Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

BAGAIMANA AGAMA MENJAMIN KEBAHAGIAAN


Disusun dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
agama islam

Dosen: Dr.H.Amri Rachman Lc.M.Pd I

Kelompok3
Devita falen maharani wb

Anwar Suandi

Muhammad Fiqram

Ahmad Akbar

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 3

BAB II PEMBAHASAN 5
1. Menelusuri Konsep dan Karakteristik Agama Sebagai Jalan Menuju Tuhan Kebahagiaan 5
2. Menanyakan Alasan Mengapa Manusia Harus Beragama Agama Dapat Membahagiakan Umat
Manusia 6
3. Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan  Pedagogis tentang
Pemikiran Agama sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan. 6
4. Membangun Argumen tentang Tauḫīdullāh sebagai Satu-satunya Model Beragama
yang Benar 7
5. Pengertian Tauhid  8

BAB III KESIMPULAN 10


DAFTAR PUSTAKA 11

2
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kebahagiaan dalam Islam adalah kebahagiaan autentik artinya lahir dan tumbuh dari
nilai-nilai  hakiki Islam dan mewujud dalam diri seseorang hamba yang mampu menunjukkan
sikap tobat (melakukan introspeksi dan koreksi  diri) untuk selalu berpegang pada nilai-
nilai  kebenaran ilahiah, mensyukuri karunia Allah berupa nikmat iman, Islam, dan
kehidupan,   serta menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, dan keadilan dalam menjalani
kehidupan pribadi, sosial, dan profesional. Pada sisi lain, kebahagiaan itu menjadi tidak
lengkap jika  tidak mewujud dalam kehidupan konkret dengan jalan membahagiakan orang
lain.
Tak ada orang yang ingin hidupnya tidak bahagia. Semua orang ingin bahagia.
Namun hanya sedikit orang yang mengerti arti kebahagiaan yang sesungguhnya. Hidup
bahagia merupakan idaman setiap orang, bahkan menjadi simbol keberhasilan sebuah
kehidupan. Tidak sedikit manusia yang mengorbankan segala-galanya untuk meraihnya.
Menggantungkan cita-cita menjulang setinggi langit dengan puncak tujuan tersebut, yaitu
bagaimana meraih kebahagiaan hidup. Dan ini menjadi cita-cita tertinggi setiap orang baik
yang mukmin atau yang kafir kepada Allah.
Apabila kebahagiaan itu terletak pada harta benda yang bertumpuk-tumpuk, mereka
telah mengorbankan segala-galanya untuk meraihnya. Nyatanya, itu tak pernah diraih
dan  membuat pengorbanannya sia-sia. Apabila kebahagiaan itu terletak pada ketinggian
pangkat dan jabatan, mereka juga telah siap mengorbankan apa saja demi memperoleh apa
yang diinginkannya. Tapi tetap saja kebahagiaan itu tidak pernah didapatkannya. Apabila
kebahagiaan itu terletak pada ketenaran nama, mereka telah berusaha untuk meraihnya
dengan apapun juga dan mereka tidak mendapati apa yang disebut kebahagiaan.

B.    Rumusan Masalah
1. Menelusuri Konsep dan Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju Tuhan dan
Kebahagiaan
2. Menanyakan Alasan Mengapa Manusia Harus Beragama dan Bagaimana Agama Dapat
Membahagiakan Umat Manusia?

3
3. Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan Pedagogis tentang
Pemikiran Agama sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan
4. Membangun Argumen tentang Tauḫīdullāh sebagai Satu-satunya Model Beragama yang
Benar
5. Pengertian tauhid
6. Pembagian tauhid
7. Hakekat dan inti tauhid
8. Implementasi tauhid dalam kehdupan
9. Penerapan tauhid dalam kegidupan
10. Pengaruh tauhid terhadap seorang muslim.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Menelusuri Konsep dan Karakteristik Agama sebagai  Jalan Menuju Tuhan dan


Kebahagiaan

          Kebahagiaan dalam Islam adalah kebahagiaan autentik artinya lahir dan tumbuh dari
nilai-nilai  hakiki Islam dan mewujud dalam diri seseorang hamba yang mampu menunjukkan
sikap tobat (melakukan introspeksi dan koreksi  diri) untuk selalu berpegang pada nilai-
nilai  kebenaran ilahiah, mensyukuri karunia Allah berupa nikmat iman, Islam, dan
kehidupan,   serta menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, dan keadilan dalam menjalani
kehidupan pribadi, sosial, dan profesional. Pada sisi lain, kebahagiaan itu menjadi tidak
lengkap jika  tidak mewujud dalam kehidupan konkret dengan jalan membahagiakan orang
lain.
Berikut pendapat dari beberapa ahli mengenai makna kebahagiaan:
Al-Alusi : bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa mencapai keinginan atau
cita-cita yang dituju dan diharapkan
Ibnul Qayyim al-Jauziyah : kebahagiaan adalah perasaan senang dan tentram karena hati
sehat dan ber!ungsi dengan baik.
Al Ghazali: bahagia terbagi menjadi dua antara lain:
Bahagia hakiki adalah kebahagiaan ukhrawi yang dapat diperoleh dengan modal iman, ilmu
dan amal.
Bahagia majusi adalah kebahagiaan duniawi yang dapat diperoleh baik itu orang yang
beriman maupun yang tidak beriman
Beberapa karakteristik hati yang sehat diantaranya:
1. Selalu beriman kepada Allah dan menjadikan Al Qur’an sebagai obat untuk hati.
2. Selalu berorientasi ke masa depan dan akhirat.
3. Selalu mendorong pemiliknya untuk kembali kepada Allah.
4. Selalu mengingat Allah.
5. Selalu menyadarkan diri apabila melupakan Allah karena urusan dunia.
6. Selalu mendapatkan ketenangan, kenikmatan, dan kebahagiaan ketika menjalankan
sholat.

5
7. Selalu memperhatikan waktu agar tidak terbuang sia-sia.
8. Selalu berorientasi kepada kualitas amal selama hidup.

2. Menanyakan Alasan Mengapa Manusia Harus Beragama dan Bagaimana Agama


Dapat Membahagiakan Umat Manusia?

Kunci beragama berada pada fitrah manusia. Fitrah itu sesuatu


yang  melekat  dalamdiri  manusia  dan  telah  menjadi  karakter  (tabiat) manusia.Kata
“fitrah”secara  kebahasaan  memang  asal  maknanya adalah suci. Yang dimaksud suci adalah
suci  dari  dosa  dan suci secara  genetis Meminjam term Prof. Udin  Winataputra,fitrah
adalah lahir  dengan membawa iman. Berbeda dengan konsep teologi  Islam, teologi tertentu
berpendapat sebaliknya yaitu bahwa  setiap manusia lahir  telah membawa dosa yakni dosa
warisan. Didunia, menurut teologi ini,manusia dibebanitugas yaitu harus membebaskan diri
dari dosa itu. Adapun dalam teologi Islam, seperti telah dijelaskan,bahwa setiap manusia
lahir  dalam kesucian yakni suci dari dosa dan telah beragama yakni agama
Islam.Tugas  manusia adalah berupaya agar kesucian dan keimanan terus terjaga dalam
hatinya hingga kembali kepada Allah.

3. Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan  Pedagogis tentang


Pemikiran Agama sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan.

Secara teologis,beragama itu adalah fitrah. Jika manusia hidup


sesuai  dengan  fitrahnya, maka ia akan bahagia. Sebaliknya, jika ia
hidup  tidak  sesuai  dengan  fitrahnya, maka ia tidak akan bahagia. Secara historis, pada
sepanjang sejarah hidup manusia, beragama itu merupakan kebutuhan dasar manusia yang
paling hakiki.  Banyak buku membicarakan atau mengulas kisah manusia mencari Tuhan.
Umpamanya buku yang ditulis oleh Ibnu Thufail. Buku ini menguraikan bahwa kebenaran
bisa  ditemukan manakala ada keserasian antara akal  manusia dan wahyu. Dengan  akalnya,
manusia mencari Tuhan dan bisa sampai kepada Tuhan. Namun, penemuannya itu  perlu
konfirmasi dari Tuhan melalui wahyu, agar ia dapat menemukan yang hakiki dan akhirnya ia
bisa berterima kasih kepada Tuhan atas segala nikmat  yang  diperolehnya  terutama nikmat
bisa  menemukan Tuhan dengan akalnya itu.
Secara horizontal, manusia butuh berinteraksi dengan sesamanya dan
lingkungannya  baik flora maupun fauna. Secara vertikal manusia lebih butuh berinteraksi

6
dengan Zat yang menjadi sebab ada dirinya. Manusia dapat wujud/  tercipta bukan oleh
dirinya sendiri, namun oleh yang lain. Yang menjadi sebab wujud manusia tentulah
harus   Zat Yang Wujud  dengan  sendirinya sehingga  tidak membutuhkan yang lain. Zat
yang wujud dengan sendirinya  disebut  wujud  hakiki, sedangkan suatu  perkara  yang
wujudnya  tegantung  kepada yang lain sebenarnya tidak ada/ tidak  berwujud.

Kalau perkara itu mau disebut ada (berwujud), maka adalah wujud idhāfī. Wujud
idhāfī sangat tergantung kepada wujud  hakiki. Itulah  sebabnya, manusia yang sebenarnya
adalah wujud idhāfī yang sangat membutuhkan Zat yang berwujud secara hakiki,
itulah  Allah. Jadi, manusia sangat membutuhkan Allah. Allahlah yang menghidupkan,
mematikan, memuliakan, menghinakan, mengayakan,memiskinkan, dan Dialah Allah Yang
Zahir Yang Batin, dan Yang Berkuasa atas segala sesuatu.

4. Membangun Argumen tentang Tauḫīdullāh sebagai Satu-satunya Model Beragama


yang Benar

Sebagaimana  telah diketahui  bahwa  misi  utama  Rasulullah saw., seperti halnya


rasul-rasul yang sebelum beliau adalah mengajak manusia kepada Allah. Lāilāha
illallāhitulah landasan teologis agama yang  dibawa  oleh  Rasulullah  dan  oleh  semua  para
nabi  dan  rasul. Makna kalimat tersebut adalah “Tidak ada Tuhan kecuali Allah;”  “Tidak
ada  yang berhak  disembah  kecuali  Allah;” “Tidak  ada  yang  dicintai kecuali Allah;”
“Tidak  ada  yang berhak  dimintai tolong/bantuan kecuali Allah;” “Tidak ada yang harus
dituju kecuali Allah;” “Tidak ada yang  harus  ditakuti  kecuali  Allah;”
“Tidak  ada  yang  harus  diminta ridanya kecuali Allah”. Tauḫīdullāh
menempatkan  manusia  pada  tempatyang  bermartabat,  tidak  menghambarkan  diri  kepada 
 makhluk  yang lebih  rendah  derajatnya daripada manusia.  Manusia  adalah  makhluk
yang  paling  mulia dan paling  sempurna  dibanding  dengan  makhluk-
makhluk  Allah  yang  lain.  Itulah  sebabnya, Allah memberikan  amanah
kepada  manusia.  Manusia   adalah   roh   alam,  Allah
menciptakan  alam  karena  Allah  menciptakan  manusia  sempurna (insan kamil).
Tauḫīdullāh adalah barometer kebenaran agama-agama sebelum  Islam. Jika  agama
samawi yang dibawa oleh nabi-nabi sebelum  Muhammad saw.masih tauḫīdullāh,
maka  agama  itu  benar, dan seandainya agama nabi-nabi sebelum Muhammad saw.itu sudah
tidak tauḫīdullāh yakni  sudah  ada  syirik,  unsur  menyekutukan  Allah,

7
maka  dengan  terang  benderang  agama itu  telah melenceng, salah, dan sesat-menyesatkan.
Agama yang dibawa para nabi pun namanya Islam.

5. Pengertian Tauhid 

Islam meyakini bahwa Allah swt adalah Esa secara mutlak, tidak berbilang dan tidak
bersekutu dalam hal apapun. Siapa saja yang meyakini sebaliknya,maka ia telah jatuh pada
kezhaliman dan dosa yang besar (syirk). Dimensi terpenting dari persoalan tauhid adalah
masalah keesaan Allah ini, karena itu ushuluddin pertama ini di sebut at‐tauhid Tauhid
berasal dari akar kata ahad atau wahid yang artinya satu. Dalam Islam, ia adalah asas
keyakinan (akidah) bahwa Tuhan itu hanya satu, yakni Allah swt dan tidak ada yang setara
juga sekutu dengan‐Nya.
Dia yang wajib disembah dan dimintai pertolongan. Hanya Dia yang ditaati dan
ditakuti. Hanya Dia yang menentukan segala sesuatu di dunia dan akhirat nanti. Tauhid
dirangkum dalam kalimat tahlil, Laa ilaaha illallaah (tidak ada Tuhan selain Allah). Tapi
bukan berarti semua orang yang mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illa Allah”, serta merta
menjadi orang yang sudah bertauhid (merealisasikannya). Akan tetapi, menurut para ulama,
agar menjadi seorang yang bertauhid (muwahhid) mesti memenuhi tujuh syarat berikut ini :
1.   Ilmu, yaitu mengetahui makna dan maksud dari kalimat tauhid itu.
2.   Yakin, yaitu meyakini dengan seyakin-yakinnya akan komitmen (dari kalimat tauhid itu).
3.    Menerima dengan hati dan lisan (perkataan) dari segala konsekuensinya.
4.    Tunduk dan patuh akan apa yang diperintahkan-Nya dan apa yang dilarang-Nya.
5.    Benar dalam perkataan. Artinya, apa yang dikatakannya dengan lisan harus sesuai
dengan hati
6.    Ikhlas dalam melakukan sesuatu.
7.    Mencintai kalimat tauhid dengan segala konsekuensinya.

Didalam surat Al‐Ikhlas sudah di jelaskan dengan tegas akan keesaan Allah SWT, dan
salah seorang Ulama Besar pernah menyebutkan “satu alasan lain kenapa al‐Ikhlash di
turunkan adalah untuk menjawab pertanyaan‐pertanyaan di masa depan tentang Tuhan, dari
sebagian kamu yang meraguinya.
‫قل هو هللا احد‬ 
“Qulhuwallahu ahad” Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa.

8
Selain menyebitkan keesaan Allah SWT. Ayat ini juga tersirat makna bahwa Allah itu
satu dan tunggal, di ayat ini Allah juga memerintahkan hamba-Nya untuk mengesakan-Nya.
Allah adalah sebaik-baiknya Maha Pencipta dan yang Maha mengatur serta Maha perencana
atas apa yang terjadi kepada makhluk ciptaannya. Jadi sudah semestinya kita hanya
bergantung kepada Allah.
“Lam yalid walam yulad” Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan.
Allah SWT itu tunggal dan berdiri sendiri. Karna jika tidak, maka Allah sama seperti
kita makhluk hidup. Sungguh sesuatu hal yang mustahil karna bagaimana mungkin kita
makhluk hidup dapat membuat keturunan yang beragam dan berbeda. Dan bagaimana
mungkin makhluk hidup dapat menciptakan langit yang secara ilmiah sampai saat ini tidak
diketahui ujungnya dan tidak dapat digapai oleh satupun makhluk hidup.
            “Wa lam yakun lahu kufuwan ahad” Dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan dia.
Diayat ini juga, memiliki maksud bahwa pencipta tak sama dengan yang diciptakan.
Sebagai contoh : sebuah meja tidak sama dengan pembuat meja tersebut dalam sifat ataupun
bentuk. Dan makna lain yang terkandung dalam ayat ini adalah keagungan dan kesempurnaan
yang hanya dimiliki oleh Allah SWT dengan Asmaul Husna-Nya.

9
BAB III

KESIMPULAN
Tujuan hidup manusia adalah sejahtera di dunia dan bahagia diakhirat.  Dengan  kata
lain,dapat  disebutkan  bahagia  di  dunia  danbahagia  diakhirat.  Kebahagiaan yang diimpika
n adalah kebahagiaan duniawi dan  ukhrawi.  Untuk  menggapai   kebahagiaan   termaksud
mustahil  tanpa landasan agama.  Agama  dimaksud  adalah  agama tauḫīdullāh. Kebahagiaan
dalam Islam adalah kebahagiaan autentik artinya lahir dan tumbuh dari nilai-nilai  hakiki
Islam dan mewujud dalam diri seseorang hamba yang mampu menunjukkan sikap tobat
(melakukan introspeksi dan koreksi  diri) untuk selalu berpegang pada nilai-nilai  kebenaran
ilahiah, mensyukuri karunia Allah berupa nikmat iman, Islam, dan kehidupan,   serta
menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, dan keadilan dalam menjalani kehidupan pribadi,
sosial, dan profesional.
Dari pembahasan yang telah dijelaskan diatas, maka dapat disimpulkan betapa
pentingnya tauhid bagi seorang muslim, dan tidak sempurnanya iman seseorang. Bahkan
termasuk orang-orang yang ingkar apabila tidak mentauhidkan Allah SWT.
Dan pembahasan diatas juga menjelaskan akan keesaan yang hanya dimiliki oleh
Allah, yang wajib diyakini dan diamalkan oleh seorang muslim. Karna tanpa meyakininya
berarti orang tersbut hanya mengakui islam sebagai agamanya tanpa menjadikan islam
sebagai agama yang di yakininya. Sedangkan bagi mereka meyakininya tapi tidak
mengamalkannya sama saja dengan menjadi muslim tanpa bersikap sebagai seorang muslim.

10
Daftar pustaka

http://www.erllang.ga/teknik-informatika/makalah-bagaimana-agama-menjamin-
kebahagiaan.html Artikel Desember 26, 2010 oleh
(http://syialahi.wordpress.com/2010/12/26/tauhidsyiah-imamiyah-tauhid-yang-murni/)
Sebuah artikel dengan judul tauhid (http://ridwan202.wordpress.com/istilah-agama/tauhid/)
Artikel dengan judul “sebuah tulisan tentang
tauhid  (http://www.inilahjalanku.com/sebuahtulisan-tentang-tauhid/)
Syaikh Muhammad At-Tamimi, dasar-dasar memahami tauhid, (www.perpustakaan-
islam.com

11

Anda mungkin juga menyukai