Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ryff (dalam Rahmawati 2020: 11) menyatakan bahwa Psychological well-being atau

yang lebih dikenal dengan kesejahteraan secara psikologis merupakan ukuran multidimensi

dari perkembangan psikologis dan kesehatan mental sebagai suatu keadaan individu yang

dapat menerima kekuatan dan kelemahan yang ada dalam dirinya, memiliki hubungan yang

positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu

mengendalikan lingkungannya, serta memiliki tujuan dalam hidupnya dan mampu

mengembangkan potensi dirinya secara berkelanjutan. Sementara itu, Schultz (dalam Aisyah

2018: 111) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai fungsi positif pada diri

individu, dimana fungsi positif tersebut merupakan arah dan tujuan yang harus diusahakan

oleh individu yang sehat untuk segera dicapai.

Bradburn (dalam Maryatmi 2021: 12) mengartikan bahwa psychological well-being

sebagai kebahagiaan (happiness). Bradburn menggunakan kebahagiaan yang dirujuknya dari

istilah eudamonia (kebahagiaan) Aristoteles. Eudamonia, bagi Aristoteles, adalah hal

tertinggi yang dapat diraih oleh manusia. Konteks ini memandang kesejahteraan psikologis

dari pendekatan eudaimonic (eudaimonic approach). Menurut pendekatan ini, kesejahteraan

psikologis didefinisikan sebagai pencapaian suatu kesenangan (pleasure) dan penghindaran

terhadap penderitaan (pain). Menurut Ryan dan Deci (dalam Khumas & Halima) terdapat dua

pendekatan dalam konsep well-being, yaitu pendekatan eudaimonic dan hedonic. Pendekatan

eudaimonic ialah memandang well-being tidak hanya sebagai pencapaian kesenangan, tetapi

juga sebagai realisasi potensi diri seseorang dalam mencapai kesesuaian tujuannya yang

melibatkan pemenuhan dan pengidentifikasian diri individu yang sebenarnya. Pendekatan

hedonic ialah pendekatan yang memandang well-being tersusun atas kebahagiaan subjektif

dan berfokus pada pengalaman yang akan mendatangkan kenikmatan. Pandangan hedonic
memperhatikan pengalaman menyenangkan versus tidak menyenangkan yang didapatkan dari

penilaian baik atau buruknya hal-hal yang ada dalam kehidupan seseorang.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah

kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup

dan tidak ada gejala-gejala depresi, mempunyai pemaknaan hidup yang tinggi dan mampu

mengembangkan pribadi serta bakat dan minat yang dimiliki.

A. Aspek Kesejahteraan Psikologis


a. Penerimaan diri

Penerimaan diri diartikan sebagai ciri utama dalam kesehatan mental yang

karakteristiknya sama dengan aktualisasi diri, berfungsi secara optimal dan memiliki

kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan menerima diri apa

adanya dan menyikapi masa lalu secara positif. seseorang dengan tingkat kesejaheteraan

psikologis yang baik memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima

berbagai aspek termasuk kualitas baik dan buruk dalam dirinya, serta perasaan positif

tentang masa lalu dankehidupan yang sedang dijalani sekarang.

b. Hubungan Positif Dengan Orang Lain

Hubungan yang positif dengan orang lain merupakan kemampuan seseorang dalam

membina hubungan ketika individu mampu merasakan kehangatan dan memiliki rasa

percaya kepada orang lain. Dalam perspektif perkembangan, hal ini berarti mampu

menjalin hubungan yang hangat dengan individu lain, serta mampu membimbing dan

mengarahkan individu yang lebih muda.

c. kemandirian (Autonomy)

Pada dimensi ini mengemukakan mengenai kemampuan individu dalam mengambil

keputusan sendiri dan mandiri, mampu melawan tekanan sosial untuk berpikir dan

berpikir dengan cara yang benar, berperilaku sesuai dengan standar nilai individu itu
sendiri, dan memaksakan diri dengan standar pribadi. Individu yang mampu melakukan

aktualisasi diri dan bekerja penuh memiliki keyakinan dan kemandirian, sehingga dapat

mencapai prestasi dengan memuaskan. Namun, jika individu memiliki autonomy yang

rendah maka ia akan cenderung memperhatikan penilaian dari orang lain, sulit untuk

mengambil keputusan karena merasa terbebani oleh orang lain.

d. Tujuan Hidup

Kemampuan dalam memiliki tujuan dan arah dalam hidupnya. Individu yang berada

pada level yang tinggi dalam dimensi ini akan memiliki target serta tujuan dalam

hidupnya, memiliki hidup yang bermakna. Individu yang berfungsi secara positif

memiliki tujuan , misi , dan arah yang merasa bahwa hidup ini memiliki makna, dan

mampu merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalani. Dengan

demikian, seseorang akan memiliki gairah hidup dan hidup bermakna.

e. Penguasaan terhadap Lingkungan

Dimensi ini menjelaskan tentang kemampuan individu untuk memilih dan

menciptakan lingkungan yang ia inginkan. Teori perkembangan menguasai lingkungan

sebagai kemampuan untuk memanipulasi dan mengontrol lingkungan yang kompleks.

Mental yang sehat dikarakteristikkan dengan kemampuan individu untuk memiliki atau

menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiknya, mampu dan berkompetensi

mengatur lingkungan, menyusun kontrol yang kompleks terhadap aktivitas eksternal,

menggunakan secara efektif kesempatan dalam lingkungan, serta mampu memilih dan

menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai individu itu sendiri.

Sebaliknya, jika penguasaan lingkungan individu kurang baik, maka ia akan sulit untuk

mengatur dan menciptakan lingkungan sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadinya,

serta sulit untuk menyadari adanya kesempatan yang ada di lingkungannya.


f. pertumbuhan pribadi

Pada dimensi ini mengemukakan mengenai kemampuan seseorang untuk

mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, serta mampu berkembang sebagai

manusia yang utuh. Dimensi ini dibutuhkan oleh individu agar dapat berfungsi secara

optimal dalam aspek psikologisnya. Individu yang memiliki pertumbuhan ditandai

dengan perasaan mampu dalam melewati tahap - tahap perkembangan berkelanjutan,

berubah dengan cara yang efektif untuk menjadi lebih terbuka terhadap pengalaman -

pengalaman baru, menyadari potensi yang ada dalam dirinya dan dapat terus

mengembangkan potensi diri.

Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk

mengaktualisasikan diri, misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman. Individu

yang baik pada dimensi ini cenderung akan mengembangkan segala potensinya, merasa

terus berkembang, dan mampu menyadari peningkatan dalam dirinya dari waktu ke

waktu. Sebaliknya, jika individu merasa tidak baik pada dimensi ini maka akan kesulitan

untuk menyadari potensi dalam dirinya, tidak mampu mengembangkan sikap dan tingkah

laku baru, serta tidak mampu berkembang.

(Hurlock 1994: 19) menjelaskan, bahwa ada beberapa esensi mengenai kebahagiaan

atau kesejahteraan, antara lain:

a) Sikap menerima (Acceptance)

Shaver & Freedman (Hurlock 1994: 19) mengatakan bahwa sikap menerima

orang lain dipengaruhi oleh sikap menerima diri yang timbul dari penyesuaian pribadi

maupun penyesuaian sosial yang baik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kebahagiaan

banyak bergantung pada sikap menerima dan menikmati keadaan orang lain dan apa

yang dimilikinya.
b) Kasih sayang (Affection)

Kasih sayang merupakan hasil normal dari sikap diterima oleh orang lain.

Semakin diterima baik oleh orang lain, semakin banyak diharapkan yang dapat

diperoleh dari orang lain. Kurangnya cinta atau kasih yang memiliki pengaruh yang

besar terhadap kebahagiaan seseorang.

c) Prestasi (Achivment)

Prestasi berhubungan dengan tercapainya tujuan seseorang. Apabila tujuan ini

secara tidak realistis tinggi, maka akan timbul kegagalan dan yang bersangkutan akan

merasa tidak puas dan tidak bahagia.

Disisi lain kesejahteraan psikologis menurut Hauser, Spinger dan Pudrovska

(dalam Aisyah & Chisol 2018: 111) sebagai kesejahteraan psikologis yang dimiliki

oleh individu yang menfokuskan pada upaya untuk merealisaikan dirinya (self-

realization), pernyataan diri (self-expressiveness) serta aktualisasi diri (self

actualization).

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis


Namun, pada dimensi penerimaan diri, kemandirian, penguasan lingkungan dan

pertumbuhan pribadi tidak terdapat perbedaan yang signifikan

a. Usia

Berdasarkan hasil penelitian Ryff & Singer (dalam Ardani & Istiqomah 2020:

47) ditemukan adanya perbedaan tingkat kesejahteraan psikologis pada tingkat

kelompok usia, yaitu dewasa muda, dewasa madya, dan dewasa lanjut. Dimensi

penguasaan lingkungan dan otonomi menunjukkan adanya pola peningkatan seiring

dengan usia dari tahap dewasa muda ke dewasa madya. pertumbuhan pribadi dan

tujuan hidup menunjukkan adanya penurunan, khususnya pada tengah baya ke dewasa

lanjut.
b. Jenis Kelamin

Ryff (dalam Ardani & Istiqomah 2020: 47) menyatakan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada dimensi hubungan

positif dengan orang lain dan pertumbuhan diri. Wanita cenderung lebih memiliki

kesejahteraan psikologis dibandingkan laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan pola pikir

yang berpengaruh terhadap strategi koping yang dilakukan, serta aktivitas sosial yang

dilakukan. Wanita lebih mampu mengekspresikan emosi dengan curhat kepada orang

lain. Wanita juga lebih senang menjalin relasi sosial dibanding laki-laki.

c. Status sosial ekonomi

Ryff & Singer (dalam Ardani & Istiqomah 2020: 47) menemukan bahwa

gambaran kesejahteraan psikologis yang lebih baik terdapat pada mereka yang

memiliki pendidikan lebih tinggi dan jabatan tinggi dalam pekerjaan, terutama untuk

dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Adanya kesuksesan-kesuksesan

(termasuk materi) dalam kehidupan merupakan faktor pelindung yang penting dalam

menghadapi stres, tantangan, dan musibah. Sebaliknya, mereka yang kurang

memiliki pengalaman keberhasilan akan mengalami kerentanan pada psikologis well

being-nya.

Huppert (2009: 145) menjabarkan beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan

psikologis, yaitu:

1) Personality (kepribadian) Berkaitan dengan gaya emosional yang positif sedangkan

neurotisme dikaitkan dengan gaya emosional yang negatif.

2) Faktor Demografi Pada jenis kelamin, tingkat kesejahteraan perempuan memiliki

kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.


3) Faktor Sosial Ekonomi Pada umumnya, status sosial ekonomi dan tingkat pendapatan

yang tinggi mempengaruhi tingkat kesejahteraan individu.

4) Faktor Lainnya (perilaku, kognisi dan motivasi) Individu yang memiliki perilaku, kognisi

dan motivasi yang baik untuk berjuang mencapai tujuannya mencerminkan nilai-nilai

yang dipegang teguh dari dalam dirinya, sebagai langkah untuk mencapai kebahagiaan.

Sementara itu, Mirowsky & Ross (dalam Ardani & Istiqomah 2001 :46) juga

mengemukakan kondisi yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis

(Psychological Well Being) seseorang adalah: kemampuan ekonomi, pekerjaan,

pendidikan, anak, kehidupan masa lalu seseorang, kesehatan fisik dan fungsi fisik, serta

faktor kepercayaan dan emosi.

C. Definisi stress
Stres merupakan pengalaman terhadap sebuah ancaman (nyata atau sesuatu yang

dibayangkan) pada mental, fisik, atau kesejahteraan spiritual yang dihasilkan dari sebuah

respons psikologis dan adaptasi. Hans Selye (Rahmawati & Putri 2020: 4) mendefinisikan

stres sebagai respons tidak spesifik dari tubuh terhadap tuntutan yang diterimanya dalam

kehidupan sehari - hari yang tidak dapat dihindari dan setiap orang pasti akan mengalaminya.

Bila seseorang telah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh

sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi tugasnya dengan baik, maka

ia disebut mengalami distres. Pada gelaja stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi

oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak

semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal

tersebut dikatakan eustres.

Sarafino (dalam Saputri 2020: 106) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang

disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak antara
tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi dengan sumber-sumber daya sistem

biologis, psikologis dan sosial seseorang.

Mahasiswa yang sedang mengalami stres dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek

stres menurut Sarafino & Smith (2012: 33) yaitu :

1) Aspek biologis

Aspek biologis dari stress berupa gejala fisik. Gejala fisik dari stres yang dialami

individu antara lain sakit kepala, gangguan tidur, gangguan pencernaan, gangguan makan,

gangguan kulit, dan produksi keringat yang berlebihan. Disamping itu gejala fisik lainnya

juga ditandai dengan adanya otot-otot tegang, pernafasan dan jantung tidak teratur,

gugup, cemas, gelisah, perubahan nafsu makan, maag, dan lain sebagainya.

2) Aspek psikologis

Aspek psikologis stress yaitu berupa gejala psikis. Gejala psikis dari stres antara lain:

a) Gejala kognisi (pikiran) kondisi stres dapat mengganggu proses pikir individu.

Individu yang mengalami stres cenderung mengalami gangguan daya ingat, perhatian,

dan konsentrasi. Disamping itu gejala kognisi ditandai juga dengan adanya harga diri

yang rendah, takut gagal, mudah bertindak memalukan, cemas akan masa depan dan

emosi labil.

b) Gejala emosi, kondisi stres dapat mengganggu kestabilan emosi individu. Individu

yang mengalami stres akan menunjukkan gejala mudah marah, kecemasan yang

berlebihan terhadap segala sesuatu, merasa sedih, dan depresi.

c) Gejala tingkah laku, kondisi stres dapat mempengaruhi tingkah laku sehari-hari yang

cenderung negatif sehingga menimbulkan masalah dalam hubungan interpersonal.

Gejala tingkah laku yang muncul adalah sulit bekerja sama, kehilangan minat, tidak
mampu rileks, mudah terkejut atau kaget, kebutuhan seks, obat-obatan, lakohol dan

merokok cenderung meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Asti & Rohmatun Chisol. 2018. “Rasa Syukur Kaitannya Dengan Kesejahteraan Psikologis
Pada Guru Honorer Sekolah Dasar.” Proyeksi 13 (2): 109–22.
Ardani, Tristiadi Ardi & Istiqomah. 2020. Psikologi Positif Perspektif Kesehatan Mental Islam.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hurlock, Elizabeth B. 1994. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Rahmawati, Arni Nur & Noor Rachmah Ida Ayu Trisno Putri. 2020. Mindfulness, Stres, Dan
Kesejahteraan Psikologis Pada Pekerja. Yogyakarta: Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai