (mindfullnes) yaitu mencermati dan menjalani
segala pengalaman dengan tidak terburu–buru karena terpaku
pada masa depan.
b) Gratifikasi (Gratification)
Gratifikasi merupakan emosi positif pada masa sekarang
yang berkaitan dengan kegiatan yang sangat disukai oleh
seseorang. Gratifikasi tidak selalu melibatkan perasaan dasar
serta memiliki rentang waktu yang lebih lama dibandingkan
dengan kenikmatan (pleasure). Gratifikasi membuat
seseorang merasa terlibat dan memiliki kekuatan terkait
dengan kegiatan yang dilakukannya. Kegiatan yang
memunculkan gratifikasi pada umumnya memiliki komponen
tantangan, membutuhkan keterampilan, konsentrasi, adanya
tujuan, dan terdapat umpan balik secara langsung, sehingga
seseorang dapat larut di dalamnya.
3) Optimis akan masa depan
Emosi positif yang terkait dengan sikap pada masa depan
mengandung unsur optimisme, harapan, kepercayaan, keyakinan, dan
kepastian pada diri seseorang untuk membentuk pribadi yang lebih
baik daripada sebelumnya. Optimisme dan harapan memberikan
kemampuan bagi seseorang untuk semakin kuat dalam menghadapi
tekanan dalam hidupnya.
b. Faktor Eksternal
Seligman (2005: 64) mengatakan bahwa sebagian lingkungan
memang mengubah kebahagiaan menjadi lebih baik. Berikut adalah
beberapa faktor yang berasal dari lingkungan yang mempengaruhi
kebahagiaan.
1) Uang
Tidak sedikit orang yang menilai bahwa uang merupakan salah
satu alasan dirinya hidup dengan bahagia. Padahal uang memiliki
sifat yang subyektif, artinya bahwa penilaian uang pada tiap orang
berbeda-beda. Orang yang menempatkan uang di atas tujuan
hidupnya akan cenderung merasa kurang puas akan kehidupannya
secara keseluruhan.
2) Kehidupan sosial
Orang yang bahagia dengan orang yang tidak bahagia dapat
terlihat perbedaannya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari
kehidupan sosial orang tersebut. Orang yang bahagia menjalani
hidupnya lebih banyak bersosialisasi dengan orang lain, sedangkan
orang yang tidak bahagia biasanya lebih sering menjalani kehidupan
dalam kesendirian. Maka relasi sosial yang positif ditandai dengan
kemampuan seseorang untuk membangun komunikasi dan hubungan
yang dipenuhi dengan keterbukaan, kehangatan, kepercayaan, dan
keakraban.
3) Kesehatan
Kesehatan yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang bersifat
subyektif. Artinya bahwa kesehatan sebagai persepsi pribadi. Orang
yang mempersepsikan dirinya sehat akan memperoleh kontribusi
positif terhadap kebahagiaan dibandingkan dengan orang yang
mempersepsikan dirinya tidak sehat.
4) Agama
Terdapat hubungan positif antara religiusitas dengan
kebahagiaan. Banyak agama yang melarang penggunaan narkotika,
kejahatan, dan perselingkuhan, melainkan mendorong untuk berbuat
baik (Seligman, 2005: 76). Orang yang beragama lebih merasa
tenang. Dengan mengikuti ritual keagamaan yang dipercayai, orang
merasa hidup dengan harapan untuk masa depan dan menciptakan
makna hidup.
5) Emosi negatif
Orang yang sering mengalami emosi negatif dalam hidupnya
akan lebih sedikit mengalami emosi yang positif begitu juga
sebaliknya. Hal ini mendorong orang berusaha untuk semakin banyak
mengalami perasaan yang positif dalam hidupnya. Namun perlu
diingat bahwa tidak selalu orang yang mengalami emosi negatif pasti
tidak bisa merasa bahagia. Begitu pula orang yang sering mengalami
perasaan positif tidak selalu merasa bahagia.
6) Usia
Kepuasan hidup sedikit meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia seseorang. Perasaan mencapai puncak dan terpuruk dalam
keputusasaan di kehidupan individu menjadi berkurang seiring
bertambahnya usia dan pengalaman seseorang.
7) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu kunci bagi seseorang untuk
dapat menjalani masa depan yang lebih baik lagi. Terpenuhinya
sarana dan prasarana dunia pendidikan menjadi faktor yang
menentukan kebahagiaan dalam pendidikan.
D. Ciri-Ciri Individu yang Bahagia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Gail & Seehy (Puspitorini, 2012:
33-36) mengenai kebahagiaan, terdapat sepuluh karakteristik orang yang
bahagia. Berikut yaitu:
a. Hidup memiliki arti dan terarah
Orang yang bahagia tidak asal dalam menjalani kehidupannya.
Orang yang bahagia memiliki arah dan tujuan dalam menjalani
kehidupannya. Selain itu, orang yang bahagia juga mampu mengarahkan
hidupnya pada hal-hal yang sifatnya positif.
b. Mampu berpikir kreatif
Orang yang bahagia memiliki cara berpikir yang kreatif. Salah
satu bentuk berpikir kreatif adalah ketika seseorang mampu mencari
jalan keluar ketika menghadapi kesulitan dalam hidupnya.
c. Jarang merasa diperlakukan tidak adil
Orang yang bahagia senantiasa merasa keberadaannya diterima
oleh lingkungannya. Relasi yang terjaling antara seseorang dengan
lingkungannya senantiasa bersifat positif. Dengan demikian, orang yang
bahagia akan merasa jarang diperlakukan tidak adil dalam hidupnya.
d. Peduli dengan perkembangan pribadi
Orang yang bahagia senantiasa memperhatikan dirinya secara
baik. Artinya bahwa ada kepedulian untuk mengembangkan diri dalam
kehidupannya.
e. Melihat kritikan bukan sebagai serangan pribadi
Seringkali orang menilai kritikan yang diberikan oleh orang lain
kepada dirinya sebagai sebuah hal yang bersifat negatif. Tetapi bagi
orang yang bahagia, kritik merupakan sebuah kenyataan yang ada dan
menilainya sebagai suatu hal yang dapat dijadikan dasar
mengembangkan dirinya agar lebih baik lagi ke depan.
f. Mencapai beberapa tujuan hidup yang penting
Orang yang bahagia seperti yang telah disebutkan pada ciri
sebelumnya bahwa memiliki hidup yang terarah. Orang yang bahagia
memiliki beberapa tujuan hidup berdasarkan prioritas dan mampu
mencapainya dengan baik.
g. Memiliki banyak teman
Orang yang bahagia biasanya memiliki banyak teman. Tetapi
tidak selalu demikian, karena yang lebih dilihat adalah kualitasnya.
Artinya bahwa memiliki banyak teman dan juga kualitas dalam menjalin
relasi tersebut yang menjadikan orang merasa bahagia dalam hidupnya.
h. Tidak memiliki ketakutan berlebihan
Orang yang bahagia tidak menggantungkan hidupnya
berdasarkan ketakutan akan apa yang akan terjadi dalam hidupnya.
Tetapi lebih melihat adanya harapan dan optimisme akan hidupnya.
i. Mencintai dan dicintai secara mutualisme
Orang yang bahagia akan merasakan pengalaman dalam relasinya
secara positif. Pengalaman tersebut tercermin dalam peristiwa mencintai
dan dicintai secara mutualisme. Dengan kata lain, ada relasi yang hangat
dan bersifat dua arah.
j. Bersemangat menjalani aktivitas
Orang yang bahagia akan mejalani aktivitasnya dengan penuh
semangat. Walaupun ada tantangan dan rintangan, orang yang bahagia
senantiasa bersemangat dalam menjalani aktivitasnya.
2.2 Belajar
A. Definisi Belajar
Belajar merupakan aktivitas yang sangat penting bagi perkembangan
individu. Belajar akan terjadi setiap saat dalam diri seseorang, dimanapun dan
kapanpun proses belajar dapat terjadi. Belajar tidak hanya terjadi di bangku
sekolah, tidak hanya terjadi ketika siswa berinteraksi dengan guru, tidak hanya
ketika seseorang belajar membaca, menulis dan berhitung. Belajar bukan hanya
seperti ketika seseorang belajar sepeda, belajar menjahit atau belajar
mengoperasikan komputer. Belajar bisa terjadi dalam semua aspek kehidupan.
Belajar sudah terjadi sejak anak lahir bahkan sebelum lahir atau dikenal dengan
pendidikan pranatal, dan akan terus berlanjut hingga ajal tiba.
Mengingat begitu pentingnya aktivitas belajar bagi perkembangan individu,
banyak ahli yang berusaha mengembangkan masalah belajar ini dari berbagai
aspek. Karena belajar mencakup aspek yang sangat luas, maka tidak mudah
untuk menjawab pertanyaan “apa itu belajar”. Berbagai penelitian lahir
memunculkan teori-teori belajar. Hal itu pula kemudian melahirkan berbagai
definisi tentang belajar dari berbagai ahli. Para ahli menguraikan pengertian
belajar dari berbagai sudut pandang. Ada yang menekankan proses dari belajar
itu sendiri, ada pula yang menekankan hasil. Berikut definisi belajar dari
beberapa tokoh:
1) Crow and Crow dalam Educational Psychology (1984), belajar adalah
perbuatan untuk memperoleh kebiasaan, ilmu pengetahuan, dan berbagai
sikap, termasuk penemuan baru dalam mengerjakan sesuatu, usaha
memecahkan rintangan, dan menyesuaikan dengan situasi baru. Definisi ini
menekankan hasil dari aktivitas belajar.
2) Menurut Cronbach dalam bukunya Educational Psychology mengemukakan
“learning is shown by a change in behavior as a result of experience”
(Suryabrata, 2004). Menurutnya belajar yang baik harus ditempuh dengan
mengalami secara langsung.
3) Menurut Dictionary of Psychology disebutkan bahwa belajar memiliki dua
definisi. Pertama; belajar diartikan “the process of acquiring knowledge”.
Kedua; belajar diartikan ‘a relatively permanent change potentiality which
occurs as a result of reinforced practice”. Pengertian pertama, belajar
memiliki arti suatu proses untuk memperoleh pengetahuan. Pengertian
kedua, belajar berarti suatu perubahan kemampuan untuk bereaksi yang
relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat (Syah, 2003).
Pengertian belajar dari Dictionary of Psychology ini menekankan aspek
proses serta keadaan sebagai hasil belajar.
4) Caurine mendefinisikan belajar adalah modifikasi atau memperteguh
perilaku melalui pengalaman.
5) Gregory A. Kimble (dalam Hergenhahn & Olson, 1997) yang
mendefinisikan belajar sebagai berikut; “Learning is a relatively permanent
change in behavior or in behavioral potentiality that results from experience
and cannot be attributed to temporary body states such as those induced by
illness, fatigue, or drugs”.
Dengan kata lain Belajar adalah perubahan relatif permanen dalam
tingkah laku atau potensi perilaku yang diperoleh dari pengalaman dan tidak
berhubungan dengan kondisi tubuh pada saat tertentu semacam penyakit,
kelelahan, atau obat-obatan.
Berbagai aliran dalam psikologi memberikan makna belajar dari sudut
pandang yang berbeda-beda. Kelompok koneksionisme yang dipelopori
Edaward Thorndike mengemukakan belajar sebagai upaya membentuk
hubungan antara stimulus dengan respon. Seseorang akan belajar ketika
dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan. Masalah merupakan
stimulus atau perangsang bagi seseorang yang datang dari
lingkungan yang menuntut seseorang bereaksi dengan cara tertentu. Dalam
contoh diatas terjadi koneksi antara stimulus (masalah) dengan respon (reaksi)
seseorang dalam mengatasi masalah.
Aliran refleksiologi dari clasical conditioning mengartikan belajar
sebagai upaya untuk membentuk reflek-reflek baru. Belajar merupakan rentetan
gerak reflek yang mengarah pada terbentuknya reflek baru.
Semua pandangan tentang belajar memberikan pemahaman pada kita
bahwa belajar merupakan aktivitas yang komplek dan luas sehingga bisa dipotret
dari berbagai sudut pandang.
Menurut Sumadi Suryabrata (2004), hal-hal pokok yang ada dalam
definisi belajar adalah:
1. Bahwa belajar itu membawa perubahan, baik yang aktual maupun yang
potensial
2. Bahwa perubahan itu pada pokoknya mendapatkannya kecakapan baru
3. Bahwa perubahan itu terjadi karena adanya usaha/disengaja.
B. Ciri-Ciri Belajar
Dari beberapa definisi belajar di atas, aktivitas belajar memiliki ciri-ciri
tertentu. Menurut Baharuddin & Esa N.W (2007), ciri-ciri belajar meliputi:
1. Belajar ditandai adanya perubahan tingkah laku
2. Perubahan perilaku dari hasil belajar itu relatif permanen
3. Perubahan tingkah laku tidak harus dapat diamati pada saat
berlangsungnya proses belajar, tetapi perubahan perilaku itu bisa jadi
bersifat potensial
4. Perubahan tingkah laku itu merupakan hasil latihan atau pengalaman
5. Pengalaman atau latihan itu dapat memberikan penguatan
Syah (2003) menjelaskan bahwa perubahan sebagai hasil belajar itu
memiliki tiga ciri, yaitu;
1. Perubahan intensional
Perubahan intensional adalah perubahan yang terjadi dalam diri
individu dilakukan dengan sengaja dan disadari. Maksudnya, perubahan
sebagai hasil belajar bukanlah suatu kebetulan, akan tetapi perubahan itu
disengaja dan disadari sebelum aktivitas belajar. Apabila suatu
perubahan yang terdapat dalam diri individu tidak disengaja dan tidak
disadari bukan disebut belajar.
2. Perubahan itu positif dan aktif
Perubahan sebagai ciri belajar bersifat positif dan aktif. Bersifat
positif maksudnya perubahan itu baik, bermanfaat, dan sesuai yang
diharapkan oleh individu. Apabila perubahan dalam diri individu
membawa kesengsaraan, maka bukanlah aktivitas belajar. Kemudian
perubahan bersifat aktif, maksudnya perubahan yang terjadi dalam diri
individu merupakan hasil usahanya. Perubahan terjadi secara alamiah,
seperti proses berkedipnya mata karena adanya sesuatu benda yang akan
masuk ke mata bukan disebut belajar.
3. Perubahan itu efektif dan fungsional
Perubahan sebagai ciri belajar bersifat efektif dan fungsional.
Perubahan bersifat efektif, artinya perubahan itu berhasil guna.
Perubahan yang berhasil guna adalah perubahan yang bermakna dan
bermanfaat bagi diri individu. Sedangkan perubahan bersifat fungsional
artinya perubahan itu relatif permanen dan siap dibutuhkan setiap saat.
2.3 Mahasiswa
A. Pengertian Mahasiswa
Menurut Kamus Praktis Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah mereka
yang sedang belajar di perguruan tinggi (Taufik, 2010). Salim dan Salim (dalam
Spica, 2008) mengatakan bahwa mahasiswa adalah orang yang terdaftar dan
menjalani pendidikan padaperguruantinggi. Susantoro (dalam Siregar, 2006)
menyatakan bahwa sosok mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan
dan sikap keilmuwannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan
objektif, sistematis dan rasional.
Mahasiswa secara harfiah adalah orang yang belajar di perguruan tinggi,
baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid
di perguruan tinggi otomatis dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008).
Menurut Budiman (2006), mahasiswa adalah orang yang belajar di sekolah
tingkat perguruan tinggi untuk mempersiapkan dirinya bagi suatu keahlian
tingkat sarjana. Sementara itu menurut Daldiyono (2009) mahasiswa adalah
seorang yang sudah lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan
sedang menempuh pendidikan tinggi.
B. Ciri-ciri Mahasiswa
Menurut Kartono (dalam Siregar, 2006), mahasiswa merupakan anggota
masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain:
a. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan
tinggi, sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelektual.
b. Yang karena kesempatan di atas diharapkan nantinya dapat bertindak
sebagai pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin
masyarakat ataupun dalam dunia kerja.
c. Diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi proses
modernisasi.
d. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas
dan profesional.
2.4 Kerangka Berpikir
Penelitian ini mengukur tingkat kebahagian belajar pada mahasiswa.
Berdasarkan dari aspek-aspek kebahagiaan menurut Seligman (Arif, 2016) yang
memiliki lima aspek. Kelima aspek tersebut apabila mampu dirasakan oleh
seseorang atau dialami oleh seseorang dapat mendorong orang untuk merasakan
kebahagiaan dalam hidupnya. Untuk lebih lebih mudah dipahami dapat dilihat pada
skema kerangka berpikir berikut:

Aspek Kebahagiaan menurut


Seligman (Arif, 2016):
1. Emosi positif
2. Keterlibatan Tingkat Kebahagiaan Belajar
Mahasiswa
Mahasiswa
3. Hubungan positif
4. Memaknai hidup
5. Prestasi
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa
kebahagiaan belajar sebagian besar mahasiswa berada pada kategori sangat tinggi.
Bahkan tidak ada satupun mahasiswa yang menunjukkan kebahagiaan belajar
berada pada kategori rendah dan sangat rendah.
Berkaitan dengan hasil analisis skor item pernyataan, dapat disimpulkan bahwa
item-item pernyataan dalam skala kebahagiaan belajar sebagian berada pada
kategori tinggi dan sedang. Hal tersebut berarti sebagian besar mahasiswa dapat
memahami dan dapat menjalankan aspek-aspek kebahagiaann dengan baik,
khususnya dalam hal belajar.
5.2 Saran
Berikut adalah beberapa saran dari hasil penelitian ini bagi pihak-pihak yang
terkait:
1. Untuk dosen
Dosen harus lebih banyak memberi dukungan positif dalam pelaksanaan
perkuliahan agar dapat menciptakan suasana yang nyaman sehingga dapat
membantu mahasiswa semakin nyaman untuk belajar dan mahasiswa merasakan
kebahagiaan dalam belajarnya.
2. Untuk Orang tua, keluarga dan teman-teman
Orang tua, keluarga dan teman-teman harus lebih banyak menciptakan
hubungan positif, sehingga mahasiswa mampu untuk mengembangkan suatu
bentuk harga diri, meminimalisir segala bentuk masalah psikologis, kemampuan
dalam memecahkan masalah secara adaptif, dan sehat secara fisik maupun non-
fisik.
3. Untuk mahasiswa
Mahasiswa harus memiliki mindset “belajar dengan menyenangkan”
yakni jangan terpaku pada waktu saat belajar, tanpa dikejar-kejar waktu dan
memberi jeda istirahat. Mahasiswa belajar dengan batas waktu pendek, namun
konsisten untuk menghindari kram otak yang akan memicu stres dan
menyebabkan tidak adanya kebahagiaan belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Eddy, F. R. T. (2017). Psikologi Kebahagiaan. Yogyakarta: Progresif Books.


Fakultas Psikologi UMP. (2021). Apa itu kebahagiaan?. Diakses pada 25
Maret 2022 dari https://psikologi.ump.ac.id/2021/02/10/apa-itu-kebahagiaan/

Haris, M. (2016). Kebahagiaan Menurut Para Filsuf. Tasamuh: Jurnal Studi Islam,
8(2), 243-264.
https://e-jurnal.iainsorong.ac.id/index.php/Tasamuh/article/download/205/202

Hasibun, A. D. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebahagiaan Belajar


Mahasiswa Di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan dan Konseling,
10(1). http://dx.doi.org/10.30829/al-irsyad.v10i1.7654

Muhid, A., Suhadiyanto, Nurhidayat, D. Pengembangan Alat Ukur Psikologi.

Prilianto, A. P. (2019). Tingkat Kebahagiaan Belajar Siswa Menengah Atas (Studi


Deskriptif Pada Siswi Kelas XI SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran
2018/2019)

Rusman A.A,. & Nasution, F. (2020). Deskripsi Kebahagiaan Belajar Mahasiswa BKI
Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal UINSU.

Sriyanti, L. (2011). Psikologi Belajar. Salatiga: STAIN Salatiga Press.

Sunedi, S. (2018). Psikologi Positif. Yogyakarta : Titah Surga.

Widhiarso, W. & Suhapto, R. (2018). Penggunaan Testlet dalam Pengembangan Tes


Psikologi. Jurnal Psikologi Kesehatan Mental, 3(1), 45. doi:
10.20473/jpkm.v3i12018.44-61.

Zulkarnain, Z., & Fatimah, S. (2019). Kesehatan Mental dan Kebahagiaan: Tinjauan
Psikologi Islam. Mawaizh: Jurnal Dakwah Dan Pengembangan Sosial
Kemanusiaan, 10(1), 18-38. https://doi.org/10.32923/maw.v10i1.715

Anda mungkin juga menyukai