Anda di halaman 1dari 16

Visi dan misi pada umumnya merupakan suatu keharusan dimiliki oleh suatu lembaga,

perkumpulan, organisasi bahkan negara. Namun Apakah Visi dan Misi itu? Visi adalah
pandangan ke depan, harapan atau sebuah cita-cita. Sedangkan Misi adalah suatu upaya untuk
mencapai harapan dan cita-cita tersebut.
Seperti halnya sebuah lembaga atau organisasi, kitapun secara pribadi-pribadi harus
memiliki Visi hidup, atau cita-cita hidup, yang kemudian diaktualisasikan dalam bentuk Misi
hidup, atau upaya-upaya dan usaha-usaha untuk mencapai Cita-cita hidup tersebut.
Untuk mencapai VISI tersebut, setidaknya ada 4 dasar pokok, yaitu IMAN dan TAQWA,
ILMU dan AMAL.
1. IMAN : Iman merupakan landasan pokok bagi seseorang yang ingin mencapai hidup
bahagia di dunia dan bahagia hidup di akhirat. Karena tanpa Iman mustahil akan dapat
kebahagiaan hidup di dunia dan Akhirat. Mungkin saja hidup bahagia di dunia, tapi mustahil
hidup bahagia di Akhirat.
Iman adalah meyakini dengan hati, mempersaksikan dengan lisan dan mengamalkan dengan
anggota tubuh dalam tindakan. Imam Al-Ghazalie mengatakan bahwa ini adalah tingkatan
iman yang pertama dan muslim yang keimanannya ada pada tingkatan tersebut, tiada lagi
tempat kembalinya selain ke Surga kelak.
Menurut Imam Al-Ghazalie, riwayat diatas menunjukkan bahwa islam dan iman merupakan
dua istilah yang berbeda sekaligus saling terjalin (tadakhul). Iman adalah bagian terpenting
dalam islam. Dalam rukun islam kita dituntut untuk mengucapkan dan sekaligus
membenarkan kalimah syahadatain (Asyhadu an-Laa Ilaaha Illallah wa Asyhadu an-Na
Muhammadarrosuululloh, yang artinya aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).
Allah berfirman :
Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan
menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya.
Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa
mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidaakan memperoleh bagi diri mereka,
pelindung dan penolong selain dari pada Allah (QS. An-Nisa: 173).
2. TAQWA :
Taqwa juga termasuk landasan utama untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Sebab Allah berfirman :
Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayatayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-Araaf: 96)

Juga Allah berfirman : Al Jannatu limanittaqo , Surga itu untuk orang yang taqwa.
Kata BAROKAH dalam ayat di atas identik dengan kebahagiaan hidup di dunia,
sedangkan SURGA identik dengan kebahagiaan hidup di akhirat. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa, Taqwa merupakan syarat untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat.
3. ILMU :
Selain Iman dan Taqwa, ilmu juga merupakan landasan pokok untuk mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
Imam Syafii Ra, berkata:
Man aroda dunya faalaihi bil ilmi, wa man aroda akhiroh faalihi bil ilmi, wa man
arodahuma faalaihi bil ilmi.
Artinya: Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka harus pakai ilmu, dan
barang siapa menghendaki kehidupan akhirat, maka harus pakai ilmu, dan barang siapa
menghendaki keduanya, yaitu kehidupan dunia dan kehidupan akhirat maka harus pakai ilmu
juga.
Jadi ilmu dunia dan ilmu akhirat merupakan kunci sukses untuk mencapai kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat.
4. AMAL :
Amal merupakan dasar utama bagi seseorang yang ingin mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Orang yang ingin cukup sandang pangan, apalagi ingin kaya, orang
tersebut harus bekerja rajin. Orang yang malas bekerja, jangan harap segala keperluan
hidupnya terpenuhi. Begitu juga orang yang malas beribadah (amal keakhiratan ), jangan
harap ia akan mendapat kebahagiaan di akhirat, karena pahala hanya akan diberikan kepada
orang yang rajin ibadah.
Keempat dasar di atas satu sama lain tak bisa terpisahkan, karena keempatnya saling
keterkaitan. Seseorang tidak cukup memiliki IMAN saja , tanpa beramal sedikitpun. Orang
BERAMAL tanpa iman juga sia-sia. Orang beramal tanpa ILMU, juga kacau balau, maka
menjadi tidak sah amalnya. Orang punya ILMU tanpa diamalkan bagaikan pohon tidak
berbuah, tidak bermanfaat. Apabila semuanya terakumulasi, maka menjadi sebuah
KETAQWAAN.
Sumber :
http://askuning.blogspot.com/
Qawaid Al-Aqoid (Prinsip-prinsip Akidah), Imam Al-Ghazalie, 2008.

KEPRIBADIAN MUSLIM DAN CIRI-CIRINYA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Dalam kehidupan manusia sebagai individu maupun makhluk sosial ia senantiasa mengalami
warna warni kehidupan. Ada kalanya senang, tentram dan gembira. Tetapi pengalaman hidup
membuktikan bahwa manusia juga kadang kadang mengalami hal-hal yang pahit, gelisah,
frustasi dan sebagainya, ini menunjukan bahwa manusia senantiasa mengalami dinamika
kehidupan. Berbagai macam cara dilakukan agar manusia dapat menyalurkan rasa senang,
tenang dan gembira atau dengan kata lain agar manusia memperoleh kebahagiaan dan
terhindar dari halhal yang mengecewakan.Mampu tidaknya seseorang dalam mencapai
keinginannya tergantung dari vitalitas, temperamen, watak serta kecerdasan
seseorang.Vitalitas merupakan semangat hidup, pusat tenaga seseorang, ia merupakan dasar
kepribadian dan merupakan unsur penting yang ikut menentukan kemampuan berprestasi,
dan bersifat dinamis. Setiap orang memiliki vitalitas yang berbeda ada yang kuat ada juga
lemah.1 Kepribadian juga merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Ia akan ikut menentukan sukses tidaknya seseorang. Kepribadian meskipun ia merupakan
faktor yang penting dalam kejiwaan dan berada pada tataran rohani namun wujudnya dapat
terlihat pada tingkah laku dan sikap hidup seseorang. Beberapa ahli psikologi telah banyak
mengemukakan teori tentang kepribadian antara lain William James, ia berpendapat bahwa
kepribadian merupakan unsur kesatuan yang berlapislapis. Terdiri dari The Material Self atau
diri materi, The Social Self atau diri social, The Spiritual Self atau diri rohani dan Pure Ege
atau ego murni atau Self of Selves.2 Sementara itu Sigmund Freud menyatakan bahwa
kepribadian itu terdiri atas tiga system yaitu id, ego dan super ego. Id merupakan kepribadian
yang berhubungan dangan prnsip kesenangan atau pemuasan biologis, sedang ego merupakan
bagian kepribadian yang berhubungan dengan lingkungan dasarnya adalah kenyataan dan
super ego merupakan bagian kepribadian yang berhubungan dengan norma sosial, moral dan
rohani.

Di kalangan intelektual Muslim masalah jiwa sudah banyak dibahas oleh para ahli
diantaranya Al-Farabi, Ibnu Sina, Ikhwan Ash Shafa, Al-Gazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Taimiyah
dari Ibnu Qayyim al Jauzi.4 Seorang filsafat Muslim sekaligus psikolog Muslim Ibnu Sina
telah menemukan metode conseling dengan cara mengukur kecepatan detak jantung
pasiennya untuk mengetahui kadar emosinya. Teori ini dalam ilmu psikologi modern disebut
alat pendeteksi kebohongan yang dapat digunakan untuk mengungkap berbagai tindak
kejahatan.5 Hal ini karena substansi manusia itu sendiri terdiri dari jasad dan ruh. Keduanya
saling membutuhkan, jasad tanpa ruh maka merupakan substansi yang mati dan ruh tanpa
jasad tidak dapat teraktualisasi. Untuk mempertemukan keduanya dalam psikologi Islam
diperlukan nafs.6 Psikologi Islam juga membahas tentang syakhsiyah atau personality atau
kepribadian. Dalam literatur klasik seperti Al-Gazali telah membahas tentang keajaiban hati7
dan Ibnu Maskawaih ditemukan pembahasan tentang akhlak yang maksudnya mirip dengan
syakhsiyah. Bedanya syakhsiyah dalam psikologi berkaitan dengan tingkah laku yang
didevaluasi sedangkan akhlak adalah tingkah laku yang dievaluasi8. Karena itu kepribadian
Islam selain mendiskripsikan tentang tingkah laku seseorang juga menilai baik buruknya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian Kepribadian Muslim?
2. Bagaimana Struktur Kepribadian Islam?
3. Bagaimana Ciri-ciri Kepribadian Muslim?
4. Bagaimana Aplikasi Kepribadian Muslim dalam PBM
C. Tujuan Pembahasan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Kepribadian muslim
2. Untuk mengetahui struktur kepribadian muslim
3. Untuk mengetahui cirri-ciri kepribadian muslim
4. Untuk mengetahui Aplikasi Kepribadian Muslim dalam PBM
D. Batasan masalah
Makalah ini akan membahas tentang struktur kepribadian Islam serta ciri-ciri kepribadian
muslim

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepribadian Muslim

Kata kepribadian telah menjadi kosa kata umum dalam percakapan sehari-hari, tidak jarang
dari kita yang belum paham benar pengertian kepribadian secara etimologi maupun menurut
pendapat para ahli. Dalam literatur ilmu jiwa kata kepribadian secara etimologi berasal dari
kata Personality (bahasa Inggris) ataupun persona (bahasa latin), yang berarti kedok atau
topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain panggung, maksudnya untuk
menggambarkan prilaku, watak, atau pribadi seseorang. Dari makna kata tersebut diatas
kemudian terumuskan pengertian kepribadian, antara lain oleh Gordon W. allpert
mengatakan: Kepribadian adalah oganisasi yang dimanis di dalam individu dari sistem-sistem
psikophisik yang menentukan penyesuaian diri yang unik terhadap lingkungannya. William
James menyatakan bahwa kepribadian ialah unsur kesatuan yang berlapis lapis dari diri
materi, diri sosial, diri ruhani dan ego murni, maka Sigmond Freud menyatakan bahwa
kepribadian adalah terdiri atas tiga system yaitu id, ego dan super ego. Sementara itu John
Hocke telah mengemukakan teori tabula, rasa atau papan lilin yang siap untuk digambari,
berbeda dengan Islam yang menempatkan fitrah sebagai potensi dasar kejiwaan.9 Maka para
intelektual Muslim telah mendefinisikan kepribadian yakni merupakan bentuk integrasi
antara sistem kalbu, akal dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku. Substansi
nafsani memiliki tiga daya yaitu kalbu atau fitrah ilahiyah, akal atau fitrah insani dan nafsu
atau firah hayawaniah. Kepribadian pada dasarnya merupakan perpaduan antara ketiga daya
tersebut, hanya saja biasanya ada salah satu diantaranya yang mendominasi yang lain.10 Al
Kindi mendefinisikan jiwa adalah an nafs nathiqah substansinya bersifat ilahi rabbani yang
berasal dari cahaya (nur) sang pencipta11. Oleh karena itu jiwa atau hati harus senantiasa
dihidupkan dengan cahaya ilahi. Dalam Islam hati yang hidup adalah sumber kebaikan dan
kematian hati adalah sumber keburukan. Akar semua kebaikan dan kebahagiaan seorang
hamba adalah kesempurnaan hidup dan cahayanya. Hati yang sehat dan hidup akan bisa
membedakan antara kebaikan dan keburukan.
Kepribadian seorang Muslim berarti menuntut agar jiwanya selalu hidup dengan nur ilahi.
Inilah yang membedakan antara kepribadian menurut konsep Islam. Kepribadian Islam
merupakan ciri khas, watak maupun karakter umat Islam. Kepribadian Muslim atau sering
disebut akhlak Islami yaitu prilaku seorang Muslim yang merupakan perpaduan harmonis
antara kalbu, akal dan fitrah insani. Kepribadian bagi seorang Muslim ialah yang senantiasa
menjaga hatinya untuk selalu taat kepada Allah dan berbahagia karena dekat kepada Allah
sehingga memperoleh sinarnya dengan senantiasa mengerjakan ibadah dan amal saleh lainya.
sedangkan hati yang kotor dan ingkar kepada Allah yang muncul dari anggota badanya
adalah sifat keji adalah bekas hati yang kotor dan gelap tanpa sinar13. Dalam hal ini Hasan al
Basri berkata : Kebagusan Akhlak ialah manis mukanya, memberi kelebihan dan mencegah
kesakitan. Sedang Al Washili berkata akhlak yang baik ialah menyenangkan manusia pada
waktu suka dan duka. Dan Sahal al Tsauri berkata akhlak yang baik ialah sekurangkurangnya menanggung penderitaan orang lain, tidak membalas kezaliman orang lain,
memintakan ampunan kepada Allah terhadap orang yang berbuat zalim dan belas kasih
kepadanya.14 Jika dilihat dari definisi definisi tersebut maka menurut pendapat penulis maka
hal-hal seperti tersebut adalah buah dari akhlak karena akhlak itu sendiri adalah sistem kerja
rohani yang terdapat dalam jiwa manusia. Kadang-kadang dalam kondisi tertentu terjadi
perubahan tingkah laku. Hal ini disebabkan karena salah satu substansi jiwa mendominasi
yang lainnya. Jika dalam interaksi seseorang didominasi oleh nafsu maka yang muncul ialah
sifat pendusta, egois, bakhil, suka mengacau dan amarah. Hal ini dalam psikologi Islam
dinamakan jiwa yang sedang sakit. Tetapi apabila yang mendominasi akal dan kalbu maka
yang muncul adalah sifat-sifat terpuji dan marifat kepada Allah, inilah yang akan
mendatangkan kebahagiaan15. Hasil kerja kalbu atau kepribadian yang didominasi dengan
kalbu akan menghasilkan kepribadian mutmainah wujudnya kepribadian atas dasar iman,

Islam, dan ikhsan. Sedangkan kepribadian yang didominasi dengan akal akan menghasilkan
kepribadian lawwamah, suatu kepribadian yang berdasarkan sosial moral dan rasional. Dan
kepribadian yang didominasi leh nafsu menghasilkan kepribadian amarah, ia bersifat
produktif, kreatif dan konsumtif.
Oleh karena itu kepribadian ada yang menarik dan ada yang tercela. Kepribadian yang
menarik ialah kepribadian yang memiliki sifat-sifat positif seperti rajin, sabar, pemurah dan
suka menolong. Sedangkan kepribadian yang tercela yaitu kepribadian yang negatif seperti
pemalas, pemarah, kikir, sombong dan sebagainya.
B. Struktur Kepribadian Islam
Wacana psikologi Islam tentang struktur dan kepribadian sangat erat pembahasannya dengan
substansi manusia. Substansi jiwa menurut para filosof maupun psikolog Islam terdiri atas
tiga bagian yaitu jasmani, rohani dan nafsani atau nafsu. Substansi jasmani berupa organisme
fisik manusia ia lebih sempurna dibanding makhluk-makhluk yang lain bersifat lahiriyah
yang memiliki unsur-unsur tanah, udara, api, dan air,17 ia akan hidup jika diberi daya hidup
atau al bayah 18. Substansi ruh adalah substansi yang merupakan kesempurnaan awal. Al
Gazali menyebutnya lathifah yang halus dan bersifat ruhani. Ruh sudah ada ketika tubuh
belum ada dan tetap ada meskipun jasadnya telah mati. Fathur Rahman menyatakan bahwa
ruh adalah amanah, karena itu ia memiliki keunikan dibanding dengan makhluk yang lain.
Dengan amanah inilah ia menjadi kalifah di muka bumi 19. Substansi nafsani berarti jiwa,
nyawa atau ruh, konotasinya ialah kepribadian dan substansi psiko fisik manusia. Nafs ini
merupakan gabungan dari jasad dan ruh. Karena itu nafs adalah potensi jasadi dan rohani. Ia
berupa potensi aktualisasinya akan membentuk suatu kepribadian Muslim yaitu merupakan
perpaduan harmonis antara kalbu, akal dan nafsani. Struktur kepribadian Islam merupakan
perpaduan harmonis antara kalbu, akal, dan nafsani.
1. Al Qalb atau kalbu merupakan materi organik yang memiliki system kognisi yang berdaya
emosi. Al Gazali menyatakan bahwa kalbu memiliki insting yang disebut al nur al ilahy dan
al bashirah al bathinah (mata batin)20. Kalbu dalam arti jasmani adalah jantung (heart) bukan
hati (lever). Kalbu dalam artian rohani ialah menunjukan kepada hati nurani (conscience) dan
ruh (soul)21. Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu, pengontrol dan pengendali struktur nafs
yang lain. Apabila kalbu ini berfungsi normal maka manusia
menjadi baik sesuai dengan fitrah aslinya. Karena kalbu memiliki nature ilahiyah yang
dipancarkan dari Tuhan. Ia tidak saja mampu mengenal fisik dan lingkungannya tetapi juga
mampu mengenal lingkungan spiritual ketuhanan dan keagmaan. Mengenai kalbu ini
Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya: Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat
segumpal daging, apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak
maka semua tubuh menjadi rusak pula, ingatlah bahwa ia adalah kalbu22. Menurut
Huzaifah, hati terbagi menjadi empat yaitu hati yang bersih, yaitu (1) hatinya orang beriman
dan mendapat sinar (2) hati yang tertutup yaitu hatinya orang kafir, hati yang buta dan tidak
melihat kebenaran (3) hati yang terjungkir yaitu hatinya orang munafik yaitu melihat
kebenaran tetapi kemudian mengingkarinya (4) hati yang memiliki dua bekal yakni bekal
iman dan bekal kemunafikan, ia tergantung dari mana yang paling dominan23. Orang yang
kalbunya disinari Tuhan maka ia akan memiliki kepribadian yang kuat, teguh dan tidak
mudah putus asa. Dan apabila ia memiliki nafsu muthmainah ia akan tenang dan optimis
karena ia yakin rahmat Tuhan pasti akan diberikan. Agar kalbu selalu mandapat sinar Ilahiyah
menurut imam Al Gazali maka harus berilmu dan iradah (kemauan). Dengan ilmu manusia
akan mengetahui segala urusan dunia dan akhirat, dan menurut al Gazali kalbu berfungsi

untuk memperoleh kebahagiaan akhirat. Secara psikologis kalbu memiliki daya emosi (al
infialy) dan kognisi.
2. Akal secara estimologi memiliki arti al imsak (menahan) al Ribath (ikatan) al Bajr
(menahan) al Naby (melarang) dan manin (mencegah)24. Berdasarkan makna ini maka yang
disebut orang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika
hawa nafsunya terikat maka rasionalitynya mampu bereksistensi. Dengan akal seseorang
mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang menguntungkan dan merugikan. Akal
mampu memperoleh pengetahuan dengan daya nalar (al Nazhr) dan daya argumentatif.
Melalui akal manusia bisa bermuhasabah yakni menunda keinginan tidak terburu-buru
mengerjakannya sehingga menjadi jelas olehnya kelayakannya untuk dikerjakan atau
ditinggalkan.
Menurut al Hasan jika pekerjaan tersebut dimotivasi untuk mengharap ridho Allah maka
kerjakanlah, tetapi jika tidak karena Allah lebih baik ditunda dahulu. Dan jika motivasinya
untuk memperoleh ridha Allah maka harus berfikir dahulu apakah dalam mengerjakan
sesuatu itu ia memperoleh pertolongan atau tidak, jika tidak sebaiknya ditunda terlebih
dahulu. Dan apabila sudah mendapat kepastian akan pertolongan Allah maka kerjakanlah
sehingga ia akan mendapat keberuntungan. Muhasabah juga bisa dilakukan setelah selesai
mengerjakan sesuatu, yakni apakah yang dikerjakan sudah ikhlas karena Allah, sesuai dengan
ketentuan Allah. Apakah waktu mengerjakan lepas kendali atau tidak, bagus akibatnya atau
tidak25. Dengan muhasabah orang akan selamat dan bisa menjadi lebih baik prilkunya dan
kepribadiannya. Sebagaimana Plato, Al Zukhaily berpendapat bahwa jiwa rasional itu
bertempat di kepala sehingga yang berfikir adalah akal bukan kalbu. Antara akal dan kalbu
sama sama memperoleh daya kognisi tetapi cara dan hasilnya berbeda. Akal mampu
mencapai pengetahuan rasional tetapi tidak yang supra rasional, sehingga ia mampu
mencapai kebenaran tetapi tidak mampu merasakan hakekatnya.26 Menurut Al Gazali agar
manusia dapat senantiasa berdekatan dan mendapat nur ilahy maka ia harus berilmu dan
mempunyai iradah (kemauan). Dengan ilmu seseorang akan mengetahui segala urusan dunia
dan akhirat serta segala sesuatu yang berhubungan dengan akal. Dengan kemauan dan akal
seseorang akan mengetahui cara-cara untuk memperbaiki serta mencari sebab sebab yang
berhubungan dengan hal itu. Al Gazali berpendapat bahwa orang yang sakit nafsunya selalu
menginginkan makanan yang enak27. Hal ini memberi pengertian kepada kita bahwa jika
orang tersebut sehat maka secara akal berarti semua makanan asalkan sehat dan halal dan
toyyiban pasti akan terasa enak (lezat). Dengan demikian nafsu untuk selalu menginginkan
hal hal yang enak enak akan dapat dikurangi atau dilawan dengan kondisi sehat. Al Gazali
juga berpendapat bahwa ilmu yang diperoleh dalam hati akan memiliki kekuatan untuk
melihat dan dapat membedakan aneka bentuk. Pandangan batin dan pandangan lahir
sesungguhnya sama sama memiliki kebenaran, tetapi berbeda derajatnya. Hati laksana
pengendara sedang akal laksana kendaraan. Buruknya hati atau pengendara akan lebih
membahayakn dari pada buruknya kendaraan itu sendiri.
Namun demikian akal tetap diperlukan untuk menyelesaikan problem-problem kehidupan.
Akal yang sehat akan mempengaruhi tindakan dan emosi seseorang juga kepribadiannya.
Akal terbagi menjadi dua yaitu akal dharuri dan akal muktasabah. dharuri aitu akal yang
dapat mengetahui secara mudah. Akal muktasabah ialah akal yang baru mengetahui dengan
cara diusahakan, akal muktasabah terbagi dua yaknu muktasabah duniawi ialah akal yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan keduniawiyan. Akal
muktasabah ukhrawi yakni akal yang digunakan untuk mencapai akhirat. 28 Secara
psikologis orang-orang yang memiliki jiwa yang bersih dan akal yang sempurna maka ia
akan mampu mengaktualisasikan diri dalam hidup dan kehidupan, yakni melihat realitas

secara cermat, tepat apa adanya dan lebih efisien.29 Ia dapat menerima keadaan dirinya dan
orang lain secara professional, yakni mengakui segala kelebihan dan keterbatasan masingmasing, dengan demikian ia akan bisa menerima masukan-masukan dari orang lain secara
alamiah tanpa paksaan.30
3. Nafsani Nafsu merupakan daya nafsani, ia memiliki dua kekuatan yaitu, al-Ghadhabiyah
dan al- Syahwaniyah. Al-Ghadhabiyah adalah suatu daya yang berpotensi untuk menghindari
segala hal yang membahayakan. Ghadab dalam psikoanalisa disebut defenci (pertahanan,
pembelaan dan penjagaan), yaitu suatu tindakan untyk melindungi egonya sendiri terhadap
kesalahan, kecemasan, dan rasa malu atas perbuatannya sendiri, sedang syahwat dalam
psikologi disebut appetite yaitu hasrat atau keinginan atau hawa nafsu, prinsipnya adalah
kenikmatan. Apabila keinginannya tidak dipenuhi maka terjadilah ketegangan, prinsip
kerjanya adalah sama dengan prinsip kerja binatang, baik binatang buas yang suka
menyerang maupun binatang jinak yang cenderung pada nafsu seksual. Nafsu merupakan
struktur di bawah sadar dalam kepribadian manusia, apabila manusia didominasi oleh
nafsunya, maka ia tidak akan dapat bereksistensi baik di dunia maupun diakhirat. Karena itu
apabila kepribadian seseorang didomonasi oleh nafsu maka prinsip kerjanya adalah mengejar
kenikmatan dunia, tetapi apabila nafsu tersebut dibimbing oleh kalbu cahaya ilahi maka
ghadabnya akan berubah menjadi kemampuan yang tinggi derajatnya.31 Jika nafsu tersebut
dikuasai oleh cahaya ilahi yang muncul adalah sifat-sifat kebaikan, tetapi jika nafsu itu
dikuasai oleh syaitan maka yang muncul adala sifat-sifat syaitaniyah dan ini disebut hati yang
sakit ,hati yang sakit bisa sembu apabila ia kembali kepada cahaya ilahi tetapi akan lebih
sakit apabila ia dikuasai oleh nafsu syaitan. Dalam ilmu jiwa orang yang terganggu
mentalnya tidaklah mudah diukur atau diperiksa dengan alat-alat kesehatan, untuk
mengetahuinya biasanya hanya bisa dilihat gejalanya seperti tindakannya, tingkah laku dan
pikirannya, seperti gelisah, iri hati, sedih yang tidak beralasan, hilangnya rasa kepercayaan
diri, pemarah, keras kepala, merosot kecedasannya, suka memfitnah, mengganggu orang lain
dan sebagainya. Kesehatan mental juga berpengaruh terhadap kesehatan badan, akhir-akhir
ini dalam ilmu kedokteran ditemukan istilah psychomtic yaitu penyakit yang disebabkan oleh
mental, misalnya tekanan darah tinggi, tekanan darh rendah, exceem, sesak nafas, dan
sebagainya. 32 Obat dari berbagai penyakit mental dan yang disebabkan oleh mental adalah
berfungsinya system kerja yang harmonis antara kalbu, akal, dan nafsu. Dan ini hanya bisa
dilakukan melalui latihan-latihan kejiwaan secara terus menerus. Harmonisnya jiwan
memungkinkan seseorang dapat berhubungan secara harmonis ditengah masyarakat. Untuk
itu diperlukan The Art of Interction yaitu seni berhubungan yang baik menuju akhlak yang
baik, sebagai landasan utama kebahagian umat, akhlak yang baik juga merupakan faktor
utama dalam memperbaiki kepribadian seseorang.33 Dalam ilmu tasawuf jiwa yang bersih
dan jiwa kotor termasuk dalam nafsu. Dan mereka membagi nafsu menjadi 3 bagian :
1. Nafsu amarah, ia senantiasa cenderung maksiat, baik maksiat lahir maupun maksiat
bathin. Orang yang didominasi oleh nafsu amarah maka wujud kepribadiannya ialah tamak,
serakah, keras kepala, angkuh, dan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji lainnya seperti free
sexs, suka berkelahi dan sebagainya.
2. Nafsu lawamah, ia sudah mendapat nur ilahi dan suka beribadah tetapi masih sering
melakukan maksiat bathin kemudian bersegera beristighfar dan berusaha memperbaikinya.
Orang yang berkepribadian lawamah maka senantiasa akan mengevaluasi diri (self
correction) untuk menjadi lebih baik.
3. Nafsu muthmainah, suatu kepribadian yang bersumber dari kalbu manusia, di dalamnya
selalu terhindar dari sifat-sifat yang tercela dan tumbuh sifat-sifat yang terpuji dan selalu

tenang. Kecenderungannya ialah beribadah, mencintai sesama, bertambah tawakal, dan


mencari ridho Allah dan bersifat teosentris. Menurut Ibnu Kholdun bahwa ruh kalbu itu
disinggahi oleh ruh akal. Ruh akal ini substansinya mampu mengetahui apa saja di alam
amar. Ia menjadi tidak mampu mencapai pengetahuan disebabkan adanya hijab, apabila hijab
itu hilang maka ia akan mampu menemukan pengetahuan34. Bahkan sebagian ahli tasawuf
yang lain membagi nafsu menjadi 7 bagian, yaitu : nafsu amarah, nafsu lawamah, nafsu
malhamah, nafsu muthmainah, nafsu al rodhiyah, nafsu mardhiyah, dan nafsu kamilah.
C. Ciri-ciri Kepribadian Muslim
Al-Quran dan Hadits adalah dua pusaka Rasulullah SAW yang harus selalu dirujuk setiap
muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang sangat penting
adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki
Al-Quran dan sunnah adalah pribadi yang saleh. Pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya
terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari ALLAH SWT. Persepsi atau gambaran masyarakat
tentang pribadi muslim memang berbeda-beda. Bahkan banyak yang pemahamannya sempit
sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan
Islam dari aspek ubudiyah-nya saja. Padahal, itu hanyalah salah satu aspek saja dan masih
banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang muslim. Bila disederhanakan,
setidaknya ada sepuluh karakter atau ciri khas yang mesti melekat pada pribadi muslim.
1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang
bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT. Dengan ikatan
yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuanNya. Dengan
kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya
kepada ALLAH.
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung (QS. Al-Qalam
[68]:4). Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi
ALLAH tuhan semesta alam (QS. Al-Anaam [6]:162).
Karena aqidah yang bersih merupakan sesuatu yang amat penting, maka pada masa awal
dawahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan
aqidah, iman dan tauhid.
2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu
haditsnya, beliau bersabda:
Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat.
Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan
haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan
atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik
dalam hubungannya kepada ALLAH SWT maupun dengan makhluk-makhlukNya. Dengan

akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan
kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh ALLAH SWT di dalam Al
Quran. ALLAH berfirman yang artinya:
yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: Yang lebih dari keperluan. Demikianlah ALLAH menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir (QS. Al-Baqarah [2]: 219) 13
4. Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani)
Qowiyyul jismi merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani
berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam
secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di
dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di
jalan ALLAH dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya. Karena itu, kesehatan jasmani harus
mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada
pengobatan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting, maka Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah.
(HR. Muslim)
5. Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir)
Mutsaqqoful fikri merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting. Karena itu
salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas). Al Quran juga banyak mengungkap ayatayat
yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah:
yang artinya: Katakanlah: samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran. (QS. Az-Zumar [39]: 9)
6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Mujahadatul linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang
muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk.
Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut
adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam
melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan
tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: Tidak beriman seseorang
dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran
Islam) (HR. Hakim)
7. Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat
perhatian yang begitu besar dari ALLAH dan Rasul-Nya. ALLAH SWT banyak bersumpah
di dalam Al Quran dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri,
wallaili dan seterusnya. 14Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita
lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus

memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Allah SWT berfirman dalam surat AzZumar ayat 9 yang berbunyi:
ALLAH SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam
sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit
manusia yang rugi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk pandai mengelola
waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang
sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum
lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum
datang sakit, muda sebelum tua,senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al
Quran maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan
masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik.
Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan
baik sehingga ALLAH menjadi cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu urusan mesti
dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan.
Bersungguh-sungguh, bersemangat, berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan
merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini
merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang
menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama
dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena
tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena, pribadi muslim tidaklah mesti miskin,
seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah
haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh
karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Quran maupun hadits dan hal
itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki
keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari
ALLAH SWT. Rezeki yang telah ALLAH sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya
diperlukan skill atau keterampilan.
10. Nafiun Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Nafiun lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud
tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan
keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan
ketiadaannya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berfikir,
mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil
peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang
artinya: Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy
dari Jabir) Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al Quran
dan Hadits. Sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.
Wallahualam. Kepribadian atau watak, cirri khas atau karakter seseorang yang secara eksis
dan terus menerus dipertahankan, meskipun demikian kepribadian bisa berubah ubah sesuai

dengan faktor yang mempengaruhi. Dalam Islam kepribadian Muslim identik dengan akhlak
Islam, ia merupakan perpaduan harmonis antara system kalbu, akal dan nafsu yang
menimbulkan tingkah laku dan merupakan cirri khas umat Islam. Karena ituciri khas
kepribadian Muslim ialah yang selalu menjaga hatinya untuk taat kepada Allah sehingga
senantiasa mendapat sinarnya dan menjauhi segala larangannya yang merupakan kotorankotoran manusia. Struktur kepribadian Muslim meliputi tiga substansi, yaitu jasad atau
jasmani, ruh atau ruhani dan nafsani atau jiwa, jiwa itu sendiri terdiri dari kalbu, akal dan
nafsu. Sedangkan nafsu terdiri dari nafsu amarah, lawamah dan muthmainah. Semuanya ini
merupakan struktur kepribadian Islam, yang jika system kerjanya bagus semua akan
membentuk kepribadian
kamil atau manusia pari purna yang tenang selalu berbuat kebaikan tawakal dan terhindar
dari sifat sifat tercela Tetapi kenyataanya sering ada gangguan-gangguan kejiwaan yang dapat
menurunkan derajat kepribadianya atau kesehatan mentalnya. Untuk menyembuhkannya
harus melalui latihan latihan mental secara terus menerus seperti sabar ,taubat , tawakal, ridha
dan sebagainya .
\
D. Aplikasi Kepribadian Muslim dalam Proses Belajar mengajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di Sekolah,belajar merupakan kegiatan yang paling
pokok. Artinya berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada
bagaimana proses belajar mengajaryang dialami anak didik belajar yang merupkan suatu
proses perubahantingkah laku sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam intrasi dengan
lingkungannya.Proses belajar mengajar akan berhasil bila hasilnya mampu membawa
perubahan dalam pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan nilai sikap dalam diri anak
didik. Guru merupakan salah satu komponen yang ada dilembag pendidikan formal maupun
non formal yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang
potensial dibidang pembangunan.Peranan guru disamping sebagai pengajar dan pendidik juga
sebagai pembimbing dan figur yang dapat dijadiakan contoh dan panutan membimbing dalam
hal ini dapat dikatakan sebaga i kegiatan menuntun anak didik menjadi manusia dewasa yang
berkepribadian dan cakap sesuai dengan karakternya. yaitu dengan jalan memberikan
lingkungan dan arah sesuai dengan tujuan pendidikan. Dalam hal ini termasuk ikut
memecahkan persoalan/kesulitan yang dihadapi anak didik, baik perkembangan secara fisik
maupun secara mental. Jadi sebagai pendidik guru tidak hanya mencerdaskan anak didiknya
saja tetapi juga harus mampu membina dan mengarahkan bakat dan kemampuan anak didik
agar menjadi manusia dewasa yang mampumenguasai ilu pengetahuan dan megembangkan
karyanya.Sebagai pembimbing guru berfungsi sebagai petunjuk jalan yang benar dalam
pertumbuhan dan perkembangan yang tepat bagi anak didiknya dengan mendorong dan
meningkatkan potensi kejiwaaan dan jasmaninya. Jadi guru diharapkan mampu sebagai
pembimbing bagi potensi yang dimiliki anakdidik sehingga terbentuk pribadi muslim yang
sejati. Bagi pembimbing dalam belajar mengajar guru diharapkan mampu untuk:
a. Memberikan berbagai informasi yang diperlukan dalam proses belajar.
Yang artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapanglapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilm

b. Membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya


c. Mengevaluasi keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya
d. Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan
karakteristik pribadinya
e. Mengenal dan memahami setiap murid baik secara individual maupun secara kelompok
Guru sebagai contoh, dituntut untuk memberi contoh dan menjadi contoh. Guru mampu
menjadi orang yang mengerti pribadi siswa dengansegala problemnya.
Begitu besar peranan seorang guru dalam pendidikan oleh karena itu,Islam dangat
menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan termasuk guru agama, sehingga hanya
mereka sajalah yang pantas mencapai tarafketinggian dan keutuhan hidup. Sesuai dengan
Firman Allah dalam Surat al-Mujadalah ayat 11:
untuk pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Kepribadian guru yang dapat mempengaruhi murid yang dikembangkan terus menerus
sehingga ia benar-benar terampil dalam tugasnya itu:
a. Memahami dan menghargai tiap potensi dari tiap murid
b. Membina situasi sosial yag menliputi interaksi belajar mengajar yang mendorong murid
dalam meningkatkan kemmpuan memahami pentingnya kebersamaan dan kesepahaman arah
pemikiran atau perbuatan dikalangan murid.
c. Membina perasaan saling mengerti, saling menghormati, dan saling bertanggung jawab dan
percaya mempercayai antara guru dan murid.
Didalam proses belajar kepribadian guru agama akan terasa Nampak ketika berhadapan
dengan siswa. Sedangkan kepribadian merupakan unsur yang menentukan keakraban
hubungan guru dengan anak didk, yang akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam
membina dan membimbing anak didik. Kepribadian yang dimiliki seorang guru merupakan
faktor yang menentukan terhadap keberhasilan melaksanakan tugas sebagai pendidik. Guru
bersikap dan berperilaku baik dapat memberikan suri tauladan/contoh, sebab apabila orang
telah melakukan perbuatan baik, sering dikatakan bahwa seseorang melakukan suatu
kepribadian yang baik. Sebaliknya, bila seseorang melakukan suatu perbuatan yang tidak
baik menurut pandangan masyarakat, maka dikatakan bahwa orang itu mempunyai
kepribadian yang tidak baik.Oleh kaena itu, masalah kepribadian adalah suatu hal yang
sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan anak didik.
Kepribadian juga menentukan apakah guru menjadi pendidik dan pembina yang baik ataukah
akan menjadi perusak/ penghancur bagi masa depan anak didiknya. Maka dari itu,seorang
guru hendaknya memiliki kepribadian Muslim yang kuat supaya mereka disegani dan
disenangi serta akan memudahkan berhasilnya pendidikan.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1. Kepribadian Muslim atau sering disebut akhlak Islami yaitu prilaku seorang Muslim yang
merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal dan fitrah insani. Kepribadian bagi
seorang Muslim ialah yang senantiasa menjaga hatinya untuk selalu taat kepada Allah dan
berbahagia karena dekat kepada Allah sehingga memperoleh sinarnya dengan senantiasa
mengerjakan ibadah dan amal saleh lainya. sedangkan hati yang kotor dan ingkar kepada
Allah yang muncul dari anggota badanya adalah sifat keji adalah bekas hati yang kotor dan
gelap tanpa sinar.
2. Struktur kepribadian Islam merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal, dan nafsani.
3. Ciri-ciri kepribadian muslim yaitu: Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih), Shahihul Ibadah
(ibadah yang benar), Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh) , Qowiyyul Jismi (kekuatan
jasmani), Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir) , Mujahadatul Linafsihi (berjuang
melawan hawa nafsu), Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu), Munazhzhamun fi
Syuunihi (teratur dalam suatu urusan), Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha
sendiri/mandiri), Nafiun Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain).
4. Kepribadian juga menentukan apakah guru menjadi pendidik dan pembina yang baik
ataukah akan menjadi perusak/ penghancur bagi masa depan anak didiknya. Maka dari
itu,seorang guru hendaknya memiliki kepribadian Muslim yang kuat supaya mereka disegani
dan disenangi serta akan memudahkan berhasilnya pendidikan
B. Saran-saran
Sebagai seorang muslim hendaknyalah kita mempunyai kepribadian muslim yang tangguh,
agar menjadi insal kamil yang dicintai Allah dan mahluq-Nya. 20

DAFTAR PUSTAKA
Abu Hamid Muhammad al Gazali, Ihya Ulumu al Din, Beirut, Dar al Fikri, 1980 Al Gazali,
Ihya Ulumu al-Dien, bab, Keajaiban Hati, terj H, Ismail Yaqub, Jakarta, Faisan, 1984.
Abdul Mujib. M.Ag, dan Yusuf Muzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, th 2001. -, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan
Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung, Triganda Kama, 1992.
Afifi AE, A Mysical Philosophy of Muhyidin Ibnu Arabi, terj Syahrir Mawi dan Naudi
Rahman, Filsafat Mistik Ibnu Arabi, Jakarta, Media Pratama, 1995.
Abd Rahman Ibnu Khaldun, Muqadimah min Kitab al-Ibar wa Diwan al-Mubtada al-Khabar
fi Ayyam al-Srab wa al-Ajam wa al-Bar Bar, Beirut, Dar al- wa Fikry, at. Ahmad Fauzi, H,
Drs, Psikologi Umum, Bandung, Pustaka Setia, 1999.
De Boli Tj, The History of the Philosophy in Islam, New York, Dower Publication Inc, 1967.
Hanna Djimhana Bartaman, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi Islami,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1997.
Hasyim Muhammad, Dialog Antara Tasawufdan psikologi, Telaah atas pemikiran Psikologi
Humanistik Abraham Maslow, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002. Ibnu Qayyim al-Jauhiyah,
Keajaiban Hati, Jakarta, Pustaka Ahazam, 2000.
Ibnu Abd Allah Muhammad Ibnu Ismail Ibnu al-Mughirah Ibn Badizhah al Yafi alBukhary,
Yaman,Shahih al-Bukhari, Semarang, Thaha Putra, At. Maslaw Abraham, Motivasi dan
Kepribadian, terj Nurul Iman, Bandung, Pustaka Binaan Pressindo, 1993.
Muhammad Ustman Najali, Dr, Jiwa Dalam Pandangan Para Filusuf Muslim, terj Gazi
Saloom, SPI, Bandung, th 2002.

Mansur Ali Rajab, Taam Mulut fi Falsafah al-Akhlak, Mesir, Maktabah al-Anjatu Mishriyah,
1961. Maan Zidadat, dkk, Al-Mausuat al-Falasifiyah al-Arabiyah, Imma al-Araby, 1986.
Sayyid Mujtaba Musafi Hari, Psikologi Hidayah, 1990. Victor Said Basil, Manhaj al-Babs
Amal Marifah Inda al-Ghazali, Beirut, Dar al- Kutub. Zakiah Derajat. Kesehatan Mental,
Jakarta, Gunung Agung, 1970.

Anda mungkin juga menyukai