Anda di halaman 1dari 9

12/26/2017 K E J A W E N | alangalangkumitir

KEJAWEN

MAS KUMITIR ♦ JULY 18, 2008 ♦ 48 COMMENTS

i
12 Votes

Mari kita mengutip satu tembang Jawa

Tak uwisi gunem iki saya akhiri pembicaraan ini

Niyatku mung aweh wikan saya hanya ingin memberi tahu

Kabatinan akeh lire kabatinan banyak macamnya

Lan gawat ka liwat-liwat dan artinya sangat gawat

Mulo dipun prayitno maka itu berhati-hatilah

Ojo keliru pamilihmu Jangan kamu salah pilih

Lamun mardi kebatinan kalau belajar kebatinan

Tembang ini menggambarkan nasihat seorang tua (pinisepuh) kepada mereka yang ingin
mempelajari kabatinan cara kejawen. Kiranya perlu dipahami bahwa tujuan hakiki dari kejawen
adalah berusaha mendapatkan ilmu sejati untuk mencapai hidup sejati, dan berada dalam keadaan
harmonis hubungan antara kawula (manusia) dan Gusti (Pencipta) ( jumbuhing kawula Gusti )
/pendekatan kepada Yang Maha Kuasa secara total.

Keadaan spiritual ini bisa dicapai oleh setiap orang yang percaya kepada Tuhan, yang
mempunyai moral yang baik, bersih dan jujur. beberapa laku harus dipraktekkan dengan kesadaran
dan ketetapan hati yang mantap. Pencari dan penghayat ilmu sejati diwajibkan untuk melakukan
sesuatu yang berguna bagi semua orang serta melalui kebersihan hati dan tindakannya. Cipta, rasa,
karsa dan karya harus baik, benar, suci dan ditujukan untuk mamayu hayuning bawono. Ati suci
jumbuhing Kawulo Gusti : hati suci itu adalah hubungan yang serasi antara Kawulo dan Gusti,
kejawen merupakan aset dari orang Jawa tradisional yang berusaha memahami dan mencari makna
dan hakekat hidup yang mengandung nilai-nilai.

Dalam budaya jawa dikenal adanya simbolisme, yaitu suatu faham yang menggunakan
lambang atau simbol untuk membimbing pemikiran manusia kearah pemahaman terhadap suatu hal
secara lebih dalam. Manusia mempergunakan simbol sebagai media penghantar komunikasi antar
sesama dan segala sesuatu yang dilakukan manusia merupakan perlambang dari tindakan atau
bahkan karakter dari manusia itu selanjutnya. Ilmu pengetahuan adalah simbol-simbol dari Tuhan,

https://alangalangkumitir.wordpress.com/2008/07/18/k-e-j-a-w-e-n/ 1/9
12/26/2017 K E J A W E N | alangalangkumitir

yang diturunkan kepada manusia, dan oleh manusia simbol-simbol itu ditelaah dibuktikan dan
kemudian diubah menjadi simbol-simbol yang lebih mudah difahami agar bisa diterima oleh
manusia lain yang memiliki daya tangkap yang berberda-beda.

Biasanya sebutan orang Jawa adalah orang yang hidup di wilayah sebelah timur sungai
Citanduy dan Cilosari. Bukan berarti wilayah di sebelah barat-nya bukan wilayah pulau Jawa.
Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang menjunjung tinggi rasa kekeluargaan dan suka bergotong
royong dengan semboyannya “saiyeg saekoproyo “ yang berarti sekata satu tujuan.

Kisah suku Jawa diawali dengan kedatangan seorang satriya pinandita yang bernama Aji
Saka, sampai kemudian satriya itu menulis sebuah sajak yang kemudian sajak tersebut diakui
menjadi huruf jawa dan digunakan sebagai tanda dimulainya penanggalan tarikh Caka.

Kejawen adalah faham orang jawa atau aliran kepercayaan yang muncul dari masuknya
berbagai macam agama ke jawa. Kejawen mengakui adanya Tuhan Gusti Allah tetapi juga mengakui
mistik yang berkembang dari ajaran tasawuf agama-agama yang ada.

Tindakan tersebut dibagi tiga bagian yaitu tindakan simbolis dalam religi, tindakan simbolis
dalam tradisi dan tindakan simbolis dalam seni. Tindakan simbolis dalam religi, adalah contoh
kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa Tuhan adalah zat yang tidak mampu dijangkau oleh
pikiran manusia, karenanya harus di simbolkan agar dapat di akui keberadaannya misalnya dengan
menyebut Tuhan dengan Gusti Ingkang Murbheng Dumadi, Gusti Ingkang Maha Kuaos, dan
sebagainya.

Tindakan simbolis dalam tradisi dimisalkan dengan adanya tradisi upacara kematian yaitu
medo’akan orang yang meninggal pada tiga hari, tujuh hari, empatpuluh hari, seratus hari, satu
tahun, dua tahun, tiga tahun, dan seribu harinya setelah seseorang meninggal (tahlillan). Dan
tindakan simbolis dalam seni dicontohkan dengan berbagai macam warna yang terlukis pada wajah
wayang kulit; warna ini menggambarkan karakter dari masing-masing tokoh dalam wayang.

Perkembangan budaya jawa yang mulai tergilas oleh perkembangan teknologi yang
mempengaruhi pola pikir dan tindakan orang jawa dalam kehidupan. Maka orang mulai berfikir
bagaimana bisa membuktikan hal gaib secara empiris tersebut dengan menggunakan berbagai
macam metode tanpa mengindahkan unsur kesakralan. Bahkan terkadang kepercayaan itu
kehilangan unsur kesakralannya karena dijadikan sebagai obyek exploitasi dan penelitian.

Kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa segala sesuatu adalah simbol dari hakikat
kehidupan, seperti syarat sebuah rumah harus memiliki empat buah soko guru (tiang penyangga)
yang melambangkan empat unsur alam yaitu tanah, air, api, dan udara, yang ke empatnya dipercaya
akan memperkuat rumah baik secara fisik dan mental penghuni rumah tersebut. Namun dengan
adanya teknologi konstruksi yang semakin maju, keberadaan soko guru itu tidak lagi menjadi syarat
pembangunan rumah. Dengan analisa tersebut dapat diperkirakan bagaimana nantinya faham
simbolisme akan bergeser dari budaya jawa. Tapi bahwa simbolisme tidak akan terpengaruh oleh
kehidupan manusia tapi kehidupan manusialah yang tergantung pada simbolisme. Dan sampai
kapanpun simbolisme akan terus berkembang mengikuti berputarnya sangkakala.

Mangkunegara IV (Sembah dan Budiluhur)

Mangkunegara IV memiliki empat ajaran utama yang meliputi sembah raga, sembah cipta
(kalbu), sembah jiwa, dan sembah rasa.

Sembah Raga

https://alangalangkumitir.wordpress.com/2008/07/18/k-e-j-a-w-e-n/ 2/9
12/26/2017 K E J A W E N | alangalangkumitir

Sembah raga ialah menyembah Tuhan dengan mengutamakan gerak laku badaniah atau amal
perbuatan yang bersifat lahiriah. Cara bersucinya sama dengan sembahyang biasa, yaitu dengan
mempergunakan air (wudhu). Sembah yang demikian biasa dikerjakan lima kali sehari semalam
dengan mengindahkan pedoman secara tepat, tekun dan terus menerus, seperti bait berikut:

Sembah raga puniku / pakartining wong amagang laku / sesucine asarana saking warih / kang
wus lumrah limang wektu / wantu wataking wawaton

Sembah raga, sebagai bagian pertama dari empat sembah yang merupakan perjalanan hidup
yang panjang ditamsilkan sebagai orang yang magang laku (calon pelaku atau penempuh perjalanan
hidup kerohanian), orang menjalani tahap awal kehidupan bertapa (sembah raga puniku,
pakartining wong amagang laku). Sembah ini didahului dengan bersuci yang menggunakan air
(sesucine asarana saking warih). Yang berlaku umum sembah raga ditunaikan sehari semalam lima
kali. Atau dengan kata lain bahwa untuk menunaikan sembah ini telah ditetapkan waktu-waktunya
lima kali dalam sehari semalam (kang wus lumrah limang wektu). Sembah lima waktu merupakan
shalat fardlu yang wajib ditunaikan (setiap muslim) dengan memenuhi segala syarat dan rukunnya
(wantu wataking wawaton). Sembah raga yang demikian ini wajib ditunaikan terus-menerus tiada
henti (wantu) seumur hidup. Dengan keharusan memenuhi segala ketentuan syarat dan rukun yang
wajib dipedomani (wataking wawaton). Watak suatu waton (pedoman) harus dipedomani. Tanpa
mempedomani syarat dan rukun, maka sembah itu tidak sah.

Sembah raga tersebut, meskipun lebih menekankan gerak laku badaniah, namun bukan
berarti mengabaikan aspek rohaniah, sebab orang yang magang laku selain ia menghadirkan
seperangkat fisiknya, ia juga menghadirkan seperangkat aspek spiritualnya sehingga ia meningkat ke
tahap kerohanian yang lebih tinggi.

Sembah Cipta ( Kalbu )

Sembah ini kadang-kadang disebut sembah cipta dan kadang-kadang disebut sembah kalbu,
seperti terungkap pada Pupuh Gambuh bait 1 dan Pupuh Gambuh bait 11 berikut :

Samengkon sembah kalbu / yen lumintu uga dadi laku / laku agung kang kagungan narapati /
patitis teteking kawruh / meruhi marang kang momong.

Apabila cipta mengandung arti gagasan, angan-angan, harapan atau keinginan yang
tersimpan di dalam hati, kalbu berarti hati , maka sembah cipta di sini mengandung arti sembah
kalbu atau sembah hati, bukan sembah gagasan atau angan-angan.

Apabila sembah raga menekankan penggunaan air untuk membasuh segala kotoran dan najis
lahiriah, maka sembah kalbu menekankan pengekangan hawa nafsu yang dapat mengakibatkan
terjadinya berbagai pelanggaran dan dosa (sucine tanpa banyu, amung nyunyuda hardaning kalbu).

Thaharah (bersuci) itu, demikian kata Al-Ghazali, ada empat tingkat.

Pertama, membersihkan hadats dan najis yang bersifat lahiriah.

Kedua, membersihkan anggota badan dari berbagai pelanggaran dan dosa.

Ketiga, membersihkan hati dari akhlak yang tercela dan budi pekerti yang hina.

Keempat, membersihkan hati nurani dari apa yang selain Allah. Dan yang keempat inilah taharah
pada Nabi dan Shiddiqin.

https://alangalangkumitir.wordpress.com/2008/07/18/k-e-j-a-w-e-n/ 3/9
12/26/2017 K E J A W E N | alangalangkumitir

Jika thaharah yang pertama dan kedua menurut Al-Ghazali masih menekankan bentuk
lahiriah berupa hadats dan najis yang melekat di badan yang berupa pelanggaran dan dosa yang
dilakukan oleh anggota tubuh. Cara membersihkannya dibasuh dengan air. Sedangkan kotoran yang
kedua dibersihkan dan dibasuh tanpa air yaitu dengan menahan dan menjauhkan diri dari
pelanggaran dan dosa. Thaharah yang ketiga dan keempat juga tanpa menggunakan air. Tetapi
dengan membersihkan hati dari budi jahat dan mengosongkan hati dari apa saja yang selain Allah.

Sembah Jiwa

Sembah jiwa adalah sembah kepada Hyang Sukma ( Allah ) dengan mengutamakan peran
jiwa. Jika sembah cipta (kalbu) mengutamakan peran kalbu, maka sembah jiwa lebih halus dan
mendalam dengan menggunakan jiwa atau al-ruh. Sembah ini hendaknya diresapi secara
menyeluruh tanpa henti setiap hari dan dilaksanakan dengan tekun secara terus-menerus, seperti
terlihat pada bait berikut:

Samengko kang tinutur / Sembah katri kang sayekti katur / Mring Hyang Sukma suksmanen
saari-ari / Arahen dipun kecakup / Sembahing jiwa sutengong

Dalam rangkaian ajaran sembah Mangkunegara IV yang telah disebut terdahulu, sembah jiwa
ini menempati kedudukan yang sangat penting. Ia disebut pepuntoning laku (pokok tujuan atau
akhir perjalanan suluk). Inilah akhir perjalanan hidup batiniah. Cara bersucinya tidak seperti pada
sembah raga dengn air wudlu atau mandi, tidak pula seperti pada sembah kalbu dengan
menundukkan hawa nafsu, tetapi dengan awas emut (selalu waspada dan ingat/dzikir kepada
keadaan alam baka/langgeng), alam Ilahi.

Betapa penting dan mendalamnya sembah jiwa ini, tampak dengan jelas pada bait berikut :

Sayekti luwih perlu / ingaranan pepuntoning laku / Kalakuan kang tumrap bangsaning batin /
Sucine lan awas emut / Mring alaming lama amota.

Berbeda dengan sembah raga dan sembah kalbu, ditinjau dari segi perjalanan suluk, sembah
ini adalah tingkat permulaan (wong amagang laku) dan sembah yang kedua adalah tingkat lanjutan.
Ditinjau dari segi tata cara pelaksanaannya, sembah yang pertama menekankan kesucian jasmaniah
dengan menggunakan air dan sembah yang kedua menekankan kesucian kalbu dari pengaruh jahat
hawa nafsu lalu membuangnya dan menukarnya dengan sifat utama. Sedangkan sembah ketiga
menekankan pengisian seluruh aspek jiwa dengan dzikir kepada Allah seraya mengosongkannya
dari apa saja yang selain Allah.

Pelaksanaan sembah jiwa ialah dengan berniat teguh di dalam hati untuk mengemaskan
segenap aspek jiwa, lalu diikatnya kuat-kuat untuk diarahkan kepada tujuan yang hendak dicapai
tanpa melepaskan apa yang telah dipegang pada saat itu. Dengan demikian triloka (alam semesta)
tergulung menjadi satu. Begitu pula jagad besar dan jagad kecil digulungkan disatupadukan. Di
situlah terlihat alam yang bersinar gemerlapan. Maka untuk menghadapi keadaan yang
menggumkan itu, hendaklah perasaan hati dipertebal dan diperteguh jangan terpengaruh apa yang
terjadi. Hal yang demikian itu dijelaskan Mangkunegara IV pada bait berikut:

“Ruktine ngangkah ngukud / ngiket ngruket triloka kakukud / jagad agung ginulung lan
jagad alit / den kandel kumandel kulup / mring kelaping alam kono.”

Sembah Rasa

Sembah rasa ini berlainan dengan sembah-sembah yang sebelumnya. Ia didasarkan kepada
rasa cemas. Sembah yang keempat ini ialah sembah yang dihayati dengan merasakan intisari
kehidupan makhluk semesta alam, demikian menurut Mangkunegara IV.
https://alangalangkumitir.wordpress.com/2008/07/18/k-e-j-a-w-e-n/ 4/9
12/26/2017 K E J A W E N | alangalangkumitir

Jika sembah kalbu mengandung arti menyembah Tuhan dengan alat batin kalbu atau hati
seperti disebutkan sebelumnya, sembah jiwa berarti menyembah Tuhan dengan alat batin jiwa atau
ruh, maka sembah rasa berarti menyembah Tuhan dengan menggunakan alat batin inti ruh. Alat
batin yang belakangan ini adalah alat batin yang paling dalam dan paling halus yang menurut
Mangkunegara IV disebut telenging kalbu (lubuk hati yang paling dalam) atau disebut wosing
jiwangga (inti ruh yang paling halus).

Dengan demikian menurut Mangkunegara IV, dalam diri manusia terdapat tiga buah alat
batin yaitu, kalbu, jiwa/ruh dan inti jiwa/inti ruh (telengking kalbu atau wosing jiwangga) yang
memperlihatkan susunan urutan kedalaman dan kehalusannya.

Pelaksanaan sembah rasa itu tidak lagi memerlukan petunjuk dan bimbingan guru seperti
ketiga sembah sebelumnya, tetapi harus dilakukan salik sendiri dengan kekuatan batinnya, seperti
diungkapkan Mangkunegara IV dalam bait berikut:

Semongko ingsun tutur / gantya sembah lingkang kaping catur / sembah rasa karasa wosing
dumadi / dadi wus tanpa tuduh / mung kalawan kasing batos.

Apabila sembah jiwa dipandang sebagai sembah pada proses pencapaian tujuan akhir
perjalanan suluk (pepuntoning laku), maka sembah rasa adalah sembah yang dilakukan bukan
dalam perjalanan suluk itu, melainkan sembah yang dilakukan di tempat tujuan akhir suluk. Dengan
kata lain, seorang salik telah tiba di tempat yang dituju. Dan di sinilah akhir perjalanan suluknya.
Untuk sampai di sini, seorang salik masih tetap dibimbing gurunya seperti telah disebut di muka.
Setelah ia diantarkan sampai selamat oleh gurunya untuk memasuki pintu gerbang, tempat sembah
yang keempat, maka selanjutnya ia harus mandiri melakukan sembah rasa.

Pada tingkatan ini, seorang salik dapat melaksanakan sendiri sembah rasa sesuai petunjuk-
petunjuk gurunya. Pada tingkat ini ia dipandang telah memiliki kematangan rohani. Oleh karena itu,
ia dipandang telah cukup ahli dalam melakukan sembah dengan mempergunakan aspek-aspek
batiniahnya sendiri.

Di sini, dituntut kemandirian, keberanian dan keteguhan hati seorang salik, tanpa
menyandarkan kepada orang lain. Kejernihan batinlah yang menjadi modal utama. Hal ini sesuai
dengan wejangan Amongraga kepada Tambangraras dalam Centini bait 156. Sembah tersebut,
demikian dinyatakan Amongraga, sungguh sangat mendalam, tidak dapat diselami dengan kata-
kata, tidak dapat pula dimintakan bimbingan guru. Oleh karena itu, seorang salik harus
merampungkannya sendiri dengan segala ketenangan, kejernihan batin dan kecintaan yang
mendalam untuk melebur diri di muara samudera luas tanpa tepi dan berjalan menuju
kesempurnaan. Kesemuanya itu tergantung pada diri sendiri, seperti terlihat pada bait berikut:

Iku luwih banget gawat neki / ing rarasantang keneng rinasa / tan kena ginurokake / yeku yayi
dan rampung / eneng onengira kang ening / sungapan ing lautan / tanpa tepinipun / pelayaran ing
kesidan / aneng sira dewe tan Iyan iku yayi eneng ening wardaya.

https://alangalangkumitir.wordpress.com/2008/07/18/k-e-j-a-w-e-n/ 5/9
12/26/2017 K E J A W E N | alangalangkumitir
Advertisements

Report this ad

Report this ad
POSTED IN: K E J A W E N
TAGGED: AJARAN, ALANG, ALANG-ALANG, ALANG-ALANG KUMITIR,
ALANGALANGKUMITIR, ASMARADANA, BABAD, BALABAK, BUDAYA JAWA, BUDI,
DHANDHANGGULA, DURMA, FALSAFAH, FILOSOPI, GAIB, GAMBUH, GIRISA.,
HAHEKAT, JAVANESE CULTURE, JAVANESE MANUSCRIPTS, JURUDEMUNG, KAUTAMAN,
KAWRUH, KEJAWEN, KEKAWIN, KIDUNG, KINANTHI, KITAB, KUMITIR, LAYANG.,
LUHUR, MACAPAT, MAKRIFAT, MANTRA, MASKUMAMBANG, MEGATRUH, MIJIL,
MISTIK, MITOLOGI, NASKAH KUNO, NGELMU, PANGKUR, PEKERTI, PEMUT, PITUTUR,
PIWULANG, PRANATA, PRASASTI, PRIMBON, PUCONG, RAMALAN., RASA, RENUNGAN,
SASTRA, SASTRA JAWA, SEJARAH, SEJATI, SERAT, SINOM, SULUK, TAFSIR, WAHYU,
WEDARAN, WIRANGRONG, WIRID

48 Comments

1. Slamet Widodo
MAY 13, 2011 – 8:30 AM
MAS, KADOS PRIPUN NJENENGAN SAGET ANGSAL SERAT-SERAT KEJAWEN PUNIKO?

2. Agastya
MAY 12, 2011 – 7:02 PM
Sbelumnya saya minta maaf.

https://alangalangkumitir.wordpress.com/2008/07/18/k-e-j-a-w-e-n/ 6/9
12/26/2017 K E J A W E N | alangalangkumitir

Aq juga blajar mendalami FAHAM KEJAWEN.


Tp aq jga meyakini bahwa nabi muhammad itu nabiku.

Yang saya ganjal dgn pemahaman saya adalah KEJAWEN di blog ini percaya nabi muhammad
apa tidak.

Dan apakah bisa bila saya Faham kejawen tp saya juga penganut ajaran nabi muhammad.

Mas mohon panjenengan bales konen kulo nggeeh.

Matur suwun.

3. Sadulur
APRIL 16, 2011 – 10:28 AM
Dialah Shang Yang Ismaya…

yang membawa kebenaran. Sesepuh seluruh jagad raya untuk kemanusiaan.


Hampura, Hapunten…

Agama adalah simbol dan cara untuk membentuk satu kesatuan sesuai zamannya dan
pemimpinnya. Mohon jangan diperdebatkan, tidak ada kita semua, jika dahulu tidak ada nenek
moyang kita yang ada di pulau jawa ini. Mereka bertugas berbeda, ada yang di Sunda, Jawa,
Sumatra, dll.

soal agama datang kapan pun itu tak jadi masalah, karena asalnya kita adalah sama.
Mohon dipikirkan lagi tentang Semboyan dari Paduka ; “Bhineka Tunggal Ika”.

dengan Sila pertama adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

4. Sadulur
APRIL 16, 2011 – 10:07 AM
Kebanyakan sekarang ini, bukan agama yang akan membela dirinya (menyelamatkan), tapi
manusia yang malah membela agamanya sendiri. Mau dibawa kemana hidup sampeyan kalau
membela agama ???

Toh buktinya apakah sampeyan dijamin selamet di dunya ? Kok malah bunuh diri ?
Islam itu ya sejahtera, selamat…
selamat apanya?? selamat diri sampeyan, selamat hingga sampeyan kembali ke kepada-Nya.
Tidak ada yang namanya Sorga dan Neraka. Itu semua hanya bohong belaka.

yang nyata saja dulu, jika sampeyan berkelahi, ya monggo nerakanya adalah kalian luka-luka,
atau jika kalian mencuri ya monggo balasannya adalah dipukul orang/dipenjara.

Gusti ALLOH Maha Tahu, Gusti Maha Tinggi…

5. Cinta Diri
APRIL 16, 2011 – 9:47 AM
Mohon maaf, mas, akang, mbak, saudara/i,
saya sendiri tidak mengerti bahasa jawa, tapi yakinlah, saya dan sampeyan yang ada di pulo jawa
ini punya darah keturunan jawa.

setelah saya pelajari berbulan-bulan, mungkin baru mengerti apakah arti kata jawa, jawa = jiwa =
soul = bathin.

https://alangalangkumitir.wordpress.com/2008/07/18/k-e-j-a-w-e-n/ 7/9
12/26/2017 K E J A W E N | alangalangkumitir

jika sampeyan hidup / hirup, sumangga dipelajari ilmu hidupnya. jangan dipelajari raganya saja.
bathin pun harus dipelajari, mau kemana sampeyan pulang? tau jalan pulang atau tidak? setiap
manusia yang berakal pasti ingin kembali ke asalnya yang awal. jangan sampai salah. Yang
namane islam itu ya selamet, sejahtera, tau diri. Siapa yang kenal dirinya pasti kenal Gusti-Nya.
Ya monggo jangan disalahkan kejawen, kejawen itu hanya ilmu, setiap ilmu itu aslinya putih,
Gusti Maha Tinggi Maha Gagah, tapi kebanyakan yang sesat itu orangnya (prilaku/kelakuan),
bukan ilmunya.

Hampura abdi…

6. Ragil Kuning
APRIL 16, 2011 – 12:32 AM
manungso lan kbh sing ono asale mung siji,soko siji balek neng siji,yoiku kang aran GUSTI
PANGERAN KANG MAHA SUCI.adat,adab lan liyane iku amung dalan kang pinuju kang
SIJI.sing ngerti iku amung diri pribadi…salam kagem sedulur sedoyo

7. Cinta Hidayah
MARCH 21, 2011 – 1:06 PM
AQAL DAN PERASAAN AKAN CENDERUNG DIKUASAI SYAITHAN,JANGAN JANGAN
BANYAK ORG KEJAWEN GAK YAKIN SYAITHAN ATAU JUSTRU MENGANGGAP
SYAITHAN ITU TUHANNYA

8. Cinta Hidayah
MARCH 21, 2011 – 1:04 PM
SESUNGGUHNYA KEJAWEN DAN PERNAK PERNIKNYA ADALAH BENTUK LAIN DARI
KEPERCAYAAN BATIN YG CENDERUNG DIIKUTI HAWA NAFSU DAHULU DIKENAL
DENGAN ANIMISME DAN DINAMISME SEKARANG PUN MASIH BERTAHAN
BEBERAPA.APAPUN NAMANYA YG BERASAL DATANG DARI MANUSIA BAIKDARI
PERASAAN,AQAL,MIMPI MAKA SEMUANYA, BERTOLAK BELAKANG DENGAN
FITRAHNYA YG BERAKHIR PADA SIKAP APATIS PD APA YG DIYAKINI,RESAH,TIDAK
KUAT,DAN BERAKHIR PADA SEDIKITNYA AJARAN ATAU KEPERCAYAAN KEJAWEN
BAHKAN BISA DIBILANG UNTUK MEMPERTAHANKAN SISI KEJAWEN AKHIRNYA
”MEREKA” BERPOLIGAMI KEYAKINAN DENGAN AGAMA2 YG ADA


















https://alangalangkumitir.wordpress.com/2008/07/18/k-e-j-a-w-e-n/ 8/9
12/26/2017 K E J A W E N | alangalangkumitir

































https://alangalangkumitir.wordpress.com/2008/07/18/k-e-j-a-w-e-n/ 9/9

Anda mungkin juga menyukai