TINJAUAN PUSTAKA
Ryff (dalam Rahmawati 2020: 11) menyatakan bahwa Psychological well-being atau
yang lebih dikenal dengan kesejahteraan secara psikologis merupakan ukuran multidimensi
dari perkembangan psikologis dan kesehatan mental sebagai suatu keadaan individu yang
dapat menerima kekuatan dan kelemahan yang ada dalam dirinya, memiliki hubungan yang
positif dengan orang lain, mampu mengarahkan tingkah lakunya sendiri, mampu
mengembangkan potensi dirinya secara berkelanjutan. Sementara itu, Schultz (dalam Aisyah
2018: 111) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai fungsi positif pada diri
individu, dimana fungsi positif tersebut merupakan arah dan tujuan yang harus diusahakan
tertinggi yang dapat diraih oleh manusia. Konteks ini memandang kesejahteraan psikologis
terhadap penderitaan (pain). Menurut Ryan dan Deci (dalam Khumas & Halima) terdapat dua
pendekatan dalam konsep well-being, yaitu pendekatan eudaimonic dan hedonic. Pendekatan
eudaimonic ialah memandang well-being tidak hanya sebagai pencapaian kesenangan, tetapi
juga sebagai realisasi potensi diri seseorang dalam mencapai kesesuaian tujuannya yang
hedonic ialah pendekatan yang memandang well-being tersusun atas kebahagiaan subjektif
dan berfokus pada pengalaman yang akan mendatangkan kenikmatan. Pandangan hedonic
memperhatikan pengalaman menyenangkan versus tidak menyenangkan yang didapatkan dari
penilaian baik atau buruknya hal-hal yang ada dalam kehidupan seseorang.
kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup
dan tidak ada gejala-gejala depresi, mempunyai pemaknaan hidup yang tinggi dan mampu
Penerimaan diri diartikan sebagai ciri utama dalam kesehatan mental yang
karakteristiknya sama dengan aktualisasi diri, berfungsi secara optimal dan memiliki
kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan menerima diri apa
adanya dan menyikapi masa lalu secara positif. seseorang dengan tingkat kesejaheteraan
psikologis yang baik memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima
berbagai aspek termasuk kualitas baik dan buruk dalam dirinya, serta perasaan positif
Hubungan yang positif dengan orang lain merupakan kemampuan seseorang dalam
membina hubungan ketika individu mampu merasakan kehangatan dan memiliki rasa
percaya kepada orang lain. Dalam perspektif perkembangan, hal ini berarti mampu
menjalin hubungan yang hangat dengan individu lain, serta mampu membimbing dan
c. kemandirian (Autonomy)
keputusan sendiri dan mandiri, mampu melawan tekanan sosial untuk berpikir dan
berpikir dengan cara yang benar, berperilaku sesuai dengan standar nilai individu itu
sendiri, dan memaksakan diri dengan standar pribadi. Individu yang mampu melakukan
aktualisasi diri dan bekerja penuh memiliki keyakinan dan kemandirian, sehingga dapat
mencapai prestasi dengan memuaskan. Namun, jika individu memiliki autonomy yang
rendah maka ia akan cenderung memperhatikan penilaian dari orang lain, sulit untuk
d. Tujuan Hidup
Kemampuan dalam memiliki tujuan dan arah dalam hidupnya. Individu yang berada
pada level yang tinggi dalam dimensi ini akan memiliki target serta tujuan dalam
hidupnya, memiliki hidup yang bermakna. Individu yang berfungsi secara positif
memiliki tujuan , misi , dan arah yang merasa bahwa hidup ini memiliki makna, dan
mampu merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalani. Dengan
Mental yang sehat dikarakteristikkan dengan kemampuan individu untuk memiliki atau
menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiknya, mampu dan berkompetensi
menggunakan secara efektif kesempatan dalam lingkungan, serta mampu memilih dan
menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai individu itu sendiri.
Sebaliknya, jika penguasaan lingkungan individu kurang baik, maka ia akan sulit untuk
mengatur dan menciptakan lingkungan sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadinya,
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, serta mampu berkembang sebagai
manusia yang utuh. Dimensi ini dibutuhkan oleh individu agar dapat berfungsi secara
berubah dengan cara yang efektif untuk menjadi lebih terbuka terhadap pengalaman -
pengalaman baru, menyadari potensi yang ada dalam dirinya dan dapat terus
Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk
yang baik pada dimensi ini cenderung akan mengembangkan segala potensinya, merasa
terus berkembang, dan mampu menyadari peningkatan dalam dirinya dari waktu ke
waktu. Sebaliknya, jika individu merasa tidak baik pada dimensi ini maka akan kesulitan
untuk menyadari potensi dalam dirinya, tidak mampu mengembangkan sikap dan tingkah
(Hurlock 1994: 19) menjelaskan, bahwa ada beberapa esensi mengenai kebahagiaan
Shaver & Freedman (Hurlock 1994: 19) mengatakan bahwa sikap menerima
orang lain dipengaruhi oleh sikap menerima diri yang timbul dari penyesuaian pribadi
maupun penyesuaian sosial yang baik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kebahagiaan
banyak bergantung pada sikap menerima dan menikmati keadaan orang lain dan apa
yang dimilikinya.
b) Kasih sayang (Affection)
Kasih sayang merupakan hasil normal dari sikap diterima oleh orang lain.
Semakin diterima baik oleh orang lain, semakin banyak diharapkan yang dapat
diperoleh dari orang lain. Kurangnya cinta atau kasih yang memiliki pengaruh yang
c) Prestasi (Achivment)
secara tidak realistis tinggi, maka akan timbul kegagalan dan yang bersangkutan akan
(dalam Aisyah & Chisol 2018: 111) sebagai kesejahteraan psikologis yang dimiliki
oleh individu yang menfokuskan pada upaya untuk merealisaikan dirinya (self-
actualization).
a. Usia
Berdasarkan hasil penelitian Ryff & Singer (dalam Ardani & Istiqomah 2020:
kelompok usia, yaitu dewasa muda, dewasa madya, dan dewasa lanjut. Dimensi
dengan usia dari tahap dewasa muda ke dewasa madya. pertumbuhan pribadi dan
tujuan hidup menunjukkan adanya penurunan, khususnya pada tengah baya ke dewasa
lanjut.
b. Jenis Kelamin
Ryff (dalam Ardani & Istiqomah 2020: 47) menyatakan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada dimensi hubungan
positif dengan orang lain dan pertumbuhan diri. Wanita cenderung lebih memiliki
kesejahteraan psikologis dibandingkan laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan pola pikir
yang berpengaruh terhadap strategi koping yang dilakukan, serta aktivitas sosial yang
dilakukan. Wanita lebih mampu mengekspresikan emosi dengan curhat kepada orang
lain. Wanita juga lebih senang menjalin relasi sosial dibanding laki-laki.
Ryff & Singer (dalam Ardani & Istiqomah 2020: 47) menemukan bahwa
gambaran kesejahteraan psikologis yang lebih baik terdapat pada mereka yang
memiliki pendidikan lebih tinggi dan jabatan tinggi dalam pekerjaan, terutama untuk
(termasuk materi) dalam kehidupan merupakan faktor pelindung yang penting dalam
being-nya.
psikologis, yaitu:
4) Faktor Lainnya (perilaku, kognisi dan motivasi) Individu yang memiliki perilaku, kognisi
dan motivasi yang baik untuk berjuang mencapai tujuannya mencerminkan nilai-nilai
yang dipegang teguh dari dalam dirinya, sebagai langkah untuk mencapai kebahagiaan.
Sementara itu, Mirowsky & Ross (dalam Ardani & Istiqomah 2001 :46) juga
pendidikan, anak, kehidupan masa lalu seseorang, kesehatan fisik dan fungsi fisik, serta
C. Definisi stress
Stres merupakan pengalaman terhadap sebuah ancaman (nyata atau sesuatu yang
dibayangkan) pada mental, fisik, atau kesejahteraan spiritual yang dihasilkan dari sebuah
respons psikologis dan adaptasi. Hans Selye (Rahmawati & Putri 2020: 4) mendefinisikan
stres sebagai respons tidak spesifik dari tubuh terhadap tuntutan yang diterimanya dalam
kehidupan sehari - hari yang tidak dapat dihindari dan setiap orang pasti akan mengalaminya.
Bila seseorang telah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh
sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi tugasnya dengan baik, maka
ia disebut mengalami distres. Pada gelaja stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi
oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak
semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal
Sarafino (dalam Saputri 2020: 106) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang
disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak antara
tuntutan-tuntutan yang berasal dari berbagai situasi dengan sumber-sumber daya sistem
Mahasiswa yang sedang mengalami stres dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek-aspek
1) Aspek biologis
Aspek biologis dari stress berupa gejala fisik. Gejala fisik dari stres yang dialami
individu antara lain sakit kepala, gangguan tidur, gangguan pencernaan, gangguan makan,
gangguan kulit, dan produksi keringat yang berlebihan. Disamping itu gejala fisik lainnya
juga ditandai dengan adanya otot-otot tegang, pernafasan dan jantung tidak teratur,
gugup, cemas, gelisah, perubahan nafsu makan, maag, dan lain sebagainya.
2) Aspek psikologis
Aspek psikologis stress yaitu berupa gejala psikis. Gejala psikis dari stres antara lain:
a) Gejala kognisi (pikiran) kondisi stres dapat mengganggu proses pikir individu.
Individu yang mengalami stres cenderung mengalami gangguan daya ingat, perhatian,
dan konsentrasi. Disamping itu gejala kognisi ditandai juga dengan adanya harga diri
yang rendah, takut gagal, mudah bertindak memalukan, cemas akan masa depan dan
emosi labil.
b) Gejala emosi, kondisi stres dapat mengganggu kestabilan emosi individu. Individu
yang mengalami stres akan menunjukkan gejala mudah marah, kecemasan yang
c) Gejala tingkah laku, kondisi stres dapat mempengaruhi tingkah laku sehari-hari yang
Gejala tingkah laku yang muncul adalah sulit bekerja sama, kehilangan minat, tidak
mampu rileks, mudah terkejut atau kaget, kebutuhan seks, obat-obatan, lakohol dan
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Asti & Rohmatun Chisol. 2018. “Rasa Syukur Kaitannya Dengan Kesejahteraan Psikologis
Pada Guru Honorer Sekolah Dasar.” Proyeksi 13 (2): 109–22.
Ardani, Tristiadi Ardi & Istiqomah. 2020. Psikologi Positif Perspektif Kesehatan Mental Islam.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hurlock, Elizabeth B. 1994. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Rahmawati, Arni Nur & Noor Rachmah Ida Ayu Trisno Putri. 2020. Mindfulness, Stres, Dan
Kesejahteraan Psikologis Pada Pekerja. Yogyakarta: Deepublish.