Disusun guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan
Disusun Oleh :
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan limpahan rahmatnyalah maka saya bisa menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat
waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "Membangun Citra
Bangsa Indonesia", yang menurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk
mempelajari empat pilar ini.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang
tepat atau menyinggu perasaan pembaca. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini
dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Wacana gagasan strategis mengenai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara,
yaitu : NKRI, Pancasila, UUD’45, dan Bhineka Tunggal Ika di tengah hiruk pikuk reformasi
Indonesia yang mengapung dan kehilangan arah, merupakan sebuah penemuan kembali
(reinventing) jati diri ke-Indonesiaan kita. Karena gagasan itulah orang kemudian terkejut
dan mulai menyadari bahwa reformasi bangsa Indonesia selama ini ternyata berjalan di atas
rel yang salah, atau mengapung tak tentu arah. Reformasi yang sedang berjalan nyatanya
keluar dari jalur yang pernah ditetapkan oleh para pendiri bangsa Indonesia dan tak menentu
ujung akhirnya. Gagasan mengenai Empat Pilar bangsa ini, karenanya, menjadi semacam
peringatan keras agar bangsa Indonesia menempatkan kembali arah reformasinya ke atas
jalur sejarah, sebagaimana diletakkan oleh para pendiri bangsa, dan diteguhkan kembali oleh
konsensus nasional oleh generasi-generasi sesudahnya. Dengan kata lain, gagasan mengenai
Empat Pilar Bangsa merupakan titik strategis di mana reformasi Bangsa Indonesia harus
ditempatkan kembali di dalam jalur sejarah, sesuai dengan apa yang sudah diletakkan dasar-
dasarnya oleh para pendiri bangsa Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara? Terdiri dari apa
saja?
2. Mengapa ada Bhineka tunggal ika dalam 4 pilar tersebut?
3. Apakah 4 pilar ini perlu untuk anak didik?
4. Bagaimana implementasi empat pilar kebangsaan melalui strategi pengembangan
kebudayaan nasional?
C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memberikan wawasan dan sedikit ilmu
pengetahuan agar kiranya pembaca lebih mendalami empat pilar kebangsaan dan bernegara.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum lebih lanjut mebahas empat pilar tersebut, ada baiknya bila kita merenung
sejenak bahwa di atas empat pilar tersebut terdapat pilar utama yakni Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Tanpa adanya pilar utama
tersebut tidak akan timbul adanya empat pilar dimaksud. Antara proklamasi kemerdekaan,
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dilukiskan secara indah dan nyata dalam lambang
negara Garuda Pancasila.
Sejak tahun 1951, bangsa Indonesia, dengan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951,
menetapkan lambang negara bagi negara-bangsa yang diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945. Ketetapan tersebut dikukuhkan dengan perubahan UUD 1945 pasal 36A yang
menyebutkan: ”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika.” Lambang negara Garuda Pancasila mengandung konsep yang sangat esensial
dan merupakan pendukung serta mengikat pilar-pilar dimaksud.
Burung Garuda yang memiliki 17 bulu pada sayapnya, delapan bulu pada ekornya, 45
bulu pada leher dan 19 bulu pada badan di bawah perisai, menggambarkan tanggal berdirinya
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perisai yang digantungkan di dada Garuda
menggambarkan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa dan pandangan
hidup bangsa Indonesia. Sementara itu Garuda mencengkeram pita yang bertuliskan
”Bhinneka Tunggal ika,” menggambarkan keanekaragaman komponen bangsa yang harus
dihormati, didudukkan dengan pantas dan dikelola dengan baik. Dengan demikian terjadilah
suatu kesatuan dalam pemahaman dan mendudukkan pilar-pilar tersebut dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
B. PANCASILA
Demikian pula halnya dengan pilar atau tiang penyangga suatu negara-bangsa, harus
sesuai dengan kondisi negara-bangsa yang disangganya. Kita menyadari bahwa negara-
bangsa Indonesia adalah negara yang besar, wilayahnya cukup luas seluas daratan Eropah
yang terdiri atas berpuluh negara, membentang dari barat ke timur dari Sabang sampai
Merauke, dari utara ke selatan dari pulau Miangas sampai pulau Rote, meliputi ribuan
kilometer. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17 000
pulau lebih, terdiri atas berbagai suku bangsa yang memiliki beraneka adat dan budaya, serta
memeluk berbagai agama dan keyakinan, maka belief system yang dijadikan pilar harus
sesuai dengan kondisi negara bangsa tersebut.
Pancasila dinilai memenuhi syarat sebagai pilar bagi negara-bangsa Indonesia yang
pluralistik dan cukup luas dan besar ini. Pancasila mampu mengakomodasi keanekaragaman
yang terdapat dalam kehidupan negara-bangsa Indonesia. Sila pertama Pancasila, Ketuhanan
Yang Maha Esa, mengandung konsep dasar yang terdapat pada segala agama dan keyakinan
yang dipeluk atau dianut oleh rakyat Indonesia, merupakan common denominator dari
berbagai agama, sehingga dapat diterima semua agama dan keyakinan.
Demikian juga dengan sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, merupakan
penghormatan terhadap hak asasi manusia. Manusia didudukkan sesuai dengan harkat dan
martabatnya, tidak hanya setara, tetapi juga secara adil dan beradab. Pancasila menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat, namun dalam implementasinya dilaksanakan dengan bersendi pada
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan Sedang kehidupan berbangsa dan
bernegara ini adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan
untuk kesejahteraan perorangan atau golongan.
Nampak bahwa Pancasila sangat tepat sebagai pilar bagi negara-bangsa yang
pluralistik. Pancasila sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
memiliki konsep, prinsip dan nilai yang merupakan kristalisasi dari belief system yang
terdapat di seantero wilayah Indonesia, sehingga memberikan jaminan kokoh kuatnya
Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dari konsep religiositas terjabar menjadi prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa yang
berisi ketentuan sebagai berikut:
c. Persatuan Indonesia
Sistem Ketatanegaraan
Sistem Negara Indonesia adalah “Kesatuan“ maksudnya adalah Negara Republik
Indonesia sebagai Negara kepulauan yang berciri nusantara memiliki wilayah yang
sangat luas dan memiliki pemerintahan daerah, propinsi dan kabupaten / kota yang
bersifat otonom. Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia ialah Negara
kesatuan yang berbentuk Republik, Negara kesatuan menunjukkan bentuk Negara,
sedangkan istilah “Republik“ menunjukkan bentuk pemerintahan. Jadi Negara kesatuan
merupakan bentuk Negara yang kekuasan tertinggi untuk mengatur seluruh daerah ada di
tangan pemerintah pusat.
Sejarah Awal
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah badan yang menyusun rancangan UUD
1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei 1945 s/d 1 Juni
1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang “Dasar Negara“ yang diberi nama
Pancasila.
Pengesahan UUD 1945 dilakukan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia
disusun pada masa sidang kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
( BPUPK ). Nama badan ini tanpa kata “ INDONESIA “, karena hanya diperuntukkan
untuk tanah Jawa saja. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945,
sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Penyimpangan Dan Penyelewengan UUD 1945
1. Periode 1945-1949
UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang
disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
2. Periode 1959-1966
Terdapat sebagai penyimpangan UUD 1945:
a. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil ketua MPR / DPR dan MA serta wakil
ketua DPA menjadi Menteri Negara.
b. MPRS menetapkan Soekarno menjadi presiden seumur hidup.
c. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui gerakan 30 September
Partai Komunis Indonesia.
3. Periode 1966-1968
Pemerintah menyatakan kembali menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara
murni dan konsekuen, namun dalam pelaksanaannya terjadi juga penyelewengan
UUD 1945 yang mengakibatkan terlalu besarnya kekuasaan pada presiden.
3.
Tujuan menunjukkan apa yang secara ideal hendak dicapai oleh suatu negara, sedangkan
Fungsi adalah pelaksanaan cita–cita itu dalam kenyataan.
Tujuan Negara
Rumusan tujuan sangat penting bagi suatu negara yaitu sebagai pedoman :
1. Melaksanakan penertiban (Law and order) : untuk mencapai tujuan bersama dan
mencegah bentrokan–bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus melaksanakan
penertiban. Dalam fungsi ini negara dapat dikatakan sebagai stabilisator.
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
3. Pertahanan : fungsi ini sangat diperlukan untuk menjamin tegaknya kedaulatan negara
dan mengantisipasi kemungkinan adanya serangan yang dapat mengancam kelangsungan
hidup bangsa (negara). Untuk itu negara dilengkapi dengan alat pertahanan.
4. Menegakkan keadilan : fungsi ini dilaksanakan melalui lembaga peradilan.
Keseluruhan fungsi negara tersebut di atas diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Fungsi negara dapat juga diartikan sebagai tugas organisasi negara. Secara umum tugas
negara meliputi :
Inilah fakta bahwa Singasari merupakan embrio yang menjiwai keberadaan dan
keberlangsungan kerajaan Majapahit. Narayya Wijaya sebagai pendiri kerajaan tak lain
merupakan kerabat sekaligus menantu Sang Nararyya Murddhaja (Sri Kertanagara : Raja
Singasari terakhir). Sehubungan bahwa semboyan tersebut embrio dari Singasari yakni pada
masa Wisnuwarddhana sang dhinarmmeng Ring Jajaghu (Candi Jago), maka baik semboyan
Bhinneka Tunggal Ika maupun bangunan Candi Jago kemudian disempurnakan pada masa
Majapahit. Oleh sebab itu kedua simbol (wijaksara dan bangunan) tersebut lebih dikenal
sebagai hasil peradaban era Majapahit. Padahal sesungguhnya merupakan hasil proses
perjalanan sejarah sejak awal.
Perumusan Bhinneka Tunggal Ika Tanhana Dharmma Mangrva oleh Mpu Tantular
pada dasarnya pernyataan daya kreatif dalam upaya mengatasi keanekaragaman kepercayaan
dan keagamaan, sehubungan dengan usaha bina negara kerajaan Majapahit kala itu, telah
memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan,
dimana telah menyadari bahwa menumbuhkan rasa dan semangat persatuan itulah Bhinneka
Tunggal Ika yang akhirnya diangkat menjadi semboyan yang diabadikan dalam lambang
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Garuda Pancasila.
Dalam lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pengertian Garuda Pancasila
diperluas menjadi tidak terbatas dan diterapkan tidak hanya pada perbedaan kepercayaan dan
keagamaan, melainkan juga terhadap perbedaan suku, bahasa, adat istiadat (budaya) dan beda
kepulauan (antara nusa) dalam kesatuan Republik Indonesia tercinta.
Sesuai makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi pada
hakekatnya satu. Memberi makna secara keseluruhannya memiliki perbedaan tetapi pada
hakekatnya satu, satu bangsa dan satu Negara Republik Indonesia. Lambang Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah nomor 66 Tahun 1951, pada tanggal 17 Oktober dan
diundangkan pada tanggal 28 Oktober 1951 tentang Lambang Negara. Bahwa usaha bina
negara baik pada masa pemerintahan Majahapahit maupun pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia berlandaskan pada pandangan yang sama yaitu semangat rasa persatuan,
kesatuan dan kebersamaan sebagai modal dasar dalam tegaknya negara Indonesia.
Sementara semboyan “Tanhana Dharmma Mangrva” digunakan sebagai semboyan
Lambang Pertahanan Nasional (LemHamNas). Makna kalimat tersebut adalah “Tidak ada
kebenaran yang bermuka dua”. Kemudian oleh LemHaNas semboyan kalimat tersebut diberi
pengertian ringkas dan praktis yakni “Bertahan karena benar” “Tidak ada kebenaran yang
bermuka dua” sesungguhnya memiliki pengertian agar hendaknya setiap manusia senantiasa
berpegang dan berlandaskan pada kebenaran yang satu. Sebagai bahan catatan, bahwa
realitas kemajemukan bangsa adalah warisan sejarah panjang perjalanan Indonesia selama
berabad-abad sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan luas wilayah Nusantara yang hampir 2 juta kilometer persegi, terdiri dari
sekitar 13.700 pulau besar dan kecil, lebih dari 300 ragam etnis, dengan adat istiadat, budaya
dan keyakinan agama yang berbeda-beda, menyimpan potensi keretakan yang kapan saja bisa
mengemuka apabila tidak ada alasan atau raison de’etre sebagai bangsa untuk bersatu.
Bahwa raison de’etre untuk menjadi satu bangsa, bukan sekedar perasaan subjektif para
pendiri bangsa menjelang Proklamasi 17 Agustus 1945, melainkan mendapatkan pijakan
sejarah selama berabad-abad seperti yang telah dibuktikan.
Dan kesadaran sebagai putra-putri dari sebuah bangsa besar yang telah melahirkan
Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, kiranya menjadi tugas sejarah untuk terus
memperjuangkan, menjaga dan mewujudkan kesatuan bangsa Indonesia dan menjadi obor
penyuluh, ketika sebagian anak-anak bangsa mulai dijangkiti penyakit sektarian sempit,
fanatisme agama dan egoisme kelompok serta golongan yang hanya akan mengorbankan
persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam situasi tersebut, kita harus memahami perjalanan sejarah, dengan eksistensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai rumah kita bersama dengan mempertaruhkan:
Bhinneka Tunggal Ika “Berbeda-beda tetapi Tetap Satu Jua”. Merdeka!!!
A. KESIMPULAN
Empat pilar kehudupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila, UUD 1945, NKRI dan
Bhinneka Tunggal Ika. Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan agar bisa berdiri secara
kokoh. Bila tiang ini rapuh maka bangunan akan mudah roboh. Empat tiang penyangga di
tengah ini disebut soko guru yang kualitasnya terjamin sehingga pilar ini akan memberikan
rasa aman tenteram dan memberi kenikmatan.
Empat pilar itu pula, yang menjamin terwujudnya kebersamaan dalam hidup bernegara.
Rakyat akan merasa aman terlindungi sehingga merasa tenteram dan bahagia. Empat pilar
tersebut juga fondasi atau dasar dimana kita pahami bersama kokohnya suatu bangunan
sangat bergantung dari fondasi yang melandasinya. Dasar atau fondasi bersifat tetap, statis
sedangkan pilar bersifat dinamis.
B. SARAN
Disarankan kepada pemerintah untuk menggerakkan atau lebih mensosialisasikan tentang
empat pilar ini, dan dimasukkan kedalam materi pembelajaran. Disarankan pula kepada
pembaca untuk membaca sumber lain selain makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org
http://blogspot.com