Disusun oleh :
A. Latar Belakang
Pada fase perkembangan dewasa Psychological well being merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan (Evans dan Greenway, 2010) Psychological well being
merupakan unsur penting yang perlu ditumbuhkan pada individu agar dapat
menguatkan keterikatan secara penuh dalam menghadapi tanggung jawab dan
mencapai potensinya. (Lyubomirsky, Dickerhoof, Boehm, & Sheldon, 2011;
Seligman, 2011).
Menurut Anderson (2010), Ciri dewasa awal sesuai dengan tahap
perkembangannya atau matang mental age-nya adalah berorientasi pada tugas,
mempunyai tujuan– tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efisien,
mengendalikan perasaan pribadi, keobyektifan, menerima kritik dan saran,
pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi dan penyesuaian yang realistis
terhadapa situasi-situasi baru.
B. Tujuan
Dapat mengetahui Pengertian, Dimensi, Faktor – faktor yang mempengaruhi
Psychological Well-Being
C. Manfaat
Manfaat membaca artikel ini ialah pembaca dapat mengetahui Psychological well-
being pada remaja
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
Ryff & Keyes (1995) mendefinisikan Psychological well-being sebagai sebuah
kondisi dimana individu memiliki sikap positif terhadap dirinya dan orang lain, dapat
membuat keputusan sendiri dan mengatur tingkah lakunya sendiri, mampu
mengendalikan lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan
hidup yang lebih bermakna, serta berusaha untuk terus mengembangkan potensi dalam
dirinya. Ada enam dimensi dalam Psychological Well-Being yang meliputi Peneriman
Diri, Hubungan Positif Dengan Orang Lain, Otonomi, Penguasaan Lingkungan, Tujuan
Hidup, Pertumbuhan Pribadi.
Adapun faktor - faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being,
diantaranya Makna Hidup, Kesehatan Fisik, Pendidikan, Agama dan spiritualitas,
Faktor Demografis, Kepribadian,.
BAB III
PEMBAHASAN
Menurut Ryff (1989) psychological well-being adalah suatu kondisi seseorang yang bukan
hanya bebas dari tekanan atau masalah-masalah mental saja, tetapi lebih dari itu yaitu kondisi
seseorang yang mempunyai kemampuan menerima diri sendiri maupun kehidupannya di masa
lalu (self-acceptance), pengembangan atau pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan
bahwa hidupnya bermakna dan memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan
positif dengan orang lain (positive relationship with others), kapasitas untuk mengatur
kehidupannya dan lingkungannya secara efektif (environmental mastery), dan kemampuan
untuk menentukan tindakan sendiri (autonomy).
3. Otonomi(Autonomy)
Individu yang sudah mencapai aktualisasi diri dideskripsikan sebagai orang yang
menampilkan sikap otonomi. Individu yang berfungsi secara lengkap ini juga
dideskripsikan mempunyai internal locus of control dalam mengevaluasi dirinya,
maksudnya yaitu individu tersebut tidak meminta persetujuan dari orang lain tetapi
mengevaluasi dirinya sendiri dengan standar-standar pribadinya. Individu yang
memiliki tingkat otonomi yang baik maka individu tersebut akan mandiri, mampu
menolak tekanan sosial untuk berfikir dan berperilaku dengan cara tertentu, mampu
mengatur perilaku diri sendiri dan mengevaluasi diri sendiri dengan standar pribadi.
a. Makna hidup
Menurut Ryff (1989), pemberian arti terhadap pengalaman hidup memberi kontribusi
yang sangat besar terhadap tercapainya psychological well-being. Salah satu
pengalaman hidup yang dapat memberikan kontribusi tersebut adalah pengalaman
memaafkan orang lain dalam kehidupan sosialnya, dimana terdapat pemulihan
hubungan interpersonal.
b. Kesehatan fisik
Grossi dkk (2012) menyatakan bahwa kesehatan fisik turut berpengaruh pada
psychological well-being. Kesehatan fisik memainkan peranan penting dalam
mendeterminasi distress maupun psychological wellbeing. Di samping itu, dinyatakan
bahwa psychological well-being memiliki koneksi dengan ketiadaan penyakit.
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan turut memengaruhi psychological well-being. Ketika individu
menempuh pendidikan pada level atau tingkatan yang lebih tinggi, individu memiliki
informasi yang lebih baik. Kemudian individu akan memiliki kesadaran yang lebih baik
dalam membuat suatu pilihan. Hal ini berdampak pada determinasi diri dan perilaku
memelihara kesehatan. Sehingga berdampak pada munculnya psychological well-being
(Grossi dkk, 2012)
1. Hardjo, S., Aisyah, S., Mayasari, S.I. (2020), Bagaimana Psychological well being
Pada Remaja? Sebuah Analisis Berkaitan Dengan Faktor Meaning In Life, Jurnal
Diversita, 6(1): 63-76.