Anda di halaman 1dari 73

NAMA : SITI RAHMANIAH IBRAHIM

KELAS : A13 PSIKOLOGI

NIM : 13.701.071

1. Ivan Pavlov
a. Faktor-faktor tak sadar
Menurut pandangan Ivan Pavlov, faktor-faktor tak sadar dapat
diamati dalam serangkaian percobaan. Ivan Pavlov menggunakan
prosedur pengkondisian klasik untuk menunjukkan bahwa orang-orang
tidak sadar dapat mengembangkan ketakutan dan sikap terhadap orang
lain. Ivan Pavlov menganggap bahwa faktor-faktor tak sadar ini berupa
perilaku reflex dapat dikondisikan, dapat dikontrol oleh suatu perlakuan
yang diberikan. Perilaku reflex dapat dimunculkan jika sengaja untuk
dimunculkan ke kesadaran. Faktor-faktor tak sadar ini amat sangat
dipengaruhi oleh lingkungan di luar individu. Dalam hal ini, tingkah laku
merupakan rangkaian refleks (faktor-faktor tak sadar). Individu dapat
dikendalikan dan dibentuk dengan mengendalikan (membiasakan) faktor-
faktor tak sadar ini.
b. Reinforcement
Dalam perspektif behaviorisme, respons biasanya muncul dalam
bentuk perilaku yang kelihatan. Reinforcement adalah penguatan yang
diberikan kepada subyek belajar agar ia merasakan adanya kebutuhan
untuk memberikan respons secara berkelanjutan. Pavlov yakin bahwa
kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan tingkah laku
dalam hubungan yang terus menerus dengan lingkungan nya. Cara yang
efektif untuk mengubah dan mengontrol tingkah laku adalah penguatan,
maksudnya dengan diberikan penguatan-penguatan yang positif, maka
tingkah laku seseorang akan bisa berubah dan terkontrol dengan baik.
Suatu strategi kegiatan yang membuat tingkah laku tertentu berpeluang
untuk terjadi pada masa yang akan datang. Manusia dan binatang dapat
dilatih melakukan semua jenis tingkah laku dimana semua konsekuensi
atau penguatan yang tersedia di lingkungan dapat diubah dan diatur
sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.

1
c. Proses Belajar
Menurut Pavlov, belajar merupakan respon yang akan berlangsung
sebagai akibat dari terjadinya pengasiosian ganjaran (reward) sebagai
kondisi dan rangsangan sebagai stimulus yang mendahului ganjaran
tersebut. Belajar juga merupakan proses perubahan yang terjadi karena
adanya pembentukan asosiasi antara syarat-syarat (conditions) yang
kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang
itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang
terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-
latihan yang continue (terus-menerus). Yang diutamakan dalam teori ini
adalah hal belajar yeng terjadi secara otomatis. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menerapkan teori belajar menurut Pavlov adalah ciri-
ciri kuat yang mendasarinya yaitu: 1) Mementingkan pengaruh lingkungan;
2) Mementingkan bagian-bagian; 3) Mementingkan peranan reaksi; 4)
Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur
stimulus respon; 5) Mementingkan peranan kemampuan yang sudah
terbentuk sebelumnya; 6) Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui
latihan dan pengulangan; 7) Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya
perilaku yang diinginkan.
Kelemahan dari teori conditioning ini adalah, teori ini mengangaap
bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan dan
penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan atau
kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tidak tahu bahwa dalam
bertindak dan berbuat sesuatu manusia tidak semata-mata tergantung
kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang
peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang
akan dilakukannya. Teori conditioning ini memang tepat kalau kita
hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya
dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu. Umpamanya dalam
belajar yang mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan
mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.

2
d. Struktur kepribadian
Menurut Pavlov, struktur kepribadian terbagi menjadi 2 bagian:
1) Tingkah laku responden (Respondent Behavior): Respon yang
dihasilkan organisme untuk menjawab stimulus secara spesifik
berdasarkan respon yang diberikan, seperti mengeluarkan air liur
ketika melihat makanan.
2. Tingkah laku operan (operant behavior) : Respon yang dimunculkan
organisme tanpa adanya stimulus spesifik yang langsung memaksa
terjadinya respon itu. Organisme dihadapkan kepada pilihan-pilihan
respon mana yang akan dipakai untuk menanggapi suatu stimulus.
Jadi, struktur kepribadian dari Pavlov ini tergantung kepada respon
atau stimulus yang diberikan oleh seseorang, semakin besar stimulus atau
penguatan yang diberikan, maka respon yang diterima juga akan semakin
kuat. Maksudnya, kepribadian ini akan terbentuk dari proses pembiasaan
yang dapat distimulasi dari luar. Tanpa mempertimbangkan kemampuan
kognisi individu dalam menentukan perilakunya sendiri.
e. Hereditas
Pavlov tidak mengakui adanya pengaruh hereditas (pewarisan
sifat) dari orangtua ke anaknya. Hal ini karena semata-mata Pavlov
memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek – aspek mental. Ia tidak mengakui adanya
kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar .
Pavlov memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi
respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan
membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia
mesin” (Homo Mechanicus). Jadi, perilaku manusia sangat ditentukan
oleh faktor eksternal bukan karena faktor adanya pewarisan genetik
secara internal.

3
f. Pengalaman perkembangan awal
Menurut Pavlov, pengalaman perkembangan awal pada anaklah
yang sangat berperan dalam membentuk konsep anak dalam memandang
dunia di sekelilingnya. Semakin dini, individu dibentuk dan dibiasakan
dengan suatu perilaku tetentu maka semakin tinggi pula intensitas
muculnya perilaku tersebut dalam perkembangan selanjutnya.
g. Kontinuitas perkembangan
Menurut Pavlov, kontinuitas perkembangan manusia berlangsung
secara terus-menerus selama manusia masih menerima stimulus-stimulus
yang berasal dari luar lingkungannya. Kontinuitas perkembangan
berlangsung secara reflex karena adanya proses fisiologis yang
berlangsung secara kontinyu di dalam tubuh manusia.
h. Tekanan organismik
Menurut Pavlov, tekanan organismik tidak berpengaruh dalam
proses pembentukan perilaku manusia, namun stimulus dari luarlah yang
dapat menimbulkan munculnya refleks organismik pada diri individu.
Menurut Pavlov, dua proses dasar yang mengatur semua aktifitas sistem
saraf sentral adalah excitation (eksitasi) dan inhibition (hambatan).
Pavlov berspekulasi bahwa setiap kejadian di lingkungan berhubungan
dengan beberapa titik di otak dan saat kejadian ini dialami, ia cenderung
menggairahkan atau menghambat aktivitas otak. Pola eksitasi dan
hambatan yang menjadi karakteristik otak ini oleh Pavlov disebut cortical
mosaic (mosaik kortikal), pada satu momen akan menentukan bagaimana
organisme merespons lingkungan.
Beberapa hubungan di otak adalah antara stimuli yang tidak
dikondisikan dengan respons yang terkait. Yang disebut pertama adalah
yang permanen, dan yang disebut belakangan adalah temporer dan
bervariasi sesuai kondisi lingkungan. Ketika koneksi temporer itu pertama
kali dibentuk di otak, ada tendensi bagi stimulus yang dikondisikan untuk
member efek umum di otak. Yakni, eksitasi yang disebabkan oleh stimulus
yang dikondisikan akan beriradiasi ke bagian lain dalam otak. Reflects

4
orienting adalah tendensi organisme untuk memerhatikan atau
mengeksplorasi stimuli baru yang muncul di dalam lingkungan mereka.
Pavlov menyebut stimuli yang memberi sinyal kejadian yang penting
secara biologis (CS) ini sebagai first signal system (sinyal system
pertama) atau “sinyal realitas pertama”. Pavlov menyebut kata yang
melambangkan realitas itu sebagai “sinyal dari sinyal” atau second signal
system (system sinyal kedua). Sinyal-sinyal yang muncul bisa
diorganisasikan dalam sistem kompleks yang akan memandu banyak
perilaku manusia. Dengan kata lain, proses yang kita lakukan untuk
mengembangkan reaksi terhadap lingkungan adalah sama dengan proses
yang kita gunakan untuk bereaksi terhadap kata atau pikirkan.
i. Konsep diri
Menurut Pavlov, manusia membentuk konsep mengenai dirinya
karena adanya stimulus dari luar diri individu. Individu tidak memiliki daya
untuk menentukan konsep dirinya tanpa adanya stimulus dari lingkungan.
Ketika keyakinan bahwa seseorang tidak bisa melakukan apa-apa untuk
menghentikan atau melarikan diri dari situasi yang buruk ini kemudian
digeneralisasikan ke situasi lain, ini dinamakan learned helplessness.
Jadi, ketidakberdayaan yang dipelajari ini tidak disebabkan oleh
pengalaman traumatik perse tetapi juga oleh ketidakmampuan, atau
anggapan dirinya tak mampu, untuk melakukan sesuatu untuk
menghindar. Fenomena learned helplessness ini ditemukan di banyak
spesies hewan, juga pada manusia, dengan menggunakan US aversif dan
yang lainnya. Gejala learned helplessness ini antara lain keengganan
untuk melakukan suatu tindakan untuk mempertahankan penguatan atau
untuk menghindari hukuman, sikap pasif, menarik diri, takut, depresi, dan
kepasrahan untuk menerima apapun yang akan terjadi. Seligman (1975)
telah menunjukkan bahwa learned helplessness pada manusia mungkin
dialami sebagai depresi dan mungkin menjadi ciri khas dari individu yang
selalu gagal dalam kehidupannya sehingga mereka akan menjadi putus
asa dan akhirnya menyerah begitu saja.

5
j. Faktor-faktor keanggotaan kelompok
Menurut Pavlov, individu akan membentuk suatu komunitas jika
mereka berada dalam ruang lingkup lingkungan yang sama. Lingkungan
inilah yang merupakan sumber stimulus yang akan melekatkan
antaranggota dalam sebuah kelompok. Dengan kata lain, hanya individu
yang memperoleh stimulus yang sama dari lingkungan yang akan
bergabung dalam sebuah kelompok.
k. Interdisipliner dengan Biologi
Eksperimen dan Karya yang membuat Pavlov memiliki reputasi di
bidang psikologi sebenarnya bermula sebagai studi dalam pencernaan
yang menjadi objek kajian fisiologi dalam ilmu biologi. Ia sedang mencari
proses pencernaan pada anjing, khususnya hubungan timbal balik antara
air ludah dan kerja perut. Dalam penelitian tersebut ia melihat bahwa
subyek penelitiannya (seekor anjing) akan mengeluarkan air liur sebagai
respons atas munculnya makanan. Ia sadar kedua hal itu berkaitan erat
dengan refleks dalam sistem saraf otonom. Tanpa air liur, perut tidak
membawa pesan untuk memulai pencernaan. Pavlov ingin melihat bahwa
rangsangan luar dapat mempengaruhi proses ini, maka ia membunyikan
metronom dan di saat yang sama ia mengadakan percobaan makanan
anjing.
l. Interdisipliner dengan ilmu sosial
Hasil eksperimen Pavlov menghasilkan teori belajar yang menjadi
salah satu objek kajian dalam ilmu sosial. Proses belajar ini erat kaitannya
dengan cara individu saling berinteraksi satu sama lain.
m. Tingkah laku abnormal
Pavlov bukan hanya melakukan riset dasar pada generalisasi,
diskriminasi, dan kemusnahan. Dia juga melakukan riset berbagai
fenomena lain yang amat menarik, seperti konflik dan perkembangan
saraf. Contoh klasiknya adalah riset yang mengeksplorasi apa yang
dikenal sebagai neurosis eksperimental pada diri binatang. Dalam riset ini,
seekor anjing dikondisikan untuk berliur terhadap gambar lingkaran.

6
Perbedaan antara lingkaran dan gambar yang mirip, yakni gambar oval,
kemudian dikondisikan; riset ini dilakukan dengan tidak menguatkan
respon terhadap oval, sedangkan respons terhadap lingkaran dikuatkan
secara terus-menerus. Kemudian secara gradual, oval tersebut diubah
bentuknya. Bentuknya dibuat semakin mendekati lingkaran. Pada saat-
saat pertama, sang anjing masih membedakan antara lingkaran dan oval.
Akan tetapi kemudian, ketika gambar tersebut menjadi amat mirip, anjing
sudah tidak dapat lagi membedakan mereka. Apa yang terjadi dengan
anjing tersebut? Perilakunya menjadi tidak terorganisir; sebagaimana
yang digambarkan sendiri oleh Pavlov.
Setelah tiga minggu percobaan terhadap diskriminasi ini, bukan
hanya diskriminasi tersebut gagal meningkat, akan tetapi menjadi
bertambah buruk, dan akhirnya menghilang secara keseluruhan. Anjing
yang tadinya pendiam, mulai menggonggong, terus berguling, mengoyak-
ngoyak peralatan untuk stimulasi mekanis kulit, dan menyerang melalui
tabung yang menghubungkan kamar binatang dengan para peneliti,
perilaku yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Ketika dibawa ke dalam
ruang penelitian, sang anjing pada saat ini menyalak dengan kasar, yang
juga berlawanan dengan kebiasaannya; secara singkat, anjing itu
menunjukkan semua gejala kondisi neurosis akut. 
Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dalam
pandangan Pavlov, abnormalitas terjadi karena stimulus dari luar
membingungkan kerja otak sehingga sistem saraf menjadi terganggu dan
muncullah neurosis yang ditandai dengan perilaku yang tak terkontrol.

2. John B. Watson
a. Faktor-faktor tak sadar
Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja.
Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari
ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan berarti
bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body

7
sebagai obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind
ini adalah ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para
tokoh aliran ini, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. Pada titik ini
sejarah psikologi mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani
terjadi penolakan total terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila
pandangan ini di awal mendapat banyak reaksi keras, namun dengan
berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi populer Dengan
penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan
kembali semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi
riset-riset empiris pada eksperimen terkontrol. Menurut Watson dalam
beberapa karyanya, psikologi haruslah menjadi ilmu yang obyektif, oleh
karena itu ia tidak mengakui adanya kesadaran yang hanya diteliti melalui
metode introspeksi.
b. Reinforcement
Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar
behaviorisme ini, yaitu yang menurut namanya disebut sebagai hubungan
stimulus-respons (S-R bond), pembiasaan tanpa penguatan (conditioning
with no reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan (conditioning
through reinforcement). Sesuai dengan pandangan bahwa tingkah laku
merupakan hasil belajar, maka perkembangan tingkah laku manusia
terkait erat dengan prinsip-prinsip belajar, yaitu bahwa tingkah laku
manusia dapat dilihat dari dua sisi: kondisi tingkah laku yang mendahului ,
dan tingkah laku yang menyertai atau akibat yang menyertai tingkah laku .
Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa
perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi
adalah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang
terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis.
c. Proses Belajar
Konsep learning adalah sesuatu yang vital dalam pandangan
Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits yang merupakan
dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua hukum

8
utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon
Pavlov dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah
proses conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan
phobia (subyek Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson
punya banyak kekurangan dan pandangannya yang menolak Thorndike
salah. Watson berpendapat, bahwa belajar merupakan proses terjadinya
refleks-refleks atau respons-respons bersyarat melalui stimulus
pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa
refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah.
Semua tingkah laku lainnya terbentuk.
Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini
adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons,
dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama adalah dorongan,
suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang
sedang dirasakannya. Unsur yang kedua adalah rangsangan atau
stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda
dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Unsur yang ketiga
adalah Respons, respons itu ada yang positif, dan ada pula yang negatif.
Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan
respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan
yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang
memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi
rangsangan. Unsur yang keempat adalah penguatan (reinforcement).
Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang
merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi penguatan agar
individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons
seperti tadi lagi.
d. Struktur kepribadian
Menurut Watson, kepribadian terbentuk dari hubungan S-R ini yang
meliputi unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan
penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama, dorongan, adalah suatu

9
keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang
dirasakannya. Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur
ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan
tadi yang datangnya dari dalam. Dari adanya rangsangan atau stimulus ini
maka timbul reaksi di pihak sasaran atau komunikan. Bentuk reaksi ini
bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan
bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari
adanya rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons dalam
dunia teori belajar ini. Respons ini bisa diamati dari luar. Respons ada
yang positif, dan ada pula yang negatif. Yang positif disebabkan oleh
adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang
ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang
negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari
yang diharapkan oleh pemberi rangsangan. Unsur yang keempat adalah
masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar,
ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah
benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya
kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi.

e. Hereditas
Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology).
Yang dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan.
Watson tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu
perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan
sangat penting. Dengan demikian pandangan Watson bersifat
deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan
berdasarkan free will.
f. Pengalaman perkembangan awal
Menurut Watson apa yang diingat dan dilupakan ditentukan oleh
seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata lain, sejauhmana
sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah kebutuhan.

10
Proses thinking and speech terkait erat. Thinking adalah subvocal talking.
Artinya proses berpikir didasarkan pada keterampilan berbicara dan dapat
disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak terlihat’, masih dapat
diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir atau gesture
lainnya. Jadi, pengalaman perkembangan awal bukanlah dasar yang
menentukan munculnya sebuah perilaku, namun pembiasaanlah yang
akan membentuk perilaku.
g. Kontinuitas perkembangan
Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology).
Yang dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan,
termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun
yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat
sederhana hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar.
Respon ada yang overt dan covert, learned dan unlearned. Jadi, menurut
Watson, kontinuitas perkembangan akan berlangsung seiring dengan
stimulus yang diterima.
h. Tekanan organismik
Watson menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau
pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan eksternal yang hadir di
kehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi
manusia dan hewan.
i. Konsep diri
Menurut Watson, manusia tidak memiliki jiwa, tidak memiliki
kemauan dan kebebasan untuk menentukan tingkah lakunya sendiri.
Dalam hal ini, konsep diri manusia semata-mata merupakan sebuah
produk yang dibentuk oleh lingkungan. Manusia cenderung akan mudah
terpengaruh oleh lingkungan. Konsep diri akan dengan mudahnya
berubah tergantung situasi dan kondisi di mana ia berada.

j. Faktor-faktor keanggotaan kelompok

11
Watson juga mengemukakan bentuk pembelajaran melalui dua
prinsip yaitu frekuensi dan resensi. Prinsip frekuensi menyatakan semakin
sering kita melakukan sesuatu respon terhadap stimulus tertentu, semakin
cenderung kita menjadikan respon tersebut sebagai stimulus lagi. Begitu
pula, prinsip resensi menyatakan bahwa semakin baru atau terkini kita
melakukan respon terhadap stimulus tertentu, semakin cenderung kita
melakukannya lagi. Apa yang membuat kita bisa belajar hubungan
stimulus dan respon adalah semata-mata karena keduanya berlangsung
beriringan. Karena itulah Watson disebut sebagai seorang teoritas
kontiguitas, yakni bahwa pembelajaran bisa dihasilkan melalui
keberiringan belaka, tanpa penguatan.
Berdasarkan teori Watson, mengenai prinsip pembiasaan dan
penguatan. Maka semakin sering individu terbiasa untuk bertemu dan
berinteraksi yang diperkuat dengan berbagai kesamaan prinsip dan
tujuan, maka intensitas dan kemungkinan individu tersebut menjadi satu
dalam sebuah kelompok sangat tinggi.
k. Interdisipliner dengan Biologi
Eksperimen Watson erat kaitannya dengan eksperimen dalam ilmu
biologi, misalnya respon fisiologis yang dimunculkan oleh tubuh dalam
eksperimennya juga dapat menjelaskan bagaimana fungsi tersebut
berlangsung secara biologis. Biologi yang mempelajari mahluk hidup,
sedangkan psikologi mempelajari tingkah laku mahluk hidup. Sebab
mahluk hidup pada hakikatnya bergerak dan dinamis.
l. Interdisipliner dengan ilmu sosial
Hasil eksperimen Watson mampu menjelaskan berbagai fenomena
sosial yang ada di sekeliling kita, misalnya bagaimana motif manusia
dalam berperilaku. Apakah motif tersebut terjadi karena adanya pemicu
dari luar diri individu misalnya situasi dan kondisi lingkungan tertentu
dapat memicu adanya interaksi sosial antarindividu.
m. Tingkah laku abnormal

12
Perspektif Behaviorisme menyatakan bahwa perilaku abnormal
dapat berkembang melalui respon yang dipelajari dengan cara yang sama
seperti perilaku lainnya yang dipelajari, melalui classical conditioning,
operant conditioning, aau modeling. Para behavioris lebih memperhatikan
perilaku abnormal hasil dari perilaku yang bertahan disebabkan berbagai
kejadian hadiah dan hukuman yang mendorong pola respon yang
bermasalah.

3. Burrhus Frederick Skinner


a. Faktor-faktor tak sadar
Skinner tidak yakin bahwa porsi utama dari tingkah laku manusia
terdiri dari refles-refleks sederhana ataupun respons-respons yang
diperoleh melalui pengkondisian klasik. Sebaliknya Skinner yakin bahwa
tingkah laku manusia itu sebagian besar terdiri dari respon-respon
kategori kedua, yakni tingkah laku operan. Tingkah laku operan menurut
Skinner diperoleh melalui pengkondisian operan atau instrumental,
ditentukan oleh kejadian yang mengikiti respons. Artinya dalam tingkah
laku operan konsekuensi atau hasil dari tingkah laku akan menentukan
kecenderungan organisme untuk mengulang ataupun menghentikan
tingkah lakunya itu dimasa yang akan datang. Jika hasil yang diperoleh
oraganisme melalui tingkah lakunya itu positif, maka organisme akan
mengulang ataupun mempertahankan tingkah lakunya itu. Sebaliknya jika
hasil dari tingkah laku itu negative, maka tingkah laku tersebut oleh
oraganisme akan dihentikan atau tidak diulang.  Untuk memperjelas
pemahaman mengenai tingkah laku operan, kita bisa mengambil contoh
dari kehidupan sehari-hari berupa pengkondisian operan dari tingkah laku
atau respons menangis pada anak kecil.
b. Reinforcement
Konsep penguatan yang digunakan dalam pengkondisian operan
ini menduduki peranan kunci dalam teori Skinner. Skinner mengemukakan
bahwa ia menemukan kemungkinan menggunakan jadwal-jadwal

13
penguatan tidak tetap secara kebetulan, yakni sebagai hasil dari
penguatan perkuatan semacam ini, yang disebut penguatan
berkelanjutan, bisa digunakan pada permulaan pengkondisian operan.
Menurut Skinner, variabilitas intensitas tingkah laku itu dapat dikembalikan
kepada variabel lingkungan. Konsep motivasi yang menjelaskan
variabilitas tingkah laku dalam situasi yang konstan bukan fungsi dari
keadaan energi, tujuan, dan jenis penyebab semacamnya. Menurut
Skinner, untuk memahami perilaku, maka perilaku harus dikontrol.
Perilaku dikontrol melalui pemilihan respon-respon yang diperkuat dan
tingkat perilaku yang telah diperkuat. Konsep Reinforcer (penguat) adalah
stimulus yang mengikuti respon dan memperkuat kemungkinan pada
peristiwa terjadinya stimulus. Untuk memperkuat kesan yang ditimbulkan
oleh stimulus, maka diperlukan metode trial-error. Yakni semakin sering,
perilaku diulangi makan semakin tinggi tingkat probabilitas munculnya
sebuah perilaku. Perilaku kompleks terbentuk melalui proses Successive
Approximation (Perkiraan berturut-turut). Perilaku komplek dibangun oleh
penguatan bagian-bagian yang menyerupai bentuk final dari perilaku yang
ingin diciptakan. Skinnerian menekankan pentingnya penguatan didasari
oleh terlepasnya organisme dari pengelakan terhadap stimulus yang tidak
diinginkan.
c. Proses Belajar
Kepedulian utama dari Skinner adalah mengenai perubahan
tingkah laku. Jadi, hakikat teori Skinner adalah teori belajar, bagaimana
individu menjadi memiliki tingkah laku baru, menjadi lebih terampil,
menjadi lebih tahu. Kehidupan terus-menerus dihadapkan dengan situasi
eksternal yang baru, dan organisme harus belajar merespon situasi baru
itu memakai respon lama atau memakai respon yang baru dipelajari. Dia
yakin bahwa kepribadian dapat dipahami dengan mempertimbangkan
pertimbangan tingkah laku dalam hubungannya yang terus menerus
dengan lingkungannya. Cara efektif untuk mengubah dan mengontrol
tingkah laku adalah dengan melakukan penguatan, suatu strategi kegiatan

14
yang membuat tingkah laku tertentu berpeluang untuk terjadi atau
sebaliknya pada masa yang akan datang. Konsep dasarnya sangat
sederhana yakni bahwa semua tingkah laku dapat dikontrol oleh
konsekuensi tingkah laku itu
d. Struktur kepribadian
Sebagaimana telah kita ketahui, Skinner tidak menerima gagasan
mengenai kepribadian (personality) atau diri (self) sebagai pendorong atau
pengarah tingkah laku. Skinner menyebutkan gagasan semacam itu
sebagai sisa dari animisme primitive.  Dari perspektif bahaviorisme
Skinner, studi tentang kepribadian melibatkan pengujian yang sistematis
dan pasti atas sejarah hidup atau pengalaman belajar dan latar belakang
genetik atau faktor bawaan yang khas dari individu. Menurut Skinner
individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah
laku melalui belajar. Selanjutnya bagi Skinner studi tentang kepribadian itu
ditujukan kepada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah
laku organisme dan konsekuensi-konsekuensi yang diperkuatnya. Unsur
kepribadian yang dipandang Skinner relatif tetap adalah tingkah laku itu
sendiri. Ada dua klasifikasi tipe tingkah laku:
1) Tingkah laku responden (respondent behavior); respon yang dihasilkan
organisme untuk menjawab stimulus yang secara spesifik berhubungan
dengan respon itu. Respon reflex termasuk dalam komponen ini, seperti
mengeluarkan air liur ketika melihat makanan, mengelak dari pukulan
dengan menundukkan kepala, merasa takut waktu ditanya guru, atau
merasa malu waktu dipuji.
2) Tingkah laku operan (operant behavior); respon yang dimunculkan
organisme tanpa adanya stimulus spesifik yang langsung memaksa
terjadinya respon itu. Terjadi proses pengikatan stimulus baru dengan
respon baru.
e. Hereditas
Skinner mengakui bahwa sejumlah tingkah laku memiliki dasar
genetik semata-mata, sehingga pengalaman tidak akan berpengaruh

15
terhadap tingkah laku itu. Asumsi bahwa seluruh tingkah laku berjalan
menurut hukum jelas mengandung implikasi tentang kemungkinan
mengontrol tingkah laku. Skinner tidak banyak tertarik pada aspek-aspek
tingkah laku yang sangat sukar berubah, misalnya aspek-aspek tingkah
laku yang terutama dikuasai oleh warisan hereditas. Skinner melihat
persamaan antara dasar hereditas atau bawaan dan dasar lingkungan
dari tingkah laku, Skinner mengemukakan bahwa proses evolusi
membentuk tingkah laku spesies yang bersifat bawaan sama seperti
tingkah laku-tingkah laku individu yang dipelajari dibentuk oleh lingkungan.
Penolakan Skinner atas penguraian atau konsepsi-konsepsi fisiologis-
genetik dari tingkah laku itu sebagian besar berlandaskan alasan bahwa
penguraian semacam itu tidak memungkinkan kontrol tingkah laku.
Menurut Skinner, bisa dilihat bahwa sejumlah aspek tingkah laku
berkaitan dengan waktu kelahiran, tipe tubuh, atau konstitusi genetik ,
fakta tersebut terbatas kegunaannya. Keterangan fisiologis-genetik itu
boleh jadi membantu kita dalam analisis eksperimental atau pengendalian
praktis, sebab kondisi fisiologis-genetik itu tidak bisa dimanipulasi. Jadi
Skinner tidak menolak adanya unsur fisiologis-genetik (kebutuhan dan
keturunan) dalam tingkah laku, melainkan mengabaikannya disebabkan
unsur-unsur tersebut tidak bisa dimanipulasi atau dikendalikan dalam
eksperimen.
f. Pengalaman perkembangan awal
Menurut Skinner, pengalaman perkembangan awal sangat penting
dalam meramalkan perilaku individu. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengujian secara sistematis terhadap pengalaman-pengalaman individu.
Sebagian besar teori Skinner adalah tentang perubahan tingkah laku,
belajar, dan modifikasi tingkah laku, karena itu dapat dikatakan bahwa
teorinya yang paling relevan dengan perkembangan kepribadian.
Bersama dengan banyak teoritikus, Skinner yakin bahwa pemahaman
tentang kepribadian akan tumbuh dari tinjauan tentang perkembangan
tingkah laku manusia dalam interaksinya yang terus menerus dengan

16
lingkungan. Konsep kunci dalam sistem Skinner adalah prinsip penguatan,
maka pandangan Skinner seringkali disebut teori penguatan operan.
g. Kontinuitas perkembangan
Konsep perkembangan kepribadian dalam pengertian menuju
kematangan, realisasi diri, transendensi dan unitas kepribadian tidak
diterima Skinner. Memang ada kematangan fisik, yang membuat orang
menjadi berubah, lebih peka dalam menerima stimulus dan lebih tangkas
dan tanggap dalam merespon. Urutan kematangan fungsi fisik yang
bersifat universal sesungguhnya memungkinkan penyusunan periodesasi
perkembangan kepribadian, namun tidak dilakukan Skinner karena dia
memandang pengaruh eksternal lebih dominan dalam membentuk tingkah
laku.  Peran lingkungan yang dominan dalam perkembangan oraganisme,
digambarkan secara ekstrim oleh Watson sebagai pakar behavioris.
Skinner tidak merumuskan generalisasi stimulus maupun
deskriminasi stimulus dalam arti proses perseptual atau proses internal
lainnya. Skinner merumuskan masing-masing konsep itu sebagai hasil-
hasil pengukuran respon dalam situasi eksperimental yang dikontrol
secara cermat. Kebanyakan aspek kepribadian muncul dalam suatu
konteks sosial, dan tingkah laku sosial merupakan ciri penting tingkah laku
manusia pada umumnya. Satu-satunya ciri tingkah laku sosial adalah
fakta bahwa Skinner melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih.
Selain itu, tingkah laku sosial tidak dipandang berbeda dari tingkah laku
lainya, sebab Skinner yakin bahwa prinsip-prinsip yang menentukan
perkembangan tingkah laku dalam suatu lingkungan yang terdiri dari
benda-benda hidup.
h. Tekanan organismik
Penolakan Skinner atas penguraian atau konsepsi-konsepsi
fisiologis-genetik dari tingkah laku itu sebagian besar berlandaskan alasan
bahwa penguraian semacam itu tidak memungkinkan kontrol tingkah laku.
Menurut Skinner, bisa dilihat bahwa sejumlah aspek tingkah laku
berkaitan dengan waktu kelahiran, tipe tubuh, atau konstitusi genetik ,

17
fakta tersebut terbatas kegunaannya. Keterangan fisiologis-genetik itu
boleh jadi membantu kita dalam analisis eksperimental atau pengendalian
praktis, sebab kondisi fisiologis-genetik itu tidak bisa dimanipulasi. Jadi
Skinner tidak menolak adanya unsur fisiologis-genetik (kebutuhan dan
keturunan) dalam tingkah laku, melainkan mengabaikannya disebabkan
unsur-unsur tersebut tidak bisa dimanipulasi atau dikendalikan dalam
eksperimen
i. Konsep diri
Skinner memusatkan diri pada tingkah laku yang dapat diubah.
Karena itu, ia kurang tertarik pada ciri-ciri tingkah laku yang tampaknya
relatif tetap. Prediksi dan penjelasan bisa dicapai lewat pengetahuan
tentang aspek-aspek kepribadian yang bersifat tetap dan dapat diubah.
Tetapi kontrol hanya bisa dicapai lewat modifikasi; kontrol
mengimplikasikan bahwa lingkungan dapat diubah untuk menghasilkan
pola-pola tingkah laku yang berbeda. Akan tetapi Skinner tidak pernah
menyatakan bahwa semua faktor yang menentukan tingkah laku ada
dalam lingkungan. Tingkah laku disebabkan dan dipengaruhi oleh variable
eksternal. Tidak ada sesuatu dalam diri manusia, tidak ada bentuk
kegiatan internal, yang mempengaruhi tingkah laku. Namun, betapapun
kuatnya stimulus dan penguat eksternal, manusia masih dapat
mengubahnya memakai proses kontrol diri. Pengertian kontrol diri ini
bukan mengontrol kekuatan dalam diri, tetapi bagaimana diri mengontrol
variable-variabel luar yang menentukan tingkah laku. Tingkah laku tetap
ditentukan oleh variable luar, namun dengan cara kontrol diri berikut,
pengaruh variable itu dapat diperbaiki-diatur atau dikontrol
j. Faktor-faktor keanggotaan kelompok
Dalam berbicara mengenai perilaku sosial, Skinner tidak
membahas mengenai persoality traits atau karakteristik yang dimiliki
seseorang. Bagi Skinner, deskripsi kepribadian direduksi dalam kelompok
atau respon spesifik yang cenderung diasosiasikan dalam situasi tertentu.
k. Interdisipliner dengan Biologi

18
Metodologi Skinner dan Kotak Skinner telah dibuktikan sebagai alat
untuk mempelajari efek perilaku terhadap berbagai macam agen
farmatologi. Satu obat yang telah diselidiki secara ekstensif dengan
metode Skinnerian adalah chlorpromazine, yaitu agent anti-kecemasan
yang digunakan dalam penanganan psikosis. Dari hasil penelitian
terhadap tikus didapat bahwa obat ini mengurangi rasa takut (fear), dan
kemudian telah diasumsikan bahwa obat ini juga memiliki efek bila
diberikan pada penderita schizophren. Obat ini juga berfungsi sebagai
depresan, yang mereduksi semua bentuk respon, tidak hanya respon
pada ketakutan. 
l. Interdisipliner dengan ilmu sosial
Dalam pendekatannya terhadap studi tentang manusia, Skinner
beranggapan bahwa seluruh tingkah laku ditentukan oleh aturan-aturan,
bisa diramalkan, dan bisa dibawa kedalam kontrol lingkungan atau bisa
dikendalikan. Dengan tegas Skinner menolak anggapan bahwa manusia
adalah makhluk yang bebas berkehendak, atau anggapan bahwa tingkah
laku bisa muncul tanpa sebab. Manusia dengan sistem-sistemnya, adalah
mesin yang rumit. Bagi Skinner, ilmu pengetahuan tentang tingkah laku
manusia, yakni psikologi, pada dasarnya tidak berada dengan ilmu
pengetahuan lainnya yang berorientasi kepada data. Tujuan ilmu-ilmu
pengetahuan itu sama, yakni meramalkan dan mengendalikan fenomena
yang dipelajari (dalam psikologi Skinner, fenomena yang dipelajari adalah
tingkah laku yang nampak). Dengan pendekatan behavioristiknya, Skinner
mempertahankan analisis fungsional atas tingkah laku organisme. Dengan
analisis fungsional, seorang ahli didorong untuk membentuk kaitan yang
pasti, nyata, dan dapat diperinci anatara tingkah laku organisme yang
dapat diamati (respons) dan kondisi-kondisi lingkungan (stimulus) yang
menentukan atau mengendalikannya.
m. Tingkah laku abnormal
Skinner berpendapat bahwa tingkah laku abnormal berkembang
dengan prinsip yang sama dengan perkembangan tingkah laku normal.

19
Konsep implus id yang tertekan, krisis identitas, konflik ego-superego
adalah penjelasan yang menghayal. Kelainan tingkah laku itu adalah
kegagalan belajar memebuat seperangkat respon yang tepat. Kegagalan
belajar itu dapat berupa:
1) Kekurangan tingkah laku (behavior deficit); tidak memiliki respertoir
respon yang dikehendaki karena miskin reinforsemen.
2) Kesalahan penguatan (schedule reinforcement error); pilihan responnya
tepat, tetapi reinforsemen diterima secara tidak benar sehingga
organisme cenderung memakai respon yang tidak dikehendaki.
3) Kesalahan memahami stimulus (failure in discriminating stimulus);
sering terjadi pada penderita skizoprenik dan psikotik lainnya, yaitu
orang gagal memilah tanda-tanda yang ada pada stimulus, sehingga
stimulus yang benar dihubungkan dengan hukuman dan yang salah
dihubungkan dengan reinforsemen. Alibatnya akan terjadi
pembentukan tingkah laku yang tidak dikehendaki.
4) Merespon secara salah (inapropiate set of response); terkait dengan
ketidak mampuan mengenali penanda spesifik suatu stimulus, orang
akhirnya mengembangkan respon yang salah karena justru respon itu
yang mendapat reinforcement.
4. Dollard & Miller
a. Faktor-faktor tak sadar
Dollard dan Miller memandang penting faktor ketidaksadaran tetapi
berbeda dengan Freud. Dollard dan Miller membagi isi-isi ketidaksadaran
menjadi dua, yaitu pertama, ketidaksadaran berisi hal yang tidak pernah
disadari (seperti stimuli, drive dan respon yang dipelajari) juga apa yang
dipelajari secara nonverbal dan detail dari berbagai ketrampilan motorik.
Kedua, berisi apa yang pernah disadari tetapi tidak bertahan dan menjadi
tidak disadari karena adanya represi.

20
b. Reinforcement
Reinforcement menurut Dollard dan Miller sebagai drive pereda
dorongan (drive reduction). Reduksi drive menjadi syarat mutlak dari
reinforcement.
c. Proses Belajar
Dollard dan Miller menyimpulkan dari eksperimen-eksperimennya
bahwa sebagian besar dorongan sekunder yang dipelajari manusia,
dipelajari melalui belajar rasa takut dan kecemasan. Dollard dan Miller
menyimpulkan bahwa untuk bisa belajar, orang harus menginginkan
sesuatu, mengenalinya, mengerjakannya dan mendapatkannya (want
something, notice something, do something, get something) . Inilah yang
kemudian menjadi empat komponen utama belajar, yaitu drive, cue,
response dan reinforcement.
d. Struktur kepribadian
Kebiasaan atau habit adalah satu-satunya elemen dalam Teori
Dollard dan Miller yang memiliki sifat struktural. Habit adalah ikatan atau
asosiasi antara stimulus dengan respon yang relatif stabil dan bertahan
lama dalam kepribadian. Gambaran kebiasaan seseorang tergantung
pada kejadian khas yang menjadi pengalamannya. Dollard dan Miller lebih
memusatkan bahasannya mengenai proses belajar dan mereka
menganggap penting kelompok habit dalam bentuk stimulus verbal (kata-
kata) dan respon yang umumnya juga berbentuk verbal. Selain itu, Dollard
dan Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder (secondary drive)
seperti rasa takut sebagai bagian dari kepribadian yang relatif stabil.

21
e. Hereditas
Dollard dan Miller memberikan semacam generalitas transcultural
pada prinsip belajar dan sekaligus menjamin bahwa bentuk persis tingkah
laku yang ditunjukkan seorang ndividu akan sangat dipengaruhi oleh
masyarakat dimana ia merupakan salah satu anggotanya.
f. Pengalaman perkembangan awal
Dalam kehidupan manusia, banyak sekali muncul dorongan yang
dipelajari (secondary drive) dari atau berdasarkan dorongan primer
(primary drive) seperti rasa lapar, haus dan seks. Dorongan yang
dipelajari ini berperan sebagai wajah semu yang berfungsi
menyembunyikan dorongan bawaan. Kenyataannya, dorongan primer
sering tidak jelas. Sebaliknya yang sering dilihat adalah dampak dari
dorongan yang dipelajari seperti kecemasan, malu dan kebutuhan
kepuasan. Hanya dalam proses perkembangan masa anak-anak atau
dalam periode krisis dapat dilihat dengan jelas beroperasinya dorongan
primer. Dollard dan Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan
primer yang diganti oleh dorongan sekunder, tetapi hadiah atau penguat
yang primer ternyata juga diganti dengan hadiah atau penguat sekunder.
Penting diperhatikan bahwa kemampuan hadiah (penguat sekunder)
untuk memperkuat tingkah laku itu tidak tanpa batas. Seperti teoritisi
psikoanalitik, Dollard dan Miller menganggap 12 tahun kehidupan awal
sangat penting dalam menentukan tingkah laku dewasa. Ada banyak
peristiwa dimana konflik mental parah yang tidak disadari dapat timbul.
g. Kontinuitas perkembangan
Dollard dan Miller mengganggap perubahan dari bayi yang
sederhana menjadi dewasa yang kompleks sebagai proses yang menarik,
sehingga banyak karyanya yang menjelaskan masalah ini. Bayi memiliki
tiga repertoir primitif yang paling penting, yaitu : a. Refleks spesifik
(specific reflexes) Bayi memiliki refleks yang spesifik kebanyakan berupa
respon tertentu terhadap stimulus atau kelompok stimulus tertentu; b.
Refleks bawaan yang hirarki (innate hierarchies of response).

22
Kecenderungan respon tertentu terhadap situasi stimulus tertentu
sebelum melakukan respon lainnya; c. Dorongan primer (primary drive)
Stimulus internal yang kuat dan bertahan lama, yang biasanya berkaitan
dengan proses fisiologis. Drive ini memotivasi bayi untuk melakukan
sesuatu tetapi tidak menentukan aktivitas spesifik apa yang harus
dilakukan. Melalui proses belajar, bayi berkembang dari tiga repertoir
tingkah laku primitif di atas menjadi dewasa yang kompleks. Bayi akan
terus berusaha mengurangi tegangan dorongan, memunculkan respon-
respon menjawab stimuli baru, memberikan reinforcement respon baru,
memunculkan motif sekunder dari drive primer dan mengembangkan
proses mental yang lebih tinggi melalui mediasi stimulus.
h. Tekanan organismik
Dollard dan Miller mengemukakan empat hal yang mudah
menimbulkan konflik dan gangguan emosi, yaitu: a. Situasi makan
(feeding situation) Situasi pertama yang banyak mengajarkan sesuatu.
Situasi pemberian makanan yang memuaskan menjadi dasar belajar sikap
sosial dan cinta; b. Pendidikan kebersihan (cleanliness training) Belajar
mengontrol proses urinasi dan defakasi merupakan tugas yang kompleks
dan sulit bagi bayi. Toilet training dianggap sangat penting bagi banyak
orang tua. Anak yang gagal atau lambat menguasai keterampilan ini cepat
dihukum, sehingga mengembangkan asosiasi orang tua dengan
hukuman; c. Pendidikan sex awal (early sex training) Tabu mengenai
masturbasi yang membuat anak merasa sangat berdosa sesudah
melakukannya bersumber dari orang tua yang menanamkan dalam diri
anak kecemasan yang sangat dalam seks; d. Pengendalian marah dan
agresi (anger-anxiety) Apabila anaknya marah, orang tua sering
mengamuk, menghukum sehingga anak belajar menekan rasa marahnya.
Tanpa rasa marah ini akan membuat kepribadian anak tidak dapat
berkembang.
i. Konsep diri

23
Dollard dan Miller tidak menyebut secararinci mengenai konsep
diri, namun memandang kepribadian diperoleh dari proses belajar.
j. Faktor-faktor keanggotaan kelompok
Dollard dan Miller memperkenalkan konsep Kecenderungan
mendekat (gradient of approach). Kecenderungan mendekati tujuan positif
semakin kuat kalau orang semakin dekat dengan tujuannya itu. Jadi,
dapat diasumsikan bahwa setiap anggota kelompok akan bergabung di
dalam kelompok jika mereka yakin bahwa dengan berada di kelompok itu
membuat individu semakin dekat dengan tujuannya.
k. Interdisipliner dengan Biologi
Ilmu Biologi mengakui adanya dorongan primer yang membantu
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan Dollard dan
Miller juga mengatakan bahwa asosiasi dorongan primer ini sangat
kompleks dan menyadi penyebab munculnya perilaku, selain itu Dollard
dan Miller juga mempelajari tentang proses mental yang mendorong
terbentuknya perilaku.
l. Interdisipliner dengan ilmu sosial
Menurut Dollard dan Miller, Bahasa merupakan respon isyarat yang
penting sesudah reasoning. Dua fungsi pentingnya sebagai respon isyarat
adalah generalisasi dan diskriminasi. Dengan memberi label yang sama
terhadap dua atau lebih kejadian yang berbeda, maka terjadi generalisasi
untuk meresponnya secara sama. Sebaliknya label yang berbeda
terhadap kejadian yang hampir sama, memaksa seseorang untuk
merespon kejadian itu secara berbeda pula (diskriminasi). Proses Mental
diskriminasi akan menimbulkan respon yang juga berbeda- beda.
Perbedaan antar stimuli dipengaruhi oleh faktor sosiokultural.
m. Tingkah laku abnormal
Dollard dan Miller memandang tingkah laku normal dan neurotik
dalam satu kontinum, dan bukannya dua hal yang terpisah. Oleh karena
itu, tingkah laku neurotik dipelajari memakai prinsip yang sama dengan
belajar tingkah laku normal. Inti setiap neurosis adalah konflik

24
ketidaksadaran yang kuat dan hampir selalu bersumber di masa kanak-
kanak. Sering selama empat situasi ekspresi kebutuhan dasarnya,
membentuk konflik yang terus berlanjut sampai dewasa.

5. Albert Bandura
a. Faktor-faktor tak sadar
Bandura sangat menekankan pengamatan dan modeling dalam
pembentukan perilaku, sedangkan pengamatan sendiri didukung oleh
perhatian sadar. Maka, Bandura menekankan pentingnya kesadaran
dalam pembentukan perilaku. Perilaku manusia sebagian besar adalah
self-regulated behavior (perilaku yang diatur sendiri). Di antara hal-hal
yang dipelajari manusia dari pengalaman langsung atau tidak langsung
adalah performance standards (standar performa), dan setelah standar ini
dipelajari, standar itu menjadi basis bagi evaluasi diri. Jika performa atau
tindakan seseorang dala, situasi tertentu memenuhi atau melebihi standar,
maka ia akan dinilai positif, jika sebaliknya ia dinilai negative.
b. Reinforcement
Menurut Bandura, bukan hanya penguatan itu tidak diperlukan agar
belajar terjadi, tetapi pengalaman langsung juga tak selalu perlu. Seorang
pengamat dapat belajar cukup dengan mengamati konsekuensi dari
perilaku orang lain, menyimpan informasi itu secara simbolis, dan
menggunakannya jika perilaku itu bisa bermanfaat baginya. Jadi, menurut
Bandura, informasi penguatan atau hukuman sama informatifnya dengan
penguatan dan hukuman langsung.
c. Proses Belajar
Teori Pembelajaran Sosial yang dikemukakan oleh Bandura telah
memberi penekanan tentang bagaimana perilaku manusia dipengaruhi
oleh persekitaran melalui peneguhan (reinforcement) dan pembelajaran
peniruan (observational learning), dan cara berfikir yang kita miliki
terhadap sesuatu maklumat dan juga sebaliknya, yaitu bagaimana tingkah
laku kita mempengaruhi persekitaran dan menghasilkan peneguhan

25
(reinforcement) dan peluang untuk diperhatikan oleh orang lain
(observational opportunity). Menurut Bandura proses mengamati dan
meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan
belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks
interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan
pengaruh lingkungan. Kondisi  lingkungan sekitar individu sangat
berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Hubungan yang aktif dapat
mengubah aktiviti seseorang. Seterusnya, menurut Bandura (1982),
penguasaan kemahiran dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya
bergantung pada proses perhatian, motor reproduksi dan motivasi, tetapi
juga sangat dipengaruhi oleh unsur -unsur yang berdasarkan dari diri
pelajar sendiri yaitu sense of self Efficacy dan self regulatory system.
Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat
menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai seperti yang berlaku.
d. Struktur kepribadian
Menurut Bandura Kepribadian disusun oleh tiga unsur, yakni:
Sistem self (self system). Self diakui sebagai unsur struktur kepribadian.
Sistem self bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi
mengacu ke struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan
seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi dan pengaturan tingkah laku.
Pengaturan self tidak otomatis atau mengatur tingkah laku secara otonom,
tetapi self menjadi bagian dari sistem interaksi resiprokal.
Regulasi diri yakni Manusia mempunyai kemampuan berfikir, dan dengan
kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi
perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Menurut Bandura, akan
terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif
dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai
startegi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Seseorang
memotivasi dan membimbing tingkah lakunya sendiri melalui strategi
proaktif, menciptakan keseimbangan, agar dapat memobilisasikan
kemampuan dan usahanya berdasarkan antisipasi apa saja yang

26
dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Tiga proses yang dapat dipakai unutk
melakukan pengaturan diri yaitu: memanipulasi faktor eksternal,
memonitor dan mengevaluasi tingkah  laku internal. Tingkah laku manusia
adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal itu.
 Efikasi Diri (Self Effication)
Bandura menyebutkan keyakinan atau harapan diri sebagai efikasi
diri, dan harapan  hasilnya disebut ekspektasi hasil.
1. Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (Self effication-efficacy expectaion),
adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi
dalam situasi tertentu. Berhubungan dengan keyakinan bahwa diri
memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diinginkan.
2.  Ekspektasi hasil (Outcome expectation), yaitu perkiraan bahwa tingkah
laku yang dilakukan diri  itu akan mencapai hasil tertentu.
Efikasi disini adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan
tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa
mengerjakan sesuai dengan ketentuan.  Efikasi berbeda dengan aspirasi
(cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang
seharusnya dapat dicapai, sedangkan efikasi menggambarkan penilaian
kemampuan diri. Orang yang ekspektasi efikasinya tinggi (percaya bahwa
dia dapat mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan
hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan diri),
orang itu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai
selesai.
e. Hereditas
Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkah laku adalah
hubungan timbal balik antara lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Efikasi
diri merupakan variabel pribadi yang penting. Yang bila digabung dengan
tujuan-tujuan spesifik spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan
menentukan tingkah laku baru. Setiap individu mempunyai efikasi diri
yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda tergantung pada:
kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu, kehadiran orang

27
lain, khususnya saingan dalam situasi itu dan keadaan fisiologis dan
emosional (kelelahan, kecemasan, apatis, murung).
f. Pengalaman perkembangan awal
Menurut Bandura, perilaku manusia sebagian besar adalah self-
regulated behavior (perilaku yang diatur sendiri). Di antara hal-hal yang
dipelajari manusia dari pengalaman langsung atau tidak langsung adalah
performance standards (standar performa), dan stelah standar ini
dipelajari, standar itu menjadi basis bagi evaluasi diri. Jika performa atau
tindakan seseorang dalam situasi tertentu memenuhi atau melebihi
standar, maka ia akan dinilai positif, jika sebaliknya ia dinilai negatif.
Standar performa yang diinternalisasikan, perceived self-efficacy
(anggapan tentang kecakapan diri) berperan besar dalam perilaku yang
diatur sendiri. Maksud dari anggapan mengenai kecakapan diri ini adalah
keyakinan seseorang tentang kemampuannya dalam melakukan sesuatu,
dan ini muncul dari berbagai macam sumber termasuk prestasi dan
kegagalan personal yang pernah dialaminya, melihat orang yang sukses
atau gagal, dan persuasi verbal. Kecakapan diri seseorang mungkin
berhubungan atau mungkin tidak berhubungan dengan real self efficacy
(kecakapan diri yang sesungguhnya). Orang mungkin percaya bahwa
kecakapan diri mereka rendah padahal sebenarnya cukup tinggi, dan
sebaliknya. Situasi terbaik adalah ketika anggapan seseorang itu sesuai
dengan kemampuan sesungguhnya.
g. Kontinuitas perkembangan
Menurut Bandura, Setelah informasi disimpan secara kognitif, ia
dapat diambil kembali, diulangi, dan diperkuat beberapa waktu setelah
belajar observasional terjadi. Menurut Bandura (1977), “Peningkatan
kapasitas simbolisasi inilah yang memampukan manusia untuk
mempelajari banyak perilaku melalui observasi. Jadi, perkembangan
kognitif manusia akan berlangsung secara kontinu, terus-menerus selama
manusia mampu mengobservasi segala hal yang ada di lingkungannya.
h. Tekanan organismik

28
Bandura menghipotesiskan bahwa tingkah laku, lingkungan dan
kejadian -kejadian internal pada pelajar yang mempengaruhi persepsi dan
aksi adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh atau
berkaitan. menurut Albert Bandura lagi, tingkah laku sering dievaluasi,
yaitu bebas dari timbal balik sehingga boleh mengubah kesan-kesan
personal seseorang. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi
konsepsi diri individu.
i. Konsep diri
Perilaku manusia sebagian besar adalah self-regulated behavior
(perilaku yang diatur sendiri). Di antara hal-hal yang dipelajari manusia
dari pengalaman langsung atau tidak langsung adalah performance
standards (standar performa), dan setelah standar ini dipelajari, standar
itu menjadi basis bagi evaluasi diri. Jika performa atau tindakan seseorang
dalam situasi tertentu memenuhi atau melebihi standar, maka ia akan
dinilai positif, jika sebaliknya ia dinilai negatif. Standar performa yang
diinternalisasikan, perceived self-efficacy (anggapan tentang kecakapan
diri) berperan besar dalam perilaku yang diatur sendiri. Maksud dari
anggapan mengenai kecakapan diri ini adalah keyakinan seseorang
tentang kemampuannya dalam melakukan sesuatu, dan ini muncul dari
berbagai macam sumber termasuk prestasi dan kegagalan personal yang
pernah dialaminya, melihat orang yang sukses atau gagal, dan persuasi
verbal. Kecakapan diri seseorang mungkin berhubungan atau mungkin
tidak berhubungan dengan real self efficacy (kecakapan diri yang
sesungguhnya). Orang mungkin percaya bahwa kecakapan diri mereka
rendah padahal sebenarnya cukup tinggi, dan sebaliknya. Situasi terbaik
adalah ketika anggapan seseorang itu sesuai dengan kemampuan
sesungguhnya.
j. Faktor-faktor keanggotaan kelompok
Menurut Bandura kita belajar dengan mengamati orang lain dan
bahwa belajar terjadi dengan atau tanpa imitasi dan tanpa penguatan.
Setelah itu interaksi tiga arah yang disajikan dalam gagasannya tentang

29
determinisme resiprokal, yang isinya bahwa produk dari orang dan
lingkungan dan juga memengaruhi orang dan lingkungan, dan karenanya
menggeser perspektif kita dari fokus pada perilaku dan hubungan dinamis
antara orang, lingkungan dan perilaku. Jadi Faktor keanggotaan
kelompok, berfokus pada hubungan dinamis antaranggota kelompok
dalam lingkungan kelompoknya. Bandura memperkenalkan konsep Efikasi
Kolektif yaitu keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara
bersama-sama dapat menghasilkan perubahan sosial tertentu. Bandura
berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya
melalui efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif.
k. Interdisipliner dengan Biologi
Ilmu Biologi yang menjadikan manusia sebagai objek kajiannya
telah membahas mengenai prose kognitif manusia sebagai mahluk hidup.
Begitupun dengan Bandura yang turut memusatkan perhatiannya pada
proses kognitif manusia yang menurutnya bahwa seseorang bisa
membayangkan berbagai hal dalam pikiran (imagine) dan bisa
mempengaruhi perilaku. Sayangnya, proses kognitif yang salah (faulty
cognitive processes) dapat menghambat perilaku atau bahkan bisa
memunculkan perilaku yang salah.
l. Interdisipliner dengan ilmu sosial
Ilmu sosial lainnya menjelaskan bagaimana manusia berinteraksi
dan berkomunikasi satu sama lain, Nah dalam pandangan Bandura juga
menjelaskan mengenai konsep determinisme resiprokal yang
menyatakan bahwa perilaku, lingkungan, dan orang (dan keyakinannya)
semua berinteraksi dan interaksi ketiganya itu harus dipahami dahulu
sebelum kita bisa memahami fungsi psikologis dan perilaku manusia.
Menurut Bandura, Prasangka dan diskriminasi dari masyarakat membuat
pilihan bebas seseorang terbatas. Jadi, dalam lingkungan fisik yang sama
beberapa individu lebih bebas ketimbang individu lainnya. Penghambat
kebebasan lainnya adalah proses kognitif yang salah, yang menyebabkan
orang tidak berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya. Meskipun

30
teori Bandura bersifat kognitif tetapi lebih komprehensif. Bandura juga
berkonsentrasi pada perilaku sosial
m. Tingkah laku abnormal
Menurut Bandura, psikopatologi berasal dari belajar disfungsional,
yang menyebabkan antisipasi yang keliru terhadap dunia. Tugas
psikoterapi adalah memberi pengalaman yang akan menyangkal
ekspetasi yang salah itu dan menggantinya dengan ekspetasi yang benar.

6. Gordon W. Allport
a. Faktor-faktor tak sadar
Allport menekankan pentingnya motivasi yang di sadari.
Penekanannya terhadap motivasi yang disadari ini bermula dari
pertemuannya dengan Freud di Wina dan reaksi emosionalnya terhadap
pertanyaan Freud: “Andakah anak kecil itu?”. Respon Freud mengandung
implikasi bahwa tamunya yang berusia 22 tahun itu secara tak sadar
membicarakan kemuakannya sendiri terhadap kebersihan saat
mengisahkan cerita tentang anak kecil yang suka kebersihan. Jika Freud
mengasumsikan sebuah pemaknaan bawah sadar yang melandasi cerita
anak kecil, Allport cenderung menerima pernyataan diri apa pun adanya.
Namun begitu, Allport (1961) tidak mengabaikan eksistensi atau bahkan
pentingnya proses bawah sadar. Tetapi Allport mempunyai sudut pandang
yang lebih positif terhadap kodrat manusia daripada Freud. Allport tidak
percaya bahwa orang-orang yang matang dan sehat dikontrol dan
dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tak sadar/kekuatan-kekuatan yang tidak
dapat dilihat dan dipengaruhi. Karena menurut beliau pandangan orang
yang sehat adalah ke depan, kepada peristiwa-peristiwa kontemporer dan
peristiwa yang akan datang dan tidak mundur kembali kepada peristiwa-
peristiwa masa kecil kita.
b. Reinforcement
Berbeda dengan behavioristik, Allport sama sekali tak
menyinggung masalah reinforcement. Pun objek kajiannya bukanlah

31
perilaku tampak yang mesti diperkuat. Allport lebih menekankan motivasi
sadar yang sepenuhnya dikendalikan oleh manusia.
c. Proses Belajar
Menurut Allport, Proses belajar dipengaruhi motivasi yang kuat
yang berasal dari dalam diri individu. Pribadi yang dewasa secara
psikologis dicirikan oleh sikap proaktif, yaitu tidak hanya bereaksi kepada
stimuli eksternal, tetapi juga sanggup bertindak dengan sadar terhadap
lingkungannya dengan cara-cara yang baru dan inovatif, sehingga
lingkungan pun bereaksi kepada mereka juga. Allport juga
memperkenalkan konsep disposisi personal yang membantu peneliti
mempelajari seseorang. Allport mendefinisikan disposisi personal sebagai
“struktur neuropsikis umum (khas bagi disposisi personal yang dialami
individu) yang mempunyai kapasitas untuk memberikan respons terhadap
banyak stimulus yang berfungsi ekuivalen, serta untuk memulai dan
mengarahkan bentuk perilaku adaptif dan ekspresif yang konsisten
(setara)”.
d. Struktur kepribadian
            Bagi Allport struktur kepribadian itu terutama dinyatakan dalam
sifat-sifat atau traits dan tingkahlaku didorong oleh sifat-sifat atau traits.
Allport berpendapat bahwa masing-masing pengertian reflex bersyarat,
kebiasaan, sikap, sifat, diri, dan kepribadian itu semuanya masing-masing
adalah bermanfaat. Tetapi walaupun pengertian tersebut diterima dan di
anggap penting namun tekanan utamanya ditekankan pada sifat atau
traits sedang disamping itu sikap (attitude) dan intense di berikan
kedudukan yang kira-kira sama. Struktur kepribadian merujuk pada
komponen-komponen dasar atau elemen-elemennya. Menurut Allport,
struktur terpenting adalah yang dapat mendeskripsikan orang tersebut
dalam konteks karakteristik individual, yang disebut sebagai disposisi
personal.
e. Hereditas

32
Menurut Allport, Kepribadian dibentuk karena sifat dasar,
kebiasaan, sikap dalam menghadapi sesuatu, dan kategori nomotetik.
Jadi, faktor hereditas turut mempengaruhi perilaku seseorang ditunjang
dengan pengaruh lingkungan dan orang lain di sekelilingnya.
f. Pengalaman perkembangan awal
Allport menyakini bahwa kebanyakan orang termotivasi oleh
dorongan yang dirasakannya daripada dengan kejadian-kejadian yang
terjadi pada masa lalu, serta menyadari apa yang mereka lakukan dan
mempunyai pengetahuan atas alasan mengapa mereka melakukannya. .
Allport tidak percaya bahwa orang-orang yang matang dan sehat dikontrol
dan dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tak sadar/kekuatan-kekuatan yang
tidak dapat dilihat dan dipengaruhi. Karena menurut beliau pandangan
orang yang sehat adalah ke depan, kepada peristiwa-peristiwa
kontemporer dan peristiwa yang akan datang dan tidak mundur kembali
kepada peristiwa-peristiwa masa kecil kita.
g. Kontinuitas perkembangan
Menurut Allport kepribadian adalah sesuatu yang terorganisasikan
dan terpolakan. Kepribadian bukanlah pengorganisasian yang statis, dia
terus bertumbuh atau berubah. Istilah “psikofisik” menekankan pentingnya
aspek-aspek kepribadian yang sifatnya psikologis sekaligus fisik.
Kepribadian bukan hanya topeng yang kita kenakan, tidak juga hanya
sekedar perilaku. Dia mengacu kepada individu di belakang tampilan,
pribadi di belakang tindakan. Dengan istilah “karakteristik” Allport berharap
dapat menunjukkan “individualitas” atau “keunikan”. Beberapa teoritis
seperti Hans Eysenck dan G. Allport yakin jika perilaku adalah produk dari
sifat kepribadian yang relatif stabil.
h. Tekanan organismik
Allport juga menyatakan bahwa teori motivasi harus
mempertimbangkan pula perbedaan antara motif sekunder (peripheral
motives) dan usaha kuat yang bersifat sentral (propriate strivings). Motif
sekunder adalah motif-motif yang menurunkan kadar tekanan sementara

33
usaha kuat yang bersifat sentral yaitu untuk mempertahankan kadar
tekanan dan kondisi disekuilibrium.
i. Konsep diri
Dalam teori Allport antisipasi adalah penting untuk menentukan
siapa dan apakah kita ini, dalam membentuk identitas diri kita. Dalam teori
Allport juga memandang bahwa kesehatan psikologis adalah melihat ke
depan, tidak melihat ke belakang, dapat dikatakan bahwa seluruh teori
yang dikemukakan oleh Allport ini sangat bertentangan dengan teori-teori
yang dikemukakan oleh Freud. Dalam melihat konsep diri ,Allport
memakai dua pendekatan yaitu Fenomenologi dan Fungsional.
j. Faktor-faktor keanggotaan kelompok
Teori ALLPORT yang sangat menekankan motivasi sadar, turut
menjelaskan bahwa anggota dalam kelompok memutuskan untuk
membentuk sebuah kelompok karena adanya kesamaan motif dan
motivasi yang didasari oleh kesadaran untuk bersatu. Menurut Allport,
Pribadi yang dewasa dicirikan oleh “hubungan hangat dirinya dengan
orang lain”, mereka memiliki kemampuan untuk mencintai orang lain
dengan cara yang intim dan penuh kasih. Jadi, seseorang yang mampu
membangun relasi yang baik dalam kelompoknya dapat dikatakan sebaai
pribadi yang sadar dan dewasa.
k. Interdisipliner dengan Biologi
Telah kita ketahui bahwa, objek kajian biologi adalah mahluk hidup.
Sedangkan Allport, menjelaskan manusia sebagai sesuatu yang bersifat
morfogenik yakni merujuk pada atribut yang terpola dari organisme secara
keseluruhan, yang dapat mengakomodasi perbandingan interpersonal.
Ringkasnya, kepribadian bersifat fisik sekaligus psikologis mencakup
perilaku yang tampak dan pikiran yang terungkap.
l. Interdisipliner dengan ilmu sosial
Seperti halnya ilmu sosial lainnya yang mengkaji bagaimana
manusia saling berinteraksi satu sama lain. Maka dalam pendekatan
Allport, Kepribadian manusia adalah organisasi yang dinamis dari sistem

34
psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik
atau khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
m. Tingkah laku abnormal
Allport berpendapat bahwa kepribadian yang neurotis dan
kepribadian yang sehat merupakan hal yang mutlak terpisah. Namun
dalam hal ini yang menjadi kelebihan Allport adalah tentang antisipasi,
Dalam teori Allport antisipasi adalah penting untuk menentukan siapa dan
apakah kita ini, dalam membentuk identitas diri kita. Dalam teori Allport
juga memandang bahwa kesehatan psikologis adalah melihat ke depan,
tidak melihat ke belakang, dapat dikatakan bahwa seluruh teori yang
dikemukakan oleh Allport ini sangat bertentangan dengan teori-teori yang
dikemukakan oleh Freud. Allport juga menyatakan bahwa teori motivasi
harus mempertimbangkan pula perbedaan antara motif sekunder
(peripheral motives) dan usaha kuat yang bersifat sentral (propriate
strivings). Motif sekunder adalah motif-motif yang menurunkan kadar
tekanan sementara usaha kuat yang bersifat sentral yaitu untuk
mempertahankan kadar tekanan dan kondisi disekuilibrium.

7. Carl J. Rogers
a. Faktor-faktor tak sadar
Rogers mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam tingkah laku
manusia karena ia lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan
masa depan, bukannya pada masa lampau yang biasanya penuh dengan
pengalaman traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami suatu
penyakit psikologis.
b. Reinforcement
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya
adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini
berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai
person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk
menerima diri dengan penuh kepercayaan. Dalam hal ini, pendekatan

35
Rogers berbeda dengan pendekatan behaviorisme yang menekankan
penguatan dalam membentuk dan memelihara perilaku yang diinginkan.
c. Proses Belajar
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya
adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini
berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai
person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk
menerima diri dengan penuh kepercayaan. Jadi, proses belajar yang baik
akan berlangsung jika individu berada dalam kondisi yang menyenangkan,
dalam lingkungan yang positif yang dilingkupi oleh perasaan kasih
sayang, kehangatan dan penerimaan dari lingkungan di sekitarnya,
terutama keluarga. Namun, proses belajar akan terganggu apabila
individu merasa tidak diterima dan selalu memperoleh celaan dari
lingkungan sekitarnya. Seorang yang kreatif bertindak dengan bebas dan
menciptakan hidup, ide dan rencana yang konstruktif, serta dapat
mewujudkan kebutuhan dan potensinya secara kreatif dan dengan cara
yang memuaskan.
d. Struktur kepribadian
Menurut Rogers, struktur kepribadian manusia terbagi atas: 1.
Organism, yaitu keseluruhan individu (the total individual). Organisme
mempunyai satu motif dasar yaitu: mengaktualisasikan, mempertahankan
dan mengembangkan diri; 2. Medan phenomenal, yaitu keseluruhan
pengalaman (the totality of experience). Medan phenomenal punya sifat
disadari atau tak disadari, tergantung apakah pengalaman yang
mendasari medan phenomenal itu dilambangkan atau tidak dan 3. Self,
yaitu bagian medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari
pola-pola pengamatan dan penilaian sadar daripada “I” atau “me”. Self
mempunyai bermacam-macam sifat: a) Self berkembang dari interaksi
organisme dengan lingkungan; b) Self mungkin menginteraksikan nilai-
nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara (bentuk) yang tidak wajar;
c) Self mengejar (menginginkan) consistency (keutuhan/kesatuan,

36
keselarasan); d) Organisme bertingkah laku dalam cara yang selaras
(consistent) dengan self; e) Pengalaman-pengalaman yang tak selaras
dengan stuktur self diamati sebagai ancaman; f) Self mungkin berubah
sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.
Jadi, berdasarkan ketiga hal itu dapat disimpulkan bahwa
Kepribadian tak lepas dari keseluruhan fungsi pengalaman organisme
sebagai dirinya sendiri bukan dari pengalaman orang lain. Dalam hal ini,
kepribadian bersifat subyektif.
e. Hereditas
Menurut Rogers, para orang tua akan memacu adanya
incongruence ini ketika mereka memberikan kasih sayang yang
kondisional kepada anak-anaknya. Orang tua akan menerima anaknya
hanya jika anak tersebut berperilaku sebagaimana mestinya, anak
tersebut akan mencegah perbuatan yang dipandang tidak bisa diterima.
Disisi lain, jika orang tua menunjukkan kasih sayang yang tidak
kondisional, maka si anak akan bisa mengembangkan congruence-nya.
Remaja yang orang tuanya memberikan rasa kasih sayang kondisional
akan meneruskan kebiasaan ini dalam masa remajanya untuk mengubah
perbuatan agar dia bisa diterima di lingkungan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Rogers juga sangat menekankan
pengaruh sifat bawaan yang dimiliki orangtua akan mungkin dimiliki pula
oleh anak. Namun, penerimaan dan sikap kasih sayang dari orangtualah
yang akan sangat menentukan perilaku positif seorang anak. Jadi, dalam
hal hereditas, secara tidak langsung, Rogers mengakui adanya pengaruh
hereditas dan lingkungan dalam pembentukan pola-pola perilaku.
f. Pengalaman perkembangan awal
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri.
Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa
kanak-kanak seperti yang diajukan oleh aliran Freudian, misalnya toilet
training, penyapihan ataupun pengalaman seksual sebelumnya. Rogers
lebih melihat pada masa sekarang, dia berpendapat bahwa masa lampau

37
memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang
masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia
tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi
pada waktu itu. Rogers dikenal juga sebagai seorang fenomenologis,
karena ia sangat menekankan pada realitas yang berarti bagi individu.
Realitas tiap orang akan berbeda–beda tergantung pada pengalaman–
pengalaman perseptualnya. Lapangan pengalaman ini disebut dengan
fenomenal field. Rogers menerima istilah self sebagai fakta dari lapangan
fenomenal tersebut.
g. Kontinuitas perkembangan
Menurut Rogers, apabila individu mempersepsi dan menerima
pengalaman organisme ke dalam struktur self-nya, dia akan menemukan
bahwa dirinya telah mengganti sistem nilainya yang pada umumnya
didasarkan kepada introjeksi yang dilambangkan secara palsu dengan
proses penilaian pengalaman organismik yang terus menerus. Jika
individu memiliki kepercayaan diri untuk melakukan proses penilaian
(dapat menilai sikap, persepsi, dan perasaan baik terhadap dirinya, orang
lain, atau peristiwa-peristiwa tertentu secara tepat), maka dia akan
menemukan bahwa sistem yang lama itu tidak perlu lagi. Dalam arti nilai-
nilai, sikap, atau persepsi yang lalu (yang tidak tepat) itu perlu diubah agar
dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sehat (well
adjustment).
Perkembangan diri dipengaruhi oleh cinta yang diterima saat kecil
dari seorang ibu. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang
terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan
unconditional positive regard (tak bersyarat). Jika individu menerima
cinta tanpa syarat, maka ia akan mengembangkan penghargaan positif
bagi dirinya  dimana anak akan dapat mengembangkan potensinya untuk
dapat berfungsi sepenuhnya. Jika tidak terpenuhi, maka anak akan
mengembangkan penghargaan positif bersyarat (conditional positive

38
regard). Dimana ia akan mencela diri, menghindari tingkah laku yang
dicela, merasa bersalah dan tidak berharga.
h. Tekanan organismik
Menurut Rogers, Semakin seseorang sehat secara psikologis,
semakin mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak. Organisame
yaitu keseluruhan individu (the total individual). Organisme memiliki sifat-
sifat berikut: a) Organisme beraksi sebagai keseluruhan terhadap medan
phenomenal dengan maksud memenuhi kebutuhan-kebutuhannya; b)
Organisme mempunyai satu motif dasar yaitu: mengaktualisasikan,
mempertahankan dan mengembangkan diri; c) Organisme mungkin
melambangkan pengalamannya, sehingga hal itu disadari, atau mungkin
menolak pelambangan itu, sehingga pengalaman-pengalaman itu tak
disadari, atau mungkin juga organisme itu tak memperdulikan
pengalaman-pengalamannya.
i. Konsep diri
Perkembangan Kepribadian menurut Rogers, Self merupakan
konstruk utama dalam teori kepribadian rogers, yang dewasa ini dikenal
dengan ”Self concept“. Rogers mengartikan sebagai persepsi tentang
karakteristik “I” atau “Me” dan persepsi tentang hubungan “I” atau “Me”
dengan orang lain atau berbagai aspek kehidupan, termasuk nilai-nilai
yang terkait dengan persepsi tersebut. Diartikan juga sebagai keyakinan
tentang kenyataan, keunikan, dan kualitas tingkah laku diri sendiri.
Konsep diri merupakan gambaran mental tentang diri seseorang, seperti :
“Saya cantik”, “Saya seorang pekerja yang jujur”, dan “Saya seorang
pelajar yang rajin”. Hubungan antara “Self concept” dengan organisme
terjadi dalam 2 kemungkinan, yaitu “congruence” atau “incongruence”.
Kedua kemungkinan hubungan ini menentukan perkembangan
kematangan, penyesuaian, dan kesehatan mental seseorang.
Apabila antara “Self concept” dengan organisme terjadi kecocokan maka
hubungan itu disebut kongruen, tetapi apabila terjadi diskrepansi
(ketidakcocokan) maka hubungan itu disebut inkongruen. Contoh yang

39
inkongruen : Anda mungkin meyakini bahwa secara akademik anda
seorang yang cerdas , namun ternyata nilai-nilai yang anda peroleh
sebaliknya (organisme atau pengalaman nyata).
j. Faktor-faktor keanggotaan kelompok
Menurut Rogers, cara yang paling baik untuk memahami tingkah
laku adalah melalui kerangka berpikir (frame of reference) individu itu
sendiri. Jadi, Individu yang mampu memahami individu lainnya atau
dengan kata lain adanya kesepemahaman antarindividu dapat menjadi
motif bergabungnya individu sebagai anggota dalam suatu kelompok
sosial.
k. Interdisipliner dengan Biologi
Dalam kaitannya dengan biologi, menurut Rogers manusia yang
mampu berfungsi secara penuh akan sehat secara psikologis yang juga
akan berefek pada kesehatan manusia secara biologis. Semakin orang
sehat secara psikologis, maka ia akan merasa semakin bebas dalam
memilih dan bertindak. Dalam hal ini, fungsi psikologis yang baik akan
mempengaruhi kualitas fungsi biologis atau fungsi fisiologis individu.
l. Interdisipliner dengan ilmu sosial
Menurut Rogers, apabila individu mempersepsi dan menerima
segala pengalamannya kedalam satu system yang serasi dan terpadu,
maka dia akan lebih memahami dan menerima orang lain sebagai
individu. Apabila individu dapat mengembangkan konsep dirinya yang
serasi (selaras), maka dia akan dapat mengembangkan hubungan
interpersonalnya yang baik dengan orang lain.
m. Tingkah laku abnormal
Rogers menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau
sehat. Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan mental sebagai
proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa,
kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai
penyimpangan dari kecenderungan alamiah. Menurut Rogers, Malasuai
psikologis (psychological maladjustment) terjadi ketika organism menolak

40
untuk menyadari pengalaman sensoris dan yang mendalam, yang tidak
dilambangkan atau diorganisasikan kedalam struktur “self”. Kondisi ini
menjadi dasar atau potensi bagi terjadinya tegangan psikologis
(psychological tension). Dalam hal ini kepribadian tidak dapat
mengaktualisasikan dirinya, jika pengalamannya tidak serasi dengan
dirinya yang nyata (real self).
8. Henry A. Murray
a. Faktor-faktor tak sadar
Prinsip utama dalam teori personologi Murray adalah komitmen
yang pasti bagi gagasan bahwa proses psikologis bergantung pada
proses fisiologis. Komentarnya yang tajam “tidak punya otak, tidak punya
kepribadian”, menyimpulkan pandangan ini secara baik. Kepribadian
berakar dalam otak, yang adalah, fisiologi otak individu mengendalikan
dan memerintah kepribadian. Sebagai contoh sederhana, struk atau
beberapa jenis obat dapat mengubah fungsi otak, dan juga kepribadian.
Semua hal yang mempengaruhi kepribadian berada dalam otak – pusat
perasaan, ingatan sadar dan nirsadar, keyakinan, sikap, rasa takut, dan
nilai-nilai. Pusat, dengan demikian, dari setiap aspek kepribadian adalah
otak. Sangat penting bagi Murray untuk mempertimbangkan proses
pengontrolan otak ini sehingga ia menyebutnya sebagai regnant atau
proses pengaturan.
b. Reinforcement
Murray menafikan konsep reinforcement dalam teorinya. Dan lebih
menekankan pada motivasi dan kebutuhan-kebutuhan dalam mendorong
munculnya perilaku.
c. Proses Belajar
Hal mendasar atau segmen temporal dari tingkah laku ialah
prosiding, suatu periode waktu di mana pola perilaku yang penting dibawa
melalui dari awal hingga akhir. Prosiding selalu melibatkan interaksi antara
orang tersebut dengan orang lain atau objek di dalam lingkungan.
Bagaimanapun juga, interaksi ini bisa terjadi lewat fantasi sama seperti

41
dalam kenyataan. Interaksi yang dibayangkan disebut sebagai prosiding
internal, sementara interaksi yang nyata disebut sebagai prosiding
eksternal.
Prosiding seringkali saling terkait, tidak harus selalu dalam waktu
tetapi dalam fungsi. Sebagai contoh, pada hari Senin seorang pria bisa
bertemu seorang wanita dan mengajaknya kencan (suatu prosiding
eksternal). Ia mungkin membayangkan tentang wanita tersebut dalam
berbagai waktu selama seminggu tersebut (suatu prosiding internal), dan
mungkin akan memotong rambutnya dan mencuci sendiri mobilnya (suatu
prosiding eksternal) dalam rangka persiapan untuk kencannya. Masing-
masing dari tindakan tersebut, termasuk juga yang dibayangkannya, ialah
prosiding, tetapi dilakukan secara bersama – seperti seharusnya,
dikarenakan hal tersebut dihubungkan pada fungsi atau tujuan yang sama
– yang disebut serial.
d. Struktur kepribadian
Murray menggunakan istilah id, superego, dan ego Freudian, tetapi
konsepnya tidak sama dengan apa yang ada di dalam pikiran Freud.
Id
Seperti Freud, Murray mempercayai bahwa id merupakan tempat
penyimpanan yang aman bagi semua kecenderungan impulsif. Seperti
misalnya, id menyediakan energi untuk dan mengarahkan tingkah laku.
Jadi, pada dasarnya id berpusat pada dorongan motivasi dari kepribadian.
Konsep Murray tentang id adalah bahwa id mengandung semua hal
primitif, amoral, dan dorongan nafsu seperti yang digambarkan Freud
tetapi juga mengandung dorongan bawaan lahir yang masyarakat
putuskan untuk menerimanya dan bahkan menginginkannya. Disini kita
dapat melihat bayangan pengaruh pandangan Jung, yang mempunyai
kedua aspek, baik dan buruk. Sebagai contoh, id mengandung
kecenderungan untuk berempati, meniru dan mengidentifikasi, bentuk
cinta terhadap orang lain daripada hawa nafsu, dan kecenderungan untuk
menguasai suatu lingkungan. Sebenarnya semua aspek dari kepribadian

42
– apa yang masyarakat sebut sebagai sesuatu yang baik seperti juga
sebagai sesuatu yang jahat – muncul dari id, yang merupakan penyedia
semua energi, emosi, dan kebutuhan bagi individual. Murray juga
menyatakan bahwa kekuatan atau intensitas dari id berbeda-beda antara
individu yang satu dengan individu yang lain. Jadi, seseorang bisa terlihat
memiliki kadar semangat yang lebih besar dan hasrat dan emosi yang
besar daripada yang lainnya. Maka dari itu, masalah dalam mengontrol
dan mengarahkan dorongan id tidak sama bagi semua orang; beberapa
orang memiliki energi id yang lebih besar untuk mengatasinya.
Superego
Murray menempatkan stres yang besar dalam kekuatan yang dapat
mempengaruhi lingkungan sosial, yang biasanya disebut sebagai budaya,
dalam kepribadian. Sependapat dengan Freud, ia mengartikan superego
sebagai proses internalisasi nilai-nilai budaya, norma-norma, dan lainnya,
yang mengatur individu untuk mengevaluasi dan menilai tingkah laku
dirinya sendiri dan juga orang lain. Bentuk dan hakekat dari superego
pada anak-anak ditentukan oleh orang tua dan figur-figur penting lainnya
pada usia dini, seperti yang dikatakan Freud.
Bagaimanapun juga, Murray merasa bahwa faktor-faktor lain juga
membentuk superego. Termasuk di dalamnya yaitu teman sebaya dan
bahan bacaan dan mitologi budaya. Ia kemudian juga melihat adanya
pengaruh yang melampaui pengalaman masa kecil tersebut. Superego,
oleh karena itu, tidak secara kaku terbentuk pada usia 5 tahun. Tetapi,
terus berkembang dalam kehidupan, mencerminkan kebesaran
kompleksitas dan kerumitan pengalaman yang dialami seseorang sejalan
dengan pertumbuhannya. Oleh karena, dalam konsep Murray, id
mengandung dorongan baik sekaligus buruk – beberapa tidak perlu
ditahan – superego tidak secara konstan bertentangan dengan id, seperti
dalam pandangan Freud. Memang benar bahwa superego harus mencoba
untuk mencegah dorongan id yang tidak baik (tidak diterima secara
sosial), tetapi juga berfungsi untuk menentukan kapan, dimana, dan

43
bagaimana suatu kebutuhan yang dapat diterima harus diekspresikan dan
objek lingkungan mana yang paling bisa menerimanya.
Selagi superego berkembang, begitu juga halnya dengan ego-ideal. Ego-
ideal ini membantu individu menetapkan tujuan jangka panjang untuk
melakukan usaha keras. Ego-ideal merupakan ”gambaran seseorang
’dalam masa depan terbaiknya’”. Ideal ini sendiri mengandung ambisi dan
aspirasi individu. Ini bisa saja sejalan dengan nilai-nilai dari superego atau
bahkan bisa bertentangan. Dalam kasus selanjutnya, seseorang bisa saja
menginginkan kesempurnaan bagi jenis tingkah laku yang melanggar
norma budaya yang telah diinternalisasi, seperti ditunjukkan oleh
seseorang yang berambisi menjadi ahli kriminal.
Ego
Ego merupakan pengatur rasionalitas dari kepribadian, dimana,
dalam pandangan Freud, mencoba untuk mengubah atau menunda
dorongan id yang tidak dapat diterima. Bagaimanapun juga, Murray
mempertimbangkan ego melakukan lebih banyak hal daripada sekedar
menjadi ”polisi” kepribadian. Dalam perannya sebagai pengatur utama
seluruh tingkah laku, ego juga secara sadar menentukan dan berhasrat
mengarahkan pada tingkah laku yang positif.
Ego dianggap sebagai penentu yang lebih berperan aktif dalam
menentukan tingkah laku dibandingkan dengan apa yang telah disetujui
Freud. Bukan hanya sebagai pembantu id, ego mengarahkan dan
merencanakan secara sadar suatu tindakan; mencari dan membuat
kesempatan untuk menciptakan kepuasan sebagai hasil dari memuaskan
dorongan id positif. Ego merupakan pemilihan ”saya” secara spontan dari
kepribadian dan mengikutsertakan intelektual dan kemampuan perseptual
dari individu. Fungsi ego, bukan hanya untuk menahan kesenangan id
tetapi juga untuk membantu perkembangan dan menghasilkan
kesenangan melalui pengaturan dan pengarahan tindakan dari dorongan
id yang dapat diterima. Ego merupakan penengah antara id dan superego.
Misalnya, ego bisa mendukung satu lebih dari yang lainnya. Sebagai

44
contoh, apabila ego lebih mendukung id daripada superego, maka akan
mengarahkan kepribadian terhadap kehidupan yang penuh dengan
kejahatan. Ego bisa, tentu saja, menyatukan kedua aspek dari kepribadian
sehingga apa yang seseorang ingin lakukan (id) harmonis dengan apa
yang masyarakat terima sebagai sesuatu yang harus dilakukan
(superego). Seperti yang bisa kita lihat, ada kesempatan bagi konflik
antara id dan superego dalam sistem Murray. Ego yang kuat bisa
menengahi keduanya secara efektif, tetapi ego yang lemah dapat
menjadikan kepribadian sebagai suatu tempat pertarungan. Perbedaan
mendasar antara Murray dan Freud dalam hal ini adalah Murray tidak
mempercayai bahwa konflik ini tidak dapat terelakkan.
e. Hereditas
Menanggapi kontroversi kehendak bebas-kehendak yang diatur,
Murray berpendapat bahwa kepribadian menjadi bagian yang ditentukan
oleh kebutuhan dan oleh lingkungan. Ia menyetujui adanya tingkatan
tertentu bagi kehendak bebas, betapapun kecilnya, dalam kemampuan
kita untuk berubah dan bertumbuh. Ia melihat setiap manusia sebagai
seseorang yang unik dan tidak sama antara yang satu dengan yang
lainnya tetapi juga mengakui adanya persamaan dalam kepribadian dari
semua orang. Murray percaya bahwa kita dibentuk oleh faktor genetik dan
oleh lingkungan, dan masing-masing faktor tersebut punya pengaruh yang
seimbang. Kita tidak dapat mengerti kepribadian kalau kita tidak bisa
menerima efek dari dorongan fisiologis dan melalui stimuli dari keadaan
fisik, sosial, dan budaya suatu lingkungan.
f. Pengalaman perkembangan awal
Menurut Murray, sifat bawaan longitudinal dari kepribadian.
Kepribadian selalu berkembang dari waktu ke waktu. ”Riwayat dari
organisme adalah organisme”. Kepribadian, dalam pengertiannya,
dibangun dari semua kejadian hidup yang terjadi melalui pelajaran-
pelajaran dalam kehidupan individual. Oleh karena itu, mempelajari
peristiwa masa lalu adalah suatu kepentingan utama dalam kepribadian,

45
dan dalam rangka mempelajari peristiwa itu, Murray mengajukan gagasan
tentang serial dan prosiding. Hal-hal tersebut, pada intinya, merupakan
unit-unit dari data yang digunakan oleh para personologis.
g. Kontinuitas perkembangan
Kepribadian selalu berkembang dari waktu ke waktu. ”Riwayat dari
organisme adalah organisme”. Kepribadian, dalam pengertiannya,
dibangun dari semua kejadian hidup yang terjadi melalui pelajaran-
pelajaran dalam kehidupan individual. Kepribadian selamanya mengalami
perubahan dan kemajuan, tidak statis atau tetap; sehingga, tidak benar-
benar dapat digambarkan. Sesuatu yang ada dalam keadaan konstan
untuk berubah terus-menerus tidak dapat menjadi acuan secara cukup
untuk sebuah penjelasan. Setiap tahapan meninggalkan jejak (tanda)
dalam kepribadian dalam bentuk kompleks, yang terpola, yang terbentuk
dari kesan yang mendalam pada setiap tahap, yang secara tidak sadar
mengarahkan tingkah laku pada perkembangan berikutnya.
h. Tekanan organismik
Murray mengakui bahwa objek-objek lingkungan dan peristiwa-
peristiwa pada masa anak-anak dapat secara kuat mempengaruhi
perkembangan kebutuhan tertentu dan, dalam kehidupan nantinya, dapat
menyebabkan dan memunculkan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Ia
menyebutnya sebagai pengaruh tekanan, karena objek atau peristiwa
menekan atau memberi tegangan pada individu dalam cara tertentu.
Tentu saja, seperti yang kita tahu, kita seringkali menangkap dunia sekitar
kita dalam kondisi yang subjektif; yang adalah, gambaran objek-objek dan
peristiwa-peristiwa kita biasanya tidak selalu sejalan dengan kenyataan.
Jadi, pengaruh tekanan dari lingkungan mungkin ditangkap secara
subjektif atau objektif. Tekanan yang ditangkap secara objektif – yang
mengarahkan pada reflek sesuai kenyataan – disebut tekanan alfa,
sementara tekanan yang ditangkap secara subjektif dan yang
diinterpretasikan disebut tekanan beta.

46
Tekanan juga mempunyai kekuatan untuk menarik atau menolak
individu; itu bisa  menjadi positif atau negatif dalam hal emosional. Murray
menggunakan istilah Freud cathexis untuk menggambarkan karakteristik
tekanan ini. Jadi, jika seseorang tertarik dengan uang, maka ia bisa
dikatakan terikat secara positif dengan hal tersebut.
i. Konsep diri
Sumbangan terpenting Murray dalam teori maupun penelitian bagi
kepribadian adalah konsepnya tentang kebutuhan untuk menjelaskan
motivasi dan pengarahan terhadap tingkah laku. Kerja kerasnya dalam
motivasi, yang membentuk dasar atau inti dari teori kepribadiannya, telah
menghasilkan ketelitian dan kemungkinan yang paling hati-hati dalam
menentukan kategori-kategori kebutuhan yang dapat ditemukan
dimanapun dalam psikologi. Sangat penting untuk dicatat bahwa konsep
kebutuhan ini bukan berkembang dari introspeksi dirinya sendiri atau dari
studi kasus pasien yang mengalami tritmen tetapi melalui studi intensif
subjek yang normal. Kebutuhan, dalam pandangan Murray, merupakan
sebuah hipotesis ”suatu kejadian yang dibayangkan sebagai upaya
melaporkan suatu fakta objektif dan subjektif tertentu”. Ini didasari oleh hal
fisiologis, yang di dalamnya terkandung kekuatan fisiokimia di dalam otak
yang mengatur dan mengarahkan semua kemampuan intelektual dan
perseptual dari individu. Kebutuhan dapat muncul karena kegiatan internal
atau proses seperti rasa lapar atau rasa haus atau kejadian-kejadian
dalam lingkungan. Dari apapun sumbernya, kebutuhan memunculkan
suatu tingkatan tegangan yang berusaha dikurangi oleh organisme
dengan cara memuaskan kebutuhan tersebut. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, kebutuhan menguatkan dan mengarahkan
tingkah laku; menggerakkan tingkah laku ke arah yang tepat untuk
memuaskan kebutuhan tersebut. Penelitian orisinil Murray, sekarang
klasik, mengarahkan pada daftar dari 20 kebutuhan. Semenjak itu, Murray
dan kolega-koleganya dan murid-muridnya menawarkan beberapa

47
modifikasi, tetapi ke-20 kebutuhan orisinil tersebut masih mewakili
kebutuhan yang terutama dalam sistemnya.
Dominance (n Dom) Penguasaan. Untuk mengontrol lingkungan orang
lain. Untuk mempengaruhi atau mengarahkan tingkah laku orang lain
dengan sugesti, bujukan, persuasi, atau perintah. Meminta supaya jangan
mengerjakan sesuatu, mengendalikan, atau melarang.
Deference (n Def) Rasa hormat. Untuk mengagumi atau mendukung
keunggulan orang lain. Untuk memuji, menghormati, atau memuliakan.
Untuk berusaha menyamai atau melebihi yang patut dicontoh. Untuk
menyesuaikan diri dengan adat atau kebiasaan.
Autonomy (n Auto) Otonomi. Untuk melawan paksaan dan pembatasan.
Untuk menjadi mandiri dan bebas dalam bertindak berdasarkan impuls.
Untuk menentang adat atau kebiasaan-kebiasaan. Untuk menghindari
atau terlepas dari kegiatan yang sudah ditentukan oleh kewenangan yang
bersifat menguasai.
Aggression (n Agg) Penyerangan. Untuk mengatasi lawan dengan
penuh kekuatan. Untuk berkelahi. Untuk membalas rasa sakit atau luka.
Untuk melawam secara kuat atau menghukum. Untuk mencela dan
mengumpat dan memfitnah dan untuk meremehkan atau mengejek dan
menertawakan dengan penuh dendam.
Abasement (n Aba) Kerendahan diri. Untuk tunduk secara pasif kepada
kekuatan eksternal. Untuk menerima luka, memikul kesalahan, kritikan,
dan hukuman. Untuk menyerah dan mengakui kelemahan, kesalahan,
pelanggaran, atau kekalahan. Untuk mencari dan menikmati kesedihan,
hukuman, kesakitan, dan ketidakberuntungan.
Achievement (n Ach) Prestasi. Untuk menyelesaikan sesuatu yang sulit,
mengatasi rintangan, dan mencapai standar yang tinggi. Untuk bersaing
dan mengungguli orang lain dan untuk menguasai, menggerakkan, atau
mengatur objek-objek fisik, manusia, atau ide-ide.

48
Sentience (n Sen) Keharuan. Untuk mencari dan menikmati kesan dan
kenikmatan yang dapat ditangkap pancaindera, yang menyentuh
perasaan.
Exhibition (n Exh) Penonjolan diri. Untuk membuat suatu kesan. Untuk
dilihat dan didengar. Untuk membangkitkan gairah, dipandang takjub,
dikagumi, menghibur, mengejutkan, membangkitkan minat, menarik
perhatian, atau memikat hati.
Play (n Play) Bermain. Untuk melakukan tindakan bersenang-senang
tanpa tujuan lebih lanjut. Untuk tertawa dan membuat lelucon terhadap
apapun. Untuk menyediakan waktu luang bagi olahraga, menari, minum-
minum, berpesta, bermain kartu.
Affiliation (n Aff) Persatuan, gabungan. Untuk menjadikan diri dekat dan
menikmati kerjasama dengan sekutu lain – satu yang mirip subjeknya atau
satu yang menyukai objeknya. Untuk menyenangi dan mendapati kasih
sayang dari keterikatan antara satu dengan yang lain. Untuk mengikuti
dan tetap setia terhadap teman.
Rejection (n Rej) Penolakan. Untuk memisahkan diri dari orang lain yang
dipandang negatif. Untuk mengucilkan, tidak memperdulikan, membuang,
atau tetap mengacuhkan kelemahan yang lain.
Succorance (n Suc) Membuat orang iba. Untuk mendapatkan kepuasan
kebutuhan dari bantuan simpatik orang lain. Untuk selalu punya
pendukung. Untuk dirawat, didukung, ditopang, dikelilingi, dilindungi,
dituruti kehendaknya, dimaafkan, atau dinasehati.
Nurturance (n Nur) Pemeliharaan. Untuk memberikan rasa simpati dan
memuaskan kebutuhan orang lain yang tidak berdaya – seorang bayi atau
objek apapun yang lemah, cacat, lelah, tidak berpengalaman, terkalahkan,
dipermalukan, kesepian, ditolak, sakit, atau kebingungan mental. Untuk
menyediakan kebutuhan, menolong, mendukung, menghibur, melindungi,
memberikan rasa nyaman, merawat, atau menyembuhkan.
Inavoidance (n Inf) Menghindari rasa hina. Untuk menghindari
penghinaan. Untuk keluar dari situasi yang memalukan atau menghindari

49
kondisi yang bisa menimbulkan pelecehan. Untuk menahan diri dalam
bertindak karena takut akan kegagalan.
Defendance (n Dfd) Membela diri. Untuk mempertahankan diri terhadap
serangan, kritik, dan celaan. Untuk menyembunyikan atau membenarkan
perbuatan tercela, kesalahan atau penghinaan.
Counteraction (n Cnt) Kebutuhan untuk mengimbangi. Untuk menguasai
atau memperbaiki kegagalan dengan berusaha lagi. Untuk menghilangkan
penghinaan oleh tindakan yang dilanjutkan kembali. Untuk mengatasi
kelemahan, menekan rasa takut. Untuk mempertahankan harga diri dan
kebanggaan diri dalam standar yang tinggi.
Harmavoidance (n Harm) Menghindari bahaya. Untuk menghindari rasa
sakit, luka fisik, penyakit, dan kematian. Untuk melarikan diri dari situasi
yang berbahaya. Untuk melakukan tindakan pencegahan.
Order (n Ord) Teratur. Untuk membuat segala sesuatunya secara teratur.
Untuk menjaga kebersihan, penyusunan, pengorganisasian,
keseimbangan, kerapian, dan ketelitian.
Understanding (n Und) Pemahaman. Untuk menanyakan atau menjawab
pertanyaan umum. Untuk mempunyai ketertarikan pada teori, untuk
menganalisis dan menggeneralisasi peristiwa.
Sex (n Sex) Seks. Untuk membangun dan meningkatkan hubungan yang
erotik. Untuk melakukan hubungan seksual.
Murray tidak berpendapat bahwa semua kebutuhan tersebut ada
pada tiap orang. Ada beberapa orang yang mungkin mengalami
semuanya, setidaknya selama sepanjang hidupnya, tetapi ada orang
lainnya yang tidak pernah mengalami beberapa hal dari kebutuhan
tersebut. Beberapa kebutuhan ini ada yang mendukung atau sejalan
dengan yang lainnya, tetapi juga ada beberapa kebutuhan yang
berlawanan antara satu dengan yang lainnya
j. Faktor-faktor keanggotaan kelompok

50
Murray tidak membahas lebih jauh mengenai faktor keanggotaan
kelompok, namun salah satu hal yang membuat seseorang bergabung
dalam suatu kelompok adalah adanya kebutuhan dan motivasi.
k. Interdisipliner dengan Biologi
Murray menekankan adanya sebuah sistem yang menekankan
pada fungsi fisiologis yang mengatur dan mengarahkan kepribadian.
Sebagai pusat kepribadian, otak mempunyai fungsi untuk membawa
kesatuan dan keterpaduan terhadap tingkah laku. Perhatian Murray
terhadap fisiologi juga terbukti lewat minatnya (berbagi bersama Freud,
iantaranya) terhadap peredaan tegangan sebagai kekuatan terbesar
dalam tingkah laku. Dalam tingkatan biologis maupun fisiologis, keduanya
menyuarakan konsep peredaan tegangan sebagai hukum utama dari
fungsi manusia, meskipun ia memperluas konsep dasar dan gagasan
yang banyak digunakan ini.
l. Interdisipliner dengan ilmu sosial
Orientasi kemanusiaan, menurut pandangan Murray, mengarah
secara luas pada masa depan. Ketika ia menyadari adanya jejak dari
pengalaman masa anak-anak terhadap tingkah laku sekarang, ia tidak
menunjukkan keseluruhan keterpenjaraan masa lalu kita. Kompleks pada
masa anak-anak dalam sistemnya dapat secara mendasar mempengaruhi
perkembangan kita, tetapi kepribadian juga dipengaruhi oleh peristiwa
yang terjadi sekarang ini dan aspirasi pada masa depan. Kita mempunyai
kemampuan berkesinambungan untuk bertumbuh dan berkembang;
dimana, pertumbuhan semacam itu adalah alami dan pasti terjadi pada
manusia. Kita bisa berubah melalui rasionalisasi kita sendiri dan
kemampuan kreatif, dan jika kita sebagai individu bisa berubah, secara
bersama kita bisa merubah sistem sosial dimana kita tinggal.
m. Tingkah laku abnormal
Setiap orang mengembangkan lima macam kompleks yang
terpola., menurut Murray, dikarenakan setiap orang melewati lima tahapan
perkembangan yang sama. Oleh karena itu, tidak ada yang abnormal

51
tentang itu, kecuali kalau itu menjadi ekstrem. Ketika hal tersebut
diperlihatkan secara ekstrem, orang akan tetap terfiksasi pada satu
tingkatan perkembangan. Kepribadiannya kemudian menjadi tidak dapat
berkembang secara spontan dan fleksibel, yang akan mempengaruhi
pembentukan ego dan superego.

9. Abraham Maslow
a. Faktor-faktor tak sadar
Berbeda dengan psikoanalisa Freud yang sangat menekankan
pada unsur-unsur tak sadar, maka Maslow memusatkan perhatian pada
pengalaman-pengalaman sadar juga pada apa yang dialami pasien pada masa
masa sekarang bukan pada masa lampau. Maslow menyebutnya sebagai teori
holistic-dinamis karena teori ini menganggap bahwa keseluruhan dari seseorang
termotivasi oleh satu atau lebih kebutuhan dan orang memiliki potensi untuk
tumbuh menuju kesehatan psikologis yaitu aktualisasi diri.
b. Reinforcement
Berbeda dengan pandangan behaviorisme yang menekankan
penguatan dalam pembentukan perilaku, Maslow justru menekankan
motivasi positif dan kebutuhan bertingkat yang mendorong munculnya
perilaku.
c. Proses Belajar
Menurut Maslow, motif pertumbuhan adalah motif yang mendorong
individu untuk mengungkapkan potensi-potensinya. Arah dari motif
pertumbuhan ini adalah memperkaya kehidupan dengan memperbanyak
belajar dan pengalaman dan karenanya  juga memberi semangat hidup.
Maslow mengemukakan bahwa motif-motif pertumbuhan pada manusia
adalah nalurian dan inheran. Karena itu motif pertumbuhan harus
terpuaskan apabila kesehatan psikologis ingin terpelihara dan
perkembangan yang maksimal ingin dicapai.
d. Struktur kepribadian
Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistik
adalah ajarannya bahwa manusia atau individu harus dipelajari sebagai

52
keseluruhan yang integral, khas dan terorganisasi. Berbeda dengan
behavioristik dan psikoanalisis yang memandang kepribadian sebagai
suatu struktur yang terpisah-pisah. Maka, Masolw memandag manusia
sebagai suatu kesatuan utuh yang terus berusaha mewujudkan eksistensi
dirinya.
e. Hereditas
Menurut Maslow, bagi manusia kepuasan itu bersifat sementara.
Jika suatu kebutuhan telah terpuaskan, maka kebutuhan-kebutuhan lain
akan menutut pemuasan,begitu setersunya. Berdasarkan ciri demikian,
Maslow mengajukan gagasan bahwa kebutuhan yang ada pada manusia
adalah merupakan bawaan (hereditas) dan tersusun menurut tingkatan
(bertingkat). Kebutuhan yang tersusun bertingkat itu dirinci kedalam lima
tingkat kebutuhan, yaitu : Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis,
Kebutuhan akan rasa aman, Kebutuhan akan cinta dan memiliki,
Kebutuhan akan rasa harga diri, dan Kebutuhan akan aktualisasi diri.
f. Pengalaman perkembangan awal
Para ahli humanistik pun menekankan bahwa individu adalah
penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri.Manusia adalah
agen yang sadar, bebas memilih atau menentukan setiap tindakannya.
Adapun pengalaman perkembangan awal turut mempengaruhi perilaku
manusia di masa depan. Semakin berkualitasnya pengalaman pada
perkembangan awal manusia, maka akan semakin berkualitas pula
pengalaman hidupnya di masa depan yang akan mendorong muculnya
perasaan mengada dan kebermaknaan.
g. Kontinuitas perkembangan
Menurut Maslow, kebutuhan yang ada di tingkat dasar
pemuasannya lebih mendesak dari pada kebutuhan yang ada di atasnya.
Susunan kebutuhan dasar yang bertingkat itu merupakan organisasi yang
mendasari manusia. Dengan melihat kebutuhan individu tersebut, kita bisa
melihat kualitas perkembangan kepribadian individu tersebut. Semakin
individu itu mampu memuaskan kebutuhannya yang tinggi, maka individu

53
itu akan semakin semakin mampu mencapai individualitas, matang dan
berjiwa sehat. Maslow mengingatkan bahwa dalam pemuasan kebutuhan
itu tidak selalu kebutuhan yang ada di bawah lebih penting atau
didahulukan dari kebutuhan yang ada diatasnya. Tetapi tentu saja hal
tersebut merupakan suatu kekecualian, karena secara umum kebutuhan
yang lebih rendah pemuasannya lebih mendesak dari pada kebutuhan
yang lebih tinggi.
h. Tekanan organismik
Maslow membagi motif-motif manusia kedalam dua kategori, yakni
motif kekurangan (deficite motive) dan motif pertumbuhan (growth motive).
Motif-motif kekurangan menyangkut kebutuhan fisiologis dan rasa aman..
sasaran utama dari motif kekurangan ini adalah mengatasi peningkatan
tegangan organismik yang dihasilkan oleh keadaan kekurangan. Motif-
motif kekurangan ini menjadi penentu yang mendesak bagi tingkah laku
individu. ia mengajukan lima kriteria atau ciri dari motIf kekurangan, yakni :
Ketiadaan pemuasnya membuat sakit, Adanya atau kehadiran pemuasnya
mencegah sakit, Perbaikan atau pengadaan pemuasnya meyembuhkan
sakit, Di bawah kondisi memilih, pemenuhan motif kekurangan akan
diutamakan dan Motif-motif kekurangan tidak begitu dominan pada orang
sehat. Berbeda dengan  motif kekurangan, motif pertumbuhan adalah
motif yang mendorong individu untuk mengungkapkan potensi-potensinya.
Arah dari motif pertumbuhan ini adalah memperkaya kehidupan dengan
memperbanyak belajar dan pengalaman dan karenanya  juga memberi
semangat hidup
i. Konsep diri
Menurut Maslow, dalam pencapaian aktualisasi diri, memerlukan
banyak syarat yang tidak mudah untuk dipenuhi. Maslow menyebutkan
syarat yang paling pertama dan utama bagi pencapaian aktualisasi diri
adalah terpuaskannya kebutuhan-kebutuhan dasar dengan baik. Tetapi di
lain pihak, Maslow juga menyebutkan bahwa  pengetahuan mengenai ciri
orang yang self-actualized  memiliki arti penting, yakni sebagai patokan

54
atau standar untuk mengukur kemajuan diri, sekaligus sebagai standar
untuk perbaikan diri dengan harapan bisa mencapai taraf hidup yang
ideal. Ciri-ciri orang yang self actualized yang dimaksud Maslow adalah :
Mengamati realitas secara efisien, Penerimaan atas diri sendiri, orang
lain, dan kodrat, Spontan, sederhana, dan wajar, Terpusat pada masalah,
Pemisahan diri dan kebutuhan privasi, Kemandirian dari kebudayaan dan
lingkungan, Kesegaran dan apresiasi, Pengalaman puncak atau
pengalaman mistik, Minat sosial, Hubungan antar-pribadi, Berkarakter
demokratis, Perbedaan antara cara dan tujuan, Rasa humor yang filosofis,
Kreativitas dan Penolakan enkulturasi.
j. Faktor-faktor keanggotaan kelompok
Berdasarkan teori kebutuhan Maslow disebutkan bahwa salah satu
kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan afeksi. Berdasarkan
kebutuhan ini, individu memutuskan untuk bergabung dalam kelompok
karena merasakan adanya motif kebutuhan akan afeksi yang hanya akan
mereka peroleh jika mereka bergabung dalam suatu kelompok.
k. Interdisipliner dengan Biologi
Maslow berpendapat bahwa kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
oleh individu adalah kebutuhan fisiologis agar semua kebutuhan lainnya
dapat segera terpenuhi agar dapat menjadi manusia yang dapat berfungsi
seutuhnya. Sedangkan ilmu biologi sendiri menyatakan bahwa manusia
sebagai mahluk hidup mempertahankan keberlangsungan hidupnya
dengan memenuhi kebutuhan yang sifatnya biologis dan fisiologis.
l. Interdisipliner dengan ilmu sosial
Menurut Maslow Psikologi harus lebih manusiawi, yaitu lebih
memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah kemanusiaan.
Psikologi harus mempelajari kedalaman sifat manusia, selain mempelajari
yang Nampak, juga mempelajari erilaku yang tidak nampak. Mempelajari
ketidaksadaran sekaligus mempelajari kesadaran. Introspeksi sebagai
suatu metoda penelitian yang telah disingkirikan, harus dikembalikan lagi
sebagai metode penelitian psikologi.

55
m. Tingkah laku abnormal
Psikologi humanistik memiliki anggapan bahwa manusia itu pada
dasarnya adalah baik. Kekuatan jahat atau merusak yang ada pada
manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk, bukan merupakan
bawaan. Maslow mengemukakan bahwa motif-motif pertumbuhan pada
manusia adalah nalurian dan inheran. Karena itu motif pertumbuhan harus
terpuaskan apabila kesehatan psikologis ingin terpelihara dan
perkembangan yang maksimal ingin dicapai.jika tidak terpuaskan, maka
individu tersebut akan sakit secara “psikologi”, “penyakit” tersebut oleh
Maslow disebut metapatologi.

10. Eksistensialisme
a. Faktor-faktor tak sadar
Menurut paham eksistensialisme, umwelt tidak diartikan sebagai
“dorongan-dorongan” semata melainkan dihubungkan dengan kesadaran-
diri manusia. Jadi perilaku manusia, muncul dengan kesadaran diri yang
penuh. Orang bertindak atas dasar pandangan terhadap realitasnya
sendiri yang subyektif. Jadi, eksistensialisme menafikan faktor-faktor tak
sadar yang mempengaruhi perilaku.
b. Reinforcement
Tidak ada istilah penguatan dalam konsep eksistensialisme.
c. Proses Belajar
Menurut Eksistensialisme, menjadi orang dan menjadi dunia selalu
berhubungan, keduanya merupakan mitra menjadi (co-becoming,
Strauss). Orang menyingkap kemungkinan-kemungkinan dari
eksistensinya melalui dunia, dan sebaliknya dunia tersingkap oleh orang
yang ada di dalamnya. Manakala bila yang satu tumbuh dan berkembang
maka yang juga harus tumbuh dan berkembang begitu pula sebaliknya
apabila yang satu terhambat maka yang juga terhambat. Bahwa
kehidupan berakhir dengan kematian sudah merupakan fakta yang
diketahui oleh setiap orang.

56
d. Struktur kepribadian
1) Ada-di-Dunia (Dasein)
Merupakan dasar fundamental dalam psikologi eksistensial.
Seluruh struktur eksistensi manusia didasarkan pada konsep ini. Ada-di-
dunia (Dasein) adalah keseluruhan eksistensi manusia, bukan merupakan
milik atau sifat seseorang. Sifat dasar dari Dasein adalah keterbukaannya
dalam menerima dan memberikan respon terhadap apa yang ada dalam
kehadirannya. Manusia tidak memiliki eksistensi terlepas dari dunia dan
dunia tidak memiliki eksistensi terlepas dari manusia. Dunia dimana
manusia memiliki eksistensi meliputi 3 wilayah, yaitu:
a. Umweit (dunia biologis, “lingkungan”)
Dunia objek disekitar kita, dunia natural. Yang termasuk dalam
umwelt diantaranya kebutuhan-kebutuhan biologis, dorongan-dorongan,
naluri-naluri, yakni dunia yang akan terus ada, tempat dimana kita harus
menyesuaikan diri. Akan tetapi umwelt tidak diartikan sebagai “dorongan-
dorongan” semata melainkan dihubungkan dengan kesadaran-diri
manusia.
b. Mitweit (“dunia bersama”)
Dunia perhubungan antar manusia dengan manusia yang lain.
Didalamnya terdapat perhubungan antar berupa interaksi manusiawi yang
mengandung makna. Dalam perhubungan tersebut terdapat perasaan-
perasaan seperti cinta dan benci yang tidak pernah bisa dipahami hanya
sebagai sesuatu yang bersifat biologis semata.
c. Eigenwelt (“dunia milik sendiri”)
Adalah kesadaran diri, perhubungan diri dan secara khas hadir
dalam diri manusia.
2) Ada-melampaui-Dunia (kemungkinan-kemungkinan dalam
manusia)
Analisis eksistensial mendekati eksistensi manusia dengan tidak
memakai pandangan lain selain bahwa manusia ada di dunia, memiliki
dunia, ingin melampaui dunia. Akan tetapi, Binswanger tidak mengartikan

57
ada-melampaui-dunia sebagai dunia lain melainkan mau mengungkapkan
begitu banyak kemungkinan yang dimiliki manusia untuk mengatasi dunia
yang disinggahinya dan memasuki dunia baru.
Istilah melampaui/mengatasi dunianya dikenal juga dengan
transendensi yang merupakan karakteristik khas dari eksistensi manusia
serta merupakan landasan bagi kebebasan manusia. Karena hanya
dengan mengaktualisasikan kemungkinan-kemungkinan tersebut ia dapat
menjalani kehidupan yang otentik, apabila ia menyangkal atau membatasi
kemungkinan-kemungkianan yang penuh dari eksistensinya atau
membiarkan dirinya dikuasai oleh orang-orang lain atau oleh
lingkungannya, maka manusia itu hidup dalam suatu eksistensi yang tidak
otentik. Manusia bebas memilih salah satu dari keduanya.
3) Dasar Eksistensi
Manusia dapat hidup dengan bebas, akan tetapi bukan berarti
tanpa adanya batas-batas. Salah satu batas adalah dasar eksistensi
kemana orang-orang “dilemparkan”. Kondisi “keterlemparan” ini, yakni
cara manusia menemukan dirinya dalam dunia yang menjadi dasarnya,
merupakan nasibnya. Manusia harus hidup sampai nasibnya berakhir
untuk mencapai kehidupan yang otentik. Keterlemparan juga diartikan
sebagai keadaan diperdaya oleh dunia, dengan akibat orang-orang
menjadi terasing dari dirinya sendiri.
4) Rancangan Dunia
Rancangan dunia adalah istilah Binswanger untuk menyebut pola
yang meliputi cara ada di dunia seorang individu. Rancangan dunia
seseorang menentukan cara bagaimana ia akan bereaksi terhadap
situasi-situasi khusus serta ciri sifat dan simpton macam mana yang akan
dikembangkannya.batas-batas dari rancangan tersebut mungkin sempit,
dan mengerut atau mungkin lebar dan meluas.
Binswanger mengamati bahwa jika rancangan dunia dikuasai oleh
sejumlah kecil kategori, maka ancamannya akan lebih cepat dialami

58
dibandingkan bila rancangan dunia terdiri dari bermacam-macam kategori.
Pada umumnya, orang memiliki lebih dari satu rancangan dunia.
5) Cara-cara Ada Dunia
Ada banyak cara yang berbeda untuk ada di dunia, setiap cara
merupakan Dasein memahami, menginterpretasikan, dan mengungkap
dirinya. Diantaranya, cara jamak (dengan menjalin hubungan-hubungan
formal, kompetisi, dan perjuangan), cara tunggal (untuk dirinya sendiri),
dan cara anonimitas (tenggelam di tengah orang banyak). Biasanya orang
tidak hanya memiliki satu cara eksistensi, tetapi banyak.
6) Eksistensial
Boss tidak berbicara tentang cara-cara ada di dunia dengan arti
sama seperti yang dikemukakan oleh Binswanger. Boss lebih
membicarakan mengenai sifat-sifat yang melekat pada eksistensi
manusia, selain itu hal lain yang dibicarakan oleh Boss adalah spasialitas
eksistensi (keterbukaan dan kejelasan merupakan spasialitas (tdk
diartikan dalam jarak) yang sejati dalam dunia manusia), temporalitas
eksistensi (waktu (bkn jam) yang digunakan/dihabiskan manusia
untuk….), badan (ruang lingkup badaniah dalam pemenuhan eksistensi
manusia), eksistensi dalam manusia milik bersama (manusia selalu
berkoeksistensi atau tinggal bersama orang lain dalam dunia yang sama),
dan suasana hati atau penyesuaian (apa yang diamati dan direspon
seseorang tergantung pada suasana hati saat itu).
e. Hereditas
Menurut Eksistensialisme, Setiap orang memiliki latar belakang
keturunannya sendiri dan memperoleh pengalaman-pengalaman unik.
f. Pengalaman perkembangan awal
Manusia eksistensial lebih sekedar manusia alam (suatu
organisme/alam, objek) seperti pandangan behaviorisme, akan tetapi
manusia sebagai “subjek” serta manusia dipandang sebagai satu
kesatuan yang menyeluruh, yakni sebagai kesatuan individu dan
dunianya. Manusia tidak dapat dipisahkan sebagai manusia individu yang

59
hidup sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dengan lingkungan dan
habitatnya secara keseluruhan. Manusia (individu) tidak mempunyai
eksistensi yang dipisahkan dari dunianya dan dunia tidak mungkin ada
tanpa ada individu yang memaknakannya. Individu dan dunia saling
menciptakan atau mengkonstitusikan (co-constitute). Dikatakan saling
menciptakan (co-constitutionality), karena musia dengan dunianya
memang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Tidak ada dunia
tanpa ada individu, dan tidak ada individu tanpa ada dunia. Individu selalu
kontekstual, oleh karena sebab itu tidak mungkin bisa memahami manusia
tanpa memahami dunia tempat eksistensi manusia, melalui dunianyalah
maka makna eksistensi tampak bagi dirinya dan orang lain. Sebaliknya
individu memberi makna pada dunianya, tanpa diberi makna oleh individu
maka dunia tidak ada sebagai dunia.
g. Kontinuitas perkembangan
May satu-satunya psikolog eksistensial yang membicarakan “tahap-
tahap perkembangan” yang bukan dalam pengertian Freudian. Tahap-
tahap tersebut adalah: 1) Tahap Kepolosan, Tahap pra-ego, tahap pra
kesadaran diri yang ada pada diri bayi. Kepolosan adalah tahap pra-
moral, artinya tidak bisa dianggap baik maupun jelek; 2) Tahap
Pemberontakan, Tahap di mana ego atau kesadaran diri anak-anak dan
remaja mengalami perkembangan ke arah perlawanan terhadap orang
dewasa. Perkembangan dari sikap “tidak” anak-anak menjadi sikap “sekali
tidak, tetap tidak” para remaja; 3) Tahap Awam, Tahap ego orang dewasa
yang normal. Ego ini bersifat konvensional dan sedikit membosankan.
Mereka telah nelajar tanggung jawab, tapi merasakannya sebagai beban
yang terlalu berat sehingga berusaha berontak dari kekangan nilai-nilai
konformitas dan tradisional; dan 4) Tahap Kreatif, Tahap kedewasaan
otentik, tahap eksistensial yang telah melampaui keegoan dan berusaha
mencari aktualisasi diri. Pribadi seperti ini adalah orang-orang yang
menerima nasib, menghadapierani kecemasan dengan sikap. Konsep
eksistensial perkembangan yang paling penting adalah konsep tentang

60
menjadi. Eksistensi tidak pernah statis, tetapi selalu berada dalam proses
menjadi sesuatu yang baru, mengatasi diri sendiri. Tujuannya adalah
untuk menjadi manusia sepenuhnya, yakni memenuhi semua
kemungkinan Dasein.
h. Tekanan organismik
Rancangan dunia seseorang menentukan cara bagaimana ia akan
bereaksi terhadap situasi-situasi khusus serta ciri sifat dan simpton
macam mana yang akan dikembangkannya.batas-batas dari rancangan
tersebut mungkin sempit, dan mengerut atau mungkin lebar dan meluas.
Binswanger mengamati bahwa jika rancangan dunia dikuasai oleh
sejumlah kecil kategori, maka ancamannya akan lebih cepat dialami
dibandingkan bila rancangan dunia terdiri dari bermacam-macam kategori.
Pada umumnya, orang memiliki lebih dari satu rancangan dunia.
i. Konsep diri
Konsep dasar filsafat eksistensialistik sebagai kelompok ketiga
menurut Blocher adalah kerinduan manusia untuk mencari sesuatu yang
penting, sesuatu yang bermakna dalam dirinya. Sesuatu yang paling
bermakna di dalam diri seseorang adalah eksistensi dirinya. Perhatian
yang lebih besar terhadap pribadi, terhadap manusia daripada terhadap
system yang formal. Konsep identitas menjadi sesuatu yang perlu
diperhatikan dalam kehidupan manusia. Mengenai ini, Beck (1963)
menyusun beberapa paham dasar sebagai konsep dasar falsafahnya
yang diambil sebagian besar dari filsafat eksistensialisme, sebagai
berikut: 1) Setiap pribadi bertanggungjawab terhadap perbuatan-
perbuatannnya sendiri; 2) Orang harus menganggap orang lain sebagai
obyek dari nilai-nilai sebagai bagian dari perhatiannya 3) Manusia berada
dalam dunia realitas; 4) Kehidupan yang bermakna harus terhindar
sejauh mungkin dari ancaman, baik fisik maupun psikis; 5) Setiap orang
memiliki latar belakang keturunannya sendiri dan memperoleh
pengalaman-pengalaman unik; 6) Orang bertindak atas dasar pandangan
terhadap realitasnya sendiri yang subyektif, tidak karena realitas yang

61
obyektif di luar dirinya; 7) Manusia tidak bisa digolongkan sebagai baik
atau jahat dari asalnya (by nature) dan 8) Manusia berreaksi sebagai
kesatuan organisasi terhadap setiap situasi (Gunarsa, 1996:9-13).
j. Faktor-faktor keanggotaan kelompok
Eksistensi adalah salah satu motivasi anggota yang ada dalam
kelompok. Untuk menjaga keberlangsungan eksistensinya, maka anggota
melakukan cara-cara tertentu dalam kelompoknya.
k. Interdisipliner dengan Biologi
Dalam pandangan eksistensialisme, Umweit (dunia biologis,
“lingkungan”) merupakan dunia objek disekitar kita, dunia natural. Yang
termasuk dalam umwelt diantaranya kebutuhan-kebutuhan biologis,
dorongan-dorongan, naluri-naluri, yakni dunia yang akan terus ada,
tempat dimana kita harus menyesuaikan diri. Akan tetapi umwelt tidak
diartikan sebagai “dorongan-dorongan” semata melainkan dihubungkan
dengan kesadaran-diri manusia.
l. Interdisipliner dengan ilmu sosial
Dalam pandangan eksistensialisme, Mitweit (“dunia bersama”).
Dunia perhubungan antar manusia dengan manusia yang lain.
Didalamnya terdapat perhubungan antar berupa interaksi manusiawi yang
mengandung makna. Dalam perhubungan tersebut terdapat perasaan-
perasaan seperti cinta dan benci yang tidak pernah bisa dipahami hanya
sebagai sesuatu yang bersifat biologis semata.
m. Tingkah laku abnormal
  Ketidak-Eksistensian secara Autentik. Binswanger dan Boss
mendasarkan teori mereka pada eksistensi manusia. Sehingga mereka
mengangganggap psikopatologis disebabkan oleh segala hal yang
menghambat manusia untuk mencapai eksistensinya secara autentik.
Mereka menjelaskan  mengenai keberadaan manusia ada-di-
dunia (dassain),  Dasain berarti “ada” (sein) “di sana” (da), maksudnya
adalah keterbukaan dunia yang menerangi dan memahami – suatu
keadaan ada di dunia di mana seluruh eksistensi individu yang ada dan

62
harus ada dapat muncul dan menjadi hadir dan hadir (Hall & Lindzey,
2003). Eksistensi yang diharapkan oleh mereka tidak sekedar keberadaan
kita di dunia, tetapi secara autentik kita ada sebagaimana mestinya kita
ada, selain itu tidak adanya keterbatasan serta kehampaan yang
dirasakan berdasarkan 3 wilayah yang Binswenger jelaskan melalui
contoh kasus seorang kliennya yang melakukan percobaan bunuh diri,
bernama Ellen West.
Kekurangan arti dalam kehidupan, bagi Frankl, merupakan suatu
neurosis; dia menyebut kondisi ini noὃgenic neurosis. Inilah suatu kondisi
yang bercirikan tanpa arti, tanpa maksud, tanpa tujuan, dan hampa. Frankl
menulis tentang kawan-kawan setahanannya, “Celakalah dia yang tidak
lagi melihat arti dalam kehidupannya, tidak lagi melihat tujuan, tidak lagi
melihat maksud, dan karena itu tidak ada sesuatu yang dibawa serta. Dia
segera kehilangan”. Karena tidak merasa kehidupan yang penuh dan
gairah, maka orang semacam ini berada dalam kekosongan eksistensial
(existensial vacuum), suatu kondisi yang menurut keyakinan Frankl
adalah lumrah dalam zaman kita yang modern (Schultz, 2010). Neurosis
noogenik tidak muncul dari arahan konflik antara id-ego-super ego, konflik
instingtif, trauma psikis, dan berbagai kompleks psikis lainnya, akan tetapi
muncul dari problematika spiritual. Neorosis noogenik tidak mengakar
pada dimensi psikis manusia, melainkan bersumber pada dimensi
spiritual, dengan demikian neorosis ini tidak bersifat psikogen, tetapi
spiritual/noogenik. Frustrasi eksistensial dan kehampaan eksistensial yang
menyebabkan terjadinya neurosis jenis ini.
Frustrasi eksistensial sering ditemukan dalam gejala neurosis yang
mana pada gejala ini logoterapi menandainya dengan istilah ”neurosis
noogenik” yang berbeda dengan “ neurosis psikogenik”. Istilah ini merujuk
pada sesuatu yang berkaitan dengan sisi spiritual manusia, yang tidak
memiliki konotasi utama pada agama, namun kembali secara khusus
pada eksistensi manusia. Frustrasi eksistensial muncul ketika dorongan
untuk hidup bermakna mengalami hambatan. Gejala-gejala dalam

63
frustrasi ekstensial tidak terwujud secara nyata, karena pada umumnya
bersifat laten dan terslubung (masked). Perilaku yang manandai frustasi
eksistensial biasanya terungkap dalam berbagai usaha untuk memperoleh
kompensasi besar melalui penyaluran hasrat untuk berkuasa (the will to
power) atau bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasure).
Pandangan Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat
eksistensial dan fenomenologi. Pandangan ini menekankan konsep-
konsep seperti perluasan kesadaran penerimaan tanggung jawab pribadi,
kesatuan pribadi dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran.
Bagi Perls, tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Karena masa lampau
telah pergi dan masa depan belum datang, maka saat sekaranglah yang
penting (Amarfaruq,2011). Menurut perls, jika individu-individu
menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa
depan, maka mereka menglami kecemasan. Dalam memikirkan masa
depan, maka mereka boleh jadi mengalami” tahap yang menakutkan”,
yakni mereka dirasuki oleh “pengharapan-pengharapan katastrofik atas
berbagai hal buruk yang akan terjadi atau oleh pengharapan-pengharapan
katastrofik atas berbagai hal buruk yang akan terjadi atau oleh
pengharapan-pengaharapan anstrofil mengenai berbagai hal yang
menakjubkan yang akan timbul”.
Mereka berusaha menutup kesenjangan antara saat sekarang dan
hari kemudian dengan resolusi- resolusi , rencana-rencana, dan visi-visi
alih-alih hidup pada saat sekarang. Selain itu, menurut perls, orang-
orangyang mersa terpaku itu disebabkan mereka menyimpang
pengharapan-pengharapan katastrofik. Mereka membayangkan bahwa
sesuatu yang mengerikan akan timbul. Fantasi-fantasi katastrofik
menghambat mereka menjalani hidup secara penuh dan akibat ketakutan-
ketakutan yang tidak masuk akal, mereka menolak mengambil resiko yang
diperlukan untuk menjadi lebih matang. Hal tersebut yang menjadikan
seseorang dikatakan mengalami gangguan neurosis yaitu orang yang
masih terpaku dengan masa lampau dan seseorang yang terpaku pada

64
masa depan yang belum terjadi. Seseorang terpaku dengan masa lampau
tidak menyeleseikan urusan yang ada pada masa lalunya. Urusan yang
tidak selesai menganggu indivisu dan mengejawantahkan dirinya dalam
tingkah laku sekarang.
Perasaan-persaaan yang tak diketahui dulu menghasilkan sisa-sisa
emosi yang tak perlu, yang mengcaukan kesadaran yang terpusat pada
saat sekarang. Menurut perls, rasa sesal atau dendam paling sering
menjadi sumber dan menjadi bentuk urusan tak selesai yang paling buruk.
Dalam pandngan perls, rasa sesal menjadikan individu terpaku, yakni dia
tidak bisa mendekati atau terlibat dalam komunikasi yang otentik sampai
dia mengungkapkan rasa sesalnya itu. Rasa sesal yang tidak terungkap
itu acap kali berubah menjadi suatu perasaan berdosa (Corey,2003).
Manusia pada dasarnya baik dan efektif, namun ketika manusia tersebut
kehilangan kesadaran atas kebutuhan dan hasratnya mereka akan
menglami pnyimpangan dalam kehidupan atau dengan kata lain akan
menglami gangguan neurosis (Davidson, 2004).

11. Psikologi Timur


a. Faktor-faktor tak sadar
Dalam psikologi transpersonal, sebagaimana pendekatan
psikologis lainnya, pemisahan terhadap self dipandang sebagai suatu
hasil dari sejarah pribadi dan dicirikan oleh suatu kemandirian dan
pemisahan dari hal-hal yang mengelilinginya. Pendekatan transpersonal
berbeda dengan pendekatan-pendekatan yang lain, yang pada umumnya
hanya menjelaskan keadaan-keadaan transedensi diri yang sempit.
Transedensi diri self (transedence) dalam psikologi transpersonal
mengacu pada keadaan kesadaran (states of consciousness) dimana self
berkembang melewati batas-batas wajar, identifikasi-identifikasi, dan citra
diri dari kepribadian individu serta merefleksikan suatu koneksi
fundamental, harmoni, atau kesatuan dengan orang lain dan dunia (Walsh
dan Vaughan, 1993 dalam Prabowo, 2007). Ketidakpercayaan pada
kemampuan intelektual dan pengetahuan indrawi menjadi topik yang

65
dominan, sebagai pencarian atas pengendalian diri, kesatuan, dan
pengetahuan universal. Proses pencapaian tujuan ini melibatkan
penumpahan segala ilmu, partisipasi, bahkan kesadaran partikular yang
hanya berlangsung sebentar saja. Dugaan untuk mewujudkan tujuan
tersebut disebut Atman yang menggambarkan jiwa dari segala jiwa.
Atman juga sebagai karakter yang tak berbentuk, sangat tersembunyi,
sebuah definisi teraplikasi pada intisari individual, sehingga dikatakan kita
bukanlah mind, body atau keduanya tetapi kita impersonal, netral dan
menyerap realitas.
Tart mengemukakan bahwa bidang pengalaman rohani
berhubungan dengan bidang keadaan di luar kesadaran. Sejauh psikologi-
psikologi timur membantu kita mempredikskan atau mengontrol keadaan-
keadaan diluar kesadaran itu maka, psikologi-psikologi itu sendiri
merupakan ilmu pengetahuan tentang keadaan khusus, yakni teori-teori
yang berasal dari dan berlaku untuk kaadaan-keadaan khusus kesadaran.
Tujuan Tart mensurvei psikologi-psikologi Transpersonal timur bukanlah
menyajikannya agar di ambil alih mentah-mentah oleh psikologi barat,
melainkan mempertimbangkannya sebagai penuntun bagi usaha-usaha
mereka di Barat. Tart memimpikan “berkembangnya suatu tradisi ilmiah
dengan samudra potensi manusia yang begitu luas dan tak kunjung
terpetakan (menjadi Ilmu) yang dapat disebut potensi-potensi rohani
manusia”.
b. Reinforcement
Psikologi Timur menafikan kosep reinforcement dalam
pembentukan perilaku, sebagai gantinya perilaku diarahkan dengan
keyakinan akan hal yang sifatnya religious.
c. Proses Belajar
Psikologi Abhidhamma pada hakikatnya bersifat fenomenologis,
yakni suatu teori deskriptif tentang keadaan-keadaan internal. Hanya
orang-orang yang telah menghayati latihan yang dipersyaratkan dan
pengalaman sesudahnya akan benar-benar dapat menguji teori

66
tersebut. Abhidhamma, ketika membahas keadaan-keadaan di luar
kesadaran dalam meditasi, juga merupakan ”ilmu tentang keadaan-
khusus” menurut definisi yang dikemukakan Tart (1972): pokok
pengetahuan yang diperoleh lewat analisis, eksperimen, dan komunikasi
dengan suatu keadaan khusus dalam hal ini, keadaan bermeditasi.
Bahaya utama dari teori-teori fenomenologis dan ilmu-ilmu pengetahuan
tentang keadaan khusus adalah penipuan diri sendiri. Seseorang mungkin
merasa yakin bahwa pengalamannya begini atau begitu, sedangkan
sesungguhnya lain; sepanjang tidak ada bukti lain untuk mengoreksi
orang tersebut, maka kesalahannya akan terus dipertahankan.
d. Struktur kepribadian
Struktur kepribadian dan jiwa manusia timur digambarkan sebagai
lingkaran-lingkaran yang konsentris. Tiap lingkaran menggambarkan jiwa
manusia dengan berbagai macam isinya yakni: persepsi, tanggapan,
pengetahuan, ingatan, sampai pada keinginan-keinginan dan nafsu-nafsu
manusia. Francis L. K. Hsu,telah mengembangkan suatu kobsepsi bahwa dalam
jiwa manusia sebagai makhluk sosial budaya, mengandung delapan daerah
lingkaran konsentris sekitar diri pribadi, yaitu:
Nomor 7 dan 6, disebut daerah tak sadar dan sub dasar, yang berada di daerah
pedalaman dari alam jiwa individu dan terdiri dari bahan pilihan dan gagasan
yang terdesak ke dalam, sehingga tidak disadari oleh individu dan terlupakan.
Nomor 5, disebut kesadaran yang tidak dinyatakan, pikiran-pikiran dan gagasan
yang disadari oleh individu tetapi disimpan dan didalam jiwanya sendiri dan tidak
dinyatakan kepada siapapun (karena malu, takut salah, sungkan, tidak
menemukan kata-kata yang tepat).
Nomor 4, disebut kesadaran yang dinyatakan secara terbuka (pikiran dan
gagasan maupun perasaan-perasaan).
Nomor 3, disebut lingkaran hubungan karib, mengandung konsepsi
tentang orang-orang, binatang-binatang atau benda-benda yang diajak
gaul secara mesra dan karib.
Nomor 2, disebut hubungan berguna, fungsi kegunaan (pedagang dan
pembeli).

67
Nomor 1, disebut lingkaran hubungan jauh, terdiri dari pikiran-oikiran dan
sikap dalam jiwa manusia, tetapi jarang mempunyai arti dalam kehidupan
sehari-hari.
Nomor 0, disebut lingkungan dunia luar, terdiri dari pikiran-pikiran dan
anggapan tentang orang-orang di luar masyarakat dan negara Indonesia.
e. Hereditas
Menurut psikologi timur, faktor hereditas tidak selalu
mempengaruhi pembentukan kepribadian , alih-alih membentuk perilaku
individu. Dalam teori abhidhamma kepribadian manusia sama seperti
sunga yang memiliki bentuk yang tetap, seolah-olah satu identitas,
walaupun tidak setetes air pun tidak berubah, seperi pada momen
sebelumnya. Dalam teori ini, “ tidak ada aktor terlepas dari aksi, tidak ada
orang yang mengamati terlepas dari persepsi, tidak ada subjek sadar di
balik kesadaran. Minat modern psikologi timur mungkin karena sebagian
disebabkan oleh meningkatnya frekuensi pengalaman di luar kesadaran
yang tidak bisa ditangani psikologi barat. Psikologi timur memiliki teori –
kepribadian yang cukup jelas. Oleh karena itu. psikologi timur bertujuan
untuk mengubah kesadaran seseorang agar mampu melampaui batas
yang di ciptakan oleh kebiasaan yang membentuk kepribadian orang itu
f. Pengalaman perkembangan awal
Sebagaimana terdapat banyak teori kepribadian di lingkungan
peradaban Barat, begitu pula terdapat banyak psikologi Timur. Kendati
terdapat perbedaan besat dalam hal kepercayaan dan pandangan tentang
dunia di antara agama-agama yang mengandung psikologi Timur, namun
psikologi itu sendiri tidak terlalu berbeda. Salah satu persamaannya
adalah dalam hal penggunaan metode fenomenologis : semuanya
berusaha menggambarkan kodrat pengalaman langsung sang pribadi.
Beberapa di antara sistem-sistem ini berkisar pada teknik-teknik meditasi
yang memungkinkan orang semata-mata meneliti arus kesadarannya
sendiri, dengan memberinya sejenis jendela yang netral atas aliran
pengalamannya. Selanjutnya, semua psikologi ini mengeluhkan tentang

68
manusia sebagaimana adanya, dan mempostulasikan suatu cara berada
ideal yang dapat dicapai oleh orang yang tekun mencarinya. Jalan untuk
transformasi ini selalu melalui suatu perubahan yang menyeluruh dalam
kepribadian seseorang, sehingga kualitas-kualitas ideal ini dapat menjadi
sifat-sifat yang tepat. Akhirnya, semua psikologi Timur mengakui bahwa
jalan utama ke arah transformasi diri ini adalah meditasi.
g. Kontinuitas perkembangan
Robert Ornstein dalam penelitiannya menyatakan bahwa minat
terhadap psikologi timur adalah tentang perbedaan perkembangan fungsi
berbeda dari belahan otak manusia, ia juga mencatat bahwa kebudayaan
di barat lebih menyukai cara pengetahuan belahan otak bagian kiri yang
nantinya akan merugikan perkembangan belahan bagian kanan.
h. Tekanan organismik
Psikologi timur tidak membahas mengenai tekanan organismik.
i. Konsep diri
 Menurut Abhidhamma dalam ajaran Buddhisme, pikiran
merupakan titik tolak, titik pusat dan juga merupakan pemikiran yang
dibebaskan dan dimurnikan oleh seorang Santo, suatu titik kulminasi.
Dalam Abhidhamma, kata ”kepribadian” serupa dengan konsep atta, atau
diri (self) menurut konsep Barat. Tetapi menurut asumsi dasar
Abhidhamma tidak ada diri yang bersifat kekal atau abadi, yang ada
hanyalah sekumpulan proses impersonal yang timbul dan menghilang.
Dalam hal ini, apa yang kelihatan sebagai ”diri” tidak lain adalah bagian
jumlah keseluruhan dari bagian-bagian tubuh, yakni pikiran,
penginderaan, hawa nafsu, dan sebagainya. Yang menjadi fokus studi
psikologi Abbidhamma adalah serangkaian peristiwa, yakni hubungan
yang terus menerus antara keadaan-keadaan jiwa dan objek-objek indera,
misalnya perasaan birahi (keadaan jiwa) pada seorang wanita cantik
(objek indera). Keadaan-keadaan jiwa itu selalu berubah dari momen ke
momen, dan perubahan itu ternyata sangat cepat. Selain itu, yang menjadi
objek psikologi Abhidhamma adalah: Penginderaan dari panca indera,

69
Pikiran-pikiran yang dianggap sebagai indera keenam dan Setiap keadaan
jiwa terdiri atas sekumpulan sifat-sifat jiwa, yang disebut faktor-faktor jiwa.
Sifat-sifat jiwa ini misalnya cinta, benci, adil, bengis, sosial, dan
sebagainya.
j. Faktor-faktor keanggotaan kelompok
Menurut psikologi timur, pergaulan karib dalam kelompok biasanya
bisa digunakan sebagai tempat berlindung, tempat untuk mencurshksn isi
hati, tempat untuk melepaskan tekanan batin, ataupun kesulitasn-
kesulitan hidup yang dihadapi.
k. Interdisipliner dengan Biologi
Ilmuwan-ilmuwan Hindu mengembangkan sistem kompleks dalam
bidang matematika. Ilmuwan yang terbesar adalah Aryabhata (ca.500)
yang menggunakan sistem desimal dalam argumennya mengenai revolusi
bumi pada porosnya. Studi fisikanya didasari oleh teori filsafat yang
menekankan pada dasar kehidupan tergantung pada atom yang
berinteraksi dalam cara yang berbeda dalam menghasilkan objek dan
kejadian lingkungan yang bervariasi.Ilmu kimianya mempelopori industri
yang berkembang pesat, seperti pembuatan kaca, pencelupan kain dan
penyamakan. Dunia medisnya menghasilkan proyek besar dalam anatomi
dan fisiologi, antara lain mengenai sistem otot manusia. Kedokteran India
pada awalnya memandang penyakit sebagai kesalahan
sistem/terganggunya salah satu dari empat humors (udara, air, lendir dan
darah), sehingga tumbuh-tumbuhan (herbs) digunakan sebagai obatnya.
Tujuan pengetahuan bukan untuk mengetahui dan memprediksi aktivitas
manusia dalam lingkungan, tetapi lebih untuk membebaskan diri dari
particular dan material. Filsafat yang mendasari psikologi di India
terekspresikan dalam enam sistem, yaitu :
1. The Nyaya System (argumen/alasan), metode investigasi dan berpikir
di India, tujuan utamanya mencapai Nirvana, menggunakan silogisme
bahwa ilmu dapat membimbing individu untuk membebaskan diri.

70
2. The Vaisheshika System, menyatakan bahwa kenyataan merupakan
komposisi dari atom dan kehampaan.
3. The Sankhya System, sistem tertua yang mengidentifikasikan 25
realitas yang menyokong dunia.Tubuh diskemakan secara terperinci
sebagai substansi yang mengandung intelektualitas, kemampuan
indrawi, mind, organ perasaan dan tindakan. Jiwa (spirit) digambarkan
sebagai seorang manusia, prinsip fisik yang memberi substansi
sebuah kehidupan, bersifat universal dan plural, bukan individual.
4. The Yoga System, membebaskan tubuh manusia dari hasrat/nafsu
badaniah dan pengetahuan indrawi melalui kekuatan supernatural
dengan jalan meditasi.
5. The Purva-Mumansa System, menggunakan mind untuk mensari
kebenaran.
6. The Vendanta System, merupakan perluasan kitab Veda yang
menyatakan prisnsip pertamanya bahwa Tuhan dan jiwa (soul) adalah
suatu kesatuan, merngaplikasikan ajarannya pada pencarian insight,
keterbukaan, disiplin diri dan keinginan untuk menemukan kesatuan
dan kebahagiaan dalam Tuhan.
l. Interdisipliner dengan ilmu sosial
Pendekatan kepribadian timur adalah pendekatan sosiokultural
karena manusia adalah mahluk sosial budaya. Sama halnya dengan ilmu
sosial lainnya, Psikologi timur lebih membahas dan menguasai tentang
agama dan budaya. Kebanyakan agama besar ini terutama di asia
berintikan psikologi yang kurang diketahui oleh para penganutnya
kepercayaan ini. Tetapi sangat dikenal oleh para professional masing
-masing seperti yogi, rahib, dan pendeta. Ini adalah psikologi praktis yang
di praktikkan oleh para praktisi yang paling setia untuk melatih budi dan
hati.
m. Tingkah laku abnormal
Alan Watts dalam ”Psychotherapy East and West” (1961) mengakui
bahwa apa yang disebutnya “cara-cara pembebasan Timur” adalah mirip

71
dengan psikoterapi Barat, yakni bahwa keduanya bertujuan mengubah
perasaan-perasaan orang terhadap dirinya sendiri serta hubungannya
dengan orang-orang lain dan dunia alam. Sebagian besar terpai-terapi
Barat menangani orang-orang yang mengalami gangguan; sedangkan
disiplin-disiplin Timur menangani orang-orang yang normal dan memilih
penyesuaian sosial yang baik. Meskipun demikian, Watts melihat bahwa
tujuan dari cara-cara pembebasan itu cocok dengan tujuan terapeutik
sejumlah teoritikus, khususnya individuasi dari Jung, aktualisasi diri dari
Maslow, otonomi fungsional dari Allport, dan diri yang kreatif dari Adler.
Faktor-faktor Jiwa Tidak Sehat
a. Beberapa contoh faktor tidak sehat pada jiwa dari kelompok kognitif:
· Moha : delusi, bersifat perseptual dan sentral, yakni kegelapan jiwa, penyebab
persepsi yang salah tentang objek kesadaran.
· Aditthi : pandangan salah, pemahaman tidak tepat karena pengaruh delusi.
Karena pandangan atau pemahaman yang salah inilah, maka semua yang
tertuju menjadi tidak menyenangkan. Misalnya, pandangan ”diri” sebgai yang
tetap (model Barat), secara Timur hal-hal tersebut adalh aditthi.
· Vicikiccha : kebingungan, mencerminkan ketidakmampuan untuk menentukan
atau membuat suatu keputusan yang tepat.
· Ahirika : sikap tidak tahu malu
· Anottapa : tanpa belas kasihan, bengis, kejam, sadis
· Mana : egoisme, egoistis, mementingkan diri sendiri
b. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok afektif, adalah:
· Uddhacca : keresahan, rasa tidak tentram
· Kukkucca : kekhawatiran, yakni keadaan bingung, linglung, penyesalan. Yang
berhubungan dengan ketergantungan:
· Lobha : tamak, rakus, serakah
· Macchariya: kekikiran, pelit
· Issa : iri hati, yang menyebabkan keterikatan pada objek
· Dosa : kemuakan, merupakan sisi negatifnya dan selalu berhubungan dengan
delusi
· Thina : kontraksi, pengerutan, kejang-kejang, gemetar
· Middha : Kebekuan, sikap dingin

72
Faktor-faktor diatas tersebut menyebabkan keadaan jiwa menjadi kaku
dan tidak fleksibel. Apabila faktor-faktor negatif ini menonjol, maka jiwa dan tubuh
seseorang cenderung menjadi lamban.

REFERENSI

Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang. hal 402.

Feist, Jess. J.Feist, Gregory. (2008). Theories of Personality. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Fudyartanto, (2003). Psikologi Kepribadian timur. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Hergenhahn dan Matthew H. Olson. (2008). Theories Of Learning (Teori


Belajar). Jakarta: Kencana.

Howards ,fridman. (2008). Personality. Jakarta: Erlangga. Hal 232.

Lawrence A. Pervin, dkk. 2010. Psikologi Kepribadian: Teori Dan


Penelitian. Jakarta: Kencana.

Syamsu, Juntika. (2008). Teori Kepribadian. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya. hal 124.

73

Anda mungkin juga menyukai