Anda di halaman 1dari 9

PENCIPTAAN MANUSIA

Alkitab sebagai wahyu Allah memberikan kepada kita catatan tentang penciptaan
manusia. Beberapa bagian penting dalam Alkitab yang digunakan sebagai pendahuluan
memahami penciptaan manusia adalah: Kej 1:26, Berfirman Allah, baiklah kita menjadikan
manusia menurut gambar dan rupa Kita; Kej 1:27, Menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka; Kej 1:28, Allah memberkati mereka,
lalu Allah berfirman kepada mereka: Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah
bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas segala binatang yang merayap di bumi.; Kej 2:7, Tuhan Allah membentuk manusia itu
dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup; Pkh 12:7, Dan debu kembali
menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya; Mat
10:28, Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang
tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan
baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.
Dari beberapa ayat di atas mengindikasikan bahwa ada kekhususan dalam penciptaan
manusia:
1. Penciptaan
manusia
didahului
oleh
suatu
permufakatan
di
antara
Tritunggal.
2. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
3. Manusia diciptakan dengan tindakan Allah secara langsung.
4. Ada
dua
elemen
berbeda
yang
membentuk
natur
manusia,
yaitu
tubuh dibentuk dari debu tanah dan jiwa dari nafas atau roh yang
dihembuskan Allah pada manusia.
5. Manusia diciptakan dalam kedudukan yang mulia di atas ciptaanciptaan lain.
6. Manusia
pertama
yang
diciptakan
Allah
adalah
Adam
dan
hawa
yang dari pasangan inilah manusia semua berasal.

TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA


Apakah Allah menciptakan manusia sebagai tindakan yang mengharuskan atau
tindakan bebas Allah? Pertanyaan ini menjawab tujuan penciptaan manusia. Jika Allah adalah
pribadi yang tidak bergantung maka sesungguhnya Ia tidak membutuhkan manusia dan
juga ciptaan yang lain. Dengan demikian Allah menciptakan manusia bukan karena
keharusan melainkan tindakan bebas Allah, tindakan berdasarkan karya kedaulatan-Nya.
Karena penciptaan manusia bukan suatu keharusan bagi Allah melainkan suatu
tindakan bebas Allah yang berdaulat, maka tujuan penciptaan manusia tidak lain adalah untuk
kemuliaan Allah sendiri (Rom 11:36). Yesaya menuliskan tentang tujuan penciptaan Allah
bagi
manusia, semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang Kuciptakan untuk kemuliaanKu, yang Kubentuk dan yang juga Kujadikan! (Yes 43:7). Fakta tujuan penciptaan Allah ini
sekaligus menentukan tujuan hidup manusia. Artinya, tujuan hidup manusia
harus memenuhi alasan Allah menciptakan kita: untuk kemuliaan Allah.
Mungkin mendengar hal ini, ada yang keberatan tentang tujuan hidup manusia.
Mungkin ada yang berpikir bahwa salah jika Allah mencari kemuliaan untuk diri-Nya sendiri
dalam tujuan-Nya menciptakan manusia. Pertanyaannya adalah mengapa salah? Ketika Allah
meletakkan tujuan-Nya dalam penciptaan manusia, Allah tidak merampas kemuliaan itu dari
yang lain. Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan karena itu layak bagi Allah untuk
menerima kemuliaan dari seluruh ciptaan-Nya.
Hubungan Tujuan Penciptaan Allah dan Tujuan Hidup manusia
1. Adalah
pantas
bahwa
kemuliaan
Allah
dinikmati
sebagaimana
halnya dikenal. Allah pada diri-Nya sendiri adalah mulia dan sebagaimana kemuliaan ini
layak dikenal maka ketika kemuliaan Allah dikenal, tampak sama beralasannya bahwa
kemuliaan Allah seharusnya dihargai dan dinikmati.
2. Adalah pantas sebuah sumber yang penuh seharusnya menghasilkan aliran-aliran yang
limpah. Allah adalah sumber kepenuhan yang tidak terbatas akan segala yang baik dan
sempurna yang memancar keluar untuk dikomunikasikan, atau menyebarkan kepenuhan
diri-Nya sendiri. Pancaran yang keluar ini merupakan aliran-aliran yang limpah, seperti
berkas-berkas cahaya dari matahari, sehingga ciptaan sebagai objek aliran pancaran ini
akan menikmati terus segala yang baik dan sempurna yang keluar dari sumber pancaran,
yaitu: Allah.
3. Adalah paling tepat bahwa keberadaan manusia untuk mengenal apa yang dapat Allah
manifestasikan tentang keistimewaan-Nya. Karena manusia ciptaan yang segambar
dengan Allah, maka paling tepat manusia yang secara aktif mengenal segala
kesempurnaan-kesempurnaan Allah yang dimanifestasikan melalui pewahyuan diri-Nya.
Dalam hal ini, kemuliaan Allah bukan sesuatu yang tersembunyi melainkan diekspresikan
sehingga diketahui oleh manusia sebagai pengetahuan pengenalan akan Allah.
Bagaimana mewujudkan tujuan hidup manusia ini? Untuk menjawab pertanyaan ini
hanya satu hal, yaitu bahwa kemuliaan Allah dimanifestasikan dalam kebahagiaan orang-

orang kudus. Kebahagiaan sejati ini yang dinikmati oleh manusia sebelum jatuh
dalam dosa. Adam dan Hawa menikmati persekutuan yang harmonis dengan Tuhan karena
Allah selalu datang ke taman itu untuk bertemu mereka. Sebaliknya manusia sebelum jatuh
dalam dosa merupakan gambar Allah yang sejati sehingga hidupnya benar-benar berorientasi
pada Allah, bukan pada diri sendiri. Pemikiran dan kerinduannya benar-benar untuk melayani
Allah dan memperkenankan hati-Nya. Kondisi ini menggambarkan bahwa manusia pada
mulanya hidup dalam kebahagiaan dimana Allah menjadi pusat kebahagiaannya. Dosalah
yang mengalihkan kebahagiaan manusia dari Allah kepada diri sendiri.
Pengertian kita tentang tujuan hidup manusia memimpin kita untuk menyadari bahwa
Allah menciptakan kita untuk tujuan kemuliaan-Nya. Terlebih bagi kita yang telah menikmati
penebusan oleh Yesus Kristus, kemurahan pengampunan Allah akan dinyatakan
serta dipuji-puji (I Pet 1:8).

STATUS ASALI MANUSIA


Penciptaan manusia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan keadaan semula
manusia atau status asali manusia. Sesegera setelah penciptaan manusia, Allah melihat segala
yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik (Kej 1:31). Pernyataan Allah ini mengandung
pengertian bahwa manusia pada mulanya tidak membawa benihbenih kerusakan atau dosa.
Manusia ada dalam kondisi yang sangat baik atau kudus. Dalam susunannya, kekudusan
mendahului dosa. Manusia harus kudus sebelum dia dapat berdosa.
Pernyataan kudus lebih daripada tanpa dosa. Itu berarti kondisi manusia pada
mulanya tidak cukup mengatakan tanpa dosa. Pengkhotbah menggambarkan kondisi ini
dengan ungkapan, Bahwa Allah telah menjadikan manusia yang jujur, tetapi mereka mencari
banyak dalih (Pkh 7:29). Kata tanpa dosa baru tepat digunakan jika manusia tidak
memiliki satu disposisi moral menentukan benar atau salah. Manusia diciptakan bukan hanya
secara negatif tidak berdosa melainkan secara positif kudus. Dengan demikian, manusia
sebagai
gambar Allah telah membawa hukum moral dalam dirinya untuk dapat melakukan yang benar
di hadapan Allah.
Status kekudusan pada manusia pertama ini ada dalam keadaan kesempurnaan ralatif.
Artinya, manusia belum mencapai kedudukan kemuliaan yang tertinggi. Contohnya: adalah
seorang bayi yang memiliki bagian tubuh secara sempurna layaknya manusia tetapi bagian
bagian ini masih harus bertumbuh pada tingkat kedewasaan. Maka, kekudusan manusia
masih dalam tahap awal yang akan membawa pada kesempurnaan yang lebih tinggi melalui
ketaatan.
Aspek kekudusan
1. Kesadaran dan Pengetahuan yang berelasi pada pengertian. Pengetahuan manusia pada
awalnya adalah pengetahuan tentang Allah. Pengetahuan ini bersifat sadar da rohani yang
berbeda dari pengetahuan yang bersifat spekulasi. Pengetahuan yang dimiliki
Adam pada awalnya berbeda dengan pengetahuan setelah kejatuhannya. Hal ini dapat
dibandingan dari Kejadian 2:25 dengan Kejadian 3:7. Dari dua ayat ini jelas bahwa
manusia sebelum jatuh dalam dosa memiliki kesadaran tentang kekudusan dan tidak
memiliki kesadaran tentang dosa. Dalam arti yang lain sebelum manusia jatuh dalam dosa
memiliki pengetahuan kekudusan secara sadar sedangkan kejahatan hanya berupa
spekulasi (teori). Setelah kejatuhannya, manusia memiliki pengetahuan kejahatan secara
sadar sedangkan kekudusan bersifat spekulasi. Paulus menegaskan perbedaan ini dengan
ungkapan, Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah,
karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab
hal itu hanya dapat dinilai secara rohani (I Kor 2:14).
2. Kecenderungan
dan
Perasaan
yang
berelasi
pada
kehendak
dan
afeksi. Kecenderungan dan perasaan manusia pada awalnya ada didalam keharmonisasian
sempurna antara kehendaknya dengan hokum Allah. Di dalam kondisi moral yang

sempurna, hukum dan kehendak adalah satu sehingga persetujuan terhadap hukum
Allah tidak menghasilkan pertentangan di dalam kesadaran manusia. Pada kondisi yang
kudus ini, manusia tidak merasa hukum Allah ada di atasnya sebagai majikan melainkan
di dalam hatinya sebagai prinsip penggerak hidupnya. Menunjuk kepada perbedaan ini,
Paulus menuliskan, bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi orang yang benar, melainkan
bagi orang durhaka dan orang lalim, bagi orang fasik dan orang berdosa, bagi orang
duniawi dan yang tak beragama, bagi pembunuh bapa dan pembunuh ibu, bagi pembunuh
pada umumnya (I Tim 1:9).

NATUR ESENSIAL MANUSIA


Natur esensial manusia adalah suatu penjelasan mengenai elemen-elemen yang
menyusun manusia. Secara umum ada tiga pendapat yang memberi penjelasan tentang hal
ini: Trikotomi, Dikotomi, dan Monisme.
1. Trikotomi adalah suatu pandangan yang menganggap bahwa manusia terdiri dari tiga
bagian yang berbeda, yaitu: tubuh, jiwa dan roh. Menurut penganut ajaran Trikotomi ini,
tubuh berasal dari debu tanah, dan roh berfungsi dalam berelasi dengan Allah,
sedangkan jiwa terdiri dari pikiran, emosi dan kehendak. Mereka berargumentasi bahwa
roh adalah bagian tertinggi di dalam hidup manusia yang hidup ketika seseorang menjadi
orang percaya.
2. Dikotomi adalah pandangan yang menganggap bahwa manusia terdiri dari dua bagian
yang berbeda, yaitu: tubuh dan jiwa/roh. Pandangan ini melihat bahwa jiwa dan roh
bukan bagian yang berbeda melainkan roh adalah istilah yang lain dari jiwa. Penegasan
dari pandangan ini bahwa jiwa atau roh digunakan silih berganti di dalam Alkitab untuk
menunjuk bagian immaterial dari manusia yang dapat hidup setelah tubuh mati.
3. Monisme adalah pandangan yang menganggap bahwa manusia terdiri dari satu elemen,
yaitu tubuh sebagai satu pribadi. Sedangkan tubuh dan jiwa digunakan untuk istilah lain
dari pribadi itu. Pandangan ini tidak umum diadopsi di dalam kekristenan karena Alkitab
dengan tegas menjelaskan bahwa jiwa atau roh hidup tetap walaupun tubuh mati.
Respon Alkitab
Lepas dari perdebatan ini, Alkitab menjelaskan tentang keberadaan manusia sebagai
satu kesatuan dan bukan dalam dualitas (dua elemen berbeda yang masing-masing bergerak
sepanjang garis sejajar dan tidak sungguh-sungguh bersatu). Berkali-kali Alkitab
menegaskan manusia sebagai satu kesatuan. Kesatuan ini telah dijelaskan dari awal
penciptaan manusia,Ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan
menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi
makhluk yang hidup (Kej 2:7). Keseluruhan ayat ini berhubungan dengan penciptaan
manusia dan bukan proses mekanis. Demikian ketika peristiwa kejatuhan dalam dosa, bahwa
yang jatuh dalam dosa bukan hanya tubuh atau jiwa melainkan manusia secara utuh,
sehingga yang dihukum juga adalah menusia secara utuh. Lebih jelas lagi dalam penebusan
yang dikerjakan oleh Kristus bahwa Kristus menebus manusia secara utuh, bukan hanya jiwa
atau tubuh saja.
Pada saat yang sama juga Alkitab melihat bahwa kesatuan manusia itu sekaligus
disusun dari dua elemen yang berbeda. Alkitab sangat jelas menjelaskan perbedaan bahwa
kita mempunyai jiwa yang berbeda dari tubuh kita. Tindakan Allah menghembuskan nafas
hidup ke dalam hidung manusia menunjukkan tindakan penciptaan Allah
terhadap jiwa sebagai natur yang berbeda dari tubuh. Beberapa hal penting penjelasan Alkitab
mengenai jiwa sebagai elemen yang berbeda dari tubuh: bahwa kematian dianggap sebagai
peristiwa terpisahnya roh dari tubuh (Pkh 12:7; Mat 10:28), jiwa masih terus

hidup dan
10, 20:4).

bertindak

setelah

terpisah

dari

tubuh

(Luk

23:43;

Why

6:9-

Kedua cara pandang ini tidak bisa terpisah dalam memahami natur manusia.
Pandangan terhadap kesatuan harus tetap dipegang saat melihat adanya dua elemen yang
berbeda dalam natur manusia, agar kita tidak melihat perbedaan antara materi dan non-materi
sebagai
antitesis.
Dimana
tubuh
dianggap
sebagai
yang
duniawi
dan
lebih rendah dibanding roh yang dianggap surgawi yang lebih tinggi dan mulia. Hal ini
muncul dalam filsafat-filsafat Yunani yang membedakan secara tajam antara tubuh dan jiwa.
Sebaliknya, walaupun kita setuju Alkitab melihat manusia sebagai satu kesatuan dimana
tubuh dan jiwa bertindak bersama-sama sebagai satu pribadi tetapi ada satu waktu di antara
kematian kita dan kedatangan Kristus kedua kali, jiwa/roh kita tetap hidup terpisah dari tubuh
kita.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa manusia memiliki dua elemen
yang berbeda, yaitu: tubuh dan jiwa/roh. Walaupun para pendukung Trikotomi melihat jiwa
dan roh sebagai elemen yang berbeda tetapi sesungguhnya mereka tidak
mendapat dukungan yang kuat dari Alkitab. Ketika Allah menciptakan manusia, Allah
membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya (Kej 2:7). Peristiwa penciptaan manusia secara terang menjelaskan bahwa
Allah menggunakan debuh tanah (material) dan kemudian menghembuskan nafas hidup
(imaterial). Walaupun roh dan jiwa sering digunakan di dalam Alkitab untuk menjelaskan
manusia, namun tidak bermaksud membicarakan dua bagian yang berbeda.
1.
2.
3.
4.
5.

Alkitab menggunakan kata jiwa dan roh secara silih berganti


Pada waktu kematian, Alkitab melihat bahwa jiwa terpisah dari tubuh atau roh dari tubuh
Manusia dikatakan terdiri dari tubuh dan jiwa atau tubuh dan roh
Jiwa dapat berdosa atau Roh dapat berdosa
Segala sesuatu yang jiwa lakukan juga dikatakan kepada roh dan segala sesuatu yang
dilakukan oleh roh dikatakan juga kepada jiwa
Beberapa ayat Alkitab yang dijadikan dasar dari pandangan Trikotomi adalah: I
Tesalonika 5:23; Ibrani 4:12, ditambah dengan pengalaman pribadi. Pengalaman pribadi ini
seperti: pengalaman rohani seseorang tentang kehadiran Allah yang melampaui pikiran
dan perasaan, binatang mempunyai jiwa sehingga dia dapat merasa tetapi tidak mempunyai
roh sehingga tidak bisa beribadah kepada Allah dan menusia mempunyainya sebagai
kelebihan manusia dari binatang, orang Kristen memiliki roh penurut setelah percaya kepada
Yesus sedangkan yang belum percaya memiliki roh yang memberontak.
Meresponi argumentasi di atas membutuhkan kejelian dalam mengkaji teks Alkitab.
Dalam hermeneutik ada prinsip yang harus dipegang bahwa dalam eksegesis pernyataanpernyataan perkecualian tidak boleh ditafsirkan sebagai Analogy of Scripture (analogi dari
Kitab Suci). Prinsip analogi Kitab Suci ini menegaskan: (1) Tidak satu pun
pernyataan atau pasal yang kurang jelas dari satu kitab diperbolehkan menyingkirkan doktrin
yang secara jelas dibangun oleh banyak pasal di Alkitab. (2) Doktrin tak dapat dibangun dari
satu pasal saja tetapi doktrin yang dibangun haruslah merupakan rangkuman semua pasal
Alkitab yang membahas topik tersebut. Dari prinsip ini maka ayatayat perkecualian ini dapat
dijelaskan:
1. I Tesalonika 5:23 Rasul Paulus hanyalah ingin menekankan perkataan Semoga
Allah damai sejahtera menyucikan kamu semua seutuhnya. Ayat ini secara sederhana

menumpukkan istilah sinonim untuk menekankan satu keberadaan dan bukan untuk
menjelaskan bagian-bagian yang berbeda. Hal ini sering dilihat dalam bagian
Alkitab yang lain, seperti Matius 22:37 atau Markus 12:30.
2. Ibrani 4:12 Untuk memahami ayat ini sama dengan I Tesalonika 5:23 dimana
penulis Ibrani dengan bebas menyebutkan enam istilah bagian tubuh manusia: jiwa, roh,
sendi-sendi, sum-sum, pikiran dan pertimbangan hati. Ini tidak berarti bahwa firman
Allah dapat memisahkan bagian-bagian ini melainkan si penulis sedang membicarakan
bagian-bagian spiritual manusia yang tidak tersembunyi dari penetrasi kuasa firman
Allah.
Hal yang menarik selain dukungan Alkitab adalah pengalaman pribadi seseorang yang
dianggap sebagai dasar pandangan bahwa manusia terdiri dari tubuh, jiwa dan roh.
Pengalaman rohani ini seperti pengalaman rohani seseorang tentang kehadiran Allah yang
melampaui pikiran dan perasaan. Sering dijadikan contoh tentang perkataan Paulus, Sebab
jika aku berdoa dengan bahasa roh, maka rohkulah yang berdoa, tetapi akal budiku
tidak turut berdoa (I Kor 14:14). Pengalaman ini dianggap bahwa pengalaman rohani adalah
pengalaman batin tanpa proses berpikir rasional. Dan jika dapat mengalami hal demikian
maka itu menunjukkan peran roh yang berbeda dari jiwa. Menanggapi hal demikian, Alkitab
memberitahukan bahwa pengalaman rohani tidak hanya dibicarakan kepada fungsi roh.
Tetapi
kadang-kadang Alkitab menghubungkannya dengan pengalaman jiwa, contoh: Lukas 1:46,
Jiwaku memuliakan Tuhan atau perkataan Daud dalam Mazmurnya, Dari Daud. Pujilah
TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN,
hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! (Maz 103:1-2). Tentang
pengalaman Paulus mengenai berdoa dalam roh, itu tidak berarti bahwa Paulus sedang
berbicara mengenai pengalaman rohani hanya dialami oleh roh manusia. Paulus sedang
menunjukkan
bahwa
roh adalah subjek tindakan di dalam pusat hidupnya. Roh yang membuat manusia sebagai
manusia dan membuat pribadi sebagai pribadi. Dengan demikian maksud Paulus disini bahwa
roh bukan elemen ketiga dari manusia melainkan sedang menunjukkan bagian
imaterial dari manusia sebagai pusat tindakan Roh Kudus yang memimpin untuk menyembah
Allah.
Pengalaman
selanjutnya
adalah:
apakah
manusia
dan
hewan
dibedakan oleh satu elemen yaitu roh? Memang pada dasarnya manusia berbeda dengan
binatang, dimana manusia memiliki kemampuan untuk berelasi dengan Allah dan bersukacita
di dalam persekutuan rohani dengan Allah yang adalah Roh. Sedangkan hewan
tidak memiliki relasi persekutuan rohani dengan Tuhan. Benarkah hal ini disebabkan karena
hewan tidak memiliki roh? Pada kenyataannya organ manusia yang berelasi kepada Allah
menyangkut keseluruhan manusia, bukan hanya salah satu bagian saja. Pikiran manusia dapat
mengasihi Allah, membaca dan mengerti firman-Nya. Jiwa kita dapat menyembah Allah dan
bersukacita di dalam-Nya. Tubuh kita akan dibangkitkan dan hidup selamanya bersama
dengan Allah di surge ketika Yesus telah datang kedua kali. Jika yang berelasi dengan Allah
adalah manusia seutuhnya maka jelas bukan elemen roh yang membedakan manusia dengan
hewan. Tetapi hal yang membedakan keduanya adalah jiwa itu sendiri. Jika kita
mendefenisikan jiwa sebagai: intelek, emosi dan kehendak maka dapat disimpulkan bahwa
beberapa jenis hewan memiliki jiwa. Tetapi jika jiwa kita defenisikan sebagai bagian
imaterial
yang berelasi dengan Allah dan hidup selamanya maka dapat disimpulkan bahwa hewan tidak
memiliki jiwa. Pengalaman terakhir yang sering dijadikan dasar tentang

adanya elemen ketiga, yaitu roh dalam hidup manusia adalah pengalaman seseorang menjadi
orang percaya. Benarkah bahwa roh manusia yang dihidupkan sehingga dapat menurut
kepada Allah ketika seseorang menjadi percaya kepada Yesus? Alkitab menjelaskan bahwa
yang dihidupkan oleh Allah bukan hanya satu oragan manusia melainkan manusia seutuhnya.
Paulus menulis bahwa kamu adalah ciptaan baru di dalam Yesus (II Kor 5:17), kita mati bagi
dosa dan hidup bagi Allah (Rom 6:11).
Hal-Hal Yang Harus Diketahui Tentang Jiwa
1. Jiwa bukan hasil emanasi Ilahi Jiwa bukan hasil emanasi Ilahi karena dua alasan: (a)
Emanasi
mengimplikasikan
bahwa
substansi
Allah
dapat
mengalami
perubahan, dan ini tidak mungkin terjadi dalam keberadaan Allah karena bertentangan
dengan sifat-sifat-Nya: Allah tidak berubah dan tidak mungkin kurang dari diri-Nya
sendiri. (b) Substansi adalah tempat dimana sifat-sifat hakikinya hadir. Jika manusia
mampu mengambil bagian dari substansi Ilahi berarti manusia memiliki sifat-sifat Allah
yang hakiki seperti: maha hadir, mahatahu. Ini tidak mungkin.
2. Jiwa bukan Bentuk Ilahi
Jiwa bukan bentuk ilahi seperti ajaran Pantheisme. Allah dan manusia adalah keberadaan
yang berbeda, Pencipta ciptaan, tidak dapat disamakan.
3. Jiwa bukan hasil keturunan yang spontan.
4. Jiwa tidak dapat diterangkan oleh teori evolusi

Anda mungkin juga menyukai