Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam

kehidupan

sekarang

ini,

banyak

sekali

orang

yang

mendambakan memiliki kehidupan yang bahagia. Untuk mencapai hal tesebut


tentu saja manusia dengan segala usahanya akan selalu melakukan hal-hal
yang membuatnya bahagia atau menuntunnya pada kebahagiaan hidupnya.
Hal inilah merupakan kesalahan besar yang bermula dari pola pikir dan sudut
pandang masing-masing individ1u dalam memaknai kebahagiaan. Kesalahan
pola pikir ini dapat menyebabkan kesalahan juga dalam menempuh cara untuk
mencapainya.
Pada umumnya orang akan menghubungkan kebahagiaan dengan
perkara materi, Jabatan, uang, rumah, mobil, gadget, kartu kredit, hingga cerita
liburan akhir tahun dianggap jadi penanda kebahagian seseorang. Padahal
menjadi bahagia yang sesungguhnya tidak dimaknai sesederhana dan
sedangkal itu.
Kebahagiaan adalah keadaan yang sangat diidamkan setiap orang
dalam rentan kehidupannya (Carr, 2004). Kebahagiaan itu dapat berupa
keberhasilan seseorang dalam menjalankan tugas dan kewajiban yang dimiliki
dengan baik serta benar maupun keberhasilan dalam menghindari penderitaan
(musibah). Kebahagiaan seseorang dapat ia raih dari kemampuan dan tidaknya
orang tersebut memenuhi kebutuhan keinginannya (dalam bentuk positif),
berangkat dari kata hatinya yang tulus.
Bila pemenuhannya tersebut bersifat negatif yang sebenarnya bukan
kebahagiaan yang mereka dapatkan, maka dibalik pemenuhan itu masih
terdapat keganjilan yang tidak bisa diterima oleh kata hatinya bahkan hanya
bersifat sementara. Karena itu orang dapat dikatakan bahagia ialah orang yang
bisa menerima segala kenyataan hidupnya, serta bisa menerima segala yang
ada pada dirinya. Akan tetapi harus tetap percaya bahwa dibalik kepahitan pasti
akan ada kebahagiaan yang lebih lama seperti halnya orang yang minum obat,

pahit disaat meminumnya namun setelah meminumnya akan hadir kesehatan


yang lebih lama dari pada pahitnya rasa obat tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


Pada pembahasan makalah yang bertema Kebahagiaan ini, bertujuan
untuk mengidentifikasi masalah masalah apa saja yang ada, sehingga agar
dalam pembahasan makalah ini bisa menjadi lebih mudah. Berikut rumusan
masalah yang dapat diangkat dalam pembahasan makalah ini :
1. Makna kebahagiaan
2. Penghalang - penghalang kebahagiaan
3. Faktor faktor yang mempengaruhi kebahagiaan
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui makna dari kebahagiaan.
2. Untuk mengetahui dan dapat menjelaskan penghalang - penghalang dari
kebahagiaan.
3. Untuk mengetahui dan dapat menjelaskan faktor faktor kebahagiaan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. MAKNA KEBAHAGIAAN

Setiap orang pasti menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya bahkan


akan

mencari

bagaimana

cara

mendapatkannya.

Apabila

seseorang

menginginkan kebahagiaan tentunya harus mengetahui apa makna dari sebuah


kebahagiaan itu sendiri walaupun kebahagiaan bisa bersifat subyektif. Bahagia
dapat dimaknai sebagai menyatunya berbagai perasaan positif sehingga
menumbuhkan ketentraman dan ketenangan hati, serta melahirkan makna dari
hidup. Kebahagiaan yang sesungguhnya bukan sekedar mengejar mimpi, tapi
memiliki mimpi bisa membuat kita termotivasi untuk bahagia. Kebahagiaan
sejati tidak bersumber pada kesempurnaan materi karena materi hanya
perantara dan sementara. Kebahagiaan itu terjadi apabila seseorang benarbenar memahami hati, mengikuti kata hati, dan menjadikannya energi untuk
membuat keadaan dan kenyataan yang kita jalani lebih berarti. Kata hati tak
pernah mendustai, menuntun kita kepada kejujuran, memahami, mengasah
kepekaan untuk merasakan keadaan lingkungan sekitar kita, serta memberi
dan berbagi dengan orang lain, tanpa ditutup-tutupi.

Pengertian dalam arti luas sangat berbeda-beda, ada yang mengartikan


kebahagiaan dari segi materi, seperti uang, rumah mewah, mobil mewah, dsb.
Ada pula yang menilai kebahagiaan dari segi kepuasan jiwa seperti kekuasaan,
jabatan, pangkat dsb. Dan ada pula yang mengatakan kebahagiaan adalah
segalanya selalu terpenuhi, makanan, pakaian, dan kebutuhan lainnya. Namun
pada hakekatnya, kebahagiaan yang sesungguhnya terletak pada hati, yaitu
merasa senang, tenang, nyaman dan tentram lahir maupun batin adalah
kebahagiaan yang tidak tergantikan oleh suatu apapun. Kebahagiaan dapat
terjadi secara jasmani (lahir) maupun rohani (bathin), atau kedua-duanya.
Kebahagiaan jasmani yaitu suatu hal yang dirasakan menyenangkan terutama
mengenai badan atau tubuh seseorang, sedangkan kebahagiaan rohani yakni
suatu hal yang dirasakan menyenagkan mengenai jiwa atau bathin seseorang.
Kebahagiaan merupakan sebongkahan perasaan yang dapat dirasakan
berupa perasaan senang, tentram, dan memiliki kedamaian (Rusydi, 2007).
Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata
bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual dengan
sempurna dan rasa kepuasan, serta tidak adanya cacat dalam pikiran sehingga

merasa tenang serta damai. Kebahagiaan bersifat abstrak dan tidak


dapat disentuh atau diraba. Kebahagiaan erat berhubungan dengan
kejiwaan dari yang bersangkutan (Dalam Kosasih, 2002).
2.2. PENGHALANG KEBAHAGIAAN
Mungkin kita sering mendengar perkataan seperti ini atau bahkan kita
sendiri pernah melakukannya. Bahagia sekali orang itu, karirnya bagus, punya
rumah mewah. Sering kita menganggap diri kita tidak bahagia, atau melihat
bahwa orang lain jauh lebih bahagia dibanding kehidupan yang kita jalani.
Mencapai hidup yang bahagia sebenarnya mudah. Karena Kebahagiaan yang
sesungguhnya bersumber di dalam diri kita, bukan di luar diri kita. Kita cuma
perlu menyelami diri kita sendiri. Menelusuri hati dan pikiran kita sendiri.
Oleh karena itu kita harus mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi
penghalang kebahagiaan itu muncul, antara lain yaitu :

1. Memiliki keyakinan bahwa tidak akan bahagia apabila tidak memiliki


sesuatu hal yang bernilai.
Kita sudah memiliki pekerjaan tetap dan tingkat kehidupan yang lumayan,
tapi masih merasa kurang, baru merasa akan berbahagia bila memiliki uang
lebih banyak, rumah lebih besar, mobil lebih bagus, dan sebagainya. Pikiran
kita dipenuhi oleh benda-benda yang kita kira dapat membahagiakan.
Padahal pikiran tersebutlah yang membuat perhatian kita bukan terpusat
dengan apa yang sekarang yang kita miliki,dan hal tersebutlah yang
membuat kita tidak akan pernah bersyukur dengan apa saja yang kita miliki.
Dengan bersyukur hidup kita akan selalu merasa tercukupi dan dapat
memiliki kebahagiaan hidup.
2.

Memiliki anggapan bahwa kebahagiaan akan datang jika berhasil


mengubah situasi dan orang-orang di sekitar.
Kita tak bahagia karena lingkungan tempat tinggal, teman sekolah, tetangga,
dan sebagainya tidak memperlakukan kita dengan baik. Kepercayaan seperti
inilah yang membuat anggapan yang salah. Kita perlu menyadari bahwa
amat sulit untuk mengubah orang lain. Dan jangan pula kita menempatkan
kebahagiaan kita terikat oleh lingkungan disekitar kita. Jangan biarkan
lingkungan dan orang-orang di sekitar kita membuat kita tak bahagia. Yang
perlu kita ubah adalah diri kita sendiri, pola pikir kita sendiri.

3. Memiliki keyakinan bahwa kebahagiaan akan datang apabila semua


kebutuhan kita terpenuhi.
Keinginan seperti itulah yang membuat kita tegang, frustrasi, cemas, gelisah
dan takut. dengan Terpenuhinya keinginan kita, mungkin hanya membawa
kesenangan dan kegembiraan yang bersifat sementar. Terkadang juga kita
mempunyai pemikiran agar bahagia, kita sering menuntut banyak kemauan
seperti ini, Saya akan bahagia kalau saya kaya, kalau punya rumah
mewah,, dan sebagainya. Percayalah semakin banyak tuntutan, kita akan
semakin tidak bahagia. Syukuri dan ikhlaskan apa pun kondisi kita sekarang,
maka kita akan bahagia.
4. Membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain.
Sifat membanding-bandingkan inilah yang terkadang membuat kita merasa
tidak bahagia dengan kehidupan yang kita jalani. Padahal kita akan lebih

bahagia apabila kita menjadi diri kita sendiri serta menyesuaikan apa saja
yang cocok dengan diri kita dan tidak berusaha merasa dengki, ingin
mengungguli jabatan, pekerjaan orang di sekitar kita. Oleh karena itulah
jangan pernah memiliki atau merasa mempunyai kekurangan dibandingkan
dengan orang lain. Dengan terus membanding-bandingkan itulah kita tidak
sadar bahwa hal tersebut sebenarnya tidak ada gunanya untuk diri kita.

5. Memiliki anggapan bahwa kebahagiaan ada di masa depan,


Ini mungkin akibat terlalu terobsesi dengan pepatah, Bersakit-sakit
dahulu bersenang-senang kemudian. Dan juga kita berfikiran bahwa
Saya akan bahagia nanti, kalau sudah menjadi direktur atau dirjen,
gubernur, menteri, presiden. Namun, bahagia tak juga kunjung datang.
Kalau demikian yang terjadi adalah, Bersakit-sakit dahulu, bersenangsenang entah kapan. Kita meletakkkan kebahagian di tempat yang jauh dari
diri kita. Sebenarnya kebahagiaan berada sangat dekat dan dapat kita
nikmati di sini, dan sekarang juga. Padahal, kebahagiaan itu tak perlu dicari.
Kita hanya perlu menumbuhkan kesadaran dan menikmati apa pun yang
sedang kita lakukan. Dengan demikian, kita akan menemukan kebahagiaan
itu sekarang. dan saat ini juga.
2.3. Faktor yang mempengaruhi kebahagiaan
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan
seseorang, yaitu:
1. Budaya
Triandis (2000) mengatakan faktor budaya dan sosial politik yang spesifik
berperan dalam tingkat kebahagiaan seseorang (dalam Carr, 2004). Carr
(2004), mengatakan bahwa budaya dengan kesamaan sosial memiliki
tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi. Kebahagiaan juga lebih tinggi pada
kebudayaan individualitas dibandingkan dengan kebudayaan kolektivistis
(Carr, 2004). Carr (2004) juga menambahkan kebahagiaan lebih tinggi
dirasakan di negara yang sejahtera di mana institusi umum berjalan dengan
efisien dan terdapat hubungan yang memuaskan antara warga dengan
anggota birokrasi pemerintahan.
2. Kehidupan Sosial
Penelitian yang dilakukan oleh Seligman dan Diener (Seligman 2005)
menjelaskan hampir semua orang dari 10% orang yang paling bahagia
6

sedang terlibat dalam hubungan romantis. Menurut Seligman (2005), orang


yang

sangat

bahagia

menjalani

kehidupan sosial

yang kaya

dan

memuaskan, paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan mayoritas


dari mereka bersosialisasi.
3. Agama atau Religiusitas
Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan
daripada orang yang tidak religius (Seligman, 2005). Selain itu keterlibatan
seseorang dalam kegiatan keagamaan atau komunitas agama

dapat

memberikan dukungan sosial bagi orang tersebut (Carr, 2004). Carr (2004)
juga menambahkan keterlibatan dalam suatu agama juga diasosiasikan
dengan kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik yang dapat dilihat dari
kesetiaan dalam perkawinan, perilaku sosial, tidak berlebihan dalam
makanan dan minuman, dan bekerja keras.
4. Pernikahan
Seligman (2005) mengatakan bahwa pernikahan sangat erat hubungannya
dengan kebahagiaan. Menurut Carr (2004), ada dua penjelasan mengenai
hubungan kebahagiaan dengan pernikahan, yaitu orang yang lebih bahagia
lebih atraktif sebagai pasangan daripada orang yang tidak bahagia.
Penjelasan kedua yaitu pernikahan memberikan banyak keuntungan yang
dapat membahagiakan seseorang, diantaranya keintiman psikologis dan
fisik, memiliki anak, membangun keluarga, menjalankan peran sebagai
orang tua, menguatkan identitas dan menciptakan keturunan (Carr, 2004).
Kebahagiaan orang yang menikah memengaruhi panjang usia dan besar
penghasilan dan ini berlaku bagi pria dan wanita (Seligman, 2005).
5. Usia
Penelitian dahulu yang dilakukan oleh Wilson mengungkapkan kemudaan
dianggap mencerminkan keadaan yang lebih bahagia (Seligman, 2005).
Namun setelah diteliti lebih dalam ternyata usia tidak berhubungan dengan
kebahagiaan (Seligman, 2005). Sebuah penelitian otoratif atas 60.000 orang
dewasa dari 40 bangsa membagi kebahagiaan dalam tiga komponen, yaitu
kepuasan hidup, afek positif dan afek negatif (Seligman, 2005). Kepuasan
hidup sedikit meningkat sejalan dengan betambahnya usia, afek positif
sedikit melemah dan afek negatif tidak berubah (Seligman, 2005). Seligman
(2005) menjelaskan hal yang berubah ketika seseorang menua adalah
intensitas emosi dimana perasaan mencapai puncak dunia dan terpuruk
7

dalam keputusasaan berkurang seiring dengan bertambahnya umur dan


pengalaman.
6. Uang
Banyak

penelitian

yang

dilakukan

untuk

melihat

hubungan

antara

kebahagiaan dan uang (Seligman, 2005). Umumnya penelitian yang


dilakukan dengan cara membandingkan kebahagiaan antara orang yang
tinggal di negara kaya dengan orang yang tinggal di negara miskin.
Perbandingan lintas-negara sulit untuk dijelaskan karena negara yang lebih
kaya juga memiliki angka buta huruf yang lebih rendah, tingkat kesehatan
yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, kebebasan yang lebih luas dan
barang materil yang lebih banyak (Seligman, 2005). Seligman (2005)
menjelaskan bahwa di negara yang sangat miskin, kaya berarti biasa lebih
bahagia. Namun di negara yang lebih makmur dimana hampir semua orang
memperoleh
berdampak

kebutuhan
pada

dasar,

kebahgiaan

peningkatan
(Seligman,

kekayaan

2005).

tidak

Seligman

begitu
(2005),

menyimpulkan penilaian seseorang terhadap uang akan mempengaruhi


kebahagiaannya lebih daripada uang itu sendiri.
7. Kesehatan
Kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan kebahagiaan
(Seligman, 2005). Menurut Seligman (2005), yang penting adalah persepsi
subjektif kita terhadap seberapa sehat diri kita. Berkat kemampuan
beradapatasi terhadap penderitaan, seseorang bisa menilai kesehatannya
secara

positif

bahkan

ketika

sedang

sakit.

Ketika

penyakit

yang

menyebabkan kelumpuhan sangat parah dan kronis, kebahagiaan dan


kepuasan hidup memang menurun (Seligman, 2005). Seligman (2005) juga
menjelaskan orang yang memiliki lima atau lebih masalah kesehatan,
kebahagiaan mereka berkurang sejalan dengan waktu.
8. Jenis Kelamin
Jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan kebahagiaan.
Wanita memiliki kehidupan emosional yang lebih ekstrim daripada pria.
Wanita lebih banyak mengalami emosi positif dengan intensitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pria. Tingkat emosi rata-rat pria dan wanita tidak
berbeda namun wanita lebih bahagia dan lebih sedih daripada pria
(Seligman, 2005).
BAB III
8

PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Bahagia adalah pilihan, keputusan yang lahir dari hati setiap manusia. Dicari,
diperjuangkan dan dinikmati dalam kehidupan kita. Arti kebahagiaan bagi setiap
orang memang tak selalu sama karena kebahagiaan sering dipersepsikan
sebagai ketercapaian atas sesuatu yang kita inginkan, kesuksesan atau
kesempurnaan. Banyak cara yang dilakukan orang dengan tujuan dan alasan
kebahagiaan. Berkutat dengan fakta dan logika, hingga semua hal sering dinilai
dengan logis dan tak logis. Kata hati, begitu sering terlupakan dan terabaikan.
Padahal, kata hati mampu menuntun kita ke jalan yang tepat. Jalan yang bisa
membuat kita merasa bahagia.
Kita tidak akan menemukan kebahagiaan dengan memperbesar rumah yang
kita tinggali, meningkatkan saldo tabungan di bank, bertambahnya mobil yang
kita miliki, atau bahkan mengubah pasangan hidup. Semua hal yang membuat
kita tidak bahagia sebenarnya bersumber dari diri kita sendiri. Dominasi
persepsi dan cara pandang yang keliru seringkali menguasai diri daripada kata
hati.

Padahal,

cara

hati untuk menerima

untuk
dan

bahagia

ada

mensyukuri yang

pada
ada,

hati,

yaitu keikhlasan

serta sabar menghadapi

kenyataan.

3.2. SARAN
Demikianlah makalah ini kami sampaikan. Kami sadar bahwa makalah ini
belum sempurna baik dari segi penulisan maupun materi yang disampaikan. Oleh
karena itu, kami sangat berharap akan saran dan kritik dari pembaca demi
menciptakan sebuah makalah yang lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis dan khusunya bagi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
Dwiloka, Bambang dan Riana, Rati. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah, Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Dalman. 2012. Menulis Karya Ilmiah, Jakarta: Rajawali Pers
Haris Sumadiria, AS. 2004. Menulis Artikel dan Tajuk Rencana, Bandung: Simbiosa
Rekatama Media
HS, Lasa. 2009. Menulis Itu Segampang Ngomong, cet. III, Yogyakarta: Pinus
Kuncoro, Mudrajad. 2009. Mahir Menulis, Jakarta: Erlangga
Leo, Sutanto. 2010 Kiat Jitu Menulis Dan Menerbitkan Buku, Jakarta: Erlangga
Rahmat Rosyadi, A. 2008. Menjadi Penulis Profesional Itu Mudah, Bogor:
Ghalia Indonesia

Bahagia itu Simpel yang kita butuhkan hanya Ketaqwaan, Kasih sayang,
Kesetiaan, Komunikasi, Keterbukaan, Kejujuran dan kesabaran.

Tidak ada satupun manusia yang tidak ingin hidup bahagia. Namun tidak
semua perjalanan manusia mencari kebahagiaan menemukan jalan dan
cara cara yang benar untuk meraihnya. Beragam sumber kebahagian
dapat diperoleh. Ia dapat diraih dan dirasakan kapan dan dimana saja
karena ia tidak mengenal ruang dan waktu. Secara mutlak ia bersumber
dari Allah.
Kebahagiaan tidak selalu identik dengan kepuasan dan kesenangan.
Karena kepuasan dilakukan atau dialami oleh seseorang yang tidak
berangkat dari kata hati yang tulus akan tetapi berdasarkan nafsu

Sejatinya, tidak ada kesempurnaan yang bisa membuat kita bahagia, tetapi
kebahagian membuat hidup kita terasa sempurna. Setiap harapan dan
kenyataan sebenarnya bisa membuat kita bahagia karena diri kitalah yang bisa
menentukan, menjadi sumber, dan merasakan kebahagiaan itu. Apakah makna
bahagia yang sesungguhnya? Bagaimanakah cara kita untuk bahagia?
Meskipun

barometer

kebahagiaan

bagi

setiap

orang

bersifat

relatif,

kebahagiaan itu sederhana jika kita mau mengikuti kata hati. Diri dan cara kita
10

menyikapi setiap keadaanlah yang sebenarnya sering membuat kebahagiaan


itu sirna. Semua hal yang membuat kita tidak bahagia sebenarnya bersumber
dari diri kita sendiri. Dominasi persepsi dan cara pandang yang keliru seringkali
menguasai diri daripada kata hati. Padahal, cara untuk bahagia ada pada hati,
yaitu keikhlasan

hati untuk menerima

dan

mensyukuri yang

ada,

serta sabar menghadapi kenyataan.

Tidak ada satupun manusia yang tidak ingin hidup bahagia. Namun tidak
semua perjalanan manusia mencari kebahagiaan menemukan jalan dan
cara cara yang benar untuk meraihnya. Beragam sumber kebahagian
dapat diperoleh. Ia dapat diraih dan dirasakan kapan dan dimana saja
karena ia tidak mengenal ruang dan waktu. Secara mutlak ia bersumber
dari Allah.
Kebahagiaan tidak selalu identik dengan kepuasan dan kesenangan.
Karena kepuasan dilakukan atau dialami oleh seseorang yang tidak
berangkat dari kata hati yang tulus akan tetapi berdasarkan nafsu. Allahlah yang menciptakan kita, sudah pasti Allah Maha Mengetahui segala
kebutuhan kita. Maka manakala kita ingin kebahagiaan dalam hidup,
seyogyanya kita kembali kepada segala apa yang Allah perintahkan
kepada kita, karena semua yang Allah perintahkan kepada kita pada
hakikatnya adalah membawa kebaikan dan kemaslahatan untuk kita
yang pasti akan membawa kebahagiaan untuk kita,

Salam Happiness

11

Anda mungkin juga menyukai