1. Kebahagiaan level 1
Level 1 : kebahagiaan fenomena luar
2. Kebahagiaan level 2
Level 2 : Bahagia adalaha proses Pekmanaan Internal
Pada bahagia level ini terdapat dua kata kunci “bahagia
pakai itu tenaga” dan “ Bahagia itu dibikin-bikin sendiri”
Orang yang sudah belajar NLP, atau Hipnoterapi, atau
berbagai ilmu pengembangan diri lain pastilah menyadari
bahagia level ini. Ilmu-ilmu pengembangan diri sejatinya
mengajak kita untuk merenung, bahwa bahagia dapatlah
kita bikin-bikin sendiri. Bahagia disini atau di level satu
dan dua ini masihlah “sama dengan rasa senang”. Nah,
rasa senang dibentuk oleh “faktor-faktor”.
3. Kebahagiaan level 3
Level 3 : Kebahagiaan adalah Menikmati dan Menerima
Momen Kini
Level dua saja sejatinya juga sudah baik. Sangat baik.
Namun hanya saja memang ada pilihan yang lebih dalam
untuk menikmati hidup. Menuju ke level tiga adalah
jembatan yang mengarah pada pemaknaan kehidupan
yang lebih dalam. Jika di level pertama dan kedua masih
ada dualitas, mulai masuk ke level tiga adalah mulai
masuk ke area nondual happiness. Merangkul susah dan
senang, hitam dan putih, kiri dan kanan sebagai suatu
kesatuan tarian, sebagai suatu kesatuan orkestra
kehidupan. Jika di level satu dan dua bahagia masih sama
dengan rasa senang, di level tiga dan selanjutnya bahagia
adalah merangkul susah maupun senang sebagai suatu
keindahan. Baik susah maupun senang diterima sebagai
suatu karunia kehidupan.
4. Kebahagiaan level 4
Level 4 : Kebahagiaan adalah Kesadaran Agung Yang
Melampaui Segala Fenomena
Bahagia di level tiga adalah yang paling mentok yang
dapat dijelaskan via teks. Sayapun baru berani
merumuskan cara yang sistematis mensharingkan
bahagia di level empat dan lima ini sejak November
tahun 2015. Hingga sekarang masih dapat
mensharingkan ini hanya dalam format bertemu muka,
itupun tidak dalam format public speaking dalam audiens
jumlah besar. Melainkan hanya dalam privat atau semi
privat saja. Namun tenang para sahabat, sejatinya
dengan mempraktekkan bahagia di level tiga, maka
pemahaman di level empat dan lima akan mengikuti
secara otomatis. Ya, otomatis. Hanya soal waktu saja,
secara alamiah akan terjadi. Namun dalam kesempatan
kali ini, biarlah saya mensharingkan cerita-cerita atau
perenungan saja terkait hal-hal ini. Siapa tahu ada
manfaat yang dapat diambil.
Perenungan
Sebetulnya siapakah diri kita ? Siapakah saya ? Ketika
saya mengatakan, “Saya adalah Razif”, itukan adalah
nama saya. Ketika saya katakan, “Saya seorang
mahasiswa.”, itukan profesi saya. Atau saya misalnya
mengatakan, “Saya adalah makhluk Tuhan yang
semangat.”, itukan adalah konsep diri saya tentang saya
sendiri. Ketika kita mengatakan, “Saya adalah orang tua
yang baik”, itukan konsep diri kita lagi secara sosiologis.
Sebetulnya siapa diri kita ini ? Apakah aku adalah
pikiranku ? Masa sih ? Bagaimana aku adalah pikiranku
kalau aku dapat menonton pikiranku ? Apakah aku
adalah perasaanku ? Apakah aku adalah tubuhku ? Atau
akulah yang menyadari tubuhku ? Agama mengatakan
Ruh, namun seperti apakah Ruh itu ? Apakah ia
berbentuk, berlokasi, ataukah ia melampaui bentuk dan
lokasi ? Dapatkah ia dikenali ? Siapakah Kebahagiaan
Alami yang ada ketika kita berjeda itu ? Apa yang tersisa
ketika seluruh konsep-konsep dilepaskan ? Dan berbagai
pertanyaan lainnya
5. Kebahagiaan level 5
Level 5 : Kebahagiaan adalah Kesadaran Agung Yang
Melampaui Segala Fenomena (Transenden) dan Ada
Didalam Segala Fenomena (Imanen)
Pada akhirnya kita tidak hanya akan melihat diri kita
sebagai Sang Bahagia yang lepas dari segala fenomena.
Yang misalnya dalam filsafat Ki Ageng Suryomentaram
disebut sebagai “Aku Tukang Nyawang” (Aku Yang
Melihat), sementara tubuh – pikiran – perasaan ini
disebut “Aku Kramadangsa”. Namun pada akhirnya kita
akan menyadari bahwa bahan dasar dari Aku
Kramadangsa adalah Aku Tukang Nyawang itu sendiri.
Kita akan menyadari bahwa bahan dasar segala
penderitaan sejatinya adalah Kebahagiaan Abadi itu
sendiri. Secara nyata, real. Ini bukanlah konsep namun
adalah pengalaman langsung, direct experiences. Yang
sampai kapanpun teori dan konsep tak akan pernah
dapat menggapainya. Mungkin terlalu rumit, namun tak
apa.
Sementara ini biarlah kita bertanya dahulu kedalam hati
kita, “Bagaimana kita menyadari Tuhan yang melampaui
segala fenomena dan ada di dalam segala fenomena ?”.
Izinkan diri kita terbuka dan belajar, Insya Allah kita akan
digiring langsung menuju realisasi yang lebih dalam.
Seriously Kebahagiaan Alami adalah hakikat dari segala
fenomena, bahan dasar dari segala fenomena.
Mempraktekkan bahagia level tiga adalah jalan yang
membuka kepada pemahaman itu secara otomatis.
Dalam jeda kita melihat bahwa ada kebahagiaan alami
dalam diri kita. Seperti layar televisi yang dimatikan,
maka akan muncul layar berwarna hitam. Jelas. Namun
lambat laun kita akan tahu bahwa meskipun layar televisi
dinyalakan, layar hitam itu tetap ada. Hanya seolah
tertutupi oleh kejamakan warna dari televisi tersebut.
Serta bahan dasar dari kejamakan warna layar tersebut
adalah warna hitam itu sendiri.
Bab 2 kesadaran