Anda di halaman 1dari 72

PSIKOLOGI POSITIF

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Positif

DISUSUN OLEH:
Angkatan 2017

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2020
Sejarah Psikologi Positif
1. What is Positive Psychology?
Psikologi positif membahas penggunaan teori, penelitian, dan teknik intervensi
psikologi untuk memahami aspek positif, adaptif, kreatif, dan emotionally fulfilling
dari perilaku manusia. Menurut Kennon Sheldon dan Laura King (2001) dalam
Compton dan Hoffman (2013), psikologi positif adalah studi ilmiah mengenai
kekuatan dan nilai dari manusia.
Psikologi positif menyelidiki potensi untuk melakukan apa yang benar dan
orang-orang mempunyai akses untuk itu, dengan sedikit bantuan mereka dapat
melakukan aktualisasi dalam hidup mereka. Psikologi positif adalah studi ilmiah
tentang apa yang memungkinkan individu dan masyarakat untuk berkembang
(International Positive Psychology Association, 2009 dalam Compton & Hoffman,
2013). Menurut artikel jurnal yang berjudul ‘The history of Positive Psychology:
Truth Be Told’ oleh Jeffrey J.Froh dan St. Joseph’s College, psikologi positif adalah
suatu studi yang melihat bagaimana manusia berkembang pada saat kesulitan
(Seligman & Csikszentmihalyi, 2000). Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan
mengembangkan kekuatan dan nilai yang ada pada manusia agar membuat kehidupan
bermakna. Terminologi ‘Psikologi Positif’ pertama kali muncul pada bab terakhir
dari buku Maslow ‘ Motivation and Personality (1954), yaitu dengan judul bab
“ Toward a Positive Psychology”.

2. The Dimensions of Positive Psychology


● Pada level subjektif, psikologi positif melihat kondisi positif atau emosi positif
subjek, pemikiran konstruktif mengenai self dan masa depan, serta efek dari emosi
positif.
● Pada level individu, psikologi positif berfokus pada sifat positif dari individu atau
pola perilaku positif pada individu, dan juga kelebihan-kelebihan yang dimiliki
individu.
● Pada level kelompok atau sosial, psikologi positif berfokus pada pengembangan,
pembuatan, dan pemeliharaan institusi positif. Mengkaji isu-isu yang melibatkan
lingkungan yang positif seperti pembuatan kebijakan sipil atau penelitian
mengenai lingkungan kerja yang sehat, serta menyelidiki bagaimana institusi
dapat berbuat lebih untuk mendukung dan memelihara setiap orang yang terkena
dampaknya.

3. The Scope of Positive Psychology


Topik yang dapat dibahas dalam psikologi positif sangat luas. Bahkan topik
yang dapat dibahas dapat diurutkan dari A ke Z, misalnya altruisme, empati, studi
emosi positif dalam job satisfaction, penekanan psikoterapis dalam pencapaian dan
sifat positif, dan lain-lain (Lopez & Snyder, 2009 dalam Compton & Hoffman, 2013).
Pencapaian awal psikologi positif adalah mendorong para psikolog untuk fokus pada
apa yang dapat dilakukan oleh individu. Studi psikologi positif masih relevan hingga
kini dan mendorong penelitian mendalam terkait apa yang dimaksud dengan the good
life.
4. A Short History of Well Being in The Western World
Psikologi positif adalah upaya terbaharu manusia dalam memahami
kebahagiaan dan well-being. Dari teori kontemporer mengatakan bahwa kebahagiaan,
kepuasan hidup, well-being, sesungguhnya turun dari ide-ide terdahulu tentang good
life yang relatif tidak berubah semenjak dicetuskan filsuf Yunani. Namun perlu
diingat bahwa kultur non-Eropa mungkin mempunyai sejarah well-being yang
berbeda.

a. Hedonisme
Pendekatan tertua dari well-being adalah hedonisme. Perspektif
hedonisme fokus pada kesenangan sebagai komponen dasar good life.
Hedonisme pada dasarnya mempertimbangkan untuk mengubah ‘hanya’
sekedar pencarian well-being menjadi pencarian kesenangan berbasis hawa
nafsu dan menghindari bahaya, sakit, dan penderitaan.
Walaupun pencarian kesenangan dengan satu pola pikir ini merupakan
pemikiran tertua dari good life, bentuk hedonisme telah dilihat sebagai tujuan
kesenangan diri sendiri yang kurang bekerja dalam mencapai kebahagiaan
oleh sebagian besar masyarakat sepanjang sejarah. Hampir setiap orang
percaya bahwa rasa puas akibat hawa nafsu itu hanya berlangsung singkat dan
membutuhkan usaha konstan untuk mempertahankannya dan ketika terlalu
fokus pada bagaimana mendapatkan hedonistik, maka manusia tidak akan
mengalami perkembangan karakter dan kepribadian. Secara umum, proposisi
sederhana bahwa kita berperilaku untuk meningkatkan kesenangan psikologis
dan menghindari sakit psikologis telah tercederai sehingga pendekatan ini
tidak bisa menyajikan dasar yang baik dan universal tentang good life atau
psychological well-being (Larsen, Hemenover, Norris, & Cacioppo, 2003;
Parrott, 1993).

b. The Early Hebrew


Yudaisme adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam
perkembangan dan penyebaran pandangan dunia Barat. Salah satu penopang
budaya Barat yaitu agama dan budaya dari Hebrew (Ibrani) kuno. Orang
Ibrani kuno membentuk identitas sosialnya dengan mengembangkan
hubungan dengan Tuhannya sendiri. Hubungannya dengan Tuhan membuat
orang Ibrani kuno menetapkan aturan dalam bentuk Ten Commandments yang
secara umum mereka melarang orang-orang untuk bersikap serakah, egois,
marah yang tidak rasional, dan meminta untuk menerima Tuhan dari orang
Ibrani kuno sebagai satu-satunya Tuhan yang ada.
Pendekatan untuk mencari arti kebahagiaan ini disebut dengan divine
command theory of happiness. Kebahagiaan dalam pendekatan ini ditemukan
dalam hidup yang sesuai dengan perintah atau aturan yang ditetapkan oleh
makhluk Tertinggi (Honderich, 1995). Prinsip dasar dari teori ini adalah jika
seseorang menaati perintah, akan ada reward, dan sebaliknya. Oleh karena itu,
menurut para leluhur Ibrani dan banyak orang Kristen, kebahagiaan sejati
berkaitan dengan ketaatan seseorang dalam agama berdasarkan aturan yang
dibuat oleh Tuhannya dan berkaitan dengan penolakan terhadap perilaku
hedonistik yang berasal dari diri sendiri. Pengaruh pandangan ini terhadap
budaya Barat tidak bisa terlalu ditekankan selama 2.500 tahun selanjutnya.
Namun, teori divine command ini terus menjadi salah satu orientasi yang
dominan yang dianut oleh orang untuk mengejar arti kebahagiaan mereka.

c. The Greeks
Sebagaimana dicatat, pilar kedua untuk mempertahankan
perkembangan intelektual dan moral Barat adalah warisan budaya Yunani
kuno. Meskipun tradisi Yahudi sebagian besar berpengaruh dalam
pengembangan keyakinan etis, moral, dan agama, budaya Yunani mengatur
panggung untuk perkembangan filsafat, sains, seni, dan psikologi untuk 2.500
tahun ke depan. Faktanya, ide-ide filosofis inti dari tradisi Barat berakar pada
filsafat Yunani. Zaman Keemasan Yunani memperkenalkan gagasan mendasar
bahwa kehidupan yang baik dan jalan yang tepat menuju kebahagiaan dapat
ditemukan melalui logika dan analisis rasional. Baik dewa maupun tradisi
masyarakat bukanlah penengah tertinggi dari nilai dan tujuan individu.
Jawaban umum untuk pertanyaan “kebahagiaan” adalah bahwa manusia yang
rasional dapat memutuskan sendiri jalan mana yang paling tepat menuju
kesejahteraan.
d. Socrates
Orang yang paling bertanggung jawab untuk arah baru kehidupan
intelektual Yunani adalah Socrates (c. 469-399 SM). Socrates mengajukan
pertanyaan utama tentang pengetahuan manusia, terutama pada gagasan
tentang sifat kehidupan yang baik dan apa yang kita butuhkan untuk benar-
benar bahagia. Dalam metodenya, Socrates menegaskan moto Delphic “Know
Thyself”. Pencarian kebenaran berpusat pada eksplorasi kebenaran yang tidak
berubah dari jiwa manusia (Robinson, 1990). Dia percaya bahwa kebahagiaan
sejati hanya dapat dicapai melalui self-knowledge dan hanya pemeriksaan
jiwa universal seseorang yang merupakan true wisdom. Namun untuk
mengetahui apa yang benar-benar baik, dan bukan hanya apa yang
memanjakan diri sendiri atau yang diharapkan secara sosial, maka seseorang
harus mengetahui esensi atau sifat kebajikan. Orang harus tahu the good,
artinya elemen inti dari kehidupan yang baik. Socrates percaya bahwa begitu
sifat sejati the good diketahui, ia akan secara otomatis diinginkan dan dengan
demikian akan memotivasi perilaku berbudi luhur secara rasional. Namun,
Socrates tidak percaya pada bentuk-bentuk pengetahuan perseptual. Baginya,
true wisdom harus ditemukan dalam realitas yang mengungkapkan kebenaran
abadi dan tidak berubah. Kesimpulan apa pun yang didasarkan pada
pengalaman indrawi atau emosi tidak dapat mengungkapkan kebenaran sejauh
mereka terus berubah dalam menanggapi keadaan eksternal sesaat.
e. Plato
Pengikut jejak Socrates adalah muridnya yang paling penting, yaitu
Plato (427-347 SM). Plato juga percaya bahwa pengalaman sensorik yang
berubah tidak bisa menjadi dasar true wisdom. True wisdom harus ditemukan
di dunia yang tidak berubah yang melampaui dunia indera. Pencarian kearifan
melibatkan pencarian yang penuh gairah dan sulit yang terlihat di bawah
permukaan penampilan dan menantang gagasan yang terbentuk sebelumnya.
Metode pencarian ini terdiri dari reason dan formal intuition. Orang yang
melakukan pencarian ini harus memiliki keberanian untuk menemukan
kebenaran yang tersembunyi di bawah dunia penampakan yang kita alami
melalui indera. Dalam analogi terkenalnya tentang “cave”, Plato
membandingkan sebagian besar pria dan wanita yang berada di dalam gua
yang hanya bisa melihat dinding belakang di depan mereka. Ketika sosok-
sosok melintas di luar gua, matahari yang cerah memproyeksikan bayangan
mereka ke dinding belakang gua. Bagi Plato, mereka yang ada di dalam gua
salah mengira bayang-bayang yang lewat karena mereka tidak tahu apa-apa
selain salinan realitas. Di dunia kontemporer, pengaruh Plato dapat dilacak
dalam setiap pencarian happiness atau the good life menuju makna yang lebih
dalam terhadap kehidupan, misalnya; pencarian spiritual, pencarian diri sejati
seseorang, dan pemeriksaan motivasi tidak sadar yang membuat seseorang
tidak mengalami kesejahteraan.
f. Aristoteles
Aristoteles (384-322 SM) adalah murid Plato yang membuat tradisi
intelektual Barat mengalami perubahan yang sangat berbeda. Kebenaran
universal dapat ditemukan dalam penemuan ketertiban intelektual di dunia.
Wahana untuk pencarian ini adalah indera dan alatnya adalah logika,
klasifikasi, dan definisi konseptual. Tidak seperti gurunya Plato, Aristoteles
tidak menyukai intuisi bentuk-bentuk kekal dalam mencari kebenaran dan
kesejahteraan yang lebih tinggi. Cita-cita Aristotelian menghargai ketenangan,
harmoni, dan penghindaran emosi yang ekstrem. Aristoteles percaya bahwa
"emosi harus dijinakkan, dengan disiplin diri yang ketat, untuk menerima
dictates of reason" (Kiefer, 1988, p.43).
Salah satu tujuan Aristoteles adalah untuk menemukan golden mean
yang ada di antara kehidupan yang ekstrem. Ini adalah kondisi balance,
harmony, dan equilibrium yang mengarah pada kehidupan yang dihayati
sesuai dengan prinsip eudaimonia. Robinson (1990) menjelaskan eudaimonia
sebagai kondisi yang berkembang dan lengkap yang merupakan sukacita sejati
dan abadi. Eudaimonia bukan hanya seperangkat kesenangan atau
kenyamanan atau kesenangan Epicurean. Ini adalah kehidupan yang dijalani
dengan cara tertentu, di mana kehidupan di sini mengacu pada kehidupan
secara keseluruhan, bukan sejumlah momen yang dirangkai. Kehidupan yang
baik ditemukan dalam konteks total kehidupan seseorang. Ini bukan hanya
keadaan emosi sesaat atau bahkan satu emosi tertentu. Meskipun eudaimonia
biasanya diterjemahkan sebagai kebahagiaan, tetapi dapat juga diterjemahkan
sebagai truly fortunate, possessed of true well-being, atau flourishing (Telfer,
1980). Gagasan utamanya adalah bahwa orang yang benar-benar bahagia
memiliki apa yang layak untuk di dambakan dan berharga dalam hidup.
Aristoteles menganggap kebajikan tertentu sebagai disposisi karakter
yang mengarahkan seseorang ke arah eudaimonia (Schimmel, 2000). Dalam
bukunya yang berjudul Nicomachean Ethics (trans. 1908) ia menulis, “Kita
adalah apa yang kita lakukan berulang kali. Maka, keunggulan bukanlah suatu
tindakan, tetapi suatu kebiasaan”. Dia mengusulkan 12 kebajikan dasar yang
ketika dibudidayakan memungkinkan kita untuk mendekati keadaan
eudaimonia, yaitu; courage (keberanian), liberality (kebebasan), pride (self-
respect), friendliness (keramahan), wit (kecerdasan), justice (keadilan),
temperance (kesederhanaan), magnificence (kemewahan), good-temper (sifat
baik), truthfulness (kebenaran), shame (rasa bersalah yang pantas untuk
pelanggaran kita), dan honor (kehormatan) (Aristoteles, 1908). Mengenali dan
menumbuhkan potensi bawaan kita bisa mengarah pada kebahagiaan.
Virtue theory of happiness ini (Honderich, 1995) menyatakan bahwa
penanaman dan pengembangan kebajikan tertentu menuntun seseorang
menuju kesejahteraan terbesar dan karenanya menuju kehidupan yang baik.
Perspektif Aristoteles tentang kesejahteraan disebut sebagai Aristotelian circle
karena kesejahteraan, kebajikan, dan kebijaksanaan praktis semuanya saling
terkait sehingga masing-masing secara terus-menerus memengaruhi yang lain
(Honderich, 1995). Saat ini banyak teori kesehatan mental mendalilkan
seperangkat sifat terpuji atau budi luhur yang terkait dengan pengembangan
kepribadian yang sehat. Seperti yang terlihat sebelumnya, psikologi positif
sebagian didefinisikan sebagai pencarian kekuatan dan kebajikan manusia.
Faktanya, penelitian semacam itu dapat dilihat sebagai adaptasi kontemporer
dari teori keutamaan Aristoteles.
g. The Epicureans
Sebuah sekolah Epicureanisme yang didirikan oleh Epicurus pada
akhir abad keempat SM menyatakan bahwa kebahagiaan paling baik diperoleh
dengan cara menarik diri dari politik untuk menanamkan kehidupan yang
tenang dari kesenangan sederhana. Kaum Epicurean mencari kehidupan yang
aman dan nyaman dengan cara menghindari rasa sakit yang tidak perlu dan
menumbuhkan kesenangan yang cukup. Citra kehidupan yang baik seperti
kombinasi relaksasi, kesenangan yang cukup, terbebas dari rasa sakit atau
khawatir merupakan ciri- ciri dari kebahagiaan yang ideal pada saat ini.
banyak orang di dunia saat ini, termasuk banyak psikolog, dapat dianggap
sebagai Epicurean.

h. The Stoics
Pendirian sekolah Stoic oleh Zeno bersamaan dengan Epicurean.
Orang-orang stoic kuno percaya bahwa kekayaan materi, kebahagiaan, cinta,
dan kekaguman adalah hal-hal yang dapat berubah dan oleh sebab itu
seseorang tidak boleh mendasarkan kesejahteraannya pada sesuatu yang tidak
kekal semacam itu (Robinson, 1997). Stoicisme akhirnya menjadi salah satu
aliran filsafat utama di dunia Romawi yang diolah dan dipromosikan oleh
Epictetus dan yang lainnya (Robinson & Groves, 1998). Ada beberapa
pendekatan untuk kebahagiaan berdasarkan ide-ide stoic murni. Namun,
beberapa perspektif keagamaan fokus pada menerima "rencana Tuhan" untuk
hidup seseorang. Selain itu, aliran pemikiran eksistensial tertentu berpendapat
agar kita menerima bahwa kita dilemparkan ke dalam kehidupan yang tidak
kita pilih dan harus bekerja dalam batas-batasnya.

Summary of Greek Ideas on the Good Life


Daniel Robinson (1997) percaya bahwa para filsuf Yunani (khususnya Socrates, Plato,
dan Aristoteles) dan Romawi mewariskan empat teori utama tentang kehidupan yang baik,
adapun diantaranya adalah kehidupan kontemplatif, kehidupan aktif, kehidupan fatalistik, dan
hedonisme. Dalam kehidupan kontemplatif seseorang mengejar pengetahuan yang lebih
tinggi; pemahaman; refleksi diri; dan kebijaksanaan.Pandangan kontemplatif tentang
kehidupan yang baik dipandu oleh pendapat Socrates bahwa "kehidupan yang tidak diuji
tidak layak untuk dijalani." Kehidupan yang aktif didasarkan pada adanya rasa tanggung
jawab terhadap tugas yang dimiliki, tanggung jawab sosial, dan keterlibatan di dunia seperti
keterlibatan dalam aktivitas sipil, politik, atau komersial dalam upaya untuk mempengaruhi
masyarakat. Kehidupan fatalistik mengakui bahwa hidup membawa kesulitan dan akibatnya
beberapa standar kesejahteraan harus berasal dari penerimaan tanpa keluhan atau perjuangan
yang tidak perlu dari ketidaktertarikan yang tidak diinginkan ini. Tiga perspektif pertama
masing-masing dapat dilihat dalam doa yang terkenal oleh Reinhold Niebuhr: “Tuhan
memberikan saya ketenangan untuk menerima hal-hal yang tidak dapat saya ubah [kehidupan
fatalistik], keberanian untuk mengubah hal-hal yang saya dapat [kehidupan aktif], dan
kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaan [kehidupan kontemplatif]. " Dan terakhir,
kehidupan hedonisme juga merupakan pilihan untuk kehidupan yang baik. Robinson juga
menyebutkan dua perspektif tambahan tentang kehidupan yang baik: kehidupan yang heroik
dan kehidupan yang suci. Sebagian besar pandangan kontemporer tentang bagaimana
mencapai kesejahteraan dan kepuasan diungkapkan oleh orang-orang Yunani kuno.
Sayangnya, penekanan orang Yunani pada analisis rasional, kebebasan untuk memilih
keyakinan sendiri, dan pencarian yang jujur dan menyeluruh untuk kebijaksanaan dan
kebenaran hilang selama Abad Pertengahan. Hal-hal ini tidak akan menjadi sentral lagi dalam
pencarian kesejahteraan di peradaban Barat sampai akhir abad ke-19.

Early Christianity and The Middle Ages


Bangkitnya kristen menggambarkan perkembangan yang paling signifikan pada
peradaban Barat dan merupakan dasar dari pilar ketiga yang menopang negara bagian Barat
selama dua millennium. Kekristenan juga mengubah arti dari pengabdian religius (religious
devotion) pada masyarakat Barat, dimana mereka berhenti melihat Tuhan sebagai sosok
dewa yang luar biasa dan kuat untuk ditakuti, melainkan sebagai kehadiran penuh kasih yang
sangat peduli terhadap kemanusiaan. Cara mencari kebahagiaan yang sebenarnya dipercayai
dapat ditemukan di dalam pesan dan kehidupan Yesus yang menekankan kepada cinta dan
kasih sayang. Dengan mengekspresikan cinta seperti Tuhan dan membagikannya dengan
orang lain, seseorang dapat menemukan kedamaian, kesenangan, dan keselamatan
Pada awal Abad Pertengahan (500-1200 CE), gereja Kristen serta biara-biara
merupakan pusat dari kehidupan spiritual, intelektual, dan tidak jarang kehidupan politik.
Oleh karena itu, gambaran dari kehidupan yang baik didasari oleh perspektif religius bahwa
kebahagiaan yang sebenarnya akan ditunda sampai kehidupan setelah mati dan kebangkitan
menuju surga. Pada saat ini dipercayai juga bahwa kenikmatan dari fisik dan ruh merupakan
hal yang terpisah dan kenikmatan yang didapatkan dari hal sekecil apapun merupakan
distraksi dari masalah spiritual.
● Teori Kebaikan pada Abad Pertengahan
Mengingat terdapat larangan keras terkait kenikmatan, maka gereja merasa
perlu untuk memperingatkan manusia terkait bahaya dunia dan bagaimana hal ini
dapat menjerat orang yang lalai. Dari sana, muncul Tujuh Dosa Mematikan (Seven
Deadly Sins) yang merupakan daftar dari kejahatan yang akan menghancurkan
karakter dan dapat memunculkan dosa lain. Secara umum, Tujuh Dosa Mematikan
mengutuk perilaku hedonisme dan narsisme.
Selain itu, terdapat pula daftar alternatif lain yang disebut Four Cardinal
Virtues (atau Natural Virtues) dan tambahan Three Theological Virtues. Daftar ini
berisi perilaku yang dianggap baik dan pengabaian dosa. Four Cardinal Virtues
menekankan kepada empat sifat yaitu keadilan, kebijaksanaan, ketabahan, dan
kesederhanaan. Kemudian skolastik pada abad pertengahan menambahkan Three
Theological Virtues yaitu kepercayaan, harapan, dan kemurahan hati. Terdapat
banyak konseptualisasi dari psychological well-being yang mengandalkan daftar
tersebut sebagai core trait. Landasan dasar dari perilaku etis dan humanitarianism
pada bagian Barat didasarkan oleh daftar tersebut.
● Moses Maimonides
Salah satu tokoh yang berpengaruh dalam bidang psikologi positif adalah
Moses Maimonides. Dia merupakan filsuf, dokter, dan pemimpin agama Yahudi yang
terkenal di Mesir, yang dikagumi karena kemampuan medis serta kebijaksanaannya.
Maimonides menekankan peran dari emosi negatif dan positif dalam mempengaruhi
kesehatan, khususnya mengingatkan mengenai bahaya kemarahan dan kesedihan yang
bersifat terus menerus. Dia juga mengatakan bahwa pengalaman yang berhubungan
dengan keindahan seni dana lam seperti mendengarkan music atau melihat bangunan
yang indah sebagai sesuatu yang menguntungkan. Maimonides juga menganggap
bahwa praktik mindfulness merupakan sesuatu yang penting untuk fungsi kesehatan
dan mendukung perkembangan dari karakter positif seperti keceriaan, keramahan, dan
kemurahan hati untuk dapat menjalani kehidupan yang layak.
● Mysticism
Abad pertengahan merupakan waktu dimana pencarian pribadi terkait
hubungan mendalam dengan Tuhan dilembagakan. Pada tembok-tembok biara dapat
ditemukan biksu yang terlibat dalam praktik contemplative spirituality atau mysticism.
Untuk orang-orang ini, pencarian hubungan spiritual dengan Tuhan merupakan hal
yang sangat memuaskan sehingga masalah-masalah dunia dapat dikesampingkan.

The Renaissance to The Age of Enlightenment


Pada tahun 1400-1600 khususnya di masa renaisans italia di eropa terdapat
perkembangan transformasi bagaimana orang-orang mencoba untuk memahami kepribadian.
berawal dari perubahan paham dari dogma gereja menjadi humanisme. beberapa tokoh
terkenal yang diasosiasikan dengan humanisme antara lain adalah Francis Bacon dan Sir
Thomas More di Inggris, Desiderius Erasmus di Belanda, Francisco Petrarch di Italia, dan
Michel Montaigne di Perancis. Seluruh tokoh tersebut memiliki pandangan independen
terhadap doktrin-doktrin gereja, sehingga mereka dapat meletakan dasar kemunculan sains.
● Creativity and the Rise of the artist
Terdapat 2 gagasan yang berkontribusi vital pada masa ini yaitu : seniman
memiliki bakat istimewa dan munculnya individualisme. Salah satu perubahan yang
berlangsung lama pada masa renaissance adalah meningkatnya status sosial dari
seniman dan kepercayaan bahwa mereka memiliki bakat istimewa yang orang lain
tidak miliki. konsep dari seniman kreatif melibatkan elemen personal vision yang
diekspresikan melalui lukisan, musik, arsitektur, dan patung. Personal vision inilah
yang menunjukan bahwa adanya keunikan yang seniman pada middle ages tidak
miliki. Berkembangnya paham individualisme juga mengubah image dari seseorang
yang kemudian secara signifikan mengubah cara bagaimana seseorang mencari
kebahagiaan (Baumeister, 1987 dalam Compton & Hoffman, 2013 )

● The Rise of Science


Pada akhir abad 17 memberikan konsepsi baru dari human nature yang mana
semakin digali pada masa sains moderen. terdapat dua pandangan terhadap dunia
yang dicetuskan oleh para pemikir pada abad ke 17.
1. Manusia rasional dapat menentukan untuk dirinya sendiri apa yang benar
dan memiliki suatu nila berarti. metode yang digunakan dalam pencarian
kebenaran adalah rasionalitas berdasarkan observasi objektif yang tidak
memihak pada suatu kejadian di dunia. Alatnya adalah logika, objektivitas,
dan empirisme.
2. “Universe as a whole is one vast machine, a kind of cosmic clockwork, and
that all its parts and processes are likewise governed by the inexorable
laws of mechanical causation.” (Lowry, 1982, p. 4). Filosofi ini kemudian
dikenal sebagai mekanisme
● The Rising Importance of the Social World
Pada abad ke 18 dan 19 pendukung perubahan sosial seperti Jeremy Bentham
dan John Stuart Mill percaya bahwa kebutuhan dasar dari orang-orang yaitu mencari
kesenangan dan menghindari rasa sakit dapat digunakan untuk meningkatkan
stabilitas dan mencerahkan masyarakat. Pada masa ini lah munculnya paham
Utilitarianism yaitu sesuatu dianggap benar apabila hal tersebut dapat membawa
kebahagiaan kepada banyak orang. Jeremy Bentham percaya bahwa kebahagiaan
seseorang dapat diukur, prinsip tersebut dinamakan hedonic calculus. John Stuart Mill
setuju dengan banyak ide paham utilitarianisme namun ia tidak setuju dengan paham
Jeremy Bentham yang percaya bahwa segala kenikmatan atau kesenangan harus di
nilai sama karena menurutnya kesenangan intelektual seharusnya jauh lebih penting
dibanding kesenangan atau kenikmatan biologis.
● The Rise of Democracy
Pada pertengahan tahun 1700 munculah kepercayaan bahwa struktur kekuatan
politik dapat bertentangan dengan kesejahteraan individu, dan apabila hal tersebut
terjadi maka anggota masyarakat dapat menggulingkan pemerintahan dan
mengubahnya menjadi sistem pemerintahan yang lebih kondusif bagi individu. Hal ini
kemudian membentuk pemerintahan yang mana meningkatkan status individu lebih
tinggi dibanding bangsawan dan memberikan kekuatan bagi orang biasa untuk
membuat keputusan bagi dirinya sendiri yang mana sebelumnya hanya dapat
dirasakan oleh kaum elit. Pencarian kebahagiaan menjadi hak bersamaan dengan
pilihan pribadi.

Romanticism and the Nineteenth Century


● Emotion and the Romantics
Pada awal 1800-an, pertumbuhan individualisme Barat mulai beralih ke
ekspresionisme emosional yang membuat setiap orang unik. Orang-orang mulai
percaya bahwa cara terbaik untuk mengekspresikan individualisme mereka adalah
dengan mengeksplorasi pengalaman emosional mereka yang unik di dunia.
Kemampuan untuk merasakan emosi secara intens dianggap penting untuk menjalani
kehidupan yang penuh dan signifikan. Selama periode ini, fokus pada ekspresi
emosional pribadi dikombinasikan dengan gagasan bahwa lingkungan sosial dapat
menghambat individualisme. Hasilnya adalah gagasan bahwa "diri sejati" ada di
bawah eksterior sosial atau topeng sosial yang dikenakan orang. Saat ini banyak
perspektif tentang kesejahteraan mendorong orang untuk menemukan dan
mengekspresikan diri mereka yang sebenarnya.

● Love in the Romantic Period


Konsekuensi lain dari meningkatnya individualisme adalah gagasan bahwa
pernikahan harus didasarkan pada kasih sayang antara dua orang ditambah dengan
ikatan emosional unik yang mereka ciptakan bersama. Pernikahan berdasarkan cinta
romantis mengandaikan bahwa dua orang secara sukarela masuk ke dalam komitmen
emosional, hukum, dan agama. Hal ini membutuhkan pilihan dan tingkat otonomi
pribadi tertentu dari keluarga, teman, dan lembaga. Sentimen dan emosi individu
harus lebih penting bagi keputusan untuk menikah daripada otoritas sosial mana pun
(Taylor, 1989). Dengan munculnya individualisme, muncul pandangan bahwa cinta
adalah jalan utama untuk menenangkan perasaan sendirian di dunia.
Pada 1920-an di Amerika Serikat dan negara-negara industri Barat lainnya,
cinta romantis dianggap sebagai dasar terpenting untuk menikah. Oleh karena itu,
lembaga kencan — di mana pria dan wanita muda yang tidak berbudaya bergabung
dalam kegiatan yang menyenangkan seperti pergi ke bioskop, restoran, atau acara
olahraga —mulai banyak digemari, dan dari waktu ke waktu pasangan mungkin
melihat apakah mereka telah saling jatuh cinta dan saling mencintai lalu memutuskan
untuk menikah. Namun , di banyak negara Asia, seperti Cina, Jepang dan India,
pernikahan masih diatur oleh orang tua. Meskipun mengetahui tentang cinta romantis
seperti yang digambarkan dalam film-film Hollywood, banyak orang Asia
menolaknya sebagai dasar konyol dan tidak realistis untuk kenyataan finansial dan
sosial yang serius dari pernikahan.
Saat ini di negara-negara industri Barat diasumsikan bahwa cinta seharusnya
menjadi satu-satunya motivasi nyata untuk menikah. Jika suatu pasangan mengatakan
bahwa mereka bersama karena cinta, maka banyak orang berasumsi bahwa pasangan
tersebut harus mengikatkan diri satu sama lain selama sisa hidup mereka. Saat ini,
bagi banyak orang pencarian keintiman dan cinta adalah kegiatan utama dalam hidup
mereka dan emosi utama untuk kebahagiaan sejati.

● Celebrating Childhood Experience


Penyair Inggris William Wordsworth (1770–1850) dan temannya Samuel
Coleridge (1772–1834) memandang masa kanak-kanak sebagai waktu khusus
kegembiraan, ketika indera kita paling terbuka untuk dunia dan kita dipenuhi dengan
kegembiraan dan kegembiraan. Mereka memuji rasa kagum anak sebagai dasar sejati
untuk menikmati hidup sepenuhnya. Kemudian di Amerika Serikat filsuf dan teman-
teman Ralph Waldo Emerson (1803–1882) dan Henry David Thoreau (1817) –1862)
menekankan pentingnya mengekspos anak-anak pada alam dan mendorong ekspresi
diri masing-masing. Bagi semua pemikir ini, anak-anak tidak dipandang sebagai
miniatur orang dewasa tetapi sebagai orang-orang dengan cara yang benar bagi
mereka sendiri untuk memahami dunia

The Twentieth Century


Perkembangan signifikan pada penelitian mengenai well-being dilakukan oleh
William James (1842-1910). Ia merupakan penemu pertama dari psikologi amerika dan
penulis dari bukunya. Dalam bukunya yang paling berpengaruh, The Varieties of Religious
Experience James menegaskan bahwa pengalaman spiritual dan mistis memberikan petunjuk
penting pada ketinggian dari kepribadian seseorang. Pandangan tersebut memberikan
pengaruh penemuan dari psikologi humanistik oleh Abraham Maslow sekitar tahun
1950/1960.
Pada awal abad ke 20, Freud dan pengikutnya menambahkan perspektif baru pada
penelitian mengenai well-being dengan teori alam bawah sadar. Sebagian besar psikolog
setuju bahwa setidaknya sebagian dari motivasi perilaku dan emosi tersembunyi dari
kesadaraan.
Percobaan awal untuk menyembuhkan penyakit mental dan mengeliminasi neurosis
yang melemahkan juga mengarahkan pada perkembangan dari perspektif terhadap kesehatan
mental yang optimal . Alfred Adler (1870-1937) dan Carl Jung (1875-1961) selama abad ke
20 menciptakan teori tentang well-being dan pertumbuhan manusia. Adler menyebut
sistemnya sebagai individual psychology tang menekankan pentingnya perasaan sosial dalam
perkembangan anak yang sehat dan keberfungsian dewa (adult functioning). Dalam
pandangan Adler, sifat seperti pertemanan, cinta, kasih sayang, dan altruisme merupakan hal
yang diturunkan pada setiap anak tetapi selalu dipengaruhi oleh dukungan sosial dan
keputusasaan. Pandangan Adler sangat mempengaruhi Maslow.
Jung menyebut sistem yang dimilikinya sebagai Analytic Psychology yang
menekankan pada kapasitas perkembangan kepribadian pada setengah kedua rentang hidup.
Menganggap bahwa kepribadian yang sehat sebagai integrasi dari komponen yang berbeda
dari diri, seperti persona (social self), dengan berjuang untuk makna yang dimiliki seseorang.
Jung berpendapat bahwa peradaban manusia modern menghasilkan terlalu banyak
konformitas dan kesibukan kosong, dan butuh untuk mengizinkan individu lebih banyak
kebebasan untuk eksplorasi dalam diri, seperti melalui aktivitas kreatif.
Humanistic Psychology. Pada pertengahan abad ke 20, psikologi humanistik berfokus
pada banyak tujuan yang sama seperti positif psikologi sekarang. Perbedaan antara psikologi
humanistik dan psikologi positif ditemukan pada fokus dari investigasi dan penekanan yang
lebih besar pada penelitian empirik. Secara general, psikologi positif berfokus pada
keuntungan dari kebahagiaan dan kepuasan terhadap hidup dibandingkan psikologi
humanistik. Pada bahasan mengenai penelitian empirik, psikologi positif menempatkan
penekanan pada penggunaan metode saintifik yang tradisional untuk mempelajari well being
dan adaptasi positif.
Pada abad ke 20 terlihat pendekatan baru untuk memahami proses psikologis dan
biologis yang kompleks. System theory dibentuk sebagai cara untuk mengerti bagaimana
kompleks, dinamis dan interaksi elemen bergabung untuk membentuk sistem yang stabil. The
concept of wellness juga sebuah kasus dimana elemen biologis, emosi, dan sosial
menciptakan pola dari kesehatan fisik yang dinamis namun seimbang.
Abad ke 20 juga melihat pengakuan oleh psikologi barat bahwa perspektif cross
cultural terhadap well being juga penting. Kontribusi yang berpengaruh berasal dari psikologi
timur dalam bentuk penelitian mengenai meditasi, yoga, akupuntur, dan tai chi chuan.
Khususnya, ide dari meditasi buddhist mindfulness telah menjadi bagian penting dari
psikologi positif.

Positive Psychology Today


Orang-orang dari negara-negara industri Barat memasuki abad ke 21 dengan
serangkaian kebebasan seperti demokrasi, kemandirian dan membuat pilihan untuk mengejar
kehidupan baik yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. Kebebasan ini
kemudian melahirkan timbul dan berkembangnya banyak filosofi, kepercayaan, teori,
gagasan, dan pernyataan termasuk definisi kehidupan yang baik agar sesuai dengan
kompleksitas dunia yang semakin meningkat. Salah satu tujuan psikologi positif adalah untuk
membawa pemahaman ke berbagai perspektif tentang kehidupan yang baik dan kesejahteraan.
Salah satu keunggulan psikologi positif adalah memungkinkan semua topik seperti
kebahagiaan dan kepuasan hidup, pengalaman yang optimal, cinta, kesejahteraan,
kebijaksanaan, kreativitas, pengembangan jangka hidup yang sehat, dan aktualisasi diri
dikumpulkan dalam satu judul.
Terlepas dari kenyataan bahwa psikologi positif adalah bidang yang sangat baru,
popularitasnya berkembang pesat. Seligman dan rekannya telah bekerja secara luas untuk
memberikan kesadaran akan area baru dan untuk memberikan peluang bagi para peneliti yang
tertarik. Berbagai macam konferensi mengenai psikologi positif mulai diadakan dan muncul
berbagai macam artikel ilmiah dan jurnal akademik. bidang psikologi positif saat ini paling
maju di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Fokus penelitian psikologi positif juga menjadi
semakin global dalam ruang lingkup dan studi empiris misalnya di pedesaan China, Jepang,
Meksiko, Bangladesh, dan Thailand. Temuan dari penelitian yang mengambil pendekatan
psikologi positif sudah mempengaruhi intervensi yang membantu orang meningkatkan
kekuatan mereka dan mengembangkan potensi mereka untuk kebahagiaan dan kepuasan yang
lebih besar dengan kehidupan.

Review Jurnal
Secara sejarah, aliran psikologi positif sangat dipengaruhi dari pergerakan psikologi
humanistik (Rich, 2001, p. 8). Perkembangan dan bertumbuhnya aliran humanistik
dilandaskan pada filosofi fenomenologi dan eksistensialisme (Misiak & Sexton, 1966; 1973).
Para ahli psikologi yang mendukung aliran humanistik, tidak setuju dengan teori
psikoanalitik dan behavioristik. Mereka berpendapat bahwa manusia itu tidak bisa dipelajari
secara terpisah, namun manusia seharusnya dipelajari secara keseluruhan. Psikologi Positif
punya akar sejauh dari William James serta memiliki tujuan dan interest dengan psikologi
humanistik. Perbedaan yang jelas antara humanistik dengan positif adalah terdapat pada
metodologi penelitian. Humanistik lebih cenderung menggunakan metode kualitatif
sedangkan psikologi positif cenderung menggunakan metode kuantitatif dan reduksi.

“Positive psychology: Past, present, and (possible) future. The Journal of Positive
Psychology”
Oleh : Alex Linley, P., Joseph, S., Harrington, S., dan Wood, A. tahun 206
Psikologi positif diinisiasi ketika Seligman menyadari bahwa psikologi telah
mengabaikan dua dari tiga misi pra-perang dunia II, yaitu: menyembuhkan penyakit mental,
membantu semua orang untuk menjalani kehidupan yang lebih produktif dan memuaskan,
dan mengidentifikasi dan memelihara bakat tinggi. Seligman memutuskan untuk
menggunakan kepresidenannya di APA untuk memulai perubahan dalam fokus psikologi
menuju psikologi yang lebih positif, hingga pada tahun 2006 diterbitkan jurnal khusus
psikologi positif yang pertama yaitu The Journal of Positive Psychology.
Penelitian mengenai topik-topik psikologi positif telah berlangsung selama beberapa
dekade, dan bahkan mungkin ditelusuri kembali ke asal-usul psikologi itu sendiri, misalnya,
dalam tulisan-tulisan William James tentang 'pikiran sehat' (James, 1902). Dalam istilah yang
luas, psikologi positif memiliki minat yang sama dengan bagian-bagian psikologi humanistik,
dan penekanannya pada orang yang berfungsi penuh (Rogers, 1961), dan aktualisasi diri dan
studi individu yang sehat (Maslow, 1968).
Bidang psikologi positif pada tingkat subyektif adalah tentang pengalaman subjektif
yang dihargai: kesejahteraan, kepuasan, dan kepuasan (di masa lalu); harapan dan optimisme
(untuk masa depan); dan aliran dan kebahagiaan (di masa sekarang). Pada tingkat individu,
pengalaman subjektif yang dihargai adalah tentang sifat-sifat individu yang positif: kapasitas
untuk cinta dan panggilan, keberanian, keterampilan interpersonal, kepekaan estetika,
ketekunan, pengampunan, orisinalitas, pikiran masa depan, kerohanian, bakat tinggi, dan
kebijaksanaan. Pada tingkat kelompok, pengalaman subjektif yang dihargai adalah tentang
kebajikan sipil dan institusi yang menggerakkan individu menuju kewarganegaraan yang
lebih baik: tanggung jawab, pengasuhan, altruisme, kesopanan, moderat, toleransi, dan etos
kerja. Psikologi positif adalah tentang perspektif yang diberitahukan secara ilmiah tentang
apa yang membuat hidup layak dijalani. Ini berfokus pada aspek kondisi manusia yang
mengarah pada kebahagiaan, pemenuhan, dan berkembang (The Journal of Positive
Psychology, 2005).
Tujuan dari psikologi positif adalah untuk mulai mengkatalisis perubahan dalam
fokus psikologi dari hanya memperbaiki hal-hal terburuk dalam hidup menuju membangun
kualitas positif. Sehingga dapat dikatakan psikologi positif merupakan upaya untuk
memperbaiki apa yang dianggap sebagai ketidakseimbangan dalam fokus perhatian penelitian
dan tujuan praktik dalam psikologi.
Pada saat ini, perkembangan psikologi positif dimulai melalui semua elemen
struktural dari disiplin psikologi yaitu melalui: kumpulan riset yang terus berkembang;
berbagai buku, termasuk buku pegangan dan buku teks perguruan tinggi; banyak jurnal edisi
khusus dan artikel jurnal; konferensi khusus dan sesi bertema di pertemuan ilmiah; asosiasi
internasional yang mewakili dan mempromosikan kepentingan psikologi positif; dan lainnya,
hingga sekarang menjadi jurnal khusus (The Journal of Positive Psychology).
Dimasa yang akan datang, meningkatnya penanaman pemikiran dan metodologi
psikologi positif di banyak bidang psikologi, dan pematangan para sarjana muda yang telah
tumbuh dalam konteks psikologis positif akan menjadi cara untuk mencapai tujuan psikologi
positif. Sambil membangun apa yang telah terjadi sebelumnya, psikologi positif memiliki
peluang luar biasa untuk melakukan berbagai hal secara berbeda, untuk menjawab persoalan
psikologi yang ada. Psikologi positif dapat menimbulkan perubahan sudut pandang dan
pergeseran dalam penekanan untuk penelitian psikologi yang ada dan profesi psikologi
terapan dengan menggabungkan prinsip-prinsip perspektif psikologis positif ke dalam praktik
psikologis profesional yang sudah ada, dan dengan demikian mencapai integrasi yang murni
dan kuat dari aspek positif dan negatif dari pengalaman manusia, dan pemahaman tentang
interaksi dan interelasi mereka.
basic principle positif vs psikoanalisis
Basic Principle Psikologi Positif Basic Principle Psikoanalisis

Focus on people’s potential growth : Focus on unconscious : Menekankan


Psikologi positif fokus pada upaya kepada motivasi unconscious. Meskipun kita
mengembangkan, menciptakan, dan sadar akan tindakan kita, Freud percaya
menemukan suatu situasi yang positif ke bahwa motivasi yang mendasari tindakan itu
arah lingkungan yang dapat menciptakan tertanam dalam di alam bawah sadar dan
kekuatan bagi individu itu sendiri seringkali sangat berbeda dari apa yang kita
yakini (Feist & Feist, 2009).

Aktif dinamis, menghasilkan keunikan pada Dinamika ID, EGO, SUPEREGO pada
diri individu sehingga dapat diekspresikan setiap orang berbeda dan menjadi dasar
secara optimal sebuah perilaku

Fokus pada kebahagiaan sebagai tujuan Fokus pada pengalaman masa lalu/masa
utama; authentic happiness (Setiadi, 2016) anak-anak

Free-choice: manusia dapat beradaptasi Determinism: manusia ditentukan oleh


dalam hidupnya, didorong oleh tujuan- biologis, masa lalu dan motif unconscious
tujuan saat ini dan masa depan (Compton & (Feist & Feist, 2009).
Hoffman, 2013).

Optimism: Tujuan manusia merupakan Pessimism: Menurut Freud, kita datang ke


kebahagiaan dan kebaikan; kebanyakan dunia dalam keadaan dasar konflik, dengan
orang setidaknya berusaha menjadi orang dorongan hidup dan mati beroperasi pada
tua yang baik, memperlakukan orang lain kita dari sisi yang berlawanan. Manusia
dengan rasa hormat, mencintai orang-orang secara tidak sadar memiliki kecenderungan
yang dekat dengan mereka, menemukan untuk mengeksploitasi orang lain demi
cara untuk berkontribusi pada masyarakat kepuasan seksual dan kehancuran. (Feist &
dan kesejahteraan orang lain, dan menjalani Feist, 2009).
kehidupan mereka dengan integritas dan
kejujuran (Compton & Hoffman, 2013).

Psikologi positif selalu menekankan pada Psikoanalisis pada awalnya tidak diakui
pendekatan saintifik. Dengan demikian, saintifik oleh para ahli lainnya, namun
seluruh klaim, pengetahuan, dan aplikasi secara berangsur-angsur menjadi diakui
psikologi positif selalu telah diuji melalui sebagai saintifik (Feist & Feist, 2009).
penelitian yang berstandar tinggi, sehingga
dapat dipertanggungjawabkan (Setiadi,
2016)

basic principle positif vs humanistik


Prinsip dasar Humanistik
1. Individu merupakan pusat. Manusia bukan sekedar objek yang dipelajari. Mereka
harus digambarkan dan dipahami sesuai dengan sudut pandang mereka sendiri
mengenai dunia nyata, persepsi mereka mengenai diri mereka, dan rasa self-worth
mereka. Pertanyaan inti yang harus mereka tanyakan adalah ‘siapa aku’ Untuk
membantu individu menjawab pertanyaan ini seorang psikologi harus menjadi rekan
individu tersebut.
2. Pilihan, kreativitas, dan aktualisasi diri dari manusia adalah topik yang dianjurkan
untuk diinvestigasi. Manusia tidak hanya dimotivasi oleh kebutuhan dasar seperti sex
atau agresi atau kebutuhan psikis seperti haus dan lapar. Mereka merasa harus
mengembangkan potensi dan kapabilitas mereka. Tumbuh dan aktualisasi diri harus
menjadi kriteria dari kesehatan mental, bukan hanya sebagai ego control atau
penyesuaian terhadap lingkungan
3. Mempelajari pentingnya permasalahan manusia dan permasalahan sosial, walaupun
jika suatu saat berarti mengadopsi metode yang tidak terlalu teliti. Dan ketika seorang
psikologis harus objektif dalam mengumpulkan dan menginterpretasi hasil observasi,
topik pilihan mereka dapat dan harus dibimbing oleh value, peneliti tidak bebas dari
value
4. Ultimate value ditempatkan pada martabat individu. Manusia pada dasarnya adalah
baik. Tujuan dari seorang psikologi adalah mengerti, bukan memprediksi atau
mengendalikan manusia.

Tema Dasar Psikologi Positif


1. Berfokus pada elemen dan prediktor kehidupan yang baik
2. Emosi positif adalah penting
3. Manusia dapat tumbuh dan berkembang
4. Kasih sayang dan empati adalah penting
5. Manusia membutuhkan hubungan sosial yang positif
6. Kelebihan dan kebaikan seseorang itu penting
7. Emosi positif dan negatif itu terpisah satu sama lain
8. Emosi negatif itu masih penting, dapat memperkaya pengalaman sebagai manusia

Persamaan
1. Mengembangkan potensi individu dan berorientasi pada hidup yang bahagia, individu
memiliki potensi-potensi yang dapat menjadi hal positif.
2. Memandang manusia sebagai objek yang memiliki potensi daripada objek yang perlu
disembuhkan.

Perbedaan
1. Perspektif humanistik memandang manusia sebagai baik seluruhnya, sedangkan
psikologi positif masih mementingkan adanya emosi negatif.
2. Perspektif humanistik bersifat sangat subjektif, karena manusia harus dipandang
melalui sudut pandang mereka sendiri. Sedangkan psikologi positif berfokus elemen
dan prediktor kehidupan baik secara umum, bukan hanya menurut individu saja.
3. Secara metodologis, psikologi humanistik cenderung menggunakan pendekatan
metodologi kualitatif, sedangkan psikologi positif cenderung menggunakan
pendekatan metodologi kuantitatif (Friedman, 2008).
4. Secara epistemologi, psikologi humanistik cenderung menggunakan prinsip post-
positivisme, sedangkan psikologi positif cenderung menggunakan positivisme logis
(Friedman, 2008).

basic principle positif vs behaviorisme


Persamaan Psikologi Positif dengan Behavioristik
- Sains sebagai fondasi utama
Psikologi positif dan behaviorism sama-sama menjunjung kaidah sains dalam
melakukan studinya. Semua klaim, pengetahuan, dan aplikasi psikologi positif telah
diuji melalui penelitian yang menggunakan standar yang tinggi, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan (Arif, 2016). Sama halnya dengan behaviorism yang
menekankan sains pada penelitian yang dilakukan (Myers, 2010).

Perbedaan Psikologi Positif dengan Behavioristik


Aspek Psikologi Positif Behavioristik

Objek/fokus Konsep abstrak Perilaku yang dapat diobservasi


kajian Terdapat banyak konsep abstrak Meskipun sama-sama menekankan
yang mungkin tidak akan diterima sains, behavioristik sangat
oleh behaviorist karena tidak menekankan sains yang objektif
bersifat objektif meskipun (Myers, 2010). Motivasi, perasaan,
penelitian psikologi positif atau pikiran yang tidak dapat
dilakukan secara saintifik. diobservasi secara objektif tidak
Contohnya adalah virtues dan dijadikan objek kajian dalam sudut
strengths (kekuatan unik manusia pandang behaviorisme.
yang berdasar pada pilihan-pilihan
moralnya dalam menjalani
kehidupan; Arif, 2016), atau
flourishing (kebahagiaan otentik).

Determinism Self Determination Determinism


Individu dianggap dapat Behaviorisme menganggap bahwa
menentukan keadaan dirinya manusia bersifat mekanistik,
sendiri. Dalam psikologi positif, bahwa manusia hanya berperilaku
hal yang dibahas adalah bahwa sebagai reaksi dari stimulus di
manusia dapat menentukan lingkungan. Hal ini
kebahagiaan miliknya. Pilihan mengimplikasikan bahwa manusia
yang diambil seseorang akan tidak memiliki free will, bahwa
menjadi penentu utama dari manusia hanya bertindak karena
kebahagiaannya, sedangkan faktor pengaruh dari lingkungannya dan
lain seperti kekuatan di luar bukan atas keinginannya sendiri.
kendalinya (misalnya lingkungan
atau faktor biologis) bukan
penentu utama (Arif, 2016)

Internal vs Faktor Internal Faktor eksternal


Eksternal
Psikologi positif menekankan Behaviorisme menekankan bahwa
bahwa faktor dari dalam (seperti lingkungan lebih berpengaruh
well-being, harapan, optimisme, terhadap perilaku manusia
dan kebahagiaan) lebih dibandingkan dengan faktor dari
berpengaruh terhadap perilaku dalam. Menurut behaviorisme,
manusia dibandingkan dengan perilaku manusia bisa dipelajari
lingkungan. dan dibentuk dengan memberikan
stimulus tertentu.

basic principle positif vs kognitif


Komparasi Psikologi Positif Psikologi Kognitif

Teori Secara umum, psikologi Secara umum, psikologi


positif menginvestigasi kognitif merupakan orientasi
potensi-potensi yang dimiliki teoritis yang menekankan
oleh individu untuk pada proses pikiran dan
melakukan hal yang benar pengetahuan.
dalam mengaktualisasikan
dirinya.

Dimensi ● Positive subjective states ● Persepsi


● Positive individual traits ● Memori
● Positive institutions ● Bahasa (Language
Processing)
● Imagery
● General Knowledge
● Problem Solving
● Creativity
● Reasoning
● Decision Making

Ruang lingkup ● Mencakup bagaimana ● Mencakup persepsi,


individu dapat memori, bahasa, imagery,
berkembang dengan baik problem solving,
secara psikologis. reasoning, dan decision
● Mencakup faktor-faktor making.
yang memengaruhi ● Mencakup bagaimana
perkembangan kehidupan individu memeroleh
individu. pengetahuan dan
● Berfokus pada well-being keterampilan.
dan satisfaction individu ● Berfokus pada menerima,
di lingkungannya. mengolah, menyimpan,
dan menggunakan
kembali informasi yang
diperoleh individu.

Prinsip dasar ● The Good Life ● Manusia merupakan


● Positive Emotions are prosesor informasi dan
Important adanya proses mental
● People can flourish and untuk mengarahkan
thrive perilaku
● Compassion and empathy ● Pikiran dapat dipelajari
are important secara saintifik
● People need positive ● Proses kognitif
social relationship dipengaruhi oleh faktor
● Strength and virtues are sosial dan budaya
important ● Proses mental manusia
● Independence of positive mirip dengan
and negative emotions pengoperasian komputer
(metafora komputer)
● Informasi berkembang
dalam sistem kognitif
manusia secara bertahap
(pendekatan information-
processing)

element of personality positif vs psikoanalisis


Perbandingan Psychoanalysis Positive psychology

Fokus Fokus Freud dalam teori Secara umum, positive


psikoanalisis ini adalah psychology berfokus pada
terhadap teori kepribadian yang keuntungan dari
mengungkapkan bahwa alam happiness dan satisfaction
bawah sadar dan desakannya pada hidup
dimotivasi oleh orang orang
dengan dorongan-dorongan di
mana mereka hanya memiliki
sedikit atau tanpa kesadaran
sama sekali.
Penelitian empiris Freud lebih mengandalkan Psikolog positif
penalaran deduktif daripada menempatkan penekanan
metode penelitian yang baik. Ia yang jauh lebih besar pada
membuat observasi secara penggunaan metode
subjektif dan pada sampel ilmiah tradisional untuk
pasien yang relatif kecil, mempelajari well being
kebanyakan dari mereka dan positive adaptation.
berasal dari kelas menengah ke
atas dan kelas atas. Dia tidak
menghitung datanya, juga tidak
dia melakukan pengamatan
dalam kondisi yang terkendali.
Dia menggunakan pendekatan
studi kasus
hampir secara eksklusif,
biasanya merumuskan
hipotesis setelah fakta
kasus diketahui.

Struktur Kepribadian - Id - Positive Subject


Id adalah sistem yang paling States berada pada
original dari kepribadian. level subjektif
Terdiri dari semua hal psikis yang mencakup
yang diwariskan sejak lahir, emosi positif,
termasuk juga “instinct”. seperti
Merupakan reservoir energi kebahagiaan,
psikis dan persediaan kekuatan kegembiraan,
untuk mengoperasikan sistem kepuasan dengan
yang lainnya. kehidupan,
Freud menyebut id sebagai relaksasi, cinta,
“True psychic reality”. Prinsip intimacy, dan
id adalah “Pleasure principle”. contentment.
Tujuan dari id ialah Keadaan ini juga
membebaskan ketegangan dan mencakup
mengurangi jumlah pemikiran
ketegangan. Prinsip konstruktif tentang
kesenangan ini adalah suatu diri dan - masa
kecenderungan universal yang depan, seperti
khas bagi semua makhluk optimisme dan
hidup untuk menjaga harapan, energi,
keseimbangan dalam vitalitas, dan
menghadapi kegoncangan dari kepercayaan diri
luar maupun dari dalam. serta efek emosi
- Ego positif, seperti
Ego Adalah komponen tawa
kepribadian yang berkembang - Positive
dari id yang memiliki fungsi Individual Traits
memastikan dorongan dari id berada pada level
dapat diterima oleh dunia. Ego individual yang
bekerja atas dasar psinsip mencakup pola
relaitas, yang berusaha untuk perilaku yang lebih
memuaskan keinginan id positif. Hal ini
dengan cara-cara yang realistis tercermin dari orang
dan social yang sesuai. Sebagai tersebut dari waktu
satu-satunya wilayah pikiran ke waktu, seperti
yang berhubungan dengan manifestasi
dunia luar, ego menjadi cabang keberanian,
pengambilan keputusan atau kegigihan, kejujuran,
kepribadian eksekutif. Namun, dan kebijaksanaan.
karena sebagian sadar, Positive individual
sebagian sadar, dan sebagian traits juga mencakup
tidak sadar, ego dapat membuat kemampuan untuk
keputusan pada masing-masing mengembangkan
dari tiga tingkatan ini. Ketika sensibilitas estetika
anak-anak mulai mengalami atau memanfaatkan
ganjaran dan hukuman potensi kreatif serta
orangtua, mereka belajar apa dorongan untuk
yang harus dilakukan untuk mengejar keunggulan
mendapatkan kesenangan dan Positive Institutions
menghindari rasa sakit. Pada berfokus pada
usia muda ini, kesenangan dan pengembangan,
rasa sakit adalah fungsi ego penciptaan, dan
karena anak-anak belum pemeliharaan pada tingkat
mengembangkan hati nurani kelompok atau
dan ego-ideal: yaitu superego. masyarakat.
Ketika anak-anak mencapai
usia 5 atau 6 tahun, mereka
mengidentifikasi diri dengan
orang tua mereka dan mulai
belajar apa yang seharusnya
dan tidak seharusnya mereka
lakukan. Ini adalah asal dari
superego.
- Superego
Superego adalah komponen
yang menampung standar
moral dan cita-cita yang
berasal dari orang tua dan
masyarakat. Superego lebih
mewakili alam ideal daripada
alam nyata. Selain itu,
superego berkembang dari ego
sebagai akibat perpaduan yang
dialami seorang anak dari nilai-
nilai yang dialami seorang
anak dari nilai-nilai yang
diberikan orang tua mengenai
baik atau buruk.

element of personality positif vs humanistik


Perbandingan Humanistic Psychology Positive Psychology

Fokus Sebagian besar penekanan dalam Secara umum, positive psychology


psikologi humanistik terutama berfokus pada keuntungan dari
psikologi humanistik awal, adalah happiness dan satisfaction pada
teori pengembangan kepribadian hidup
optimal seperti self-actualization.

Penelitian Dalam hal penelitian empiris, Psikolog positif menempatkan


Empiris psikolog humanistik cenderung lebih penekanan yang jauh lebih besar
fokus pada tipe penelitian case pada penggunaan metode ilmiah
studies dan introspective, analisis tradisional untuk mempelajari well
fenomenologis being dan positive adaptation.

Struktur - Holistic Dynamic Theory - Positive Subject States berada


Kepribadian (Abraham Maslow) pada level subjektif yang
- Hierarchy of Needs mencakup emosi positif,
Kebutuhan yang seperti kebahagiaan,
mengasumsikan bahwa kegembiraan, kepuasan
kebutuhan pada tingkat dengan kehidupan, relaksasi,
yang lebih rendah harus cinta, intimacy, dan
dipenuhi atau paling tidak contentment. Keadaan ini juga
relatif puas sebelum mencakup pemikiran
kebutuhan pada tingkat konstruktif tentang diri dan
yang lebih tinggi menjadi masa depan, seperti
motivator. Lima kebutuhan optimisme dan harapan,
yang menyusun hierarki ini energi, vitalitas, dan
adalah kebutuhan konatif, kepercayaan diri serta efek
yakni memiliki karakter emosi positif, seperti tawa
yang memotivasi. - Positive Individual Traits
Kebutuhan ini juga disebut berada pada level individual
basic needs, yang diatur yang mencakup pola perilaku
sesuai hierarki. yang lebih positif. Hal ini
- Aesthetic Needs tercermin dari orang tersebut
Kebutuhan akan keindahan dari waktu ke waktu, seperti
dan pengalaman yang manifestasi keberanian,
menyenangkan secara kegigihan, kejujuran, dan
estetika kebijaksanaan. Positive
- Cognitive Needs individual traits juga
Kebutuhan untuk tahu, mencakup kemampuan untuk
memecahkan masalah, mengembangkan sensibilitas
mengerti, dan estetika atau memanfaatkan
keingintahuan. potensi kreatif serta dorongan
- Neurotic Needs untuk mengejar keunggulan
Kebutuhan manusia yang - Positive Institutions berfokus
tidak produktif, mengarah pada pengembangan,
pada stagnasi dan patologi. penciptaan, dan pemeliharaan
Kebutuhan ini pada tingkat kelompok atau
menggunakan gaya hidup masyarakat.
yang tidak sehat dan tidak
memiliki nilai dalam upaya
self-actualization.
Kebutuhan ini merupakan
kompensasi terhadap
kebutuhan dasar yang tidak
terpenuhi
- Person-Centered Theory (Carl
Rogers)
- Ideal self
Aspek dari seseorang yang
merepresentasikan
bagaimana seseorang ingin
menjadi dan ingin
berperilaku. Aspek
pengalaman dalam hal ini
adalah aspek yang paling
penting (Barone & Hasselt,
1998)
- Self concept
Bagaimana seseorang
memandang dirinya sendiri
(Barone & Hasselt, 1998)
- Existential (Rollo May)
- Being In the World
- Umwelt: Lingkungan di
sekitar
- Mitwelt: Hubungan
dengan orang lain
- Eigenwelt: Hubungan
dengan diri sendiri
- Non-Being merupakan
kesadaran yang mengarah
pada ketakutan yang tidak
ada karena kesadaran akan
diri sebagai makhluk hidup
yang muncul pada
kebutuhan being-in-the-
world

Definisi Manusia - Berdasarkan teori humanistik - James (1902/1958)


Sehat maslow--holistic-dynamic menegaskan bahwa seseorang
theory, seseorang dinyatakakn yang memiliki kepribadian
psychologically healthy mereka psikologis yang sehat adalah
yang telah melalui self- orang yang “harmonious and
actualization. Adapun untuk well balanced”. Dia juga
mencapai self-actualization, menyampaikan bahwa
orang harus memuaskan pemenuhan kreativitas
kebutuhan tingkat rendah seseorang dan aesthetic
seperti hunger, safety, love, dan potentials adalah keunggulan
esteem terlebih dahulu (Feist & dari kesehatan mental
Feist, 2017). Sedangkan (Compton & Hoffman, 2013).
menurut rogers, seseorang
dinyatakan psychologically
healthy ketika memiliki sedikit
perbedaan antara self-concept
dengan ideal-self mereka (Feist
& Feist, 2008).
element of personality positif vs behaviorisme

Behaviorisme
Psikologi Positif
Aspek
Skinner Bandura Rotter & Mischel Kelly

- Rotter & Mischel Kelly berfokus bahwa


menganggap bahwa perilaku manusia
persepsi manusia atas sejatinya didasarkan
suatu kejadian pada kenyataan atau
Social cognitive theory merupakan hal yang persepsi manusia
menekankan bagaimana penting dalam tersebut tentang
Teori Skinner manusia memiliki menentukan nilai dari kenyataan atau realitas
berfokus pada suatu fleksibilitas untuk belajar suatu reinforcer. kehidupan yang
perilaku yang dapat berbagai jenis perilaku - Manusia digerakkan manusia jalani. Kelly
Secara umum, psikologi
diamati (observable dalam situasi yang oleh goals yang meyakini bahwa dunia
positif berfokus pada
Fokus behavior) dimana berbeda-beda (melalui berperan sebagai atau realita ini
keuntungan dari happiness
perilaku ini tidak vicarious learning), serta kriteria dalam merupakan hal yang
dan satisfaction pada hidup
terbatas pada menekankan bahwa mengevaluasi sebuah nyata, akan tetapi
peristiwa eksternal manusia memiliki kapasitas kejadian. Namun, setiap manusia
saja. untuk mengontrol goals yang dimiliki menafsirkan dengan
kehidupannya (perspektif dapat berubah seiring cara yang berbeda-
agen). dengan expectancies beda, di mana hal ini
for reinforcement menjadi personal
yang dimiliki dan construct atau
preferensi akan suatu bagaimana individu
reinforcement mengidentifikasi
dibandingkan dunianya secara
reinforcement lain. berbeda-beda
- Perilaku manusia
dalam situasi tertentu
adalah fungsi dari
expectations of
reinforcement dan
seberapa kebutuhan
mereka terpenuhi
dengan adanya
reinforcement
tersebut.

Konsep manusia
dalam teori Kelly
Dalam perspektif social Dalam perspektif positif,
adalah setiap individu
Dalam perspektif cognitive theory, jika Millon (2003) dalam Iglesia
merupakan peneliti
Skinner, jika manusia manusia memiliki self- Menurut teori Rotter, & Solano (2018)
(man as a scientist) di
dapat menghadapi efficacy yang tinggi, yakin individu yang sehat menyatakan bahwa
mana manusia
Konsep social control dengan atas kontrol tidak langsung memiliki perilaku kepribadian yang sehat
memiliki kuasa untuk
manusia baik dan juga dapat dari lingkungannya, dan persisten & stabil yang bukan merupakan ketiadaan
menentukan,
sehat menerapkan self- memiliki collective efficacy dapat mendorongnya disorder. Bahkan,
memprediksi, dan
control dengan baik yang solid, maka manusia lebih dekat ke tujuan keberfungsian kepribadian
mengontrol
dalam menunjukkan akan memiliki kapasitas yang diinginkan. positif harus meliputi
perilakunya sendiri.
perilakunya. yang baik untuk dapat elemen-elemen yang bukan
Kelly menyebutkan
meregulasi perilakunya. hanya abnormalitas.
dalam pandangannya
bahwa orang-orang
yang sehat secara
psikologis akan
memvalidasi gagasan-
gagasan pribadi
mereka terhadap
pengalaman mereka
dengan dunia nyata
atau realita. Manusia
yang sehat tidak hanya
dapat mengantisipasi
peristira, namun juga
dapat melakukan
penyesuaian ketika
sesuatu tidak berjalan
seperti yang
diharapkan

Teori Skinner mulai Penelitian yang dilakukan Gagasan Rotter banyak Penelitian oleh Marcel
dikenal semenjak Albert Bandura serta menghasilkan penelitian Harper, dan Wilhelm
Psikologi positif
penelitian B. F. rekannya pada tahun 1960- psikologi mengenai Schoeman (2003)
menempatkan penekanan
Skinner dengan an dan 70-an menjadi kontrol internal dan meneliti mengenai
yang jauh lebih besar pada
Penelitian menggunakan seekor terkenal karena penelitian eksternal. Model CAPS Gender sebagai
penggunaan metode ilmiah
empiris tikus yang psikologi sosial mereka di yang digagas oleh Personal Construct.
tradisional untuk
ditempatkan dalam bidang observational Mischel juga telah Harper dan Schoeman
mempelajari well-being dan
sebuah peti yang learning (Fryling, menghasilkan cukup (2003) berpendapat
positive adaptation.
bernama SkinnerBox. Johnston, & Hayes, 2011). banyak penelitian. bahwa meskipun
Dalam eksperimen ini Contoh penelitian yang Dalam hal empiris, gender mungkin
mula-mula tikus itu paling terkenal dari Rotter memasukkan merupakan salah satu
mengeksplorasi peti Bandura dan rekannya beberapa variabel skema yang paling
sangkar dengan cara adalah Bobo Doll kepribadian dalam mendasar dan
lari kesana kemari, Experiment di tahun 1961. penelitian, salah satu universal dalam
mencium benda- Penelitian tersebut variabel yang digunakan persepsi seseorang,
benda yang ada bertujuan untuk melihat adalah locus of control. tidak semua orang
disekitarnya, apakah anak-anak yang Semua variabel sama dalam hal
mencakar dinding, melihat orang dewasa yang kepribadian diukur mereka mengatur
dan sebagainya. bertindak agresif cenderung menggunakan standar kepercayaan dan sikap
Tingkah laku tikus akan bertindak agresif pengukuran berupa self- mereka tentang orang
yang demikian bahkan ketika model orang report. Selanjutnya, lain berdasarkan
disebut dengan ‘’ dewasa tidak ada. Mischel melakukan gender. Selain itu,
emmited behavior ” banyak penelitian dalam Harper dan Schoeman
(tingkah laku yang kompleksitas yang berhipotesis bahwa
terpancar), yakni diasosiasikan dengan mereka yang
tingkah laku yang kepribadian, situasi, dan menggunakan gender
terpancar dari perilaku (Interaksi untuk mengatur
organism tanpa Manusia-Situasi). persepsi sosial mereka
memedulikan akan melakukannya
stimulus tertentu. dengan cara yang lebih
Kemudian salah satu stereotip daripada
tingkah laku tikus mereka yang tidak
(seperti cakaran kaki, secara teratur
sentuhan moncong) menggunakan gender
dapat menekan untuk mengatur
pengungkit. Tekanan persepsi sosial.
pengungkit ini Penelitian ini
mengakibatkan menggunakan REP
munculnya butir-butir Test hasil desain oleh
makanan ke dalam George Kelly untuk
wadahnya. mengukur personal
Butir-butir makanan construct individu.
yang muncul Kesimpulan dari hasil
merupakan reinforce penelitian ini adalah
bagi tikus yang “peserta yang sering
disebut dengan terlibat dalam stereotip
tingkah laku operant gender juga mengatur
yang akan terus skema pribadi mereka
meningkat apabila dalam hal gender. Ini
diiringi menunjukkan bahwa
reinforcement, yaitu peserta yang
penguatan berupa menggunakan
butiran-butiran stereotip gender dalam
makanan kedalam mempersepsikan orang
wadah makanan. asing, juga cenderung
membatasi persepsi
mereka tentang teman,
anggota keluarga, dan
kenalan di sepanjang
garis gender ”.

Struktur 1. Operant 1. Human agency ● Rotter 1. Personal - Positive Subject States,


kepribadia Conditioning Manusia memiliki Predicting Specific construct : berada pada level
n Manusia memiliki kapasitas untuk Behavior faktor personal subjektif yang mencakup
kemungkinan untuk melakukan kontrol atas 1. Behavior yang emosi positif, seperti
mengulang perilaku hidupnya sebagai hasil Potential: menyebabkan kebahagiaan,
yang sama dengan proses aktif potensi perilaku tiap individu kegembiraan, kepuasan
sebelumnya mengeksplorasi, mengacu pada mempersepsika dengan kehidupan,
dikarenakan adanya memanipulasi, dan kemungkinan n dunia dengan relaksasi, cinta, intimacy,
reinforcement yang mempengaruhi bahwa perilaku berbeda-beda, dan contentment. Keadaan
secara langsung lingkungan untuk tertentu akan yang ini juga mencakup
menyertainya. mencapai suatu hasil terjadi dalam membentuk pemikiran konstruktif
yang diinginkan. Untuk sebuah situasi kepribadian tentang diri dan masa
2. Classical memaksimalkan tertentu. seseorang depan, seperti optimisme
Conditioning kapasitas tersebut, 2. Expectancy: 2. Person as dan harapan, energi,
Manusia akan manusia membutuhkan kepercayaan scientist : vitalitas, dan kepercayaan
mengeluarkan suatu self-efficacy, yaitu individu bahwa setiap individu diri serta efek emosi
respon apabila keyakinan bahwa dia berperilaku akan positif, seperti tawa
conditioned stimulus manusia mampu untuk secara khusus mengkonstruk - Positive Individual Traits,
dipasangkan dengan melakukan suatu pada situasi yang dunianya, berada pada level
unconditioned tindakan yang diberikan yang hasilnya tidak individual yang mencakup
stimulus. menghasilkan dampak akan diikuti oleh sepenuhnya pola perilaku yang lebih
yang diharapkan. penguatan yang benar positif. Hal ini tercermin
2. Proxy agency telah 3. Constructive dari orang tersebut dari
Salah satu bentuk lain diprediksikan. alternativism : waktu ke waktu, seperti
dari human agency 3. Reinforcement individu manifestasi keberanian,
adalah proxy agency Value: tingkat membangun kegigihan, kejujuran, dan
yang merupakan pilihan untuk relita dengan kebijaksanaan. Positive
kontrol tidak langsung satu cara yang individual traits juga
atas kondisi sosial yang reinforcement berbeda-beda, mencakup kemampuan
dapat mempengaruhi sebagai membangun untuk mengembangkan
kehidupan manusia pengganti yang realita dengan sensibilitas estetika atau
sehari-hari. lain. konstruk dan memanfaatkan potensi
3. Collective efficacy 4. Psychological perspektif yang kreatif serta dorongan
Bentuk lain dari human Situation: berbeda untuk mengejar
agency selain proxy manusia secara 4. 11 supporting keunggulan
agency adalah terus menerus corollaries : - Positive Institutions,
collective agency yang memberikan a. Similari berfokus pada
merupakan reaksi pada ties pengembangan,
kepercayaan kelompok lingkungan among penciptaan, dan
bahwa usaha bersama internal maupun events pemeliharaan pada tingkat
akan membawa suatu lingkungan b. Differe kelompok atau
pencapaian kelompok. eksternal. nces masyarakat.
Collective efficacy Nantinya, kedua among
dapat dikatakan sebagai lingkungan people
self-efficacy orang yang tersebut dapat c. Relatio
bekerja sama. secara konstan nships
saling among
mempengaruhi constru
satu sama lain. cts
Predicting General d. Dichoto
Behavior my of
1. Generalized constru
Expectations: cts
harapan yang e. Choice
besar akan between
memberikan dichoto
kebebasan my
bergerak yang f. Range
luas. of
2. Needs: perilaku conveni
atau seperangkat ence
perilaku yang g. Experie
dilihat orang nce and
dapat learnin
menggerakkan g
mereka ke arah h. Adaptat
suatu tujuan. ion to
experie
● Mischel nce
Cognitive-Affective i. Incomp
Personality System atible
1. Behavior constru
Prediction: jika cts
kepribadian j. Similari
merupakan ties
sistem stabil among
yang terus people
memproses k. Social
informasi situasi process
eksternal dan es
internal, maka
ketika individu
menghadapi
situasi berbeda,
perilaku mereka
bisa tetap atau
berubah.
2. Situation
Variables: ketika
pribadi yang
berbeda bersikap
dengan cara
yang mirip,
orang akan
membentuk
perilakunya
sesuai situasi,
perbedaan
individu akan
mengarah
kepada perilaku
yang beragam
tergantung
kebutuhan akan
pekerjaan, dan
dalam situasi
yang sama dapat
menghasilkan
respon yang
berbeda pada
setiap orang.
3. Cognitive-
Affective Units:
didalamnya
terdapat strategi
pengkodean,
beberapa
kompetensi dan
strategi
pengaturan diri,
ekspektasi dan
keyakinan,
tujuan dan nilai,
dan respon-
respon afektif.
element of personality positif vs kognitif
ASPEK PERSPEKTIF POSITIF PERSPEKTIF KOGNITIF

Fokus Secara umum, positive psychology Psikologi kognitif merupakan teori


berfokus pada keuntungan dari yang menekankan proses manusia
happiness dan satisfaction pada berpikir dan pengetahuan yang
hidup. dimiliki mereka (Matlin, 2013).

Definisi Dalam perspektif positif, Millon Menurut Kelly (1995), individu yang
Manusia yang (2003) dalam Iglesia & Solano sehat tidak hanya mengantisipasi
Sehat (2018) menyatakan bahwa peristiwa, tetapi juga dapat melakukan
kepribadian yang sehat bukan penyesuaian yang memuaskan ketika
merupakan ketiadaan disorder. keadaan tidak berjalan seperti yang
Bahkan, keberfungsian kepribadian diharapkan (Feist & Feist, 2009).
positif harus meliputi elemen-
elemen yang bukan hanya
abnormalitas.

Pendekatan Menurut Chow (2002) dalam Iglesia Kelly menyatakan bahwa manusia bisa
Empiris & Solano (2018), ada dua mencari konstruk-konstruk alternatif
pendekatan empiris untuk dalam menjelaskan atau
mempelajari dan mengkategorikan merepresentasikan realita yang
karakteristik manusia yang positif, diobservasi. Hal ini dilakukan untuk
yaitu pendekatan data-driven dan memahami atau menafsirkan dunia.
theory-driven. Kemudian Kelly juga berpendapat
1. Pendekatan data-driven bahwa bagaimana manusia mencoba
terdiri atas serangkaian studi memahami cara orang lain hidup dapat
induktif di mana kelompok dianalogikan dengan bagaimana
elemen - karakteristik atau seorang ilmuwan merumuskan dan
sifat positif - diidentifikasi menguji teori-teorinya. Kelly sering
untuk menemukan klasifikasi menyebutnya dengan man-the-
yang dapat digeneralisasi ke scientist.
beberapa populasi. Contoh
pendekatan ini dilakukan
oleh Cosentino & Castro
Solano (2017). Hal ini
dilakukan dengan
mengidentifikasi
karakteristik psikologis
positif manusia dari sudut
pandang orang awam.
Sejumlah 745 individu
ditanya mengenai orang
yang paling mereka kagumi
(bukan dalam hal fisik atau
ekonomi) dan menuliskan
hingga tujuh kata yang
mendeskripsikan karakter-
karakter yang paling mereka
kagumi. Ada 854 kata yang
merupakan karakteristik
psikologis positif manusia
yang terkumpul, dan kata-
kata ini dikelompokkan
menjadi lima faktor positif.
Model ini dinamakan the
High Five Model (HFM),
dengan dimensi: erudition,
peace, cheerfulness, honesty,
dan tenacity. HFM ini dapat
juga merupakan prediktor
kesehatan mental yang baik
(Iglesia & Solano, 2018).
2. Pendekatan theory-driven
adalah pendekatan teoretis-
rasional dimulai dalam teori
tertentu dan kemudian secara
empiris dikonfirmasi.
Contohnya adalah VIA
model (Peterson &
Seligman, 2004 dalam
Iglesia & Solano, 2018).
VIA model ini
mengklasifikasikan 6 virtue
dan 24 strengths, yang telah
melalui konsensus para ahli
(e.g., Castro Solano, 2014;
Cosentino, 2014; Castro
Solano & Cosentino, 2016
dalam Iglesia & Solano,
2018).

Psikologi kognitif berfokus untuk


mempelajari memori, asosiasi, dan
proses-proses psikologis
(Dinurasiyah, 2013).
Struktur 1. Positive Subject States Personal construct:
Kepribadian Berada pada level subjektif Personal construct adalah cara
yang mencakup emosi individu melihat sesuatu (atau
positif, seperti kebahagiaan, seseorang) dengan sama, tetapi tetap
kegembiraan, kepuasan berbeda dengan objek atau orang lain.
dengan kehidupan, relaksasi, Personal construct membentuk
cinta, intimacy, dan perilaku individu
contentment. Keadaan ini 1. Construction Corollary
juga mencakup pemikiran Individu mengantisipasi sebuah
konstruktif tentang diri dan peristiwa dengan
masa depan, seperti mengkonstruksi peristiwa yang
optimisme dan harapan, dapat direplikasi dengan
energi, vitalitas, dan sesuai.
kepercayaan diri serta efek 2. Individuality Corollary
emosi positif, seperti tawa. Individu yang berbeda
2. Positive Individual Traits memiliki konstruksi yang
Berada pada level individu berbeda pula meski dalam
yang mencakup pola menginterpretasi peristiwa
perilaku yang lebih positif. yang sama.
Hal ini tercermin dari orang 3. Organization Corollary
tersebut dari waktu ke Dalam perkembangannya,
waktu, seperti manifestasi untuk mencapai suatu
keberanian, kegigihan, kenyamanan dalam
kejujuran, dan mengantisipasi peristiwa,
kebijaksanaan. Positive sistem konstruksi pada
individual traits juga individu merangkul hubungan
mencakup kemampuan untuk ordinal antar konstruksi.
mengembangkan sensibilitas 4. Dichotomy Corollary
estetika atau memanfaatkan Sistem konstruksi seseorang
potensi kreatif serta terdiri dari sejumlah konstruksi
dorongan untuk mengejar dikotomis yang terbatas (Kelly,
keunggulan 1995, p. 59). Orang-orang juga
3. Positive Institutions mengartikan peristiwa dengan
Berfokus pada cara apapun.
pengembangan, penciptaan, 5. Choice Corollary
dan pemeliharaan pada Orang-orang memilih sendiri
tingkat kelompok atau konstruk dikotomisasi yang
masyarakat. bersifat alternatif melalui cara
mereka mengantisipasi
kemungkinan yang lebih besar
untuk perluasan dan definisi
konstruksi di masa depan.
6. Range Corollary
Personal constructs tidak
terbatas dan tidak relevan pada
segalanya, dengan kata lain
suatu konstruk terbatas pada
rentang kenyamanan tertentu.
(Kelly, 1955, p. 68).
7. Experience Corollary
Sistem konstruksi seseorang
bervariasi ketika ia berhasil
menafsirkan replikasi peristiwa
(Kelly, 1955, hlm. 72).
Dikatakan berhasil jika hanya
memberi perhatian pada satu
hal di satu waktu. Pengalaman
terdiri dari berhasilnya
menafsirkan peristiwa.
8. Modulation Corollary
Variasi dalam sistem
konstruksi seseorang dibatasi
oleh permeabilitas konstruk
yang rentang kemudahannya
terletak pada varian" (Kelly,
1955, hlm. 77)
9. Fragmentation Corollary
Seseorang dapat secara
berturut-turut menggunakan
berbagai subsistem konstruktif
yang secara inferensial tidak
kompatibel satu sama lain
(Kelly, 1955, hlm. 83).
10. Commonality Corollary
Sejauh mana seseorang
menggunakan konstruksi dari
pengalaman yang mirip dengan
yang digunakan orang lain,
yang prosesnya mirip secara
psikologi dengan orang lain
tersebut
(Kelly, 1970, p. 20).
11. Sociality Corollary
Sejauh mana seseorang secara
akurat menafsirkan sistem
kepercayaannya pada orang
lain, mereka mungkin
memainkan peran di proses
sosial melibatkan orang lain
(Kelly, 1955, p. 94)
Dynamic of personality positif vs psikoanalisis
Psychoanalysis Positive Psychology
Perbandingan
Sigmund Freud Alfred Adler Carl Jung
Fokus Berfokus pada Berfokus pada hal-hal Menurut Jung, manusia Berfokus pada pola
unconsciousness mind yang consciousness dan tidak pesimistis atau perilaku yang lebih
dibanding consciousness pendorong tingkah laku optimistis, tidak positif yang terlihat
mind. manusia adalah harapan deterministik maupun dari individual dari
di masa depan dan puposive. Jung berfokus waktu ke waktu.
manusia memiliki pada consciousness & Berfokus pada perilaku
inferiority feeling. ego (berperan untuk positif yang dilakukan
Manusia memiliki tujuan penentuan yang terdiri seseorang dan
final yaitu menjadi dari persepsi, thought, bagaimana mereka
superiority (perjuangan feelings, memories), melakukan hal
ke arah kesempurnaan) personal tersebut.
unconsciousness
(pengalaman yang
direpress atau dilupakan
yang tidak berkesan
berupa penilaian,
perasaan, persepsi),
collective
unconsciousness &
archetypes terdiri dari
primodial images
(bentuk pikiran atau
memori yang berasal dari
masa lalu, bayangan
(images) merupakan
rekaman pengalaman
umum yang terulang
(Feist, 2009).
Dinamika Teori Drives atau stimulus Striving for Success or 1. Causality and 3 Paths to happiness
dalam diri orang Superiority Teleology 1. Pleasant life
Kepribadian
tersebut, beroperasi Satu kekuatan dinamis di Motivasi muncul dari Bagaimana orang
sebagai motivasi balik perilaku causality (berdasarkan secara optimal
memaksa yang konstan masyarakat adalah usaha pengalaman sebelumnya) mengalami,
(sex-Tujuan dari untuk sukses atau dan teleology memprediksi, dan
dorongan seksual adalah superioritas. (berdasarkan goals dan menikmati perasaan
kenikmatan, tapi - The Final Goal aspirasi di masa depan dan emosi positif yang
kesenangan ini tidak - The Striving Force as yang dijadikan keinginan merupakan bagian dari
terbatas pada kepuasan Compensation bagi seseorang) kehidupan normal dan
genital, aggression- - Striving for Personal sehat
Tujuan dari dorongan - Superiority Striving for 2. Progression and
destruktif untuk Success Regression 2. Good life
mengembalikan Untuk mencapai self- efek menguntungkan
organisme ke negara Subjective Perceptions realization, seseorang yang dirasakan dari
anorganik.) Persepsi subjektif orang perlu beradaptasi dengan penghayatan dari
membentuk perilaku dan dunia luar (progression) individu ketika secara
Anxiety: Freud kepribadian mereka. dan beradaptasi dengan optimal terlibat dengan
(1933/1964) - Fictionalism diri sendiri atau inner kegiatan utama
menekankan bahwa itu - Physical Inferiorities world (regression) mereka.
adalah perasaan, afektif,
keadaan tidak Unity and Self- 3. Meaningful Life
menyenangkan disertai Consistency of Memaknai kehidupan,
dengan sensasi fisik yang Personality "kehidupan afiliasi",
memperingatkan orang kepribadian adalah mempertanyakan
tersebut bersatu dan konsisten bagaimana individu
bahaya yang akan (Organ Dialect, memperoleh perasaan
datang. (Neurotic Conscious and positif tentang
anxiety- Ketakutan Unconscious) kesejahteraan,
tentang bahaya yang kepemilikan, makna,
tidak diketahui. Perasaan Social Interest dan tujuan dari menjadi
itu sendiri ada dalam Nilai dari semua bagian dari dan
ego, tetapi berasal dari aktivitas manusia harus berkontribusi kembali
impuls id, moral anxiety dilihat dari sudut ke sesuatu yang lebih
- berasal dari konflik pandang kepentingan besar dan lebih
antara ego dan superego, sosial. (Origins of Social permanen daripada diri
realistic anxiety- terkait Interest Importance of mereka sendiri.
erat dengan ketakutan. Social Interest)
Hal ini didefinisikan
sebagai yang tidak Style of Life
menyenangkan, perasaan struktur kepribadian
spesifik yang melibatkan yang konsisten
bahaya yang mungkin) berkembang menjadi
gaya hidup seseorang.

Creative Power
gaya hidup dibentuk oleh
kekuatan kreatif orang.

Penelitian 1. Penemuan dari 1. Menurut Susan 1. Word association test Emosi positif dan
berbagai program Belangee (2006), diet, digunakan pada tahun perilaku adaptif sangat
Empiris
penelitian neurosains makan berlebihan, dan 1903. Test untuk penting untuk
telah menemukan bahwa bulimia dapat dipandang menjelaskan hipotesis menjalani kehidupan
dorongan untuk mencari sebagai cara umum freud bahwa unconscious yang memuaskan dan
kepuasan berada pada 2 untuk mengekspresikan beroperasi sebagai proses produktif. Kesadaran
struktur otak, yaitu perasaan autonomous. Proses tes akan kekuatan
batang otak dan sistem inferioritas.Penelitian adalah memberikan kata psikologis membantu
limbik (Solms, 2004; lain menemukan bahwa stimulus dan melihat seseorang pulih dari
Solms & Turnbull, 35% dari pelaku diet respon dari responden. masalah psikologis
2002). Bahkan, muda berkembang (Huta & Hawley,
neurotransmitter menjadi diet patologis. 2. Active imagination: 2010); Compton, W.
dopamin terpusat pada Psikolog Adlerian telah Tes yang dilakukan C., & Hoffman, E.,
hampir seluruh perilaku mengakui perkembangan adalah responden 2013). Kurangnya
mencari kepuasan ini dan telah melihatnya diberikan stimulus kesejahteraan pada saat
(pleasure-seeking). sebagai cara untuk seperti gambaran mimpi, ini dapat
Dalam bahasa Freud, mengkompensasi penglihatan, gambar atau mengembangkan
dorongan dan insting inferioritas atau perasaan fantasi dan depresi hingga 10
tersebut disebut id. tidak berharga berkonsentrasi sampai tahun kemudian
stimulus bergerak. (Joseph & Wood,
2. Hasil penelitian Responden harus 2010; Compton, W. C.,
menemukan bahwa 2. Terdapat penelitian mengikuti gambar & Hoffman, E., 2013).
pelajar lebih bermimpi yang menyebutkan tersebut kemudian
mengenai target yang bahwa ingatan awal melakukan interaksi
disupresi daripada yang (early recollections) dengan stimulus.
tidak disupresi. Hal dapat berubah apabila 3. The Myers-Briggs
tersebut sejalan dengan diberi psikoterapi atau Type Indicator: tes
teori Freud. terjadi pengalaman yang yang digunakan untuk
mengubah hidup. Hasil mengukur tipe
3. Psikolog kognitif tersebut cenderung personaliti berdasarkan
mengakui bahwa ada mendukung teori Adler teori Jung.
proses mental yang tidak terhadap kepribadian,
berada pada kesadaran yaitu pengalaman anak
dan juga tidak berada usia dini kurang penting
dibawah kontrol yang daripada pandangan
disengaja. Hal tersebut orang dewasa terhadap
mendekati definisi kejadian/ pengalaman
ketidaksadaran tersebut
(unconsciuous) oleh
Freud
3. Penelitian-penelitian
4. Solms (2004) secara konsisten
menemukan kasus-kasus menemukan hubungan
yang menunjukkan antara ingatan awal masa
represi terhadap kanak-kanak (early
informasi yang tidak childhood recollections)
menyenangkan ketika dengan gaya hidup
terjadi kerusakan pada seseorang saat ini (Clark,
hemisfer kanan otak. Jika 2002), tetapi penemuan
daerah yang rusak ini tersebut tidak
distimulasi secara memverifikasi gagasan
buatan, represi hilang; Adler bahwa gaya hidup
sehingga kesadaran masa kini membentuk
kembali. Selain itu, ingatan awal seseorang
pasien ini sering
merasionalisasi fakta (Feist, 2009)
yang tidak disukai
dengan mengarang
cerita. Dengan kata lain,
mereka menggunakan
mekanisme pertahanan
(defense mechanism)
Freud

(Feist, 2009)
Id Tidak menjelaskan Terdiri dari sejumlah Mencakup kehidupan
-Primary processing sktruktur kepribadian sistem yang berbeda manusia dalam aspek
-Eros (pleasure) dan tahap perkembangan tetapi saling berinteraksi. positif:
-Thanatos (destruction) kepribadian karena prinsip utama adalah 1. Positive subjective
Struktur
Superego hanya mengkonkritkan ego, ketidaksadaran states (emosi positif
Kepribadian
-Ego-ideal terbentuk sesuatu hal yang abstrak pribadi dan kompleksnya seperti kebahagiaan,
melalui reward dan mengacaukan dan ketidaksadaran kegembiraan, kepuasan
-Conscience-terbentuk pemahaman mengenai kolektif dan arketipenya, dengan kehidupan,
melalui punishment flow of human behavior persona, anima dan relaksasi, cinta,
Ego animus, dan bayangan keintiman, dan
-Secondary processing (the shadow). di samping kepuasan.)
-Mengontrol Id dan sistem-sistem yang 2. Positive individual
Superego saling tergantung ini ada traits (pola perilaku
sikap-sikap introversion yang lebih positif yang
dan extraversion dan terlihat pada diri
fungsi-fungsi dari manusia dari waktu ke
thinking, sensing, waktu, seperti
feeling, dan intuiting. manifestasi keberanian,
akhirnya, ada diri (self) kegigihan, kejujuran,
yang merupakan pusat dan kebijaksanaan).
dari seluruh kepribadian. 3. Positive institution
(membahas isu-isu
seperti pengembangan
kebajikan sipil,
penciptaan keluarga
yang sehat, dan studi
tentang lingkungan
kerja yang sehat).
- Sebuah kritik yang - sulit untuk verifikasi, Teori Jung hampir tidak Terdapat kemungkinan
Kritik
sering terhadap Freud Sebagai contoh, mungkin untuk adanya optimisme
adalah bahwa dia tidak meskipun penelitian diverfikasi atau yang tidak realistis atau
memahami wanita dan telah secara konsisten difalsifikasi. dianggap buta.
bahwa teorinya tentang menunjukkan hubungan Collective unconscious Terdapat kemungkinan
kepribadian sangat antara ingatan masa merupakan konsep yang adanya sikap positif
berorientasi pada pria. kanak-kanak dan gaya sulit untuk diuji secara yang salah dan disebut
Freud mengakui bahwa hidup seseorang saat ini empiris. Archetype dan sebagai unscientific
ia tidak memiliki (Clark, 2002), hasil ini collective unconscious positivity.
pemahaman yang tidak memverifikasi berasal dari pengalaman
lengkap tentang jiwa gagasan Adler bahwa pribadi Jung sehingga
perempuan. gaya hidup sekarang konsep tersebut susah
- Dianggap tidak ilmiah, membentuk ingatan awal dibuktikan secara
kerangka teori seseorang. Penjelasan empiris dan hanya
kepribadian Freud, kausal alternatif, juga bergantung pada
dengan penekanannya dimungkinkan; yaitu, kepercayaan.
pada alam bawah sadar, pengalaman awal dapat
begitu longgar dan menyebabkan gaya hidup
fleksibel sehingga data saat ini. Dengan
yang tampaknya tidak demikian, salah satu
konsisten dapat hidup konsep Adler yang
berdampingan dalam paling penting — asumsi
batas-batasnya. bahwa gaya hidup masa
psikoanalisis tidak kini menentukan ingatan-
memiliki seperangkat ingatan awal dan bukan
istilah yang didefinisikan sebaliknya — sulit untuk
secara operasional, diverifikasi.
istilah-istilah seperti id, - Banyak istilah yang
ego, superego, sadar, tidak memiliki definisi
pra-sadar, tidak sadar, operasional yang ilmiah,
tahap oral, tahap sadis- seperti superiority dan
anal, tahap phallic, creative power
kompleks Oedipus,
tingkat mimpi laten, dan
banyak lainnya tidak
didefinisikan secara
operasional; yaitu,
mereka tidak dijabarkan
dalam hal operasi atau
perilaku tertentu. Para
peneliti harus memiliki
definisi khusus mereka
sendiri tentang sebagian
besar istilah
psikoanalitik.
dynamic of personality positif vs humanistik
A. Dynamic of Personality in Positive Psychology
1. The Basic Emotion
Berdasarkan sejarah psikologi, ditemukan jumlah variasi emosi dasar
dari tujuh hingga sepuluh hal ini bergantung pada teori yang digunakan.
Peneliti menyepakati emosi yang relevan dengan psikologi positif jika
enjoyment(kesenangan), atau happiness(kebahagiaan), atau joy(kegembiraan)
merupakan emosi dasar.
Emosi dasar dapat dikombinasikan dalam banyak cara untuk
menciptakan variasi pengalaman emosional yang lebih tajam . Sebagai contoh,
Robert Plutchick (1980) menunjukkan bahwa emosi kekaguman adalah
kombinasi emosi terkejut dan takut. Ini berarti bahwa emosi positif yang
sering dikaitkan dengan pengalaman keagamaan muncul dari emosi terkejut
yang agak positif sehubungan dengan emosi negatif rasa takut. Hal ini
menunjukan jika kita berupaya untuk menghilangkan emosi negatif dalam
hidup, berarti kita pun akan kehilangan variasi emosi lainnya. Menurut
Schimmack pada 2008, “seberapa sering seseorang merasakan emosi positif
mungkin sangat sedikit hubungannya dengan seberapa sering orang itu
merasakan emosi negatif.” Hal ini menandakan bahwa upaya untuk
meningkatkan emosi positif tidak akan secara otomatis menghasilkan
penurunan emosi negatif, berlaku untuk sebaliknya.
James Russell dan Feldman Barrett (1999) menggamarkan reaksi
emosional dengan sebutan core affect. Hal ini mengacu pada reaksi emosional
secara primitive yang seringkali tidak diakui keberadaannya, mereka
memadukan dimensi menyenangkan dan tidak menyenangkan dan juga
dimensi aktif dan tidak aktif yang berada hampir di tingkat level unconscious.
Pengaruh dari core affect dapat mendorong seseorang untuk menginterpretasi
siatu hal kea rah positif atau negative (Smith & Mackie, 2008). Menurut Barg
& Williams pada 2007 respon emosional bekerja pada level unconscious.

2. The Component of Emotion


The Biology of Emotions
Neurotransmitter, brain, and genetic
● Bukti empiris menunjukkan bahwa beberapa respons yang
menyenangkan disebabkan oleh pelepasan bahan kimia tertentu di otak
yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter adalah pembawa
pesan kimia yang menyampaikan informasi antara sel-sel saraf.
Peningkatan kadar neurotransmitter dopamine terlibat dalam
pengalaman kebahagiaan (Ashby, Isen, & Turken, 1999).
● Left Prefrontal Cortex lebih aktif ketika kita bahagia (lihat Lutz,
Dunne, & Davidson, 2007). Area otak ini juga dikaitkan dengan
kemampuan yang lebih besar untuk pulih dari emosi negatif serta
peningkatan kemampuan untuk menekan emosi negatif (lihat Urry,
Nitschke, Dolski et al., 2004). Menurut Lykken dan Tellegen, susunan
genetika jauh lebih penting bagi kualitas jangka panjang kehidupan
emosional kita daripada perilaku yang dipelajari atau kualitas
lingkungan ketika anak usia dini. Richard Lucas (2008) sepakat bahwa
faktor genetik sangat penting untuk average well-being, kemudian
lingkungan keluarga dan learning juga dapat berdampak pada well-
being.
The Happiness Set Point
● Studi heritabilitas menunjukkan bahwa kebanyakan orang kembali ke
tingkat kebahagiaan rata-rata ( set point) setelah mengalami pasang
surut emosi sementara. Meskipun perasaan kegembiraan atau
kesedihan yang sangat kuat menjauhkan orang dari set point mereka
untuk periode waktu yang berbeda, pada akhirnya semua orang
kembali ke tingkat rata-rata atau dasar well-being atau baseline,
​ ​ tingkat yang ditentukan oleh genetika.
● Orang-orang yang set point-nya condong ke arah emosi positif
cenderung ceria sebagian besar waktu. Sebaliknya, mereka yang poin-
poinnya mengarahkan mereka ke arah emosi yang lebih negatif
cenderung condong ke arah pesimisme dan anxiety.
Contradiction
● Penelitian Frank Fujita dan Diener (2005) mengatakan bahwa
meskipun susunan genetika jelas tidak berubah dari waktu ke waktu,
hampir satu dari empat orang menunjukkan perubahan dalam well-
being mereka selama bertahun-tahun. Bruce Headey (2008) yang
menggunakan kumpulan data yang sama juga menemukan bukti jelas
bahwa life satisfaction dapat berubah secara signifikan dari waktu ke
waktu.
● Felicia Huppert (2007) berpendapat bahwa karena intervensi untuk
meningkatkan kesejahteraan bisa berhasil, gen tidak sepenuhnya
menentukan kebahagiaan. Headey, Muffels, dan Wagner (2010)
menyimpulkan bahwa manusia dapat meningkatkan kebahagiaan
mereka seiring berjalannya waktu.
Cognitive
● Pendekatan kognitif terhadap kehidupan emosional kita telah sangat
berhasil, dan mengubah cara kita berpikir tentang orang lain, masa
depan kita, dan diri kita sendiri sebagian bertanggung jawab atas
keberhasilan ini (Caprara & Steca, 2010). Jika kita dihadapkan dengan
peristiwa yang menantang dan dapat menemukan cara untuk
menafsirkannya dengan cara yang positif, kita dapat mengubah potensi
krisis menjadi peluang.
● Seligman (2006) telah menemukan learned optimism, yaitu bahwa
orang dapat melepaskan gaya berpikir negatif dan belajar bagaimana
menafsirkan peristiwa dengan optimisme yang lebih realistis (Carver,
Scheier, & Segerstrom, 2010). Interpretasi peristiwa yang lebih
kompleks namun positif dapat membantu menciptakan sense of
meaning dan tujuan dalam kehidupan (McKnight & Kashdan, 2009;
Steger, Oishi, & Kasdan, 2009; Wong, 2009a).
● Kemampuan untuk mengalihkan perhatian dari pikiran negatif kita bisa
sangat menguntungkan bagi well-being. Perubahan orientasi kita
terhadap waktu dapat secara dramatis memengaruhi cara kita berpikir
tentang nature of happiness.
Behavior : How We Act Influences How We Feel
Bagaimana perilaku mempengaruhi emosi akan dibahas melalui virtues,
strengths, dan character dari seorang individu. Sebagian besar virtues atau
kebajikan melibatkan bagaimana seseorang berperilaku dalam hubungan sosial.
Bagaimana seorang individu berperilaku sebagai anggota masyarakat adalah
character dari individu tersebut.
Robert Emmons dan Cheryl Crumpler (2000) menjelaskan bahwa
virtues diperoleh seseorang dalam sifat-sifat character yang berkontribusi
pada kelengkapan atau keutuhan seseorang. Virtues yang paling sering
dilaporkan oleh hampir semua bangsa adalah kebaikan, keadilan, keaslian,
rasa syukur, dan open minded (Peterson & Park, 2009). Blain Fowers
(2005,2006) menyatakan bahwa pengembangan karakter merupakan hal
penting karena bagaimana kita memperlakukan satu sama lain adalah fondasi
etika, moralitas, masyarakat sipil, dan kesejahteraan. Selain itu virtues
mewakili kondisi ideal yang memfasilitasi seorang individu untuk beradaptasi
dalam kehidupannya. Sandage dan Hill (2001) menjelaskan bahwa virtues
mengintegrasi etika dan kesehatan, traits dari karakter, sumber kekuatan dan
ketahanan manusia, tertanam dalam konteks budaya dan masyarakat,
berkontribusi pada makna hidup, dan didasarkan pada kapasitas kognitif untuk
kebijaksanaan.
Penelitian yang dilakukan Gallup Institution menemukan bahwa
pekerja yang berprestasi dalam pekerjaannya cenderung menggunakan
strength mereka. Strength paling penting dari seorang individu disebut
signature strengths atau sifat positif yang dimiliki, dirayakan, dan sering
dilakukan seseorang. Gallup menemukan bahwa organisasi akan bekerja lebih
baik ketika pekerjanya diperbolehkan mengembangkan strength dari pada
secara konstan fokus memperbaiki weaknesses yang mereka miliki
(Buckingham & Coffman, 1999).
Survei yang dilakukan pada 13.000 warga A.S dan Switzerland
menemukan bahwa prediktor paling signifikan dari kepuasan hidup adalah
cinta, harapan, rasa ingin tahu, dan semangat (Peterson, Ruch, Beermann, Park,
& Seligman, 2007). Rasa terimakasih merupakan prediktor kuat untuk sampel
A.S, sementara ketekunan adalah prediktor tambahan dalam sampel
Switzerland. Penelitian oleh Brdar dan Kashdan (2010) menemukan bahwa
harapan, semangat, rasa ingin tahu, dan rasa humor merupakan prediktor
terkuat dari well being.

Social
Situasi sosial pun mempengaruhi bagaimana seorang individu
mengalami kehidupan emosional. Penelitian mengenai emosi mendukung
social constraints model dari mood regulation yang menyatakan bahwa orang
mengatur suasana hati mereka berdasarkan pemahaman mereka tentang situasi
sosial. Penelitian sosiologi tentang emosi melihat bagaimana status sosial,
struktur kelas, begitu pula budaya dapat mempengaruhi sense of self, identitas,
dan pemahaman baik pada emosi maupun ekspresi emosi itu sendiri.
Budaya juga memiliki kontribusi dalam mempengaruhi bagaimana
seorang individu mengalami emosi. Budaya memungkinkan adanya variasi
yang cukup besar dalam cara seseorang mengekspresikan emosi, memberi
label pada emosi dan menyebarkan emosi. Bahkan dalam budaya tertentu,
perubahan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi cara kita mengalami
emosi.
3. Moods and Well Being
- Moods
Morris (1999) mengatakan bahwa fungsi dasar dari moods
adalah untuk menyediakan informasi mengenai apa yang kita miliki
saat ini nantinya digunakan untuk memenuhi tuntutan di masa depan.
Menurut pandangannya, mood menyediakan kita sistem monitoring
yang berkelanjutan. Beberapa studi terbaru menemukan bahwa emosi
dan mood dapat memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada hampir
setiap proses psikologis seperti memory, attention, perception dan
pengalaman akan diri kita sendiri. Faktanya, tinjauan luas yang
dilakukan terhadap penelitian yang dilakukan oleh Sonja Lybomirsky,
Laura King and Ed Diener (2005) menemukan bahwa dampak dari
emosi yang positif itu sangat besar, mulai dari memiliki kesejahteraan
yang lebih tinggi hingga memiliki hubungan yang lebih romantis, lebih
banyak menampilkan altruisme dan kedermawanan, karir yang lebih
sukses, promosi kreativitas, dan kesehatan yang lebih baik. Dengan
memiliki suasana hati yang baik, maka keuntungan yang dimiliki akan
berdampak pada hampir setiap bidang kehidupan.
Tujuan dari mempelajari positive psychology tidak sesederhana
menciptakan level yang tinggi dari emosi positif dalam kehidupan
sehari-hari. Karena hal tersebut tidak memungkinkan. Meskipun begitu,
pesan dari psikologi positif ialah mood yang positif akan membantu
kita untuk beradaptasi lebih baik dan lebih membuka kesempatan
untuk selalu belajar dan berkembang.
- Well-being
Tujuan utama dari psikologi positif harus menumbuhkan suasana hati
yang positif yang dpat diukur dengan kepuasan hidup. Seligman (2011)
berpendapat bahwa teori asli nya mengenai happiness mengabaikan
terlalu banyak elemen penting untuk kesejahteraan (well-being). Ia
bahkan menganggap bahwa topik dari psikologi positif adalah
kesejahteraan.
Psychologicall Wellbeing
Carol Ryff telah merangkum bertahun-tahun penelitian mengenai
positive mental health dan menciptakan enam dimensi untuk mengukur
well-being, yang akhirnya dikenal dengan Psychological Well-being
Scale (1989a. 1989b, 1995), sebagai berikut:
● Self-Acceptance: kemampuan untuk mengetahui berbagai
aspek dalam diri; kemampuan untuk menerima baik sisi positif
maupun sisi negatif secara seimbang dalam diri.
● Personal Growth: kapasitas untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi yang ada, terbuka pada berbagi
pengalaman baru.
● Positive Relations With Other People: memiliki hubungan yang
dekat, hangat dan intim dengan orang lain, memperhatikan
kesejahteraan orang lain dan mampu menunjukkan rasa empati
dan afeksi terhadap orang lain.
● Autonomy: mandiri, kemampuan untuk menahan tekanan sosial,
dan kemampuan untuk meregulasi perilaku.
● Purpose in Life: memiliki tujuan hidup dan dapat memaknakan
makna kehidupan, dapat memaknana tujuan dan arahan dalam
hidup.
● Environmental Mastery: merasa memiliki kemampuan dan
kompetensi dan kemampuan untuk memilih situasi dan
lingkungan yang kondusif untuk mencapai tujuan.
4. Positive psychology and motivation
Early Theories of Motivation
Motivasi dan emosi merupakan suatu hal yang saling berkaitan,
sehingga seringkali sulit untuk memisahkan efek dari masing-masingnya.
Menurut Robert W. White (1959) seseorang dapat termotivasi oleh lebih dari
suatu dorongan yang sederhana (drive) hanya berdasar untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis atau kebutuhan dari jaringan saja (tissue needs). Selain
itu orang-orang seringkali dipaksa untuk turut melibatkan lingkungan mereka.
Intrinsic and Extrinsic Motivation
Perbedaan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik, motivasi intrinsik
terjadi ketika kita terlibat dalam suatu aktivitas berdasarkan kemauan diri
sendiri, terlepas dari ada atau tidaknya suatu imbalan. Sedangkan motivasi
eksternal terjadi ketika kita melakukan sesuatu berdasarkan suatu imbalan
yang datang dari luar diri seperti pujian, uang atau insentif. Ryan dan Edward
Deci (2008) lebih suka dengan istilah autonomous motivation. Autonomous
motivation sendiri adalah pilihan yang didasarkan oleh keinginan diri sendiri,
sedangkan controlled motivation adalah dikendalikan dan didorong oleh
reward external yang tidak sesuai dengan nilai dalam diri seseorang.
Perbedaan antara autonomous motivation dan controlled motivation dipandang
sebagai hal yang sangat penting untuk pemahaman kesehatan mental, prestasi,
dan kesejahteraan serta untuk pemahaman tentang motivasi dasar.
Ditemukan adanya hubungan antara autonomous motivation dengan
ketercapaian suatu hal yang positif, diantaranya; kesehatan, kerja, hubungan
intim, pengasuhan, Pendidikan, keikutsertaan keagamaan, dan aktivitas politi
(Ryan&Deci, 2000; Deci & Ryan, 2008). Penelitian lain pun menunjukan jika
seseorang memiliki __ cenderung menunjukan peningkatan kinerja, kegigihan,
kreativitas, harga diri, dan kesejahteraan jika dibandingkan dengan orang yang
memiliki motivasi berdasarkan faktor eksternal. Akan tetapi, aktivitas yang
didasari oleh motivasi eksternal pun dapat memberikan keterampilan dan
kompetensi yang diinginkan.
Motivation and The Pursuit of Goals
Berdasarkan penelitian motivasi seseorang dapat dilihat dari innate
drives ada juga yang berfokus pada ekspektasi. Tujuan yang dimiliki
kebanyakan orang untuk hidup menentukan penempatan upaya dan komitmen
seseorang.

5. Well-being and positive emotion


Emosi negatif berguna untuk memperingati manusia bahwa terdapat
bahaya atau ancaman sehingga kita membutuhkan berbagai jenis emosi negatif.
Sedangkan emosi positif cenderung memiliki tanda yang tidak spesifik dalam
hal aktivasi otonom. Dengan berbagai reaksi biologis manusia, emosi negatif
lebih mudah untuk dipelajari. Roy Baumeister dan koleganya (2001)
menemukan bahwa emosi negatif lebih kuat daripada emosi positif karena
yang pertama lebih mempengaruhi perilaku kita daripada yang terakhir.
Banyak peneliti yang meyakini bahwa fungsi utama dari emosi positif adalah
untuk membuat kita merasa lebih baik setelah mengatasi semua bahaya.
Namun, terdapat beberapa teori yang mengubah asumsi tersebut (Compton,
2012).
The Broaden-and-Build Model
Barbara Fredickson (1998, 2001; Cohen & Fredrickson, 2009 dalam
Compton, 2012) menyusun broaden-and-build model dari emosi positif.
Dalam model tersebut, emosi positif memiliki tujuan yang berbeda dengan
tujuan emosi negatif. Emosi positif cenderung memberikan tindakan yang
tidak spesifik yang dapat mengarahkan pada perilaku adaptif. Selain itu, emosi
positif juga memberikan perubahan pada aktivitas kognitif yang dapat
mengarahkan pada thought-action tendecies. Hal ini berarti manusia
berperilaku secara spesifik karena mereka telah mempelajari untuk
mengasosiasikan aktivitas kognitif tertentu. Emosi positif membantu kita
untuk memperluas pilihan yang ada untuk memaksimalkan sumber daya.
Individu yang sedang merasakan emosi positif seperti cinta dan kegembiraan
cenderung untuk membagikan perasaan tersebut dengan yang lainnya.
Positive Emotions as Antidotes to Stress
Menurut Frederickson (1998, 2001), emosi positif dapat bertindak
sebagai penangkal efek negatif yang ditimbulkan dari emosi negatif.
Hipotesisnya menyatakan bahwa emosi positif dapat membantu tubuh dan
pikiran mendapatkan kemabli keseimbangan, fleksibilitas, dan keselarasan
setelah memperoleh emosi negatif. Beberapa penelitian empiris oleh
Fredrickson dan koleganya menemukan bahwa emosi positif membantu
mempersingkat efek samping dari stres.
A Critical Positivity Ration
Frederickson dan Marcial Losada (2005) menemukan bahwa ketika
6. Definitions of happiness and well being

B. Dynamic of Personality in Humanistic Psychology


● Maslow: Holistic Dynamic Theory
Teori Humanistik, dijelaskan oleh Abraham Maslow (1970) dalam Feist, et al. (2018)
mengasumsikan bahwa seseorang berpikir, menunjukan sikap, dan berperilaku dari
motivasinya akan needs dan berbagai hal lain. Manusia dilihat secara optimistis
melalui pandangan ini. Serta setiap orang dianggap punya potensi untuk berkembang
mengarah pada kondisi psikologis yang sehat, atau disebut sebagai self-actualization.
Untuk mencapai self-actualization, seseorang harus melewati suatu tahap/needs.
Tahap/ needs tersebut terdiri dari physiological, safety, love and belongingness,
esteem, dan self-actualization needs. Untuk dapat naik ke tahap diatasnya, seseorang
harus bisa memenuhi kebutuhan pada tahapnya sekarang. Orang-orang yang dapat
mencapai self-actualization akan menunjukan 15 karakter yang disebut sebagai B-
Values.
Menurut teori psikologi humanistik, kekuatan yang mendorong seseorang untuk
melakukan suatu action atau perilaku tertentu adalah motivasi. Dinamika kepribadian
seseorang akan berpusat pada motivasi orang tersebut. Maslow memiliki lima asumsi
dasar mengenai motivasi, yang pertama yaitu pendekatan holistik atau menyeluruh
terhadap motivasi. Hal ini berarti keseluruhan dari seseorang termotivasi, bukan
hanya bagian atau fungsi tertentu. Kedua, motivasi biasanya kompleks, yaitu motivasi
seseorang mungkin muncul dari beberapa motif yang berbeda. Ketiga, seseorang akan
terus termotivasi baik oleh suatu kebutuhan atau kebutuhan lainnya. Jadi ketika suatu
kebutuhan sudah terpenuhi, maka akan ada kebutuhan lain yang harus dipenuhi.
Keempat, semua orang di dunia termotivasi oleh kebutuhan dasar yang sama, karena
manusia memiliki kebutuhan fundamental yang sama. Kelima, kebutuhan dapat
disusun menjadi sebuah hirarki.

● Rogers: Person-Centered Theory


Rogers dalam teorinya menjelaskan kepribadian seseorang melalui 2
kecenderungan dasar, yaitu
a. Formative Tendency
Menurut Rogers (1978,1980) bahwa suatu individu memiliki kecenderungan
untuk berkembang dari suatu hal yang lebih sederhana menjadi suatu hal yang
kompleks. Proses ini disebut sebagai formative tendency
b. Actualizing tendency
Menurut Rogers (1959, 1980), actualizing tendency dijelaskan sebagai
dorongan seseorang untuk bergerak ke arah pemenuhan potensi. Ketika
individu bergerak ke arah aktualisasi maka pengaktualisasian diri tersebut
akan melibatkan seluruh diri individu baik fisiologi dan intelektual, rasional
dan emosional, maupun kesadaran dan ketidaksadaran. Actualizing tendency
sendiri akan diikuti oleh kebutuhan untuk pemeliharaan (maintenance) dimana
kebutuhan ini tidak hanya terdiri dari kebutuhan dasar manusia seperti
makanan tetapi juga terdapat kecenderungan untuk menolak perubahan dan
mencari status quo. Selain itu, actualizing tendency sendiri akan diikuti juga
oleh kebutuhan untuk meningkat, berkembang dan mencapai sesuatu
(enhancement)
c. The Self and Self-Actualization
Self-actualization adalah bagian dari actualization tendency. Perbedaan antara
actualization tendency dan self actualization adalah actualization tendency
mengacu kepada pengalaman individu yang bersifat seluruh pribadinya seperti
kesadaran dan ketidaksadaran, fisiologis dan kognitif. Sedangkan self-
actualization adalah kecenderungan untuk mengaktualisasi diri berdasarkan
hal yang disadari. Seseorang akan merasakan harmoni jika actualization
tendency dan self actualization hampir identik, ketika hal terlalu berbeda jauh
individu akan merasakan konflik dan inner tension

C. Kesamaan Psikologi Positif dengan Psikologi Humanistik


1. Psikologi positif merupakan kelanjutan dari psikologi humanistik yang berfokus pada
kekuatan manusia yang mengarah pada kondisi psikologis yang sehat
2. Keduanya sama-sama mengembangkan potensi-potensi yang ada dan berorientasi
pada hidup yang bahagia.
3. Terdapat tiga pilar psikologi positif, antara lain pengalaman positif, sifat positif
individu, dan institusi positif. Pada psikologi humanistik, Maslow (1954) menyatakan
agar individu dapat berkembang maju dan melampaui (unggul), maka budaya
pengembang kesehatan harus dibangun (Pilar III).
4. Jika dilihat dari epistemologi, psikologi humanistik lebih cenderung pada
postpositivisme, sedangkan psikologi positif lebih cenderung pada logical positivisme
(Friedman, 2008).

D. Perbedaan Psikologi Positif dengan Psikologi Humanistik


1. Pada psikologi positif segala bentuk perilaku, pemikiran dan perasaan individu
diarahkan untuk hal-hal yang positif. Sementara itu, psikologi humanistik
berlandaskan pada pemahaman untuk memanusiakan manusia dan seolah-olah
manusia menduduki peringkat tertinggi.
2. Psikologi humanistik hanya berfokus pada aktualisasi diri (self-actualization) yang
menurut Maslow bahwa hanya dapat dicapai oleh beberapa orang saja. Sementara itu,
psikologi positif memandang bahwa semua individu memiliki potensi untuk
dikembangkan.
3. Perbedaan utama dari psikologi humanistik dan positif adalah pada metodologi
penelitian. Psikologi humanistik cenderung pada metode kualitatif begitu juga
meningkatkan kesempatan untuk menilai manusia secara keseluruhan. Sebaliknya,
psikologi positif cenderung pada metode kuantitatif, lebih ketat, dan reduksionistik
(Froh, 2004).
4. Psikologi Humanistik menjelaskan kebutuhan manusia dari beberapa tahap kebutuhan
/ needs, sedangkan pada Psikologi Positif tidak ada tahapan spesifik yang harus di
penuhi seseorang
5. Psikologi Humanistik dinilai lebih mendorong pandangan yang berfokus pada self dan
self-centeredness dibandingkan dengan Psikologi Positif (Seligman &
Csikszentmihalyi, 2000)
6. Menurut Waterman (2013), rata-rata terdapat perbedaan dari sisi pandangan filosofis
yang digunakan pada jurnal Psikologi Humanistik maupun Positif.
7. Menurut Waterman (2013), pendekatan terapi yang umumnya digunakan oleh
psikologi Humanistik cenderung berusaha untuk memahami pengalaman
phenomenological dari keadaan sekarang, termasuk adanya interaksi dialog antara
klien dengan terapis. Sedangkan pada psikologi Positif jarang digunakan pendekatan
yang panjang atau instrospective, tidak berfokus pada hubungan klien-terapis, dan
tidak terlalu berfokus pada tema seperti kesendirian, tragis, ataupun existential angst.
Asumsi filosofis dari neither lengthy nor introspective, do not focus on the client–
therapist relationship, and are psikologi positif lebih mengarah pada intervensi yang
pragmatik dan mengarahkan atensi klien pada apa yang bisa dilakukan untuk
meningkatkan kualitas hidup
Perbedaan antara psikologi positif dan humanistik yang paling terkenal dan sering dibahas
berfokus pada epistemologi (Friedman, 2008; Rathunde, 2001; Robbins, 2008; Shapiro, 2001
dalam Waterman, 2013).

dynamic of personality positif vs behaviorisme


PENDEKATAN BEHAVIORISME
1. B. F. Skinner (Human Organism)
Menurut Skinner, terdapat tiga faktor yang membentuk perilaku manusia. Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut.
- Natural Selection
Pada level individu, perilaku dibentuk oleh komposisi genetik dan sejarah
reinforcement yang pernah diberikan pada individu. Akan tetapi, sebagai spesies,
perilaku dibentuk oleh kemungkinan bertahan hidup. Perilaku yang membantu spesies
untuk bertahan hidup cenderung bertahan pula, sedangkan perilaku yang tidak membantu
spesies untuk bertahan hidup cenderung hilang.
- Cultural Practices
Menurut Skinner, masyarakat yang anggotanya berperilaku secara kooperatif dalam
melakukan beberapa praktik di masyarakat cenderung bertahan hidup. Contoh praktek ini
adalah membuat alat dan menggunakan bahasa verbal.
- The individual’s history of reinforcement
a. Inner states (keadaan internal) → Skinner menolak penjelasan perilaku yang
didasari oleh konstruk-konstruk hipotetikal yang tidak dapat diobservasi. Tetapi,
Skinner tidak menolak adanya keadaan internal seperti perasaan cinta, kecemasan,
atau ketakutan. Keadaan internal dapat dipelajari, hanya saja observasinya terbatas.
Contohnya, self awareness, drives, emotions.
b. Complex behavior (perilaku kompleks) → Perilaku manusia bisa jadi sangat
kompleks, skinner bahkan mempercayai bahwa perilaku yang paling abstrak dan
kompleks terbentuk oleh seleksi alam, evolusi budaya atau sejarah reinforcement
dari suatu individu. Sekali lagi, skinner tidak menyangkal adanya higher mental
process seperti kognisi dan daya ingat, dia juga tidak mengabaikan upaya manusia
yang kompleks seperti perilaku yang tidak disadari, mimpi, dan perilaku sosial.
c. Control of human behavior (kontrol dari perilaku manusia)
Perilaku seseorang dikendalikan oleh lingkungan. Kontrol tersebut telah didirikan
oleh masyarakat, oleh individu lain, atau oleh diri sendiri, tetapi lingkungan, bukan
kehendak bebas, bertanggung jawab atas perilaku.

Psikologi positif
1. Virtues
Menurut Cheryl Crumpler (2000), virtues didefinisikan sebagai berikut: “ virtues
merupakan keunggulan seseorang yang diperoleh dalam sifat-sifat karakter, virtues
berkontribusi pada kelengkapan atau keutuhan kepribadian seseorang. Virtues mewakili
kondisi ideal yang memberikan kemampuan untuk adaptasi terhadap kehidupan ”
2. Strengths
Merupakan sifat-sifat positif unik yang kita semua miliki, kekuatan yang paling penting
bagi setiap individu adalah kekuatan khas nya, atau “sifat positif yang dimiliki dan sering
dilakukan seseorang” (Peterson & Park, 2009, p. 29). Psikologi positif menekankan
kekuatan pribadi sebagai cara untuk membuat perubahan dalam hidup kita dengan
berfokus pada apa yang sudah kita ketahui bagaimana melakukannya dengan baik.
3. Character
Bagaimana kita berperilaku sebagai anggota masyarakat Baline Fowers (2005, 2006)
berpendapat bahwa pengembangan karakter sangat penting karena bagaimana kita
memperlakukan satu sama lain merupakan dasar etika, moralitas, dan kesejahteraan.
4. Emotions
Emosi dasar manusia, yaitu, emosi bawaan yang menyediakan dasar untuk semua emosi
lainnya. Emosi dasar dapat dikombinasikan dalam banyak cara untuk menciptakan
variasi pengalaman emosional yang lebih halus. Kombinasi faktor biologis, kognitif,
perilaku, dan sosial budaya mempengaruhi keadaan dan reaksi emosional kita.

Persamaan
Pada hakikatnya kedua aliran psikologi ini (psikologi positif dan behaviorisme) sangat jelas
menggambarkan suatu perbedaan. Tetapi ada hal yang sekiranya berkaitan dengan kedua
aliran ini, yaitu:
1. Keduanya bergantung pada suatu nilai-nilai baik nilai yang ada dalam diri seseorang
maupun lingkungannya.
2. Berfokus pada apa yang sudah kita ketahui bagaimana melakukannya dengan baik.

Perbedaan
1. Psikologi positif berfokus pada manfaat kebahagiaan dan kepuasan hidup (innate),
sedangkan behaviorisme berfokus pada faktor lingkungan yang memengaruhi perilaku
(membutuhkan stimulus dari luar).
2. Behaviorisme menolak penjelasan perilaku yang didasari oleh konstruk-konstruk
hipotetikal yang tidak dapat diobservasi, sedangkan psikologi positif menjelaskan
perilaku yang didasari oleh konstruk yang tidak dapat diobservasi.

Dynamic of personality positif vs kognitif


Teori kepribadian kognitif berfokus pada pentingnya pemrosesan informasi
dan ekspektasi dalam membentuk kepribadian seseorang, dimana kepribadian tersebut
dapat terlihat dalam interaksi sosial. Beberapa teori kognitif tersebut adalah Kelly’s
Theory of Personal Constructs, Locus of Control (Rotter's Expectancy-Value Theory),
Social Cognitive Theory oleh Bandura, dan Cognitive Affective Personality System
oleh Mischel.

Kelly’s Theory of Personal Constructs


Pandangan kognitif dalam teori kepribadian datang dari tokoh Kelly. Seperti teori-
teori Freud (1904) dan Rogers (1961), teori psikologi konstruk personal Kelly (1963)
dikembangkan dari kontak dengan klien dalam terapi, sehingga ia menekankan
keseluruhan orang, perbedaan individu dan stabilitas perilaku dari waktu ke waktu dan
lintas situasi (Pervin, 1993). Teori Kelly (1955) berbeda dengan Freud (1904) dan
Rogers (1961), karena teori ini menginterpretasikan perilaku dalam istilah kognitif,
menekankan cara kita memandang peristiwa, menafsirkan peristiwa ini dalam
kaitannya dengan struktur yang ada dan berperilaku dalam hubungan. Kelly (1955)
mengundang dokter atau terapis untuk menganggap orang "seolah-olah" mereka
adalah seorang ilmuwan, karena ia percaya psikolog beroperasi ketika para ilmuwan
mencoba mengendalikan dan memprediksi perilaku, tetapi mereka tidak menganggap
subyek mereka beroperasi dengan dasar yang sama. Dia menyarankan "ini membuat
kita mempertimbangkan bahwa orang yang melakukan eksperimen pribadinya untuk
menguji penafsiran mereka atas peristiwa 'dan tes yang kita gunakan adalah perilaku
kita sendiri" (Kelly 1955, p. 5).
Dasar dari teori Kelly adalah ide mengenai constructive alternativism, yaitu
pendapat bahwa interpretasi seseorang mengenai dunia dapat berubah-ubah (Feist &
Feist, 2008). Constructive alternativism dijelaskan dalam teori personal construct,
yaitu teori yang Kelly ungkapkan dalam sebuah basic postulate dan 11 supporting
corollaries. Basic postulate mengasumsikan bahwa seseorang selalu aktif dan
aktivitasnya dibimbing oleh cara mereka mengantisipasi peristiwa. Kelly percaya
bahwa dunia yang manusia tempati sama, namun setiap orang menafsirkannya dengan
cara yang berbeda. Oleh karena itu, personal construct atau cara menginterpretasi dan
menjelaskan suatu peristiwa memegang peranan penting dalam memprediksi perilaku.
Kelly berpendapat bahwa proses penggunaan construct bekerja dengan cara yang
sama seperti seorang ilmuwan membuat teori. Seseorang akan bertanya,
memformulasikan hipotesis, mengujinya, menarik kesimpulan, dan memprediksi
peristiwa. Jika prediksinya benar, maka konstruk tersebut berguna dan akan disimpan
untuk digunakan di masa depan. Namun, jika prediksi tersebut tidak benar, maka
seseorang mungkin mempertimbangkan bagaimana dan kapan mengaplikasikan
konstruk tersebut, mengubah konstruk, atau bahkan meninggalkan konstruk tersebut.

Locus of Control (Rotter's Expectancy-Value Theory)


Teori Expectancy-Value oleh Rotter menjelaskan bahwa perilaku sosial manusia
bersifat goal-directed dan dipengaruhi oleh ekspektasi individu mengenai sumber
reinforcement yang didapatkannya. Seseorang dapat memiliki ekspektasi bahwa
reinforcement yang didapatkannya berasal dari perilakunya (internal locus of control),
ataupun dari perilaku orang lain sehingga tidak dapat diprediksi atau bergantung pada
takdir/keberuntungan (external locus of control). Rotter menyebutkan bahwa
perbedaan locus of control individu merupakan disposisi kognitif yang bersifat
konstan, namun dapat berubah sesuai dengan pengalaman hidup individu tersebut
(oleh karena itu, kepribadian merupakan hal yang dipelajari).
Berdasarkan teori ini, terdapat 4 variabel yang dapat menentukan perilaku
seseorang pada situasi yang spesifik, yaitu behavior potential (kemungkinan respon
akan ditampilkan di suatu situasi), expectancy (ekspektansi seseorang untuk
mendapatkan reinforcement), reinforcement value (preferensi seseorang terhadap
reinforcement dari perilaku yang dilakukan), dan psychological situation (bagian dari
dunia eksternal dan internal yang sedang direspon oleh seseorang). Oleh karena itu,
potensi suatu perilaku dimunculkan oleh seseorang di situasi tertentu berkaitan
dengan reinforcement tertentu adalah fungsi dari ekspektasinya bahwa perilaku
tersebut akan diikuti oleh reinforcement tertentu di situasi itu dan nilai dari
reinforcement tersebut pada situasi itu. Mirip dengan hal tersebut, Rotter juga
menyebutkan 3 variabel yang dapat menentukan perilaku seseorang secara umum
(yaitu ketika tidak terdapat kontrol ketat terhadap variabel), yaitu need potential
(kemungkinan munculnya perilaku untuk memenuhi suatu goal), freedom of
movement (ekspektansi seseorang untuk mendapatkan reinforcement dari perilaku
memenuhi goal yang dilakukan), dan need value (preferensi seseorang terhadap
reinforcement dari perilaku memenuhi goal yang dilakukan).

Social Cognitive Theory (Bandura)


Albert Bandura mengembangkan teori kepribadian kognitif dengan mendeskripsikan
proses belajar melalui observasi atau sumber yang tidak langsung dan peran struktur
keyakinan seperti self-efficacy. Menurut Bandura, teori ini menjelaskan bahwa
perkembangan dan perubahan pada diri seseorang merupakan konsekuensi dari
reward dan punishment secara langsung yang diterima individu melalui lingkungan.
Selain reward dan punishment yang muncul sebagai konsekuensi suatu tindakan, kita
juga belajar melalui observasi pada model dan mengingat konsekuensi yang
dihasilkan dari perilaku model tersebut. Sedangkan, self-efficacy merupakan
kepercayaan seseorang akan apa yang seharusnya ia lakukan untuk mencapai tujuan,
dan kepercayaan akan kemampuan mereka untuk melakukan tindakan tersebut.
Kepercayaan terhadap self-efficacy bergantung pada faktor-faktor, termasuk
pengalaman secara langsung, observational learning, persuasi sosial, dan self-
assesment dan interpretasi mengenai keadaan emosional saat ini dan di masa lalu.
Menurut Bandura, untuk memahami seseorang diperlukan pemahaman
mengenai interaksi timbal balik dari faktor personal (kognitif dan afektif) dengan
faktor lingkungan. Konsep ini disebut sebagai reciprocal determinism, dimana faktor
personal dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti reward, punishment, dan
informasi dari model, namun faktor perilaku dan lingkungan juga menyebabkan
perubahan pada lingkungan dan individu. Setiap individu memiliki kemampuan untuk
melakukan self-reflect, mengarah ke potensi individu untuk melakukan perubahan
perilaku secara mandiri karena kemampuan manusia untuk melambangkan
pengalaman personal dan berpikir jauh kedepan mengenai konsekuensi yang
diharapkan dari tindakan personal.

Cognitive Affective Personality System (Mischel)


Teori ini menjelaskan interaksi dinamis antara person dengan situasi, dimana elemen
dari situasi menimbulkan reaksi internal kognitif dan afektif. Elemen situasi ini tidak
hanya bersumber dari interaksi sosial, namun juga perubahan dalam diri, seperti
perubahan mood, planning, dan sebagainya. Setiap individu memiliki perbedaan
dalam caranya berfokus secara selektif pada berbagai elemen situasi, cara
mengkategorikan dan encoding, sehingga mempengaruhi hal-hal lain yang diaktifkan
oleh encoding tersebut. Teori ini menyebutkan bahwa perilaku seseorang dapat
berbeda pada berbagai situasi, namun variasi perbedaan ini memiliki pola yang stabil
pada setiap orang.
Mischel menjelaskan bahwa terdapat lima cognitive-affective unit, yaitu aspek
psikologis, sosial, dan fisiologis dari seseorang yang menyebabkan orang tersebut
dapat merespon pada situasi dengan pola variasi perilaku yang stabil. Unit-unit
tersebut adalah encoding strategies (kategori/constructs mengenai diri, orang lain, dan
situasi), competencies and self-regulatory strategies (script dan perilaku yang dapat
dilakukan seseorang, rencana untuk mengorganisasikan aksi), expectancies and
beliefs (mengenai outcome perilaku dan self efficacy), goals and values (outcome yang
diinginkan atau tidak diinginkan), dan affective responses (feeling, emosi, affect).

A. DYNAMIC OF PERSONALITY: POSITIVE APPROACHES


Dinamika kepribadian membahas sistem di dalam diri seseorang
(intraindividual) dan organisasi serta interaksinya untuk memahami suatu kepribadian
(Boag, 2018). Sehingga dalam dinamika kepribadian, emosi, motivasi, serta aspek
internal lainnya merupakan unsur yang penting dalam menjelaskan kepribadian
manusia. Berikut adalah penjelasan mengenai aspek-aspek dinamika kepribadian
berdasarkan pendekatan psikologi positif.

Emosi
Jumlah emosi dasar bervariasi dari tujuh hingga sepuluh. Emosi positif yang termasuk
ke dalam emosi dasar jumlahnya lebih sedikit, yaitu kesenangan atau joy. Emosi
positif terkadang berkaitan dengan pengalaman religius yang muncul dari emosi
positif surprise bersamaan dengan emosi dasar yang negatif yaitu rasa takut atau fear.
Hal ini menunjukkan bahwa apabila kita menghilangkan emosi negatif dari hidup kita,
maka terdapat konsekuensi berupa kehilangan variasi dan ketajaman dari pengalaman
emosi yang mendalam.
Emosi positif dan negatif merupakan dua hal yang independen. Usaha
meningkatkan emosi positif belum tentu menyebabkan berkurangnya emosi negatif,
begitu pula berkurangnya emosi negatif belum tentu meningkatkan emosi positif.
James Russell dan Feldman Barrett (1999) mendeskripsikan reaksi emosional
dengan istilah core affects, yaitu reaksi emosional yang primitif yang secara konsisten
dirasakan tetapi sering tidak diakui; yang menggabungkan rasa suka dan tidak suka
serta dimensi yang aktif dan tidak aktif yang kita bawa pada level yang hampir
unconscious.
Emosi memiliki beberapa komponen:
1. Biologis
a. Neurotransmitters dan Chemicals of Pleasure
Beberapa respon senang disebabkan oleh dilepaskannya bahan kimia
tertentu di otak yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter adalah
pengantar pesan yang berwujud kimia yang menyampaikan pesan
melalui sel saraf. Kesenangan disebabkan oleh meningkatnya tingkat
neurotransmitter dopamin. Beberapa neurotransmitter seperti
encephalins atau endorfin dapat meningkatkan kesenangan dan
menurunkan rasa sakit.
b. The “Happy” Brain
John Davidson meneliti bagian otak mana yang terlibat dalam emosi
positif. Bagian otak prefrontal cortex bagian kiri menjadi lebih aktif
ketika kita senang. Bagian otak ini juga diasosiasikan dengan
kemampuan yang lebih baik untuk pulih dari emosi negatif dan
meningkatkan kemampuan untuk menekan emosi negatif.
c. Neuroplasticity
Otak kita tidak berhenti berkembang di masa kanak-kanak, melainkan
dapat berubah sepanjang kehidupan sebagai hasil dari pengalaman.
d. Genetik
Keluarga berpengaruh penting bagi emosional karena pengaruh genetik
yang memiliki pengaruh besar bagi dasar respons emosional terhadap
dunia. Lykken dan Tellegen (1996) berpendapat bahwa 80% rasa well-
being jangka panjang dipengaruhi oleh keturunan. Pada studi kembar,
ditemukan bahwa keturunan memengaruhi variabilitas emosi positif
sebesar 40%, emosi negatif sebesar 55%, dan 48% variabilitas well-
being berasal dari genetik.
e. Happiness Set Point
Kebanyakan orang akan kembali ke level kebahagiaan rata-rata atau
set point setelah keadaan emosional sementara yang tinggi dan rendah.
Setelah merasakan perasaan senang atau sedih yang mendalam, orang
akan kembali ke rata-rata tingkat well-being yang ditentukan oleh
genetik.
2. Kognitif
Pemikiran kita memiliki peran besar dalam menentukan keadaan emosional.
Martin Seligman mempelajari learned optimism dan menemukan bahwa
manusia dapat belajar meningkat pemikiran yang negatif dan belajar
bagaimana menginterpretasi peristiwa dengan optimisme yang realistis.
Interpretasi peristiwa yang kompleks tapi positif dapat membantu menciptakan
makna dan tujuan dalam hidup.
Pemikiran kita juga dapat memengaruhi well-being melalui perspektif
waktu. Orang yang berorientasi pada masa depan dapat menunda kepuasan
dan bekerja dengan tujuan jangka panjang dibanding orang dengan orientasi
masa kini. Orang dengan orientasi masa kini lebih memilih untuk hidup di
masa kini sehingga membuat mereka puas ketika menikmati kesenangan yang
dialami saat ini tetapi cenderung untuk tidak lebih bekerja kerja untuk
mencapai tujuan di masa depan.
3. Perilaku
Perilaku kita dapat sangat memengaruhi emosi. Salah satu kontribusi
signifikan dari psikologi positif adalah fokus pada perilaku positif yang dilihat
dalam kekuatan, virtues, dan karakter. Sebagian besar virtues melibatkan
bagaimana kita berperilaku dalam hubungan sosial. Misalnya, tingkat
kejujuran dan rasa keadilan yang dimiliki oleh seseorang ditentukan oleh
bagaimana ia berhubungan dengan orang lain. Bagaimana kita berperilaku
sebagai anggota masyarakat disebut sebagai karakter. Blaine Fowers (2005,
2006) berpendapat bahwa pengembangan karakter sangat penting karena
bagaimana kita memperlakukan satu sama lain adalah dasar etika dan
moralitas. Robert Emmons dan Cheryl Crumpler (2000) mendefinisikan
virtues sebagai berikut: “Virtues merupakan sifat-sifat unggul dalam karakter,
yang berkontribusi pada kelengkapan atau keutuhan seseorang. Virtues
merupakan kondisi ideal yang memfasilitasi adaptasi terhadap kehidupan”
Studi tentang karakter dalam psikologi positif dikembangkan oleh
Gallup Institute yang meneliti mengenai apa yang membuat orang-orang
berprestasi dalam bisnis. Ditemukan bahwa mereka yang berprestasi
cenderung menggunakan kekuatan atau strength mereka. Gallup menemukan
bahwa organisasi bekerja lebih baik ketika orang diizinkan untuk
mengembangkan strength mereka daripada terus-menerus berfokus pada
memperbaiki kelemahan mereka (Buckingham & Coffman, 1999).
Selain itu, situasi sosial seseorang juga dapat memengaruhi emosi.
Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa orang mengatur suasana hati atau
emosi mereka berdasarkan pemahaman mereka tentang situasi sosial yang ada
(Erber & Erber, 2000; Tamir & Gross, 2011). Status sosial dan struktur kelas,
serta budaya, dapat memengaruhi perasaan diri kita, identitas kita, dan
pemahaman kita tentang emosi dan ekspresi emosi.
Moods and Well-Being
Emosi berfokus pada perasaan yang dapat muncul atau hilang secara cepat sebagai
respon terhadap peristiwa di lingkungan. Mood atau suasana hati biasanya pervasif
dan dapat bertahan lama meskipun dapat berubah sedikit seiring berjalannya waktu.
Morris (1999) berpendapat bahwa suasana hati memberikan sistem monitor secara
terus-menerus yang memberikan informasi mengenai sebaik apa kita menghadapi
peristiwa dalam hidup.
Penelitian menemukan bahwa emosi dan suasana hati memiliki dampak yang
signifikan pada hampir seluruh proses psikologis seperti memori, atensi, persepsi, dan
pengalaman diri. Suasana hati yang positif membantu kita beradaptasi lebih baik dan
memberikan kesempatan untuk belajar dan berkembang.

Motivasi
Jika dalam psikologi positif sebagian melibatkan promosi pertumbuhan manusia,
maka dibutuhkan motivasi bagi orang untuk mencapai tujuan tersebut. Tidak ada
penjelasan sederhana mengenai apa yang menyebabkan seseorang mengejar tujuan
tertentu. Menurut White (1959), seseorang dapat termotivasi oleh lebih dari sekedar
dorongan sederhana seperti untuk memenuhi kebutuh fisiologis, melainkan orang
didorong untuk terlibat di dunia dengan cara-cara yang memberi mereka rasa
kompetensi dan prestasi yang melampaui pertemuan dasar kebutuhan fisiologis.
Terdapat dua jenis motivasi, yaitu autonomous motivation (motivasi yang
bersifat self-chosen dan kongruen dengan true self seseorang) dan controlled
motivation (motivasi yang didorong oleh external reward dan tidak kongruen dengan
core value orang tersebut). Kedua motivasi ini penting untuk memahami kesehatan
mental, pencapaian dalam hidup, serta well-being dan juga untuk memahami dasar
dari motivasi. Menurut Ryan dan Deci (2000), tidak ada fenomena yang dapat
merefleksikan potensi positif dari sifat manusia sebanyak motivasi intrinsik atau
kecenderungan yang melekat pada diri untuk mencari hal baru dan tantangan, untuk
memperluas dan melatih kapasitas seseorang, untuk mengeksplorasi dan belajar.
Pendapat tersebut didukung dengan ditemukannya hubungan yang positif antara
autonomous motivation dengan pencapaian hasil yang positif dalam berbagai area.
● Motivasi dan Tujuan
Tujuan unik yang kita miliki dalam hidup menentukan dimana kita
mengerahkan usaha dan komitmen. Karakter spesifik dari tujuan kita dan
hubungan kita dengan mereka setiap saat dapat juga menentukan keadaan emosi
kita. Kenyataannya, tujuan mungkin sangat penting bagi keadaan emosi positif
kita kapan saja — dan bagi kesejahteraan emosi kita secara umum. Secara umum,
tujuan yang merupakan hasil dari motivasi intrinsik atau otonom, dihargai secara
pribadi, realistis, dan dipilih secara bebas tampaknya lebih baik dalam
meningkatkan subjective well-being. Mengejar tujuan yang bermakna bagi kita
lebih memuaskan daripada mengejar tujuan yang dipaksakan oleh orang lain atau
yang tidak dihargai. Kesesuaian yang tinggi antara kepribadian dan tujuan
seseorang disebut sebagai self-concordance oleh Kennon Sheldon (2008) dan
sebagai "kecocokan peraturan" oleh E. Tory Higgins (2000). Penelitian telah
menemukan bahwa ketika ada kesesuaian yang lebih baik antara nilai-nilai
seseorang dan tujuannya, maka evaluasi yang lebih positif dari tujuan, motivasi
yang lebih besar, komitmen yang lebih besar terhadap tujuan, dan kesejahteraan
yang lebih tinggi terjadi.
Secara umum, well-being dapat ditingkatkan dengan mencari tujuan yang
terkait dengan hubungan positif dan membantu orang lain, sementara tujuan yang
relatif egois dapat menurunkan well-being seseorang. Well-being seseorang
diturunkan ketika orang mencari tujuan yang relatif mementingkan diri sendiri
terkait dengan daya tarik fisik, ketenaran, dan kekayaan. Tujuan yang dihargai
oleh masyarakat atau budaya seseorang memiliki kemungkinan untuk lebih
efektif dalam meningkatkan well-being.
Permasalahan tujuan lainnya adalah kekhawatiran terkait approach versus
avoidance goal. Approach goal memotivasi kita untuk bergerak ke arah sesuatu
(misalnya, "Saya ingin mendapatkan gelar Ph.D dalam bidang psikologi").
Sedangkan avoidance goal memotivasi kita untuk menghindari kesulitan, bahaya,
atau ketakutan (misalnya, "Saya mencoba menghindari berbicara di depan umum
karena itu membuat saya gugup"). Penelitian telah menemukan bahwa approach
goal lebih cenderung dikaitkan dengan subjective well-being daripada avoidance
goal. Well-being lebih tinggi ketika orang bergerak menuju sesuatu yang mereka
hargai daripada menghindari sesuatu yang sulit atau menyakitkan.
Dampak yang dimiliki tujuan kita terhadap rasa bahagia atau kepuasan
hidup kita juga bergantung pada seberapa spesifik tujuan tersebut. Dalam hal
spesifisitas, Emmons (1992) telah menemukan bahwa tujuan yang sangat abstrak
dapat menurunkan well-being segera karena keabstrakan mereka membuat sulit
untuk mengetahui kapan mereka telah dicapai. Sebaliknya, dengan tujuan konkret,
kita segera tahu jika kita telah mencapainya. Namun, tidak memiliki tujuan
jangka panjang abstrak atau tingkat tinggi yang berfungsi untuk mengarahkan
arah kehidupan seseorang dikaitkan dengan kesejahteraan yang lebih rendah.
Emmons (1992) mengemukakan bahwa yang terbaik adalah menemukan
keseimbangan antara tujuan konkret dan abstrak dengan menetapkan tujuan
jangka pendek yang konkret yang terkait langsung dengan yang lebih abstrak dan
bermakna.
Aspek penting lain dari tujuan adalah hubungan di antara mereka. Masalah
pertama di sini berkaitan dengan tingkat kesesuaian dan konflik mereka. Secara
khusus, well-being yang lebih besar dikaitkan dengan lebih banyak kesesuaian di
antara berbagai tujuan dan lebih sedikit konflik internal antara berbagai tujuan
yang bersaing

One Dimensional Theory


Hedonistic Perspectives
Perspektif hedonistik memandang pleasure sebagai motif dasar pendorong perilaku
manusia sehingga tujuan utama dari perspektif hedonistik adalah untuk meningkatkan
kebahagiaan dengan berbagai macam cara.
Eudaimonic Perspectives
Perspektif eudaimonic berfokus pada pemenuhan potensi seseorang atau berkembang
sejauh kemampuan, bakat atau kepribadian. Ini juga berkaitan dengan memenuhi
“true nature” seseorang dan menemukan “true self” seseorang (Ryan & Deci, 2001;
Schlegel, Hicks, Arndt, & King, 2009; Waterman, 1998). Eudaimonia melibatkan
proses-proses yang menghasilkan seseorang “living well” atau hidup dengan baik.
Mereka mendefinisikan hidup dengan aktif mengejar kebajikan dan kekuatan dan
secara sukarela mengejar tujuan yang meningkatkan diri kita yang sebenarnya.
Engagement Perspectives
Perspektif engagement lebih berfokus pada bagaimana kita menggunakan perhatian
kita dan tingkat keterlibatan kita dalam melakukan aktivitas. Teori engagement
memandang well-being seseorang dengan seberapa terserapnya seseorang tersebut ke
dalam aktivitasnya di kehidupan sehari-hari. Karena berfokus kepada kegiatannya,
teori ini juga biasa disebut sebagai activity theory.
Nancy Cantor dan Catherine Sanderson (1999) mengaitkan well-being dengan
mengejar tujuan sebagai indikasi bahwa orang-orang mengambil andil di dalam
kehidupan mereka; mereka terlibat,tertarik, dan berpartisipasi aktif dalam menjalani
kehidupan mereka. Cantor dan Sanderson juga berpendapat bahwa well-being yang
besar akan ditemukan pada seseorang yang dalam melakukan kegiatannya ia
termotivasi secara intrinsik, kegiatan yang dapat ia pilih dan inginkan secara bebas,
dan yang melibatkan tujuan yang realistik. Sehingga dapat dikatakan proses seseorang
dalam melakukan kegiatan itu merupakan hal yang penting dalam meraih well-
beingnya.

Multidimensional Theory
Self-Determination Theory
Self-Determination theory memiliki postulat bahwa kecenderungan terhadap
perkembangan psikologis, begitu juga dengan kebutuhan emosional adalah basis dari
self-motivation dan integrasi kepribadian. Dalam teori ini terdapat tiga kebutuhan
dasar, yaitu competence, relatedness, dan autonomy.
1. Competence : Kebutuhan untuk menguasai pengalaman-
pengalaman yang dapat membuat seseorang dapat berhubungan
dengan lingkungannya secara efektif.
2. Relatedness : Kebutuhan untuk saling mendukung hubungan
interpersonal.
3. Autonomy : Kebutuhan untuk membuat keputusan secara
independen mengenai hal-hal yang dianggap berharga bagi
seorang individu.
Menurut Ryan dan Deci (1985, dalam Compton, 2013) tiga kebutuhan dasar
tersebut penting untuk memfasilitasi berfungsinya kecenderungan alami agar tumbuh
dan berintegrasi secara optimal, dan juga demi perkembangan sosial yang konstruktif
serta kesejahteraan seorang individu. Jika tiga kebutuhan ini dipenuhi, maka seorang
individu akan menunjukkan kemampuan beradaptasi yang lebih baik serta tingkat
kesejahteraan yang lebih tinggi.
Adapun kondisi serta aktivitas yang dapat membantu memenuhi kebutuhan
akan autonomy, relatedness, dan competence antara lain menyangkut tantangan
pribadi serta feedback positif yang mendukung; kebebasan dari pandangan yang
merendahkan serta evaluasi yang bersifat merendahkan; dan suatu hal yang baru atau
sense of aesthetics value. Selain itu juga, diperlukan situasi yang menumbuhkan locus
of control internal, yaitu dengan cara memberikan pilihan dan peluang pada seseorang
untuk mengarahkan dirinya sendiri. Selanjutnya, konteks sosial di mana seseorang
merasa agak aman dan tahu bahwa dukungan sosial tersedia kondusif juga diperlukan
untuk memenuhi ketiga kebutuhan ini.

Authentic Happiness and Well-Being Theory


Teori yang berputar sekitar penanaman tiga domain besar dalam kehidupan, yaitu
pleasant life yang berfokus pada emosi positif fisik, serta the good life of engagement,
dan the meaningful life yang merupakan kombinasi dari emosi kompleks yang
menghasilkan level kesenangan yang lebih tinggi. The good life dan the meaningful
life berfokus pada signature strengths yang merupakan karakteristik representatif
terhadap identitas dan keunikan seseorang. The good life didapatkan melalui
engagement atau keterlibatan seseorang dalam aktivitas menarik dan mempromosikan
partisipasi penuh dalam hidup, sedangkan the meaning life didapatkan dari
menggunakan signature strength untuk melayani sesuatu yang besar dan lebih
signifikan dari diri sendiri.
Menurut Seligman (2002), kebahagiaan otentik didapatkan dengan
mengidentifikasi dan mengembangkan kekuatan fundamental dan menggunakan
kekuatan tersebut setiap hari dalam pekerjaan, cinta, bermain, dan parenting.
Kemudian, setelah mengolah kembali teorinya, seligman mengeluarkan teori baru,
yaitu well-being theory. Menurut teori ini, untuk hidup dengan baik tidak cukup hanya
dengan emosi positif, engagement dan meaning, tetapi juga dengan hubungan positif
(positive relationships) dan pencapaian positif (positive achievements).

Psychological Well Being


Terdapat enam dimensi untuk mengukur well-being yang telah dirangkum oleh Carol
Ryff. Model enam-dimensi psychological well being Ryff terdiri dari faktor-faktor
berikut:
1. Self-Acceptance
a. Self-evaluation positif
b. Kemampuan untuk mengakui berbagai aspek dalam diri
c. Kemampuan untuk menerima kualitas positif dan negatif dalam
gambaran yang seimbang tentang kemampuan seseorang.
2. Personal Growth
a. kapasitas untuk tumbuh dan mengembangkan potensi
b. menumbuhkan self-knowledge dan efektivitas dalam perubahan
pribadi dari waktu ke waktu
c. keterbukaan terhadap pengalaman baru
3. Positive Relations with Other People
a. hubungan dekat, hangat dan intim dengan orang lain
b. keprihatinan untuk kesejahteraan orang lain
c. empati dan kasih sayang kepada orang lain
4. Autonomy
a. Independen dan self-determination
b. Kemampuan untuk melawan tekanan sosial
c. Kemampuan untuk meregulasi perilaku dari dalam
5. Environmental Mastery
a. Rasa penguasaan dan kompetensi
b. Kemampuan untuk memilih situasi dan lingkungan yang
kondusif untuk mencapai tujuan

Skala Psychological well being Ryff sering digunakan sebagai ukuran


eudaimonic well being. Penelitian Richard Coan tentang well being mengungkap apa
yang disebut Coan sebagai lima mode dasar pemenuhan (Coan, 1974, 1977), yang
berasal dari a six-hour battery of psychological tests (Coan, 1974). Mode-mode ini
terdiri dari fokus utama seseorang dalam mencari well being. Coan belum tentu
merupakan model aditif yang mengasumsikan rasa well being yang baik harus
dibangun dengan menambahkan atau menggabungkan pemenuhan melalui beberapa
domain kehidupan.
Lima mode pemenuhan dasar Coan:
1. Efficiency
Berfokus pada penggunaan bakat atau keterampilan seseorang
yang luar biasa.
2. Creativity
Mode ini yang dipilih oleh seniman atau orang yang memiliki
temperamen artistik
3. Inner Harmony
Mode ini mengacu pada kriteria psikologis seperti integrasi
kepribadian dan pencarian true self seseorang
4. Relatedness
Berfokus pengembangan hubungan interpersonal dan kehadiran
cinta. Siapa pun yang pencarian kebahagiaannya berkisar pada cinta,
keluarga, atau keintiman emosional berkomitmen pada mode in
5. Self-Transcendence
Fokusnya berhubungan dengan Tuhan, roh atau dasar
keberadaan. mode ini dikaitkan tidak hanya dengan agama yang
terorganisasi tetapi juga dengan spiritualitas kontemplatif,
transparensien, dan mistisisme
Coan menegaskan bahwa pemenuhan dapat ditemukan melalui salah satu
mode ini. Dia menyiratkan bahwa jika kita rajin, berkomitmen, gigih, dan
bersemangat dalam mengejar tujuan yang kita pilih, maka kita dapat menemukan
kepuasan pribadi dalam kehidupan.

Quality of Life
Pendekatan kualitas hidup atau dapat disebut quality of life therapy (QOLT) oleh
Michael Frisch (2006) dikembangkan dari terapi kognitif-behavioral. Dalam terapi ini,
seseorang diberikan tes untuk memberi peringkat terhadap kepuasan dalam 16 area
kehidupan. Model QOLT dibuat berdasarkan model asesmen CASIO dimana
seseorang dapat meningkatkan well-being dengan mengevaluasi dan mengubah
objektif keadaan hidup (C), sikap atau interpretasi domain kehidupan (A), standar
pencapaian tujuan (S), seberapa penting area kehidupan itu kepada individu (I) atau
memfokuskan pada area lain yang memberikan lebih banyak kepuasan.

Kognitif sebagai salah satu prediktor subjective well-being


Teori kognitif tentang subjective well-being berpendapat bahwa penyebab
subjective well-being yang tinggi tidak selalu disebabkan oleh peristiwa eksternal
dalam kehidupan kita, melainkan bisa jadi karena bagaimana kita menginterpretasikan
peristiwa-peristiwa tersebut. Para ahli teori yang mendukung model kognitif juga
berpendapat bahwa orang yang lebih bahagia dan lebih puas dengan kehidupan
memilih untuk melihat dunia dan masa depan mereka sendiri dengan cara yang positif.
Artinya, kebahagiaan adalah sistem kepercayaan yang didasarkan pada asumsi,
harapan, atau interpretasi realitas (Robinson & Kirkeby, 2005). Pola interpretasi
positif yang konsisten menciptakan cara yang relatif stabil untuk terhubung dengan
dunia. Penelitian bertahun-tahun mendukung konsepsi bahwa bagaimana kita
merasakan sesuatu sering ditentukan oleh bagaimana kita memikirkan dan
menafsirkan peristiwa-peristiwa kehidupan kita. Individu yang lebih bahagia juga
menginterpretasi peristiwa dengan cara yang positif.

B. PERBANDINGAN DYNAMIC OF PERSONALITY: COGNITIVE APPROACHES


VS. POSITIVE APPROACHES
Beberapa persamaan dari dinamika kepribadian dari pendekatan kognitif dan
pendekatan positif, yaitu bahwa kedua pendekatan ini menitikberatkan pada bagaimana
seseorang memprediksi, berekspektasi, dan interaksi dari keadaan internal orang itu dengan
lingkungannya. Seseorang dapat menjadi selektif, melakukan perubahan terhadap diri, dan
berpikir jauh kedepan secara mandiri untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan hasil
pemikiran dan potensi yang dimiliki masing-masing orang.
Beberapa perbedaan dari dinamika kepribadian dari pendekatan kognitif dan
pendekatan positif, yaitu dasar dari motivasi orang untuk melakukan prediksi, ekspektasi, dan
interaksi. Pendekatan kognitif lebih berfokus pada memprediksi peristiwa, ekspektasi
terhadap konsekuensi (reward/punishment) yang didapatkan dari berperilaku tertentu, dan
kedua hal itu berkaitan dengan tujuan yang diinginkan, entah itu personal atau eksternal.
Sedangkan pendekatan positif lebih berfokus pada kekongruenan terhadap true self,
pengembangan potensi diri yang maksimal, serta interaksi dan kepuasan yang mendukung
berbagai domain kehidupan yang berkaitan langsung dengan subjective well-being seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Alex Linley, P., Joseph, S., Harrington, S., & Wood, A. M. (2006). Positive psychology: Past,
present, and (possible) future. The Journal of Positive Psychology, 1(1), 3-16.
Arif, I. S. (2016) Psikologi Positif: Pendekatan Saintifik menuju Kebahagiaan. Bandung: PT
Gramedia Pustaka Utama
Barone, D. F., Hersen, M., & Van Hasselt, V. B. (Eds.). (1998). Advanced Personality. The
Plenum Series in Social/Clinical Psychology. doi:10.1007/978-1-4419-8580-4
Boag, S. (2018). Personality dynamics, motivation, and the logic of explanation. Review of
General Psychology. doi:10.1037/gpr0000150
Chance, K. S. (2008). Positive Psychology: A Scholar-Practitioner Approach to Evidence
Based Coaching. Master of Science in Organizational Dynamics Theses, 15.
Cognitive Approaches to Personality. Retrieved 19 February 2020, from
https://www.ocf.berkeley.edu/~jfkihlstrom/PersonalityWeb/Ch12Cognitive.htm
Cognitive Personality Theories. Retrieved 19 February 2020, from
https://psychology.iresearchnet.com/counseling-psychology/personality-
theories/cognitive-personality-theories/
Csikszentmihalyi, M., & Seligman, M. E. (2000). Positive psychology: An introduction.
American Psychologist, 55(1), 5-14.
Compton, William C. & Hoffman, Edward. (2013). Positive Psychology: The Science of
Happiness and Flourishing. Second Edition. United States of America: Wadsworth
Cengage Learning
De la Iglesia, G., & Castro Solano, A. (2018). The Positive Personality Model (PPM):
Exploring a New Conceptual Framework for Personality Assessment. Frontiers in
psychology, 9, 2027.
Feist, G.J., & Feist, J. (2008). Theories of Personality (7th Ed.). United States of America:
McGraw-Hill
Friedman, H. (2008). Humanistic and positive psychology: The methodological and
epistemological divide. The Humanistic Psychologist, 36(2), 113-126.
Froh, J. J. (2004). The history of positive psychology: Truth be told. NYS psychologist, 16(3),
18-20.
Fryling, M. J., Johnston, C., & Hayes, L. J. (2011). Understanding observational learning: An
interbehavioral approach. The Analysis of verbal behavior, 27(1), 191-203.
Held, B. S. (2004). The Negative Side of Positive Psychology. Journal of Humanistic
Psychology, 44(1), 9–46. doi:10.1177/0022167803259645
Joseph, Stephen. (2014). Humanistic And Positive Psychology. Diakses pada 19 Februari
2020, dari https://www.google.com/amp/s/www.psychologytoday.com/us/blog/what-doesnt-
kill-us/201412/humanistic-and-positive-psychology%3famp
Matlin, M. W. (2013). Cognition (8th edition). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Mayasari, R. (2014). Religiusitas islam dan kebahagiaan (sebuah telaah dengan perspektif
psikologi). Al-Munzir, 7(2), 81-100.
Mischel, W., & Shoda, Y. (1995). A cognitive-affective system theory of personality:
Reconceptualizing situations, dispositions, dynamics, and invariance in personality
structure. Psychological Review, 102(2), 246-268. doi: 10.1037/0033-295x.102.2.246
Myers, David G. (2010). Introduction to Psychology Psychology (9th Ed). New York: Worth
Publishers.
Nolen-Hoeksema, S., Fredrickson, B. L., Loftus, G. R., & Wagenaar, W. A. (2009). Atkinson
& Hilgard’s Introduction to Psychology (15th Edition). Wadsworth Cengage Learning.
https://doi.org/10.1002/9780470756652.ch7
Sarmadi, S. (2018). Psikologi Positif. Yogyakarta: Titah Surga
Setiadi, I. (2016). Psikologi positif: Pendekatan saintifik menuju kebahagiaan. Gramedia
Pustaka Utama.
Social-Cognitive Perspectives on Personality. Retrieved 19 February 2020, from
https://courses.lumenlearning.com/boundless-psychology/chapter/social-cognitive-
perspectives-on-personality/
Waterman, A. S. (2013). The humanistic psychology–positive psychology divide: Contrasts
in philosophical foundations. American Psychologist, 68(3), 124.

Anda mungkin juga menyukai