Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Kebahagiaan hidup merupakan sesuatu yang pasti dan menjadi cita – cita
semua orang dalam hidupnya. Baik kebahagiaan di dalam berhasil menjalankan
tugas dan kewajiban yang baik serta benar maupun keberhasilan dalam
menghindari penderitaan. Bahagia dan tidaknya seseorang bisa berangkat dari
mampu dan tidaknya orang tersebut memenuhi kebutuhan keinginannya (dalam
bentuk positif), berangkat dari kata hatinya yang tulus dan murni.

Bila pemenuhannya bersifat negatif yang sebenarnya bukan kebahagiaan,


maka dibalik pemenuhan itu masih terdapat keganjilan yang tidak bisa diterima
oleh kata hatinya bahkan hanya bersifat sementara. Karena itu orang yg bahagia
ialah orang yang bisa menerima kenyataan hidupnya, bisa menerima segala yang
ada pada dirinya. Akan tetapi tetap percaya bahwa dibaik kepahitan pasti ada
kesejahteraan yang lebih lama seperti orang minum obat, pahit dikala minumnya
tetapi setelah minum hadir kesehatan yang lebih lama dari pahitnya rasa.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bahagia/Kebahagiaan

Kebahagiaan adalah konsep yang mengacu pada emosi positif yang


dirasakan individu serta aktifitas positifyang tidak mempumyai komponen
perasaan sama sekali seperti halnya yang melibatkan individu secara menyeluruh
pada kegiatan yang disukainya. Gambaran individu yang mendapatkan
kebahagiaan yaitu individu yang telah dapat mengidentifikasi dan mengolah atau
melatih kekuatan dasar yang dimilikinya dan menggunakannya pada kehidupan
sehari-hari, baik pekerjaan, cinta, permainan, dan pengasuhan.

Kebahagiaan merupakan konsep yang subjektif karena setiap individu


memiliki tilak ukur kebahagiaan dan faktor yang berbeda-beda sehingga
mendatangkan kebahagiaan untuknya. Faktor-faktor itu antara lain : Uang, status
pernikahan, kehidupan sosial, usia, kesehatan, emosi negatif, pendidikan, iklim,
ras, dan jenis kelamin, serta agama atau tingkat religiusitas seseorang.

Studi mengenai konsep kebahagiaan telah banyak dilakukan melalui


berbagai perspektif. Masing-masing perspektif menyediakan berbagai penjelasan
yang berbeda-beda mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan itu sendiri,
yang pada akhirnya muncul hasil yang berbeda-beda pula mengenai bagaimana
kebahagiaan itu bisa dicapai. Para peneliti seringkali menemukan kesulitan untuk
merumuskan konsep mengenai kebahagiaan. Kata ”kebahagiaan” ini memiliki
makna yang beragam. Seringkali makna dari ”kebahagiaan” (happiness)
disamakan dengan ”baik” (the good) ataupun ”hidup yang bagus” (the good life)
(Eddington & Shuman, 2005).

Namun demikian, beberapa peneliti mencoba untuk memaknai apa yang


sebenarnya dimaksud dengan kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan konsep yang
luas, seperti emosi positif atau pengalaman yang menyenangkan, rendahnya mood

2
yang negatif, dan memiliki kepuasan hidup yang tinggi (Diener, Lucas, Oishi,
2005).

Seseorang dikatakan memiliki kebahagiaan yang tinggi jika mereka


merasa puas dengan kondisi hidup mereka, sering merasakan emosi positif dan
jarang merasakan emosi negatif, selain itu kebahagiaan juga dapat timbul karena
adanya keberhasilan individu dalam mencapai apa yang menjadi dambaannya, dan
dapat mengolah kekuatan dan keutamaan yang dimiliki dalam kehidupan sehari-
hari, serta dapat merasakan sebuah keadaan yang menyenangkan (Diener dan
Larsen, 1984, dalam Edington,2005).

Menentukan apa arti yang sebenarnya dari kata kebahagiaan merupakan


hal yang sulit untuk dilakukan, karena setiap orang memiliki cara tersendiri dalam
mengartikan tentang kebahagiaan. Menurut Averill dan More (dalam Gelati, dkk,
2006) konsep tentang kebahagiaan hampir berbeda disetiap budaya. Penyebabnya
adalah adanya perbedaan nilai-nilai yang dianut setiap masyarakatnya sehingga
setiap orang mampu memaknai kebahagiaan sesuai dengan nilai yang dianutnya.
Beberapa orang menilai kebahagiaannya dari tingkat kesejahteraan hidupnya,
sedangkan yang lainnya menilai kebahagiaannya berdasarkan hubungan sosial
yang dijalinnya.

Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Berdasarkan


definisi di atas, kebahagiaan adalah suatu keadaan individu yang berada dalam
efek positif. Namun, usaha untuk menggapai kebahagiaan tersebut individu harus
dapat mengidentifikasikan, mengolah, dan melatih serta menggunakan kekuatan
dan keutamaan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari. konsep
kebahagiaan itu sendiri sifatnya sangat subyektif, tergantung dari individu yang
memaknainya. Sama halnya seperti yang dikatakan Drummond (dalam Gundlach
& Kreiner, 2004) bahwa kebahagiaan adalah tempat yang mana segala ranah
kehidupan dimaknai secara subyektif.

3
2.2 Makna Kebahagiaan

Semua manusia mendambakan kebahagiaan dalam kehidupan. Kalau bisa


kebahagiaan dirasakan baik di waktu siang maupun malam, dalam rumah maupun
di kantor. Namun tidak semua perjalanan manusia mencari kebahagiaan
menemukan jalan dan cara – cara yang benar untuk meraihnya. Dalam islam,
pusat segala kebahagiaan adalah saat seseorang bertemu dengan Sang Khaliq.
Tentu bukan dengan makna bahwa kita harus mati terlebih dahulu. Memang,
ujung dari perjalanan kehidupan akan seperti itu. Tapi bukankah kebahagiaan itu
kita dambakan juga di dunia? Lalu bagaimana caranya? Berapa banyak jalan yang
harus ditempuh dan dibutuhkan untuk menuju kepada Allah? Sebanyak yang
dituntun di dalam dua pedoman dasar hidup kita yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Jalan – jalan itu tersimpul di dalam sebuah istilah yang cukup populer, singkat
tetapi mencakup segala-galanya yaitu takwa.

Kata takwa bermakna menjauh, menghindar. Yang dihindari atau dijauhi


sudah tentu bukan Allah, melainkan segala jalan yang dapat mengantar kepada
kemurkaan Allah. Jika sudah ada kesadaran untuk menjauhkan diri dari yang
dilarang dan dimurkai, yang ada hanya satu pilihan yaitu mengerjakan segala yang
diperintah. Oleh karena itu, jumhur (mayoritas) ulama mendefinisikan takwa
yakni upaya maksimal melaksanakan perintah Allah dan menjauhi semua
larangan-Nya. Ini adalah prestasi moral yang paling tinggi. Oleh karena itu, Allah
memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada mereka yang secara konsisten
dan konsekuen menjalankannya.1 Allah Menjelaskan,

“Sesungguhnya orang – orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
adalah orang yang bertakwa di antara kamu.” (Q.S.Al-Hujurat: 13) 2

4
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan

Berbagai penelitian telah menunjukkan faktor-faktor yang dapat


mempengaruhi kebahagiaan individu. Setiap peneliti menemukan faktor yang
berbeda-beda. Beberapa peneliti juga mencoba menghubungkan kebahagiaan
dengan faktor lingkungan dan demografi (Eddington & Shuman, 2005). Berikut
akan dijelaskan beberapa faktor yang berpengaruh pada kebahagiaan:

1. Gender

Hal ini mungkin terjadi karena wanita lebih sering menunjukan


perasaan ini dibandingkan dengan pria yang lebih sering menyembunyikan
perasaannya. Namun demikian, tingkat kebahagiaan secara global antara pria
dan wanita tetap berada pada level yang sama (Eddington & Shuman, 2005).

2. Usia

Hal ini disebabkan oleh menurunnya kemampuan adaptasi terhadap


kondisi hidup, seperti menurunnya tingkat penghasilan, dan perkawinan.
Namun para peneliti telah membuktikan bahwa seseorang mampu
menyesuaikan goalsnya seiring dengan bertambahnya usia sehingga baik
tingkat kebahagiaan maupun tingkat kepuasan hidup menjadi cenderung
stabil (Eddington & Shuman, 2005).

3. Pendidikan

Hal ini didapat dari penelitian yang dilakukan di Amerika. Eddington


dan Shuman (2005) memiliki asumsi yang dapat terjadi karena pengaruh dari
pendidikan yang telah melemah seiring berjalannya waktu bagi masyarakat
Amerika. Tingkat pendidikan memiliki korelasi yang sedikit lebih besar pada
individu dengan penghasilan yang rendah dan pada masyarakat di negara
miskin (Campbell, Diener, dan Veenhoven dalam Eddington & Shuman,
2005).

5
4. Tingkat Pendapatan

Secara umum, orang yang lebih kaya memiliki tingkat kebahagiaan


yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang lebih miskin, namun
demikian perbedaannya sangat kecil (Diener, Horwitz, & Emmons dalam
Eddington & Shuman, 2005).

5. Pernikahan

Penelitian yang dilakukan Diener, Gohm, dan Suh (dalam Eddington


& Shuman, 2005) menemukan bahwa orang yang menikah lebih bahagia
dibandingkan dengan orang yang tidak menikah, bercerai, berpisah, ataupun
menjadi janda atau duda. Pasangan yang melakukan kohabitasi tanpa
menikah juga memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan dengan orang yang tinggal sendiri. Penelitian tetap
menunjukan hasil bahwa pernikahan dan well-being berkorelasi secara
signifikan walaupun usia dan tingkat penghasilan sudah dikendalikan.

6. Pekerjaan

Status pekerjaan seseorang berhubungan dengan kebahagiaan.


Individu yang bekerja umumnya lebih bahagia dibandingkan dengan mereka
yang tidak bekerja, dan individu yang bekerja pada pekerjaan yang
membutuhkan keterampilan lebih bahagia dibandingkan pekerja pada
pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan. Pekerjaan memiliki
korelasi yang tinggi dengan tingkat kebahagiaan dikarenakan pekerjaan
mampu memberikan level stimulisasi yang optimal sehingga seseorang dapat
merasakan kesenangan, kesempatan untuk memenuhi rasa ingin tahu dan
pengembangan kemampuan, adanya dukungan sosial, adanya rasa aman
secara finansial, serta merasa memiliki identitas dan tujuan dalam hidupnya.
Sementara itu, individu yang tidak bekerja umumnya memiliki tingkat stress
yang tinggi, kepuasan hidup yang rendah, dan memiliki tingkat kemungkinan
melakukan bunuh diri yang tinggi dibandingkan individu yang bekerja
(Oswald, 1997; Platt & Kreitman, 1985; dalam Eddington & Shuman, 2005).

6
7. Kesehatan

George dan Landerman, menemukan bahwa terdapat korelasi yang


tinggi antara kebahagiaan dengan kesehatan. Namun kesehatan yang
dimaksud adalah penilaian subyektif bahwa dirinya termasuk orang yang
sehat, bukan berdasarkan penilaian ahli kesehatan. Sehingga dapat dikatakan
bahwa orang yang mengaku bahwa dirinya adalah orang sehat adalah orang
yang memiliki kecenderungan kebahagiaan yang tinggi. Individu yang
memiliki kondisi kesehatan yang buruk atau memiliki penyakit kronis akan
menunjukan tingkat kebahagiaan yang rendah. Namun hal ini juga terkait
dengan kemampuan adaptasi individu, jika individu tersebut memiliki
kemampuan adaptasi ataupun kemampuan coping yang baik, maka ia dapat
menunjukan tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi (Mehnert dalam
Eddington & Shuman, 2005).

8. Agama

Berbagai penelitian di Amerika telah menemukan bahwa terdapat


korelasi yang signifikan antara kebahagiaan dengan keyakinan seseorang
akan agamanya, kekuatan hubungan seseorang dengan Tuhannya, ibadah,
serta partisipasi dalam kegiatan keagamaan. Hal ini dapat terjadi karena
pengalaman religius ataupun kepercayaan yang dimiliki seseorang membuat
seseorang memiliki perasaan bermakna dalam kehidupannya. Agama atau
religi juga mampu memenuhi kebutuhan sosial seseorang melalui kegiatan
agama yang dilakukan secara bersama-sama ataupun karena berbagi nilai dan
kepercayaan yang sama. Misalnya kegiatan-kegiatan yang diadakan suatu
gereja dapat membuat anggota gereja tersebut menjalin hubungan pertemanan
dengan anggota lainnya. Ataupun dengan menganut agama tertentu dapat
membuat diri seseorang merasa bahwa ia menjadi bagian kelompok orang
yang memegang nilai dan kepercayaan yang sama.

7
9. Kejadian Penting dalam Hidup (Live Events)

Menurut Kanner frekuensi dari kejadian yang positif memiliki


korelasi dengan efek positif. Misalnya seseorang yang sering mengalami
kejadian yang menurutnya menyenangkan bagi dirinya, maka orang tersebut
cenderung memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi. Adapun contoh dari
kegiatan-kegiatan yang dianggap mampu memunculkan efek positif adalah
hubungan pertemanan, terpenuhinya kebutuhan dasar seperti makanan dan
minuman, hubungan seksual, dan pengalaman sukses. Selain itu pengalaman
yang terkait dengan alam juga dinilai mampu meningkatkan efek positif,
seperti laut, matahari, gunung, dan hutan. Sebaliknya, jika seseorang sering
mengalami kejadian yang tidak menyenangkan, seperti bencana, maka tingkat
kebahagiaan orang tersebut cenderung rendah. (Eddington & Shuman, 2005).

10. Traits (Karakter Kepribadian)

Karakteristik kepribadian (traits) yang dimiliki seseorang dianggap


mampu mempengaruhi tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup seseorang.
Beberapa penelitian mengelompokan lima traits, atau yang dikenal sebagai
Five-Factor Model, untuk dilihat pengaruhnya terhadap kebahagiaan dan
kepuasan hidup. Hasil yang ditemukan antara lain: traits extroversion
memiliki korelasi dengan efek positif, neuroticism memiliki korelasi dengan
efek negatif, conscientiousness dan agreeableness memiliki korelasi yang
tidak terlalu tinggi dengan efek postif dan efek negatif, dan openness to
experience tidak memiliki korelasi dengan kedua jenis efek maupun dengan
kepuasan hidup. Terkait dengan penelitian ini, traits dikatakan dapat berbeda
tergantung pada lokasi geografi tempat tinggalnya. Selain faktor-faktor di
atas, Traits juga memiliki faktor lain yang terkait dengan kondisi dalam suatu
wilayah yang juga mampu mempengaruhi tingkat kebahagiaan masyarakat
yang tinggal di dalamnya. Adapun faktor-faktor tersebut, yaitu:

8
A. Tingkat Kesejahteraan

Selain pendapatan personal, pendapatan nasional yang


dipertimbangkan. Diener menemukan bahwa tingkat Gross National
Product (GNP) memiliki korelasi sekitar 50 dengan kepuasan hidup dan
kebahagiaan. Selain itu Lane dan Stutzer menambahkan bahwa penelitian
mereka menemukan korelasi antara Gross Domestic Product (GDP)
dengan tingkat kebahagiaan pada beberapa negara yang memiliki tingkat
kemiskinan yang berbeda-beda. Hasil penelitian lainnya yang dilakukan
oleh Diener dan Suh menemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat
antara tingkat kesejahteraan suatu negara dengan tingkat kebahagiaan.
Semakin sejahtera suatu negara, semakin tinggi tingkat kebahagiaan dan
kepuasaan hidup masyarakatnya.

B. Tingkat Kepadatan Penduduk

Menurut Oliver, luas daerah yang kecil dengan kepadatan


penduduk yang kecil serta tingkat keberagaman penduduk yang kecil
dipercaya memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi. Semakin kecil jumlah
populasi dalam suatu wilayah, semakin tinggi tingkat perasaan untuk
mengendalikan. Hubungan antara satu warga dengan warga lainnya
ataupun antar tetangga juga lebih terjalin dibandingkan dengan wilayah
yang terlalu luas dan penduduk yang terlalu banyak. Oliver juga
menambahkan bahwa semakin padat jumlah penduduk dalam suatu
wilayah, maka semakin depresi, tidak bahagia, dan tidak puas pada
kehidupan di lingkungan mereka.

9
2.4 Tahapan – Tahapan Bahagia

Sejak zaman dahulu hingga sekarang atau bahkan sampai nanti setiap
orang selalu berkata “Saya ingin hidup bahagia”. Tapi mereka sendiri tidak tahu
tentang sesuatu yang dikatakannya, sesuati yang menjadi tujuan dalam hidupnya
dan sesuatu yang sebenarnya ada dalam mereka sendiri. Bahagia memang relatif,
hingga wajarlah jika para ahli piker selalu berbeda mendefinisikan dan memberi
batasan tentang bahagia. Ada yang mengatkan bahwa bahagia itu identik dengan
kesenangan dan kepuasan. Ada yang berpendapat tidak sama. Menurut hemat kita
bahagia tidak selalu identik dengan kepuasan dan kesenangan. Karena kepuasan
dilakukan atau dialamioleh seseorang tidak berangkat dari kata hati yang tulus
akan tetapi berdasarkan nafsu. Atau dengan kata lain sebelum mereka merasakan
kepuasan, mereka didahului dengan perbuatan yang disukai oleh nafsu
saja sebagai pelampiasan rasa cemas. Berikut tahapan – tahapan bahagia : 

1. Kelezatan dalam hidup


Tahapan kebahagiaan yang pertama ini ialah golongan manusia
yang hanya merasakan dan merasakan lezatnya hidup. Dalam hal ini perlu
dijelaskan kemestian-kemestian yang pasti terjadi dan dialami oleh setiap
orang yaitu makan dan makanan. Tanpa makan orang akan mati, lemas,
tidak sehat, pikiran pun sulit dikendalikan. Masalah ini adalah sangat
prinsip dan tidak dapat dipisahkan dari hidup manusia.
Tahapan kebahagiaan yang pertama ini ialah golongan manusia
yang hanya merasakan dan merasakan lezatnya hidup. Dalam hal ini perlu
dijelaskan kemestian-kemestian yang pasti terjadi dan dialami oleh setiap
orang yaitu makan dan makanan. Tanpa makan orang akan mati, lemas,
tidak sehat, pikiran pun sulit dikendalikan. Masalah ini adalah sangat
prinsip dan tidak dapat dipisahkan dari hidup manusia.

10
2. Perasaan hati
Salah satu penyebab seseorang merasa miskin, rendah, tidak
diperhatikan orang lain, dikucilkan dari segala bentuk pergaulan ialah
perasaan hati atau perasaan kita sendiri yang menyebabkannya. Akhirnya
langkahnya tersendat, cita-citanya terhambat, kebutuhannya tidak
terpenuhi dan sebagainya. Kalau perasaan semacam itu hilang maka tidak
mustahil gairah akan bangkit, semangat hidup timbul, kekuatan tersusun,
keberanian kembali ada di dalam menghadapi segala tantangan hidup
yang ada di depannya.

3. Pemenuhan berumah tangga


Wajar bila manusia dalam hidupnya mempunya kecenderungan
untuk hidup berumah tangga. Selain hal itu merupakan tuntutan
kebutuhan juga karena kita terlahir di kalangan orang yang hidup berumah
tangga. Ada sementara orang yang mengatakan “Seseorang belum
sempurna hidupnya bila belum berumah tangga”. Rumah tangga adalah
pusat kesenangan dan kebahagiaan dalam hidup. Tapi sekarang tidak
sedikit orang yang sudah berumah tangga malah menjadi kacau balau.

4. Mata Penghidupan
Islam mengajarkan kepada umatnya agar tidak hidup menganggur
berpangku tangan mengharapkan jatuhnya bintang dari langit. Juga
melarang umatnya hanya semata-mata bekerja mengejar dunia sampai
berkelebihan tidak tahu waktu hingga melupakan akhiratnya. Jalan yang
terbaik yang ditempuh islam adalah hidup penuh keseimbangan antara
dunia dan akhirat, di satu sisi kita mengerjakan urusan dunia karena kita
hidup di dunia harus bekerja di sisi lain kita mengerjakan untuk
akhiratnya karena pada akhirnya kita nanti.

11
5. Tercapainya jihad (perjuangan)
Hidup perlu perjuangan dan perjuangan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup. Perjuangan sangat kuat sekali bagi seseorang yang
kurang memiliki potensi hidup untuk kesejahteraan hari ini dan hari esok.
Perjuangan merupakan potensi jiwa dan juga insting manusia untuk
mempertahankan dirinya, perjuangan hidup lebih kuat berada di Negara
barat atau Negara-negara maju yang persaingan hidup semakin ketat.

6. Hilangnya masalah yang memberatkan hati


Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia sejak Nabi Adam sampai
nanti manusia yang paling akhir selama ia masih hidup, baik secara fisik
maupun nonfisik bahkan sampai matipun manusia tetap bermasalah. Ada
yang mengatakan amasalah itu adalah “Ketidaksesuaian antara harapan
dan kenyataan yang terdapat dalam diri manusia yang perlu jalan keluar
penyelesaiannya’ karena dapat menghambat datangnya bahagia.

2.5  Sumber Kebahagiaan

Beragam sumber kebahagian dapat diperoleh. Ia dapat diraih dan


dirasakan kapan dan dimana saja karena ia tidak mengenal ruang dan waktu.
Secara mutlak ia bersumber dari Allah. Allah-lah yang memancarkan cahaya
kebahagiaan itu ke seluruh penjuru alam. Oleh karena itu, ia tidak hanya dirasakan
oleh manusia saja tetapi oleh seluruh makhluk Allah di muka bumi. Kita dapat
memperoleh sumber-sumber kebahagiaan bagi manusia melalui pendapat yang
dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali, antara lain : 

1. Akal Budi
a. Sempurna Akal
Kesempurnaan akal harus dengan ilmu. Ilmu yang membuat
manusia dapat memahami sesuatu. Ilmu yang member kemudahan teknis
bagi manusia untuk mengekspresikan nilai-nilai keimanannya. Bahkan,

12
sebuah ibadah kalau tidak diiringi dengan ilmu, ibadah tersebut diragukan
kualitasnya

b. Iffah (Menjaga Kehormatan Diri)


Orang yang berupaya terus-menerus dengan sungguh-sungguh
untuk memelihara kesucian hati sehingga tetap tegar dalam menghadapi
ujian dan kesulitan-kesulitan hidup. Ia mencoba meraihnya dengan
mengawalinya bersikap wara’ dan tawadhu. Dari situ,terbuka tabir-tabir
yang menuntun dirinya kea rah sikap dan perbuatan yang diridhai oleh
Allah swt. Kebahagiaan hati akan terasa kalau hidup kita diridhai oleh-
Nya.

c. Syaja’ah (Berani)
Keberanian dalam menegakkan kebaikan dan menyingkirkan
keburukan dengan berbagai resiko dan konsekuensinya. Selain itu, berani
mengakui kesalahan diri sendiri dan berani mengakui kelebihan orang lain.
Artinya, keberanian bukan ditunjukan pada saat melakukan pelanggaran,
seperti membunuh orang lain tanpa hak, berzina, berjudi, berdusta,
korupsi, dan lain-lain.

d. Al-‘Adl (Keadilan)
Keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempa dan porsinya.
Keserasian dan keteraturan dalam memperlakukan sesuatu dapat
menghadirkan kebahagiaan.

2. Tubuh (Jasmani)

Manusia akan merasakan kebahagiaan jika tubuhnya sehat yakni baik


secara fisik maupun psikis, memiliki kekuatan fisik dan ketahanan mental.
Memiliki fisik yang gagah dan cantik serta mendapatkan anugerah umur panjang.
Sungguh sangat beruntung orang yang sudah diberikan anugerah tubuh yang
sempurna lalu disyukurinya dengan mendekatkan diri kepada Allah.

13
3. Luar Badan

Yakni sesuatu yang dapat mendatangkan kebahagiaan yang diraih


berdasarkan usaha manusia.

a. Kekayaan atau Harta Benda

Kekayaan boleh jadi menjadi sumber kebahagiaan kalau ia digunakan


sesuai dengan kehendak Yang Memberi Kekayaan. Namun dapat mendatangkan
penderitaan hidup jika ia diarahkan untuk menentang kemauan Allah swt.

b. Keluarga

Silaturrahim yang hidup dan hubungan yang tetap terjalin akan


mendatangkan kebahagiaan tersendiri. Misalnya saat semua keluarga berkumpul.

c. Popularitas

Menjadi orang yang terpandang dan terhormat dapat menjadi sumber


kebahagiaan selama tidak tersentuh riya dan sum’ah. Yang diharapkan dari
kepopuleran dirinya memancarkan sikap dan perilaku hidup yang baik untuk
diteladani oleh orang banyak. Dengan banyaknya orang yang meneladani, dengan
sendirinya akan mendatangkan kebahagiaan tersendiri.

d. Taufik dan Bimbingan Allah

Taufik adalah bertemunya kemauan Allah dengan kemauan manusia.


Pengakuan adanya taufik sangat penting agar manusia dapat menyadari bahwa
setiap keberhasilan bukan hasilnya semata-mata tetapi karena adanya campur
tangan Allah di balik itu. Taufik dan bimbingan allah terdiri dari empat unsure,
yaitu:

14
a. Hidayah (petunjuk Allah)

Ia terdiri dari 3 macam, yaitu:

1. Memahami jalan yang baik dan yang buruk


2.  Bertambahnya ilmu dan pengalaman
3. Ada hidayah yang merupakan cahaya yang khusus dipancarkan kepada
para nabi dan rasul kesayangan-Nya.

b. Irsyad (Bimbingan Allah)

Ia merupakan pertolongan Allah terhadap manusia sehingga yang


bersangkutan dapat selamat dari perilaku hidup yang negative dan terpenuhi
kemauannya oleh Allah untuk terus berada di jalan yang lurus.

c. Tasdid (Dukungan Allah)

Mantap kemauan untuk terus berusaha dalam mencapai tujuan yang


diharapkan. Perbedaan dengan irsyad terletak pada metodologinya. Jika irsyad
memerlukan suatu peringatan dan pengetahuan sedangkan tasdid memerluka
pertolongan gerak badan atau amal prestatif.

d. Ta’yid (Bantuan Allah)

Ia merupakan kekuatan yang lahir dari tajamnya mata batin dan kerasnya
kemauan. Dengan kata lain, Allah senantiasa membantu hamba-Nya ketika ia
mengalami kebingungan hati dan keresahan jiwa.

e. Bahagia Akhirat

Kebahagiaan akhirat merupakan titik kebahagiaan terakhir yakni ketika


kehidupan manusia di dunia berganti dengan kehidupan akhirat. Dalam
menjalankan kehidupan di sana yang menjadi parameternya bukan harta
kekayaan, pangkat dan jabatan yang tinggi, atau pun ketenaran tetapi keseluruhan
yang amal yang mendatangkan keridhan Allah swt.

15
2.6 Sebab – Sebab Umum Penghalang Bahagia

a. Perceraian

Langgeng dan berlangsungnya kehidupan rumah tangga merupakan suatu


harapan dan tujuan akhir dari sebuah pernukahan yang didukung oleh Islam.
Namun tidak semudah kita membalikan telapak tangan untuk mencapainya. Bila
ketegaran sudah mulai goyah maka timbulah masalah-masalah yang berat dalam
tubuh keluarga itu, lama-kelamaan semakin parah, meruncing hingga tidak ada
lagi kedamaian dan kebahagiaan di dalamnya yang akhirnya mengantarkan
kepada perceraian.

b. Kemiskinan

Ketika seseorang tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan dalam


hidupnya dapat menjadi penghalang untuk mencapai kebahagiaan dalam
hidupnya.

c. Kejahatan

Kejahatan dapat terjadi karena pelanggaran norma-norma hokum dan


budaya sebagai pelampias rasa kesal atau tidak puas terhadap kenyataan yang
dihadapi. Atau dapat juga dikarenakan seseorang mengalami penderitaan hidup,
tekanan-tekanan batin yang tidak saja timbul dari dalam dirinya akan tetapi dari
luar dirinya, seperti teman kerja bergaul, teman sekantor, perusahaan dan
sebagainya.

d. Perang

Peperangan adalah problem sosial yang sulit untuk dipecahkan dari pada
problem sosial yang lain. Sering dikatakan bahwa peperangan untuk menciptakan
perdamaian, tapi anehnya untuk tujuan damai malah tidak aman bahkan sering
diwarnai dengan pertumpahan darah yang tidak sedikit memakan sejumlah korban
jiwa

16
e. Pelanggaran Terhadap Norma Susila

Pelanggaran norma susila, seperti pelacuran dapat mengganggu atau


berpengaruh negatif terhadap moralitas atau kepribadia sesorang. Kenakalan
remaja juga merupakan pelanggaran terhadap norma dapat menimbulkan
keresahan pada kedua orang tua pada khususnya dan masyarkat pada umumnya.

17
BAB III
PENUTUP

Tidak ada satupun manusia yang tidak ingin hidup bahagia. Namun tidak
semua perjalanan manusia mencari kebahagiaan menemukan jalan dan cara – cara
yang benar untuk meraihnya. Beragam sumber kebahagian dapat diperoleh. Ia
dapat diraih dan dirasakan kapan dan dimana saja karena ia tidak mengenal ruang
dan waktu. Secara mutlak ia bersumber dari Allah.

Kebahagiaan tidak selalu identik dengan kepuasan dan kesenangan.


Karena kepuasan dilakukan atau dialami oleh seseorang yang tidak berangkat dari
kata hati yang tulus akan tetapi berdasarkan nafsu. Allah-lah yang menciptakan
kita, sudah pasti Allah Maha Mengetahui segala kebutuhan kita. Maka manakala
kita ingin kebahagiaan dalam hidup, seyogyanya kita kembali kepada segala apa
yang Allah perintahkan kepada kita, karena semua yang Allah perintahkan kepada
kita pada hakikatnya adalah membawa kebaikan dan kemaslahatan untuk kita
yang pasti akan membawa kebahagiaan untuk kita, kebahagiaan dunia dan
kebahagiaan akhirat.

18
DAFTAR PUSTAKA

Akmal. Bahagia Menurut Hamka. INSIST.or.id

Depag RI. 1996. Al-Qur’an Al-Karim Dan Terjemahnya: Semarang

Haddad, Abdullah. 1998. Thariqah Menuju Kebahagiaan. Mizan : Bandung

Hamka. Tasauf Modern. 1990. Pustaka Panji Mas : Jakarta

Mansor, Ansory. 1997. Jalan Kebahagiaan Yang Diridhai.

Raja Grafindo Persada.: Jakarta

Sanusi, Anwar. 2006. Jalan Kebahagiaan. Gema Insani :Jakarta

Shihab,Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Vol.3. 2002. Lentera Hati : Jakarta

Shihab,Quraish. Tafsir Al-Mishbah. Vol.5. 2002. Lentera Hati : Jakarta

Sururudin. Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiaran Plato. Media


Akademika Vol.25, No.2. 2010

Wisyanti, Rima Nadya. Gambaran Kebahagiaan.________ . ______:______

______. Taqwa dan Bahagia. INSIST.or.id

19

Anda mungkin juga menyukai