Anda di halaman 1dari 11

HOME › ILMU PSIKOLOGI › PSIKOLOGI UMUM

Pengertian Kebahagiaan (Happiness) dan Aspek-aspek Happiness


Menurut Para Ahli Boy Hilman 14 Mei 2018 Add Comment Pengertian
Kebahagiaan (Happiness) dan Aspek-aspek Happiness Menurut Para
Ahli - Pada pembalajaran kali ini Universitas Psikologi akan mengulas
salah satu variabel psikologi yaitu tentang Kebahagiaan (Happiness).
Variabel ini selalu banyak dikaji oleh para peneliti terutama penelitian
tentang psikologi. Dalam artikel ini akan dibahas mulai dari pengertian
happiness, aspek-aspek happiness, faktor-faktor happiness, komponen
happiness, dan ciri-ciri orang yang bahagian (happines) dari penuturan
para ahli. Semoga dengan adanya artikel ini dapat menjadi refrensi dan
bermanfaat untuk anda semua.

Pengertian Kebahagiaan (Happiness) Istilah happiness atau kebahagiaan


seringkali dikaitkan dengan aliran baru di bidang psikologi, yaitu psikologi
positif yang lebih menekankan pada aspek positif karakteristik yang dimiliki
manusia.

Hingga saat ini terdapat banyak pengertian mengenai kebahagiaan. Baca


Juga Pengertian Kepuasan Pernikahan dan Hal yang Membuat Pernikahan
Menjadi Bahagia Pengertian Religiusitas dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Keagamaan Pengertian Kejenuhan (Burn Out) dan Faktor-
faktor Kejenuhan Kerja

Menurut Para Ahli Hurlock (2004) mengatakan bahwa kebahagiaan


merupakan gabungan dari adanya sikap menerima (acceptance), kasih
sayang (affection) dan prestasi (acheivement).

Sikap menerima orang lain dipengaruhi oleh sikap menerima diri sendiri
dalam penyesuaian sosial dimana dalam penyesuian sosial diperlukan
adanya daya tarik fisik yang akan menimbulkan rasa cinta dan penerimaan
dari orang lain, sedangkan cinta merupakan hasil sikap penerimaan orang
lain di dalam lingkungan.

Selain itu, prestasi juga salah satu esensi kebahagiaan. Prestasi ini timbul
karena adanya kerja keras, pengorbanan, kompetensi dan mempunyai
tujuan yang realistik. Ketiga esensi kebahagiaan ini harus dapat dijalani
secara bersamaan.

Kebahagiaan atau Happiness Baca juga: Konsep Scaffolding dan Aplikasi


Teorinya Kepuasan hidup yang biasanya disebut dengan kebahagiaan,
timbul dari pemenuhan kebutuhan atau harapan, yang merupakan
penyebab atau sarana untuk menikmati, seperti yang dijelaskan oleh
Alston dan Dudley (dalam Hurlock, 2004) kepuasaan hidup merupakan
kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya
yang disertai tingkat kegembiraan. Menurut Seligman (2002) kebahagiaan
adalah keadaan psikologis yang positif dimana seseorang memiliki emosi
positif berupa kepuasan hidup dan juga pikiran dan perasaan yang positif
terhadap kehidupan yang dijalaninya. Emosi positif  bisa tentang masa lalu,
masa sekarang, atau masa depan, dengan mempelajari ketiga macam
kebahagiaan ini, seseorang bisa menggerakkan emosi kearah yang positif
dengan mengubah perasaan tentang masa lalu, cara berpikir tentang masa
depan, dan cara menjalani masa sekarang. Kebahagiaan jangka panjang
muncul meningkat sejalan dengan banyaknya emosi positif yang dialami
seseorang pada saat mengingat masa lalu, menatap masa mendatang,
dan menjalani masa kini. Emosi positif tentang masa lalu mencakup
kepuasan, kelegaan, kesuksesan, kebanggan dan kedamaian.

Aspek Kebahagiaan (Happiness) Menurut Hurlock (2004) ada terdapat


“tiga A” aspek kebahagiaan, yaitu acceptance (penerimaan), affection
(kasih sayang), dan achievement (pencapaian). Chaplin (2008) dalam
kamus lengkap psikologi menjelaskan secara rinci mengenai defenisi tiga
aspek kebahagiaan tersebut sebagai berikut: Acceptance (penerimaan)
Merupakan suatu yang ditandai dengan sikap positif atau menolak, dalam
praktik klinis, pengakuan atau penghargaan terhadap nilai-nilai individual,
tanpa  menyertakan pengakuan terhadap tingkah lakunya, atau tanpa
keterikatan emosional yang terdapat dipihak terapis yang bersangkutan.
Affection (kasih sayang)  Merupakan perasaan yang sangat kuat, cinta,
satu kelas yang luas dari proses-proses mental, termasuk perasaan,
emosi, suasana hati, dan temperamen. Achievement (pencapaian)
Merupakan suatu pencapaian atau hasil yang telah dicapai, satu tingkat
khusus dari kesuksesan karena mempelajari tugas-tugas, atau tingkat
tertentu dari kecakapan/keahlian dalam tugas-tugas sekolah atau
akademis. Apabila seorang lansia tidak dapat memenuhi acceptance,
achievement, dan affection tersebut maka akan sulit baginya untuk dapat
mencapai kebahagiaan. Misalnya, ia merasa diabaikan oleh anggota
keluarga atau petugas panti, merasa bahwa prestasi pada masa lalu tidak
memenuhi harapan dan keinginan, atau apabila mereka mengembangkan
perasaan bahwa tidak ada satu orang pun yang mencintainya.
Kebahagiaan tidak memiliki arti yang sama bagi mereka yang berusia
lanjut. Namun, secara umum lansia yang bahagia lebih sadar dan siap
untuk terikat dengan kegiatan baru dibandingkan lansia yang merasa tidak
bahagia. Hal ini disebabkan apa yang dikerjakannya lebih penting bagi
kebahagiaannya dimasa usia lanjut dibandingkan siapa mereka. Ada
beberapa kondisi penting yang dapat membantu pencapaian kebahagiaan
lansia, antara lain terus berpartisipasi dengan kegiatan yang berarti dan
menarik, diterima oleh dan memperoleh respek dari kelompok sosial,
menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat keluarga dan
teman-teman, dan melakukan kegiatan produktif, baik kegiatan di rumah
maupun kegiatan yang secara sukarela dilakukan. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kebahagiaan (Happiness) Faktor-faktor yang
mempengaruhi happiness menurut Seligman (2002) adalah sebagai
berikut: Kehidupan sosial Orang yang sangat bahagia adalah orang-orang
yang dapat mempunyai kehidupan sosial yang baik dan sering melakukan
sosialisasi dan paling sedikit hidup dalam kesendirian. Agama dan
religiusitas Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap
kehidupan daripada orang yang tidak religius, hal ini dikarenakan agama
dapat memberikan harapan akan masa depan dan menciptakan makna
dalam hidup bagi manusia. Hubungan antara harapan akan masa depan
dan keyakinan beragama merupakan landasan mengapa keimanan sangat
efektif melawan keputusan dan meningktkan kebahagiaan. Pernikahan
Pernikahan sangat erat hubungannya dengan kebahagiaan. Orang yang
menikah dapat mempengaruhi panjangnya usia dan mendapatkan
penghasilan. Usia  Penelitian yang dilakukan terhadapa 60.000 orang
dewasa dari 40 bangsa membagi kebahagiaan dalam tiga komponen yaitu,
kepuasaan hidup, afek menyenangkan, dan afek tidak menyenangkan.
Kepuasan hidup sedikit meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Afek menyenangkan sedikit melemah dan afek negatif tidak berubah, yang
berubah ketika menua adalah intensitas emosi. Perasaan ingin selalu
berada dipuncak dan keputusasaan menjadi berkurang seiring dengan
bertambahnya usia dan pengalaman. Uang  Pada negara yang sangat
miskin, kaya bisa berarti lebih bahagia, namun pada negara yang lebih
makmur, peningkatan kekayaan tidak begitu berdampak pada
kebahagiaan. Kesehatan Kesehatan objektif yang baik tidak selalu
berdampak pada kebahagiaan, yang terpenting dalam hal ini adalah
bagaimana persepsi subjektif kita seberapa sehat diri kita. Komponen-
komponen Kebahagiaan (Happiness) Kebahagiaan juga didefinisikan
sebagai keadaan psikologis positif yang ditandai dengan tingginya derajat
kepuasan hidup, afek positif, dan rendahnya derajat afek negatif  Carr
(dalam Restika, 2012). Definisi lain yang serupa juga diungkapkan oleh
Diener (dalam Restika, 2012) yang menggunakan istilah kesejahteraan
subjektif sebagai sinonim dari kebahagiaan, yaitu: “subjective well-being
emphasizes an individual’s own assessment of his or her own life-not the
judgment of experts’-and includes satisfaction (both in general and
satisfaction with specific domains), pleasant affect, and low negative
affect”. Dari definisi tersebut diketahui bahwa kebahagiaan menekankan
pada penilaian individu terhadap kehidupannya (bukan penilaian ahli).
Selain itu, kebahagiaan juga melibatkan kepuasan (kepuasan secara
umum dan kepuasan pada ranah kehidupan yang spesifik), afek yang
menyenangkan, dan rendahnya afek negatif. Berdasarkan kedua definisi
yang sudah dijelaskan di atas, terlihat bahwa kebahagiaan memiliki
beberapa komponen penting yaitu (Diener, dalam Restika 2012): Afek
positif dan afek negatif  Afek positif dan afek negatif menggambarkan
pengalaman utama dari situasi atau kejadian yang terus terjadi dalam
kehidupan manusia. Hal ini yang membuat para tokoh berpendapat bahwa
penilaian afektif terhadap situasi tertentu turut mempengaruhi penilaian
individu akan kesejahteraan subjektifnya. Dengan mengetahui tipe
kecenderungan reaksi yang dialami individu, kita dapat memperoleh
pemahaman tentang cara individu menilai kondisi dan peristiwa yang
terjadi dalam hidupnya. Evaluasi afektif ini terdiri dari emosi dan mood,
dimana emosi bersifat lebih sementara karena merupakan respon situasi,
sedangkan mood memiliki rentang yang lebih lama daripada emosi. Orang
yang dikatakan bahagia adalah orang yang jarang mengalami afek negatif
dan sering mengalami afek positif Kepuasan hidup  Kepuasan hidup
didefinisikan sebagai penilaian global tentang  kualitas hidup individu.
Individu dapat menilai kondisi hidupnya, mempertimbangkan pentingnya
kondisi-kondisi ini, dan mengevaluasi kehidupan mereka pada skala yang
berkisar dari tidak puas sampai puas. Berbeda dengan afek positif dan
negatif yang merupakan komponen afektif dari kebahagiaan, kepuasan
hidup merupakan komponen koginitif karena melibatkan proses kognitif
dalam mengevaluasi kejadian-kejadian dalam hidup. Penilaian kepuasan
hidup berbeda-beda dari satu kebudayaan dengan kebudayaan lain dan
bahkan pada level individual. Hal ini terjadi karena adanya kriteria-kriteria
yang berbeda-beda baik pada satu kebudayaan dengan kebudayaan lain
maupun dari satu individu dengan individu lain. Hal ini merupakan sebuah
keuntungan karena pada akhirnya tingkat kepuasan hidup yang dirasakan
individu benar-benar bersumber dari perspektif individu itu sendiri. Ranah
kepuasan  Ranah kepuasan menggambarkan evaluasi individu terhadap
ranah yang spesifik dalam kehidupannya. Penilaian terhadap ranah
kehidupan yang spesifik dapat menjelaskan komponen-komponen yang
mempengaruhi penilaian kepuasan hidup individu secara keseluruhan.
Oleh karena itu, penilaian terhadap ranah kepuasan yang spesifik ini dapat
memberikan informasi mengenai cara individu membuat penilaian
kebahagiaan secara keseluruhan, dan juga dapat memberi informasi yang
lebih detil tentang aspek spesifik dari kehidupan individu yang berjalan
buruk dan berjalan baik. Ciri-ciri Orang Kebahagiaan (Happiness) Menurut
Gail dan Seehy (dalam Siswanto, 2007) ciri-ciri orang bahagia adalah
sebagai berikut: Hidup mempunyai arti dan arah. Seseorang yang puas
dengan kehidupannya akan dapat merealisasikan sesuatu diluar dirinya
seperti pekerjaan dan harapan yang ingin dicapai sehingga dapat
memberikan hidup yang terarah dan berarti. Dapat menangani
permasalahan yang ada pada dirinya dengan cara  tidak seperti orang
kebanyakan dan lebih bersifat pribadi dan kreatif. Seseorang yang bahagia
mampu dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dialaminya dan
dapat menjalankan rencana yang telah dibuatnya dalam rangka
pemecahan masalahnya. Jarang merasa diperlakukan tidak adil atau
dikecewakan dalam kehidupan. Seseorang yang memiliki kepuasan hidup
yang tinggi cenderung melihat kegagalan sebagai pengalaman yang
berguna dan kegagalan tersebut mendorong untuk melakukan usaha yang
lebih baik dari sebelumnya. Mencapai beberapa tujuan hidup yang penting.
Seseorang yang berbahagia dan merasa puas dalam kehidupannya
dicirikan dengan terpenuhnya tujuan yang diharapkan seperti kehidupan

yang aman, keluarga yang aman dan adanya rasa cinta dan kasih sayang
terhadap sesama manusia. Peduli dengan pertumbuhan dan
perkembangan pribadi. Seseorang yang bahagia akan menggambarkan
pribadinya yang jujur, penuh cinta dan bertanggung jawab. Mereka mampu
menghadapi realita sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tanpa
dibuat-buat, memiliki beberapa sahabat dan mampu mengambil tanggung
jawab apabila diperlukan. Memiliki keadaan hubungan mencintai dengan
dicintai secara mutualisme. Seseorang yang bahagia akan memiliki rasa
saling menguntungkan terhadap orang yang mereka cintai dan mampu
memelihara hubungan tersebut. Memiliki banyak teman. Seseorang yang
bahagia memiliki teman-teman yang mampu memberikan perasaaan
nyaman dan dukungan di saat yang diperlukan. Orang yang
menyenangkan dan bersahabat. Seseorang yang berbahagia dicirikan
dengan prilaku yang menyenangkan dan bersemangat serta dapat
memberikan dukungan kepada orang lain sehingga membuat orang di
sekitarnya menjadi semangat. Tidak melihat kritik sebagai serangan pribadi
yang dapat menurunkan harga diri. Seseorang yang bahagia memiliki
harga diri yang cukup sehingga jika mendapatkan kritikan tidak
menjatuhkan harga diri mereka. Mereka dapat membedakan antara tingkah
laku yang kurang sesuai sehingga harus mendapatkan kritikan dari orang
lain. Tidak memiliki ketakutan-ketakutan yang dimiliki orang lain.
Seseorang yang bahagia tidak memiliki ketakutan dan kecemasan dalam
menjalani hidupnya. Sekian artikel Universitas Psikologi tentang Pengertian
Kebahagiaan (Happiness) dan Aspek-aspek Happiness Menurut Para Ahli.
Semoga bermanfaat.

(Warning! Copyright 2018 by Universitas Psikologi) Sumber


Artikel: https://www.universitaspsikologi.com/2018/05/pengertian-dan-
aspek-kebahagiaan-happiness.html
7 Definisi Kebahagiaan Menurut Para Ahli
1. Aristoteles (dalam Adler, 2003) 
Happiness atau kebahagiaan berasal dari kata “happy” atau bahagia yang berarti
feeling good, having fun, having a good time, atau sesuatu yang membuat
pengalaman yang menyenangkan.

2. Rusydi (2007)
Kebahagiaan merupakan sebongkahan perasaan yang dapat dirasakan berupa
perasaan senang, tentram, dan memiliki kedamaian.

3. Biswas, Diener & Dean (2007) 


Kualitas dari keseluruhan hidup manusia – apa yang membuat kehidupan menjadi
baik secara keseluruhan seperti kesehatan yang lebih baik, kreativitas yang tinggi
ataupun pendapatan yang lebih tinggi.

4. Furnham (2008) 
Kebahagiaan merupakan bagian dari kesejahteraan, contentment, to do your life
satisfaction or equally the absence of psychology distress.

5. Diener (2007) 
Satisfaction with life merupakan bentuk nyata dari happiness atau kebahagiaan
dimana kebahagiaan tersebut merupakan sesuatu yang lebih dari suatu pencapaian
tujuan dikarenakan pada kenyataannya kebahagiaan selalu dihubungkan dengan
kesehatan yang lebih baik, kreativitas yang lebih tinggi serta tempat kerja yang
lebih baik.

6. Sumner (dalam Veenhoven, 2006) 


Menggambarkan kebahagiaan sebagai “memiliki sejenis sikap positif terhadap
kehidupan, dimana sepenuhnya merupakan bentuk dari kepemilikan komponen
kognitif dan afektif. Aspek kognitif dari kebahagiaan terdiri dari suatu evaluasi
positif terhadap kehidupan, yang diukur baik melalui standard atau harapan, dari
segi afektif kebahagiaan terdiri dari apa yang kita sebut secara umum sebagai suatu
rasa kesejahteraan (sense of well being), menemukan kekayaan hidup atau
menguntungkan atau perasaan puas atau dipenuhi oleh hal-
hal tersebut.”

7. Diener (1985) 
Menyatakan bahwa happiness atau kebahagiaan mempunyai
makna yang sama dengan subjective wellbeing dimana subjective wellbeing
terbagi atas dua komponen didalamnya. Kedua komponen tersebut adalah
komponen afektif dan komponen kognitif.

Semua orang berlari-lari untuk mencarinya, menggapainya,


mendapatkannya, memilikinya, dan mempertahankannya. Namun
untuk apa? Lalu setelahnya apa? Kita tahu posisi kita saat bahagia.
Kita sedang di puncak. Puncak gelombang sinusoidal bernama
‘kehidupan’, yang di mana ketika sudah sampai puncak, lambat-
laun kita akan turun kembali ke bawah. Terjerumus kepada
kesusahan dan kesulitan. Dan gelombang sinusoidal itu tidak akan
menjadi sebuah garis lurus pada fasa tertentu. Gelombang
tersebut akan tetap berbentuk gelombang. Bahkan mungkin
amplitudonya semakin besar. Seiring berjalannya waktu, kesulitan
akan menjadi semakin sulit. Namun diimbangi kebahagiaan yang
mungkin akan dirasa sangat bahagia. Dan bahkan lebih
membahagiakan dari sebelumnya.

Lalu sebenarnya apa yang kita cari? Sebenarnya apa yang kita
kejar? Kebahagiaan seperti apa? Atau.. apa itu bahagia sendiri?
Mungkin definisi baku bahagia kita bisa dapatkan secara mudah
pada kbbi online atau mungkin wikipedia, di mana artinya sendiri
adalah: keadaan atau perasaan senang dan tenteram
(bebas dari segala yang menyusahkan) (KBBI Daring).
Bebas dari segala yang menyusahkan? Lah bukan kah hal itu aka
terus ada di dalam kehidupan kita? Rasanya sekarang jika kita
menginginkan sesuatu, pasti selalu ada ‘susah’nya dulu. Tidak bisa
langsung mendapatkannya. Bahkan bayi terkadang ketika
menginginkan sesuatu, harus menangis terlebih dahulu.

Susah selalu ada dalam hidup. Dalam sebuah proses menuju


sesuatu yang kita tuju. Bahkan seakan-akan sudah mulai kita buat
hukum sendiri, “semakin susah tantangannya, semakin
membahagiakan hasilnya”, padahalkan bisa saja karena kerja kita
tidak efektif dan efisien lah yang membuat kerja kita semakin
terasa berat. Namun seringkah terasa dalam diri kita, ketika kita
sudah bekerja keras dan membuahkan sesuatu, hasilnya kita
bangga-banggakan bahkan dengan berlebihan. Padahal jika
dipikir-pikir hasilnya standar saja. Hal itu lah yang
menyebabkan value dalam suatu produk menjadi bertambah.
Mungkin orang lain menganggap hal tersebut biasa. Namun tidak
untuk kita yang menjalani prosesnya. Dari situlah kita menangkap
ada yang namanya perbedaan perspektif terhadap sesuatu hal.
Dan banyak faktor yang memengaruhinya. Termasuk
kebahagiaan.

Seseorang bisa bahagia karena bermacam-macam alasan. Yang


menurut orang membahagiakan, bisa saja kata orang lain bahkan
menyebalkan. Contohnya ketika dalam keadaan sendiri, di mana
ada orang yang senang dengan kesendiriannya, tidak suka
kebisingan, dan bahagia dengan buku, musik, atau filmnya
sendiri, tanpa perlu ada yang menemani. Dan ada saja orang yang
benci akan kesendirian. Seakan-kan ia tidak bisa hidup tanpa
adanya orang lain. Sepi malah menyiksanya. Sepi malah
membunuhnya perlahan-lahan.

Setiap orang punya caranya sendiri dalam membuat kebahagiaan.


Namun sayangnya, pada masa ini, sudah banyak standardisasi
mengenai kebahagiaan. “Ah kamumah gak rame”, adalah salah
satu standardisasi dalam kebahagiaan. Di mana orang yang
berkata hal tersebut masih sangat sempit pemikirannya. Di mana
orang yang berkata hal tersebut, adalah orang yang suka
menyamaratakan semua manusia di dunia dengannya. Kasarnya,
“Yang rame tuh begini-begini-begini.”. Padahal bahagia itu bisa
kita temukan di mana saja.

Contoh lain mengenai standardisasi kebahagiaan adalah efek dari


pesatnya alur informasi oleh media. Sehingga orang-orang secara
tidak langsung melihat apa yang ada di TV/Internet/Ya pokoknya
media, adalah hal yang menyenangkan. Padahal dahulu, dia
sangat mudah sekali menemukan kebahagiaannya.
Kebahagiaannya ada di sekitarnya. Namun media membuat
standar kebahagiannya naik. “Aku butuh pantai!” adalah salah
satu pemenuhan kebahagiaan yang gara-gara liat orang di TV ke
pantai, jadi ingin ke pantai. Kalau gak jadi ke pantai, maka tidak
bahagia. Ketika melakukan sesuatu di lingkungan sekitar kita yang
bisa membuat kita bahagia, maka itu menjadi tidak bahagia.
Kenapa? Ya itu tadi, terjadi peningkatan standardisasi mengenai
kebahagiaan. Ketika ingin menurunkan standarnya? Wah ada
perasaan tidak mau langsung muncul. Seolah-olah, bahagia
dengan cara tersebut sudah ‘kuno’. Padahal tidak mau mencoba
saja kembali berbahagia dari sumber kebahagiaan di awal.

Kebahagiaan memang perlu kita kaji lagi. Jangan menjadi orang


yang menyulitkan diri untuk bahagia. Karena ternyata
kebahagiaan mendukung untuk produktivitas. Kebahagiaan pula
menjauhkan diri dari dari stress dan penyakit lainnya. Namun
masalahnya kebahagiaan yang seperti apa? Karena kebahagiaan
yang fana, hanya sesaat saja, akan cepat membawamu kembali ke
keadaan penuh-masalah. Kebahagiaan yang kontinu mungkin
yang perlu kita raih? Yang seperti apa itu? Itu tergantung Anda :)

Yang saya tekankan di sini, bahagia tidak perlu


muluk-muluk. Bahagia tidak perlu jauh-jauh.
Kebahagiaan ada di sekitar kita. Bahkan jika kita
berpikir lebih sederhana, mengetahui diri masih bisa
melihat, mendengar, dan berbicara pun adalah suatu
kebahagiaan yang perlu kita syukuri.

Namun bagi saya, mengetahui diri telah menjadi orang yang


bermanfaat bagi sekitar dan memiliki kontribusi yang cukup
besar, memberikan saya rasa ‘aman’, sekaligus kebahagiaan.
Kebahagiaan yang cukup berkepanjangan. Karena diikuti dengan
kebahagiaan-kebahagiaan lainnya di akhir sana. Mengetahui
orang lain bahagia karena saya, lebih membahagiakan ketika saya
sendiri bahagia. Analoginya seperti makan ice cream. Saya lebih
bahagia ketika bisa mentraktir (tanpa merasa kekurangan
apapun) teman-teman saya memakan ice cream bersama,
daripada saya sendiri memakan ice cream. Makanya itu salah satu
motivasi saya sampe sekarang untuk terus berjuang. Karena
menurut saya, bahagia bukan soal kita merasa tenang dan aman
tanpa kesusahan. Tapi bahagia bagi saya adalah bahagianya
orang-orang di sekitar saya, karena saya. Bagaimana dengan
Anda?

P.s: Mulai sekarang mungkin medium ini akan diisi tulisan-


tulisan pendek saja. Gaakan panjang-panjang. Isinya semacam
begini lah. Semoga bisa menginspirasi atau membuat pikiran
kita sama-sama terbuka. Saya suka diskusi. Tapi tolong tidak
usah berdebat hehe.

P.s.s: Saya mencoba untuk membuat tulisan ini sependek


mungkin. Agar bisa dibaca tentunya. Jangan dianggap pemikiran
saya mengenai kebahagiaan hanya sebatas tulisan ini saja. Tidak.
Maka dari itu, ‘saya suka berdiskusi’.

Anda mungkin juga menyukai