TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini terdiri dari teori mengenai psychological well being, forgiveness,
gratitude, remaja, dan panti asuhan. Penjabaran teori ini dipaparkan dengan tujuan
A. Psychological Well-Being
meningkat. Terutama pada masyarakat di usia – usia produktif. Salah satu faktor
dengan konsep eudaimonia (Ryff & Singer, 2008). Kata eudaimonia berasal dari
menerima diri apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain,
dalam hidup, serta merealisasikan potensi dirinya secara kontinyu Ryff & Keyes
(1995).
being sebagai sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif
terhadap dirinya sendiri, tidak bergantung kepada orang lain, memiliki tujuan
sebagai berikut :
Penerimaan diri ialah suatu sikap menerima keseluruhan dirinya dalam hal
yang baik maupun buruk. Aspek ini berkaitan dengan penerimaan masa lalu dan
masa kini dengan sikap yang positif (Ryff, 1989). Penerimaan diri menjadi sifat
fungsi optimal diri, serta kematangan. Seseorang dengan penerimaan diri yang
tinggi, adalah orang yang memiliki sikap positif mengenai dirinya, sedangkan
seseorang dengan penerimaan diri yang rendah adalah orang yang rentan putus asa
terhadap dirinya, dan kecewa terhadap hal-hal yang terjadi di masa lalu.
dari hubungan yang akrab dengan orang lain (intimacy) serta adanya bimbingan
dan arah dari orang lain (generativity). Memiliki hubungan positif dengan orang
ditingkatkan dan pertimbangan yang lebih baik dari orang lain. Sementara
hubungan yang baik menghasilkan pemahaman orang lain, hubungan yang buruk
yang baik adalah salah satu fitur kunci kesehatan mental dengan patologi sering
c. Kemandirian (Autonomy)
mandiri, mampu melawan tekanan sosial untuk berpikir dan bersikap dengan cara
yang benar, berperilaku sesuai dengan standar nilai individu itu sendiri dan
Tujuan hidup merupakan target atau rancangan masa depan dan pemaknaan
terhadap masa lalu. Individu yang mempunyai tujuan hidup ialah individu yang
mampu meresapi makna kehidupan di masa lalu dan saat ini, memegang
keyakinan dan memiliki maksud yang positif terhadap tujuan hidupnya. Individu
yang tidak memiliki tujuan hidup, akan merasa kehilangan dan cenderung ragu
Aspek ini bernilai tinggi jika mempunyai firasat pengembangan, melihat dari
rendah jika suatu perasaan dari stagnasi pribadi, kekurangan peningkatan atau
perluasan pengertian dari waktu ke waktu, merasakan tak tertarik dan bosan
dengan hidup, merasakan tidak mampu untuk mengembangkan perilaku atau
sikap baru.
a. Harmony
Keharmonisan dalam bergaul dengan orang lain, seperti keluarga, teman, atau
tetangga. Bagi para orangtua, keharmonisan merupakan hal yang sangat penting
dalam keluarga agar tidak terjadi pertengkaran, terutama pada anak-anak mereka.
b. Interdependence
c. Acceptance
d. Respact
Adanya rasa hormat dari orang lain. Apabila seseorang merasa dihormati
e. Enjoyment
Menikmati kehidupan daapt dilakukan dengan berbagai cara, bahkan pada hal-hal
teori dari Ryff (1989) karena aspek-aspek kesejahteraan psikologis yang sudah
lain :
a. Usia
Ryff dan Keyes (1995) menemukan bahwa dimensi penguasaan lingkungan dan
dari dewasa muda hingga dewasa madya. Dimensi hubungan positif dengan orang
bertambahnya usia, penurunan ini terutama terjadi pada dewasa madya hingga
dewasa akhir. Dari penelitian tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
signifikan dalam dimensi penerimaan diri selama usia dewasa muda hingga
dewasa akhir.
b. Jenis Kelamin
Berdasarakan penelitian Ryff dan Keyes (1995), disebutkan bahwa wanita
memiliki skor yang lebih tinggi pada aspek pertumbuhan pribadi dan aspek
memperlihatkan gradasi sosial dalam kondisi wellbeing pada dewasa madya. Data
dan dimensi tujuan hidup (Ryff, 1994). Mereka yang menempati kelas sosial yang
tinggi memiliki perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri dan masa lalu
mereka, serta lebih memiliki rasa keterarahan dalam hidup dibandingkan dengan
Pengalaman hidup yang dialami seseorang baik itu pengalaman hidup positif
ataupun negatif dalam berbagai periode kehidupan mampu menjadi hal yang
e. Budaya
yang lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan skor yang
rendah pada dimensi penerimaan diri. hal ini dapat disebabkan oleh orientasi
pribadi (untuk responden wanita) dan dimensi tujuan hidup (untuk responden
pria), serta memiliki skor yang rendah dalam dimensi otonomi, baik pria maupun
f. Kepribadian
lima tipe kepribadian (the big five traits) dengan aspek-aspek kesejahteraan
yang termasuk dalam kategori openness to experience memiliki skor tinggi pada
positif dengan orang lain dan individu yang termasuk kategori low neuriticism
yang diberikan oleh orang lain khususnya orang-orang terdekat dari individu.
seseorang.
h. Religiusitas
Americans yang ditulis oleh Levin (Chatters & Taylor, 1994) ditemukan beberapa
hal yang menunjukkan fungsi psikososial dari agama yang antara lain:
pribadi,
dapat mempengaruhi psychological well being adalah usia, jenis kelamin, evaluasi
B. Forgiveness
1. Definisi Forgiveness
perubahan prososial pada pemikiran, emosi, dan perilaku korban terhadap pelaku.
perasaan, pikiran, dan tindakan tertentu. Menurut Gani (2011) makna dari
forgiveness itu sendiri ialah proses melepaskan kemarahan, rasa nyeri, dan
dendam yang ditimbulkan oleh orang lain. North (dalam Baskin dan Enright,
2004), menegaskan bahwa forgiveness merupakan suatu proses dengan alur waktu
tertentu yang berkembang dari amarah atau dendam, sampai keputusan untuk
mencintai dan berbelas kasih terhadap orang yang sulit untuk dicintai karena
perbuatannya.
sakit, sakit hati, kebencian, dan balas dendam yang dilatar belakangi oleh
2016).
merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan oleh individu untuk merubah
perasaan marah, dendam, kecewa, dan segala emosi negatif dengan sikap yang
2. Dimensi Forgiveness
a. Dimensi emosional
emosional adalah (a) meninggalkan perasaan marah, sakit, dan benci, (b) mampu
mengontrol emosi saat diperlakukan tidak menyenangkan, (c) perasaan iba dan
kasih sayang terhadap pelaku, dan (d) perasaan nyaman ketika berinteraksi dengan
pelaku.
b. Dimensi Kognisi
Berkaitan dengan pemikiran seseorang atas peristiwa yang tidak
mempunyai penjelasan nalar atas perlakuan yang menyakitkan, dan (c) memiliki
c. Dimensi Interpersonal
meninggalkan perilaku acuh tak acuh, (d) meninggalkan perilaku menghindar, (e)
atau kemurahan hati, dan (g) musyawarah dengan pihak yang pernah jadi pelaku.
memiliki tiga dimensi yaitu dimensi emosional, dimensi kognisi dan dimensi
interpersonal.
1. Karakteristik kepribadian
yang statis, melainkan sesuatu yang tumbuh teratur dan mengalami perubahan.
2. Religiusitas
Internalisasi nilai-nilai agama (Islam) yang meliputi dimensi akidah, ibadah,
3. Jenis kelamin
memaafkan memiliki pemaafan yang tidak jauh berbeda, hanya saja laki-laki lebih
laki.
4. Usia
seseorang.
1. Keterikatan interpersonal
lain yang telah dikenalnya dalam usaha melakukan pengambilan keputusan atas
relasi interpersonal dengan orang lain. Sehingga ketika akan memaafkan orang
lain, sebelumya individu tersebut meminta saran dan nasihat dari orang
terdekatnya hal apa yang sebaiknya dilakukan kepada orang yang menyakitinya.
2. Pendidikan
semakin tinggi tingka pendidikan maka akan lebih mudah untuk memaafkan. Hal
tersebut dikarena orang yang memiliki pendidikan yang tinggi otomatis memiliki
Faktor penentu sosial kognitif meliputi afektif, empati terhadap orang lain,
berupa gambaran dari peristiwa yang terjadi dan pengaruh yang diakibatkannya.
karena secara kognitif individu belum bisa melupakan kejadian buruk yang masih
Faktor ini timbul dari individu yang mempersepsi tingkat kelukaan atau
korban oleh pelaku, maka akan lebih sulit kemungkinan bagi pelaku untuk dapat
memaafkan, jika kesalahan yang terjadi sangat berat. Untuk mendapat pemaafan
biasanya didukung dengan sejauh mana kesungguhan pelaku meminta maaf dan
sejauhmana kedekatan yang dimiliki oleh seseorang terhadap pihak yang bertikai
sebuah permasalahan, hal tersebut terkait memberikan maaf untuk orang lain.
agreeableness (kebaikan hati) akan memiliki pemaafan yang baik terhadap orang
kepribadian.
C. Gratitude
1. Definisi Gratitude
diambil dari akar Latin gratia, yang berarti kelembutan, kebaikan hati, atau
berterima kasih. semua kata yang terbentuk dari akar Latin ini berhubungan
McCullough, 2003). Menurut Emmons dan Shelton (dalam Synder & Lopez,
2005) mengartikan gratitude sebagai perasaan takjub, berterima kasih, dan
apresiasi untuk kehidupan, dan dapat diekspresikan terhadap orang lain ataupun
kebaikan hati atas berkah yang telah diterima dan fokus terhadap hal positif di
respon emosi pada suatu peristiwa sehingga menjadi lebih bermakna. Wood,
Joseph, & Maltby (2009), menyatakan kebersyukuran adalah sebagai bentuk ciri
sebagai rekognisi positif ketika menerima sesuatu yang menguntungkan, atau nilai
tambah yang berhubungan dengan judgment atau penilaian bahwa ada pihak lain
kesadaran individu atas andil orang lain yang memberikan manfaat kepada
mereka sehingga mereka dapat hidup lebih bermakna pada saat ini.
waktu tertentu.
emosi gratitude dalam satu hari, dan dapat muncul walau hanya dari kebaikan
3. Span: Jumlah sumber datangnya emosi gratitude dalam jangka waktu tertentu.
bersyukur yang lebih banyak. Contohnya, dalam satu hari ia akan bersyukur atas
disposition lebih kecil mungkin hanya akan bersyukur atas aspek pekerjaan saja.
4. Density: Merujuk pada jumlah orang yang disyukuri atas satu manfaat positif
yang ia dapatkan.
Misalnya, untuk peringkat satu yang diraih, seorang anak akan bersyukur atas
sosial.
gratitude yaitu:
gratitude.
bersyukur.
secara positif.
D. Remaja
1. Definisi remaja
remaja berasal dari kata latin (adolescene), kata bendanya adolescentia yang
berarti remaja yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa bangsa orang-
orang zaman purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda
9) Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali
kematangan seksual.
sosial emosional.
masa peralihan dari masa anak – anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan
E. Panti Asuhan
rumah tempat memelihara dan merawat anak yatim atau yatim piatu dsb.
pelayanan pengganti orang tua atau wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik,
mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang
Pada panti asuhan dengan sistem ini, anak asuh dikelompokkan dalam jumlah
yang besar dan ditempatkan didalam bangunan yang berbentuk asrama. Anak asuh
dibentuk dalam sebuah kelompok yang terdiri dari 15 sampai 20 anak dan
ditempatkan dalam satu tempat, dengan hanya ada satu atau beberapa petugas
yang bertindak sebagai bapak atau ibu asuh. Sistem asuhan ini mempunyai
kelebihan yaitu dapat menampung anak dalam jumlah yang besar dengan
pembiayaannya relatif lebih murah karena tidak memerlukan banyak staf atau
dan bimbingan kepada anak asuh. Selain itu suasana keluarga pada umumnya juga
kehidupan keluarga pada umumnya. Pola berbentuk cottage ini merupakan unit
rumah dengan keluarga asuh yang bersifat lebih kecil. Anak-anak dalam
kelompok kecil yang ditempatkan dalam satu rumah ini mempunyai orang tua
pengganti. Anak asuh dalam sistem cottage ini lebih memiliki kesempatan untuk
pengawasan dan perhatian yang lebih intensif. Namun kelemahan yang mungkin
timbul adalah masalah biaya dan rekrutmen karena jumlah pengasuh yang
dalam hubungan antara anak dengan orang tua atau keluarga asuh, anak asuh
F. Kerangka Berpikir
kasih sayang dari kedua orang tuanya. Selain itu orang tua juga dapat
memberikan pendidikan sejak dini agar kelak anak – anaknya tumbuh menjadi
anak yang bertanggung jawab. Saat beranjak remaja fungsi orang tua adalah
sebagai teman. Teman berbagi cerita dan teman berdiskusi bagi anak. Sehingga
kebingungannya.
Masa remaja adalah masa yang paling indah. Begitu ungkapan masyarakat
menghabiskan masa remajanya dengan melakukan hal – hal baru yang belum
sebayanya yang menjerumuskan mereka kepada hal – hal yang negatif. Maka
dari itu peran orang tua dalam mendampingi anaknya selama masa remaja
sangat dibutuhkan.
Menurut Gumede (2009) pola asuh orang tua yang baik merupakan hal yang
vital jika ingin remaja dapat menyesuaikan diri secara dengan baik dalam proses
baru yang sedang mereka jalani. Pola perkembangan yang sehat juga bergantung
kebutuhan anak mereka (Patterson dkk,1990; Rutledge, 1990, dalam Turner &
Helms 1995). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hubungan
psychological well-being pada remaja (Shek, 1997; Ferriere & Sastre, 2000;
Abma, Linssen, & Van Wel, 2000 dalam Rathi & Rastogi, 2007).
Namun bagaimana jika seorang remaja yang tidak tinggal dengan orang
tuanya? Atau bahkan mereka tidak pernah tau siapa orang tua kandung mereka.
Keberadaan mereka di panti asuhan tidak serta merta datang secara kebetulan.
Mereka adalah anak – anak yang telah ditinggal meninggal oleh orang tuanya
sehingga tidak ada lagi yang merawat mereka. Atau mungkin orang tua mereka
tidak cukup memiliki biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup anaknya sehingga
menitipkannya di panti asuhan dan yang paling miris adalah mereka yang sama
sekali tidak pernah mengenal orang tuanya karena sudah sejak lama
Penelitian Yi, Lee, dan Sung (2001) menemukan bahwa anak yang
memiliki orang tua yang masih hidup, tetapi meninggalkan mereka di lembaga
emosional pada anak yang memasuki masa remaja, namun nampaknya peran
dari kedua orang tua masih memiliki dampak yang besar dalam membantu
menjadi rendah.
seseorang adalah forgiveness. Menurut North (dalam Baskin dan Enright, 2004)
forgiveness merupakan suatu proses dengan alur waktu tertentu yang berkembang
dari amarah atau dendam, sampai keputusan untuk mencintai dan berbelas kasih
Memang tidak mudah untuk memaafkan seseorang jika telebih lagi pelakunya
telah melakukan hal yang menyakitkan. Seperti hal nya yang dirasakan remaja
yang tinggal di panti asuhan. Luka yang mereka peroleh tentunya tidak dengan
mudah sembuh dengan sendirinya. Harapan hidup bersama keluara yang utuh
dengan limpahan kasih sayang terpaksa hanya bisa mereka nikmati dalam mimpi.
negatif. Sebaliknya, individu yang mudah memberi maaf akan terbebas dari
penjara emosional yang mengekangnya dan memiliki pandangan hidup yang lebih
positif.
Namun hidup dalam kemarahan dan rasa dendam tentunya membuat hidup
mereka menjadi lebih sulit karena kehidupan di masa depan telah menanti mereka.
Maka dari itu forgiveness merupakan hal yang harus mereka lakukan agar
menerima apapun yang terjadi pada dirinya. Hal ini sejalan dengan salah satu
aspek psychological well being yaitu penerimaan diri. Remaja yang tinggal di
panti asuhan tentunya wajib memiliki rasa syukur atas apa yang telah mereka
dapatkan saat ini. Walaupun tidak sesempurna keluarga yang lainnya, setidaknya
sayang. Dengan banyak bersyukur remaja akan cenderung terhindar dari rasa –
rasa iri dan lebih mudah untuk menerima kehidupan saat ini.
bahwa diri itu tumbuh dan berkembang, terbuka untuk pengalaman baru,
menyadari potensi pada dirinya, melakukan perbaikan dalam diri dan perilaku dari
growth, positive relations with others, dan self acceptance (berkorelasi kuat).
Dimensi yang tidak berkorelasi dengan gratitude adalah autonomy. Hal tersebut
kemungkinan disebabkan karena gratitude berkaitan dengan rasa hutang budi dan
Selain itu hasil penelitian Putri (2012), menyatakan bahwa terdapat hubungan
menunjukkan ada pengaruh positif signifikan kecerdasan emosi dan rasa syukur
G. Hipotesis
lebih variabel (Kerlinger & Lee, 2000 dalam Senanti, Yulianto, dan Setiadi, 2015:
pengukuran hubungan variabel. Oleh karena itu, hipotesis pada penelitian ini,
merupakan:
well being pada remaja yang tinggal di panti asuhan “X” Bekasi.
Ha3: Terdapat hubungan yang signifikan antara forgiveness dan gratitude dengan
psychological well being pada remaja yang tinggal di panti asuhan “X” Bekasi.