Anda di halaman 1dari 40

Babahan Hawa Sanga Decoded

11:48 AM mung pujanarko 3 comments

Hawa/Howo bahasa Jawa dapat berarti lubang, dan Hawa dalam bahasa Arab dapat pula
berarti keinginan atau kehendak. Hawa nafs berarti keinginan jiwa (nafs = jiwa). Jiwa dalam
ilmu jiwa (psikiatri) dibedakan dengan pengertian nyawa atau ruh. Jiwa adalah manifestasi
kesadaran manusia dengan kecenderungan-kecenderungan yang dapat dipelajari baik secara
kaidah ilmu ilmiah (psikiatri) dan kaidah ilmu psikologi.
Dari penanda dalam bahasa Jawa : Babahan Hawa Sanga, yang biasanya kalimat lengkapnya
adalah sebuah nasihat : “Nutupi babahan hawa sanga” ini mari kita coba decode Babahan
Hawa Sanga.
Babahan Hawa Sanga artinya 9 keinginan jiwa (hawa nafs) yang harus diwaspadai agar tidak
salah arah, akibat dibukanya secara tak terkendali 9 jendela lubang (howo) pemicu hawa
(keinginan) dalam diri jiwani manusia.
Percaya atau tidak, 9 lubang yang ada pada fisik manusia ini pada hekatnya juga
mempengaruhi batiniah manusia.
Orang Jawa yang sudah jawa (mengerti) biasanya cukup berpesan kepada anak cucunya
untuk sedapat mungkin menutupi babahan hawa sanga dalam arti berusaha tidak
menyimpangi (mengerem dari menyimpangi) hawa nafs atau keinginan jiwa yang bersumber
dari 9 lubang jendela dalam diri manusia.

Hawa (2-dua) pertama adalah mata kanan dan hawa kedua adalah mata kiri, penanda ini
adalah perwujudan keinginan jiwa yang bersumber dari dibukanya jendela mata. Bisa dengan
istilah gaul lapar mata. Keinginan jiwa (hawa nafs) yang berasal ketika jendela mata dibuka
dengan ‘diafragma lebar’ dan membiarkan mata terpapar/tereksposure oleh pemandangan
yang menyebabkan hati menjadi memiliki keinginan syahwati. Syahwati artinya bisa macam-
macam, pemenuhan lubang jiwa, bisa punya keinginan untuk menikmati suatu hal, keinginan
memiliki dan mencoba suatu hal dari sumber informasi ke otak dari hasil pandangan mata.
Pandangan mata bila diarahkan ke hal-hal yangarrousal maka akibatnya bisa menjurus ke
arah maksiat.
Pandangan mata mudah melekat pada lawan jenis, dan justru karena ini banyak yang ingin
memuaskan pandangan matanya untuk menyaksikan eksplorasi tubuh lawan jenis. Jika ke
istri/suami sendiri maka sah saja, tapi bila jendela mata dibuka lebar untuk menyimpang ke
arah sajian baik yang live maupun media visual yang mengarahkan libido, maka ini lain
halnya.

Hawa (2-dua) ketiga adalah lubang telinga kanan dan hawa keempat adalah lubang telinga
kiri. Telinga kadang mendengar apa yang kita sukai saja, dan bila jendela telinga dibuka
dengan ‘diafragma lebar’ untuk terpapar gosip, dengar asyik gunjing-menggunjing maka
telinga akan semakin menikmati untuk mendengar yang tidak semestinya dibuka lebar untuk
didengar, apalagi bila telinga suka digunakan untuk mendengar hal-hal yang mengarah pada
persekongkolan jahat, dan yang mengarah ke perbuatan maksiat. Keinginan yang bersumber
dari 2 jendela telinga dapat merasuk dalam jiwa (hawa nafs) berarti keinginan jiwa.

Hawa (2-dua) kelima adalah lubang hidung kanan, dan hawa keenam adalah lubang hidung
kiri. Indra penciuman dapat merefleksikan sinyal kimiawi ke otak dan akan direspon dengan
memicu aneka hormonal jika mencium sesuatu. Bila mencium bau yang wangi, misalkan
wangi parfum maka akan benar bila dalam kondisi tidak dibangkitkan oleh hawa nafs atau
keinginan jiwa yang menyimpang. Sebaliknya, keinginan jiwa (hawa nafs) yang menyimpang
akan semakin mendapat dorongan jika pembukaan lebar lubang hidung diproses untuk
mencium wangi atau aneka bau yang membangkitkan keinginan untuk melakukan maksiat,
katakanlah mencium wangi parfum seorang pedagang seks, -tidak akan berakibat apapun
pada orang yang tidak membiarkan keinginan jiwanya (hawa nafsnya) menyimpang-.
Sebaliknya, jika telah ada goresan dalam hati untuk berbuat menyimpang menuju
kemaksiatan, maka mencium wangi parfum pedagang seks atau pasangan ilegal, akan dapat
mengantarkan hawa jiwa lempang menuju ke arah yang menyimpang, yang memang
diinginkan. Ada guyonan pada jaman edan ini : ‘hal-hal yang memang diinginkan’.

Hawa (1-satu) ketujuh adalah mulut. Banyak keinginan jiwa (hawa nafs) yang bersumber bila
jendela mulut dibuka lebar, sehingga terpapar atau terekspose oleh hal-hal yang bersifat
memenuhi unsur rakus (gluttony dalam seven deadly sins). Rakus adalah makan tanpa ingat
orang yang lapar. Mulut juga merupakan salah satu jendela hawa sanga yang rawan untuk
mengantarkan orang menuju ke kebinasaan. Mulut yang berkata bohong, mulut yang makan
barang dilarang, dan yang diperoleh dari barang yang dilarang. Mulut yang mengeluarkan
perkataan yang menyakitkan, dan yang mengeluarkan kata-kata yang rusak (alias cangkem
letrek dalam bahasa Jawa kasar).
Hawa nafs atau keinginan jiwa memang bisa dipenuhi oleh mulut, namun orang Jawa yang
telah jawa (mafhum) memandang harus sedapat mungkin menutup keinginan mulut, dan
hanya membukanya untuk maksud-maksud yang baik saja.

Hawa (1-satu) yang kedelapan adalah lubang kemaluan. Banyak unsur keinginan jiwa (hawa
nafs) yang bersumber dari dibukanya jendela lubang kemaluan menjadi terpapar atau
terekspose hal-hal maksiat yang sejatinya merugikan. Ada orang yang bilang mengapa
merugikan ?, kan menguntungkan bila dibuat maksiat?
Well, saya bukan orang yang suci, tapi setidaknya ada pengetahuan umum yang menyatakan
kalau freesex pada akhirnya akan merugikan kesehatan mental, dan kesehatan fisik dan
akhirnya merugikan kehidupan. Kalau tidak percaya ya jangan mencoba, hanya lihatlah saja
gejala orang-orang di sekitar yang menjalankan free sex.

Hawa (1-satu) kesembilan adalah lubang dubur. Keinginan yang bersumber dari lubang dubur
ini adalah keinginan buta kaum Nabi Luth yang ada di kota Sodom dan Gomorah. Kedua kota
(ancient city) ini telah hancur luluh dipecut (whiplas) oleh bencana alam. Kita memang tidak
dapat menghakimi orang yang cenderung mengeksploitasi anal sebagai sumber kenikmatan
hawa (keinginan) jiwa/ (hawa nafs) nya, tapi, logikanya kalau tidak murka, mengapa Sodom
dan Gomorah dihancurkan oleh Nya ? Bukan hanya sekedar bencana alam kemudian bangun
kembali seperti bencana jaman sekarang, tapi bencana yang membinasakan (total
annihilation) dan hanya Nabi Luth atau Nabi Lot yang disisakan, kecuali perempuan tua yang
menjadi istrinya yang suka akan tabiat menyimpang tersebut jadi abu.
Dewasa ini banyak terjadi sodomi oleh orang yang memiliki penyakit dalam hatinya terhadap
anak-anak kecil, anak jalanan dan korban-korban yang rentan. Hal ini amat bahaya bila tidak
ada pihak yang berbicara akan bahaya pengumbaran kejahatan ini.

Demikian “Nutupi Babahan Hawa Sanga” decoded. (9*)


Puasa 9 Lubang Hawa

Secara bahasa “puasa” artinya menahan. Ritual puasa bukanlah satu hal yang asing bagi kita
selaku umat beragama. Sebuah amalan menahan diri dari makan, minum dan berhubungan
badan serta segala hal yang membatalkan puasa selama beberapa waktu. Inti dari amalan
puasa adalah menjaga sembilan lubang hawa tempat keluar masuknya nafsu yang ada di
tubuh kita. Dalam khasanah budaya Jawa dikenal dengan istilah “Babagan Hawa Sanga”.
Sembilan lubang tubuh tersebut adalah dua lubang mata, dua lubang hidung, dua lubang
telinga, satu lubang mulut, satu lubang kemaluan dan satu lubang dubur. Dari sembilan
lubang hawa itulah nafsu manusia muncul. Akan sangat sulit memasuki fase meditasi yang
tenang dan hening bila badan (raga) ini masih diperbudak oleh hawa nafsu. Oleh sebab itu
sembilan lubang hawa ini perlu dijaga dan dikendalikan.

Puasa 9 Lubang Hawa

Puasa mulut, yakni tidak mengumbar nafsu makan, makan pada saat rasa lapar telah tiba, dan
berhenti sebelum kenyang. Namun lebih baik makan seadanya atau tidak mengada-ada atau
memaksa mengadakan. Termasuk dalam puasa mulut adalah tidak berbicara yang membuat
sakit hati orang lain. Tidak berucap yang membuat keresahan dan kegelisahan. Sebaliknya,
kita manfaatkan mulut kita bertutur kata yang menentramkan perasaan sesama. Menghibur
bagi yang sedang tertimpa kesusahan. Berbicara yang bersifat konstruktif dan membangun.
Menyibukan lisan dengan dzikir, mengagungkan nama Tuhan. Puasa telinga, yakni tidak
memanfaatkan telinga untuk sesuatu yang merugikan dan mencelakai orang lain. Sebaliknya,
telinga dimanfaatkan untuk tindakan-tindakan yang konstruktif, yang dapat membangun
kemuliaan hidup diri sendiri dan orang banyak.

Puasa mata, yakni tidak menggunakan mata untuk melihat hal-hal yang tabu, porno dan tidak
pantas secara etika, norma adat dan agama. Tidak menggunakan mata untuk memandang
dengan penuh kekejian, emosi dan dengki yang membuat orang lain sakit hati. Tidak
menuruti nafsu tidur dan jangan kebanyakan tidur. Sebaliknya, menggunakan mata untuk
memperhatikan ayat-ayat Tuhan yang terhampar di alam semesta.

Puasa hidung, yakni tidak menggunakan indera hidung untuk menghirup bau-bauan yang
tidak bermanfaat bagi kesehatan, seperti candu, narkotika, rokok dan semacamnya.
Sebaliknya, disarankan untuk menghirup wewangian yang dapat memberi efek
menentramkan pikiran dan jiwa (aroma terapi).
Puasa alat kelamin, yakni tidak mengumbar dan menuruti hawa nafsu syahwat secara
berlebihan, sekalipun itu dilakukan dengan pasangan (suami/istri) yang sah. Energi
kehidupan manusia mudah terkuras oleh aktifitas seksual. Oleh sebab itu dalam khasanah
dunia mistik (Jawa, Hindu, Budha, TAO, Islam) senantiasa ditekankan untuk menghemat
energi kehidupan. Contohnya melalui ajaran puasa dan ajaran wahdat.

Puasa dubur, yakni menggunakan sebagaimana fungsinya secara normal, tidak ada
penyimpangan seksual. Dalam ilmu meditasi dan teknik olah pernafasan, lubang dubur dijaga
(dimampatkan) agar jangan sampai ada kebocoran angin yang keluar. Dengan cara otot-otot
dubur ditarik keatas.

Selain menjaga sembilan lubang hawa, yakni terkait dalam ritual puasa adalah menjaga
PIKIRAN dan HATI :

Puasa pikir, yakni tidak berprasangka buruk, tidak negative thinking, tidak picik akal, tidak
membuat rencana buruk, destruktif, propokatif. Sebaliknya, bukalah pikiran seluas-luasnya,
tidak hanya mengandalkan konsep berpikir sebagai senjata utama mengupas permasalahan,
jadikan pikiran yang mampu menerima sinyal-sinyal dari batin agar pikiran menjadi cermat
dan teliti. Mulailah membaca sesuatu berangkat dari pikiran yang netral dan prasangka
positif.

Puasa hati/qolbu, yakni tidak iri dan dengki terhadap prestasi orang lain, tidak panasten, tidak
melecehkan dan meremehkan pendapat orang lain sekalipun ia kita sangka bodoh, karena
jalma ten kena kinira. Tidak kagetan, tidak gumunan, tidak egois, tidak picik hati.
Sebaliknya, menjadikan hati sebagai gudang ilmu dengan cara membuka hati dari luasnya
ilmu pengetahuan dan sumber-sumber kebenaran.

Seorang pemerhati budaya dan parapsikolog, Ki Sabdo Langit juga menambahkan ada lagi
puasa Jiwa/sukma/roh dan Rahsa.

Puasa Jiwa/sukma/roh, yakni tidak berkeinginan yang berlebihan atau melebihi batas
kewajaran. Tenang, awas, dan tidak mudah terkecoh, tidak mudah panik dan gundah. Selalu
elling dan waspada. Elling sangkan paraning dumadi, waspada terhadap segala hal yang
menjadi penghalang kemuliaan hidup.

Puasa Rahsa, yakni Duwe rasa, ora duwe rasa duwe. Akan menjadikan batin lebih tenang,
hati tentram, pikiran jernih, tidak mudah kecewa dan patah hati, badan selalu sehat jasmani
dan rohani.
Demikianlah sekelumit kajian mengenai Puasa 9 Lubang Hawa, semoga kajian puasa dalam
artikel kali ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

BABAHAN HOWO SONGO

BABAHAN HAWA SANGA ( 9 )

Sebelum kita membahasnya kita sering menjumpai orang yang belum matang dalam berpuasa
sehingga puasa yang dilakukan hanyalah sebatas menahan haus dan lapar.puasa yang seperti
itu adalah puasa yang hanya berada dalam tingkatan dasar berpuasa.Puasa yang hanya tidak
makan dan minum itu yang dinamakan belum paham mengenai esensi dasar berpuasa.

Puasa yang sudah mengalami peningkatan mutu spiritual adalah puasa mereka yang sudah
mulai memahami makna dan esensi puasa hingga sudah tidak masuk lagi pada tataran fisik
tapi juga masuk kedalam tataran batin.yaitu tataran yang mampu bermanifestasi pada akal
budi dan perilaku.puasa seperti inilah yang dimaksud dalam perintah berpuasa :”laalakum
tattaquun” agar kamu menjadi taqwa atau agar kedekatan dan penghormatan kepada
Tuhanmu menjadi semakin besar.

Babahan howo songo ,bahwa manusia hendaklah menjaga dari hawa nafsu yang keluar dari 9
lubang yaitu : dua dimata,dua telinga ,dua hidung, satu mulut ,satu lubang dubur dan kelamin.
9 lubang itu adalah jalan masuk hawa pada manusia.Manusia akan lebih terarah hidup dan
kehidupannya ketika mau berikhtiar untuk mengontrol 9 lubang hawa tadi.karena sebenarnya
fitrah dari 9 jalan tadi adalah kesucian dan jalan pengabdian kepada sang khaliq

Mata fitrahnya itu suci untuk melihat banyak keajaiban ayat ayat Tuhan yang terbentang
didunia.memandang dunia yang begitu indah sehingga muncul rasa kagum kita pada sang
pencipta.mata juga bisa kita gunakan untuk sering membaca ayat ayat suci yang turun dari
langit lewat Nabi.

Telinga itu Fitrahnya suci yaitu mendengar kalimat puji pujian kepada sang Pencipta dari
seperti subhanallah wal hamdulilah walaa ilaha illalllah wallahu Akbar.ataupun senandung
wirid wirid yang lain telinga juga bisa juga senang jika digunakan untuk mendegar ayat ayat
suci yang dilantunkan dari masjid,surau atu musholla.

Mulut itu Fitrahnya suci yaitu untuk berkata yang baik,memberikan pujian bagi
Allah,mengucapkan dzikir dan wirid setiap waktu serta memberikan kesejukan bagi jiwa.
atau bisa dilakukan dengan bahasa sendiri atau bahasa apapun untuk memurnikan batin,toh
Tuhan mengerti dengan bahasa apapun.

Hidung itu fitrahnya suci yaitu untuk bernafas dalam ridha allah.setiap nafas yang masuk
kedalam lubang hidug kita dengan rasa syukur dan iman kepada Allah insyaAllah akan
membuat jiwa menjadi lebih mutmainah dan tentram

Lubang dubur manusia itu juga merupakan jalan untuk mengeluarkan segala sesuatu yang
tidak lagi diperlukan oleh tubuh.

Lubang kemaluan itu juga fitrahnya suci untuk menjalin hubungan dengan suami atau istri
yang sah .menjaganya dengan sepenuh hati akan membuat hidup seseorang akan lebih mudah
dan menjadikannya sebagai seorang yang memiliki tingkat yang luar biasa.

Semestinya manusia yang sudah dewasa secara batin tidak hanya berpuasa karena puasa itu
diwajibkan tetapi berpuasa karena keikhlasan agar hidupnya menjadi lebih terarah secara
spiritual

Manusia yang mampu menjaga puasanya seperti menjaga jubahnya agar tak melekat
didalamnya rasa iri dengki ,takabur,riya,ujub,dan sebagainya sehingga jubah hatinya tak
terkotori oleh akhlak yang menjauhkan dirinya dari sisi Tuhan.Manusia itu adalah makhluk
yang pemalas. Seandainya perintah puasa itu tidak wajib maka belum tentu semua orang mau
berpuasa. Manfaat puasa sangat banyak dan tentu haruslah diisi dengan banyak hal yang
bermanfaat seperti membaca Alquran,bersedekah ,melakukan amalan amalan yang baik dan
sebagainya.

HENING CIPTO NUTUP BABAHAN HOWO SONGO

Keheningan meliputi alam kasunyatan, karena banyak manungsa yang tidak lagi mengolah
RASAnya. Terasa sendiri jika berada disana, tanpa tersadarkan ini sudah berlangsung sekian
lama sejak para leluhur suci masih ikut mengemong para pujangga jiwa.
Inikah tanda bahwa jagad ini memang harus menuju titik tertentu lagi, seperti yang terjadi
pada zaman cipta kala. Jikalau demikian, kemanakah atma-atma akan berlabuh, sudah
waktukah harus di turunkan lagi para Kasampurnaan untuk kesekian kalinya?

Luhur cipta, akar persona, akankah manungsa sejati akan kembali merajut cinta dalam diri.
Jika tidak dimulai dari sekarang maka kapankah waktu yang tepat. Apa yang di agung-
agungkan sebagai kebenaran kasunyatan hidup hanyalah penyangkalan atas ketidak tahuan,
ibarat bulan yang dikatakan purnama maupun sabit, padahal purnama dan sabit tidak pernah
terjadi, itu yang “KAU” akui dan agungkan sebagai kebenaran kasunyatan hidup?

Jika selangkah saja kita tidak bisa mengolah RASA ini, marilah sedikit saja kita Heningkan
Cipta. Hening tandanya diam, diam dengan “ntutupi babahan hawa sanga” yang mana
arahnya adalah kepada penyangkalan terhadap kepuasan akan pencapaian diri saat ini. Cipta
tandanya unsur gerak, gerak dari sukma bukan dari pikiran, gerak dengan “urip iku
hanguripi” yang mana arahnya adalah kepada penyatuan untuk mencapai
keseimbangan/keserasian dalam “hidup” ini.
Matur Suwun Gusti Pangeran Ingkang Sejatos, akan bertemunya dengan Para Kadang
sebagai pencinta kehidupan kasunyatan yang terus melihat dalam sukma. Semoga inilah
tanda semua atma akan yang belum berlabuh bisa bertemu dengan Para Kadang jagad ini.
Cahaya pekerti biar tetap bersinar walaupun masih dalam proses menuju.

Babahan Hawa Sanga Melatih Eling Lan Waspada

Manusia pada dasarnya dituntut 2 pilihan dalam proses pencapaian rohani atau diri pribadi
yang tinggi, yaitu memilih jalan luhur atau memilih jalan pintas (pilihan tersebut harus dipilih
dengan ketegaran dan kewaspadaan akan peranan jin dalam menghasut manusia). Babahan
Hawa Sanga mengajarkan manusia kejawen untuk memilih jalan luhur dan selalu waspada
dengan jalan pintas yang ditawarkan jin. Jin sangat lihai dalam mengelabuhi bahkan
terkadang menggunakan bujukan kasih sayang. Namun pada akhirnya terjadi sengsara. Perlu
diketahui, jika kewaspadaan lengah dan manusia terhasut maka kegiatan rohani Babahan
Hawa Sanga mengarah pada pelampiasan hawa nafsu duniawi, seperti ingin sakti
mandraguna agar dapat kepercayaan dan diakui oleh sesama.

Tawaran menggiurkan jin ketika mempengaruhi 9 lubang hawa nafsu manusia tidak hanya
sebuah tawaran, tetapi kenyataan akan terjadi. Jika jin menawarkan sakti, kita akan sakti.
Sebagai contoh : praktek-praktek spiritual yang telah banyak berkembang di masa leluhur dan
saat ini. Untuk mendapatkan “ilmu kebal lembu sekilan”, dimana ilmu yang menawarkan
kekebalan tubuh tanpa ada barang tajam atau tumpul yang mengenai tubuh, tapi berjarak 1
jengkal jari-jari tangan. Ilmu kebal lembu sekilan dilatih dari pembukaan pintu gerbang ruh,
mulut, 2 hidung dan 1 dubur. Kemudian setelah terbuka akan berjumpa dengan penghuni 4
lubang hawa nafsu tersebut. Terwujudlah komunikasi antara makhluk penghuni 4 lubang
hawa (2 hidung, 1 mulut dan 1 dubur) kita akan ditawari keberhasilan atas keinginan kita,
lalu setelah mengucapkan keinginan, penghuni 4 lubang tersebut memberikan ilmu
kanuragan tersebut. Sekilas melihat pelatihan rohani tersebut adalah sepele namun memiliki
kandungan hawa nafsu kekerasan yang luar biasa dan sulit untuk mengendalikannya.
Keinginannya hanya penyelesaian masalah dengan kekerasan.

Cobaan tersebut memang sering dialami oleh manusia kejawen, namun perlu diketahui
Babahan Hawa Sanga meminta manusia kejawen untuk mewaspadai hasutan tersebut dan
selalu ingat pada Sang Pencipta. Belum lagi jika sudah ditemui oleh penghuni 999 makhluk
di organ kita. Kita akan bisa melakukan apa saja yang kita mau, seperti menghilang kemudian
muncul kembali, pergi dengan jarak 60 km hanya dengan 5 menit bahkan hanya dengan 1
kedipan mata, bisa terbang di atas angin atau merubah daun menjadi emas atau uang dan lain-
lain. Namun hal itu maya, walaupun nyata terjadi. Pilihan tersebut bukanlah abadi. Di situlah
letak bujukan jin atas 999 penghuni organ kita. 999 organ apabila mampu dibuka, kita akan
seperti nenek moyang yang memiliki ajian bala sewu atau sukma sewu. Jika diterapkan, kita
memiliki 999 wajah yang serupa dengan kita. Namun, nenek moyang kita hanya digunakan
saat berperang melawan musuh atau dalam kondisi terancam bahaya.

Babahan Hawa Sanga adalah warisan leluhur. Saat ini banyak cerita mitos tentang nenek
moyang kita yang saktinya luar biasa. Hal itu bukanlah cerita mitos semata, karena sampai
sekarang pengalaman tersebut masih ada yang memiliki di pinggiran kota. Boleh-boleh saja
mengatakan itu imajinasi atau berkhayal karena hal itu adalah hak prinsip pribadi masing-
masing. Terserah bagi yang menilai, itu pendapat penilaian yang artinya persepsi, hakiki
adanya. Namun, alangkah baiknya jika dicoba dulu misteri Babahan Hawa Sanga ini, pasti
akan mengalami. Kalau sudah mengalami pasti akan berbicara beda.

Kembali kepada pengetahuan Babahan Hawa Sanga. Di dalam pengetahuan ini, bertujuan
untuk mencari sangkan paraning dumadi atau mencari jalan terang Sang Pencipta, ketika esok
kita kembali kepada-Nya. Pengetahuan ini tidak mengajak umat manusia untuk melatih
kesaktian tetapi beribadah kepada Sang Pencipta sesuai perkembangan masa, waktu manusia
atau masa waktu beribadah lahir. Kemudian beribadah batin (jiwa pikiran) dan kemudian
beribadah ruh.

Babahan Hawa Sanga mengajak melatih kesetiaan tubuh jasmani, dengan cara membangun
keteguhan, ketekunan dan kepastian terhadap Sang Pencipta. Tubuh jasmani dipersujud
sembahkan kepada Sang Pencipta dengan mengikuti aturan-aturan kegiatan rohani seperti
samadi. Tubuh memiliki kandungan hawa nafsu negatif, oleh karena itu harus disucikan
dengan kegiatan devasi (penderitaan). Ibadah milah masih bersifat individu atau pribadi atau
belum untuk sesama.
Sedangkan jiwa pikiran diteguhkan keyakinannya agar selalu tunduk, sujud dan hormat
kepada Sang Pencipta. Kesetiaan dan kepasrahan dibina, kemudian direalisasikan di
lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial. Realisasi tersebut
bermaksud untuk menguji kesetiaan yang penuh ikhlas dan rela pasrah. Salah satu cara yang
diuji adalah melakukan pelayanan penyembuhan bagi yang membutuhkan.

Jika sudah memiliki energi prana yang besar dan lebih, kenapa tidak disumbangkan bagi yang
membutuhkan. Itulah dasar-dasar menguji kesetiaan jiwa pikiran kita terhadap Sang Pencipta.
Kita akan mengeluh tidak ataukah kalau sudah mampu menyembuhkan apakah kita akan
menyumbangkan diri atau angkuh? Jelasnya, keteguhan jiwa pikiran ini terhadap Sang
Pencipta sebagai perwujudan titah Sang Pencipta atas hubungan horisontal, yaitu hubungan
baik dengan sesama manusia dan sesama makhluk semesta. Ibadah ini disebut tarekat.

Di dalam melatih kesetiaan pribadi ruh dengan Sang Pencipta diperlukan ibadah ruh.
Persujudan menyembah kepada Sang Pencipta dilakukan secara tulus iklas dan rela pasrah
dilakukan oleh pribadi ruh. Bukan lagi melalui lahir atau jiwa pikiran saja, tetapi pribadi ruh
saatnya memimpin tubuh jasmani dan jiwa pikiran beserta kelengkapannya (rasa, kalbu,
naluri, budi dan atman). Persujudan ini adalah wujud hubungan vertikal hubungan antara ruh
pribadi manusia dengan Sang Pencipta.

Untuk mencapai tahapan interaksi Sang Pencipta, ruh pribadi harus melakukan pekerjaan
alam astral yaitu ikut berkewajiban menyeimbangkan, menselaraskan dan mengharmoniskan
makhluk penghuni alam astral. Dari pengalaman vertikal, akan mendapatkan nilai-nilai luhur
bagaimana harus mengembangkan masalah tanggung dunia, dalam hubungan pengetahuan ini
adalah mengentaskan hambatan di dalam penyembuhan bagi yang membutuhkan.

Ilmu Babahan Hawa Sanga

Babahan Hawa Sanga (BHS) berarti 9 lubang energi (hawa). Menurut sengkalan budaya
Jawa, babahan memiliki arti 9, Hawa itu juga 9 dan Sanga berarti 9. Lubang energi itu bisa
disebut pusat inti meridian organ tubuh manusia yang terhubung dalam konstruksi kejiwaan
manusia. Keluar masuknya energi dari alam semesta sekitar (hawa) dan jiwa nafsu di dalam
tubuh manusia sebagai hubungan mikro dan makro kosmis melalui 9 lubang Babahan Hawa
Sanga yang harus dijaga keseimbangannya. Inilah dasar ajaran Memayu Hayuning Bawana di
dalam diri manusia kejawen.

Tertera sengkalan Babahan Hawa Sanga itu berarti ada 999 lubang hawa. Pertama sumber inti
dari Babahan itu. 99 dari jumlah meridian Nawa Sanga. Sedangkan secara keseluruhan
Babahan Hawa Sanga ada sub meridian berjumlah 999 lubang hawa energi. Itulah rahasia
dibalik 999 lubang itu dalam aktivitasnya di sebut Bala Srewu (Bala Sewu) dalam diri tiap
manusia. Terlepas percaya atau tidak dan selera atau tidak, setiap manusia memilikinya tanpa
ada batasan apapun dalam filsafat dan keyakinan tiap budaya bangsanya di dunia manapun
juga.

Istilah Bala Sewu berjumlah 1000 bantuan atau penolong. Sedangkan Babahan Hawa Sanga
tertera 999 dan kurang 1 itu milik pribadi sejati (ROH SEJATI) yaitu diri pribadi manusia itu,
bukan jiwa dan bukan organ fisiknya, tetapi ROH SEJATInya. ROH SEJATI inilah yang
tunduk pada hukum Sangkan Paraning Dumadi sebagai ketegasan Roh Sejati bertanggung
jawab kepada Tuhan PenciptaNya.

Hawa/Howo bahasa Jawa dapat berarti lubang, dan Hawa dalam bahasa Arab dapat pula
berarti keinginan atau kehendak. Hawa nafs berarti keinginan jiwa (nafs = jiwa). Jiwa dalam
ilmu jiwa (psikiatri) dibedakan dengan pengertian nyawa atau ruh. Jiwa adalah manifestasi
kesadaran manusia dengan kecenderungan-kecenderungan yang dapat dipelajari baik secara
kaidah ilmu ilmiah (psikiatri) dan kaidah ilmu psikologi. Dari penanda dalam bahasa Jawa :
Babahan Hawa Sanga, yang biasanya kalimat lengkapnya adalah sebuah nasihat : “Nutupi
babahan hawa sanga” ini mari kita coba jelaskan tentang babahan Hawa Sanga.

Babahan Hawa Sanga artinya 9 keinginan jiwa (hawa nafs) yang harus diwaspadai agar tidak
salah arah, akibat dibukanya secara tak terkendali 9 jendela lubang (howo) pemicu hawa
(keinginan) dalam diri jiwani manusia.
Percaya atau tidak, 9 lubang yang ada pada fisik manusia ini pada hekatnya juga
mempengaruhi batiniah manusia. Orang Jawa yang sudah jawa (mengerti) biasanya cukup
berpesan kepada anak cucunya untuk sedapat mungkin menutupi babahan hawa sanga dalam
arti berusaha tidak menyimpangi (mengerem dari menyimpangi) hawa nafs atau keinginan
jiwa yang bersumber dari 9 lubang jendela dalam diri manusia.

2 Hawa pertama adalah Mata kanan dan Hawa kedua adalah Mata kiri, penanda ini adalah
perwujudan keinginan jiwa yang bersumber dari dibukanya jendela mata. Bisa dengan istilah
gaul lapar mata. Keinginan jiwa (hawa nafs) yang berasal ketika jendela mata dibuka dengan
‘diafragma lebar’ dan membiarkan mata terpapar/tereksposure oleh pemandangan yang
menyebabkan hati menjadi memiliki keinginan syahwati. Syahwati artinya bisa macam-
macam, pemenuhan lubang jiwa, bisa punya keinginan untuk menikmati suatu hal, keinginan
memiliki dan mencoba suatu hal dari sumber informasi ke otak dari hasil pandangan mata.
Pandangan mata bila diarahkan ke hal-hal yang arrousal maka akibatnya bisa menjurus ke
arah maksiat. Pandangan mata mudah melekat pada lawan jenis, dan justru karena ini banyak
yang ingin memuaskan pandangan matanya untuk menyaksikan eksplorasi tubuh lawan jenis.
Jika ke istri/suami sendiri maka sah saja, tapi bila jendela mata dibuka lebar untuk
menyimpang ke arah sajian baik yang live maupun media visual yang mengarahkan libido,
maka ini lain halnya.

2 Hawa ketiga adalah Lubang Telinga Kanan dan Hawa keempat adalah Lubang Telinga Kiri.
Telinga kadang mendengar apa yang kita sukai saja, dan bila jendela telinga dibuka dengan
‘diafragma lebar’ untuk terpapar gosip, dengar asyik gunjing-menggunjing maka telinga akan
semakin menikmati untuk mendengar yang tidak semestinya dibuka lebar untuk didengar,
apalagi bila telinga suka digunakan untuk mendengar hal-hal yang mengarah pada
persekongkolan jahat, dan yang mengarah ke perbuatan maksiat. Keinginan yang bersumber
dari 2 jendela telinga dapat merasuk dalam jiwa (hawa nafs) berarti keinginan jiwa.

2 Hawa kelima adalah Lubang Hidung Kanan, dan Hawa Keenam adalah Lubang Hidung
Kiri. Indra penciuman dapat merefleksikan sinyal kimiawi ke otak dan akan direspon dengan
memicu aneka hormonal jika mencium sesuatu. Bila mencium bau yang wangi, misalkan
wangi parfum maka akan benar bila dalam kondisi tidak dibangkitkan oleh hawa nafs atau
keinginan jiwa yang menyimpang. Sebaliknya, keinginan jiwa (hawa nafs) yang menyimpang
akan semakin mendapat dorongan jika pembukaan lebar lubang hidung diproses untuk
mencium wangi atau aneka bau yang membangkitkan keinginan untuk melakukan maksiat,
katakanlah mencium wangi parfum seorang pedagang seks, -tidak akan berakibat apapun
pada orang yang tidak membiarkan keinginan jiwanya (hawa nafsnya) menyimpang-.
Sebaliknya, jika telah ada goresan dalam hati untuk berbuat menyimpang menuju
kemaksiatan, maka mencium wangi parfum pedagang seks atau pasangan ilegal, akan dapat
mengantarkan hawa jiwa lempang menuju ke arah yang menyimpang, yang memang
diinginkan. Ada guyonan pada jaman edan ini : ‘hal-hal yang memang diinginkan’.

1 Hawa ketujuh adalah Mulut. Banyak keinginan jiwa (hawa nafs) yang bersumber bila
jendela mulut dibuka lebar, sehingga terpapar atau terekspose oleh hal-hal yang bersifat
memenuhi unsur rakus (gluttony dalam seven deadly sins). Rakus adalah makan tanpa ingat
orang yang lapar. Mulut juga merupakan salah satu jendela hawa sanga yang rawan untuk
mengantarkan orang menuju ke kebinasaan. Mulut yang berkata bohong, mulut yang makan
barang dilarang, dan yang diperoleh dari barang yang dilarang. Mulut yang mengeluarkan
perkataan yang menyakitkan, dan yang mengeluarkan kata-kata yang rusak (alias cangkem
letrek dalam bahasa Jawa kasar). Hawa nafs atau keinginan jiwa memang bisa dipenuhi oleh
mulut, namun orang Jawa yang telah jawa (mafhum) memandang harus sedapat mungkin
menutup keinginan mulut, dan hanya membukanya untuk maksud-maksud yang baik saja.

1 Hawa yang kedelapan adalah Lubang Kemaluan. Banyak unsur keinginan jiwa (hawa nafs)
yang bersumber dari dibukanya jendela lubang kemaluan menjadi terpapar atau terekspose
hal-hal maksiat yang sejatinya merugikan. Ada orang yang bilang mengapa merugikan ?, kan
menguntungkan bila dibuat maksiat? Well, saya bukan orang yang suci, tapi setidaknya ada
pengetahuan umum yang menyatakan kalau freesex pada akhirnya akan merugikan kesehatan
mental, dan kesehatan fisik dan akhirnya merugikan kehidupan. Kalau tidak percaya ya
jangan mencoba, hanya lihatlah saja gejala orang-orang di sekitar yang menjalankan free
sex.

1 Hawa kesembilan adalah Lubang Dubur. Keinginan yang bersumber dari lubang dubur ini
adalah keinginan buta kaum Nabi Luth yang ada di kota Sodom dan Gomorah. Kedua kota
(ancient city) ini telah hancur luluh dipecut (whiplas) oleh bencana alam. Kita memang tidak
dapat menghakimi orang yang cenderung mengeksploitasi anal sebagai sumber kenikmatan
hawa (keinginan) jiwa/ (hawa nafs) nya, tapi, logikanya kalau tidak murka, mengapa Sodom
dan Gomorah dihancurkan oleh Nya ? Bukan hanya sekedar bencana alam kemudian bangun
kembali seperti bencana jaman sekarang, tapi bencana yang membinasakan (total
annihilation) dan hanya Nabi Luth atau Nabi Lot yang disisakan, kecuali perempuan tua yang
menjadi istrinya yang suka akan tabiat menyimpang tersebut jadi abu. Dewasa ini banyak
terjadi sodomi oleh orang yang memiliki penyakit dalam hatinya terhadap anak-anak kecil,
anak jalanan dan korban-korban yang rentan. Hal ini amat bahaya bila tidak ada pihak yang
berbicara akan bahaya pengumbaran kejahatan ini.

BABAHAN HAWA SANGA MELATIH ELING LAN WASPADA

Manusia pada dasarnya dituntut 2 pilihan dalam proses pencapaian rohani :

Memilih jalan luhur

Memilih jalan pintas

(Pilihan tersebut harus dipilih dengna ketegaran dan kewaspadaan akan peranan jin dalam
menghasut manusia).

Babahan hawa sanga mengajarkan manusia kejawen untuk memilih jalan luhur dan selalu
waspada dengan jalan pintas yang ditawarkan jin. Jin sangat lihai dalam mengelabuhi bahkan
terkadang menggunakan bujukan kasih sayang. Namun pada akhirnya terjadi sengsara. Perlu
diketahui, jika kewaspadaan lengah dan manusia terhasut maka kegiatan rohani babahan
hawa sanga mengarah pada pelampiasan hawa nafsu duniawi, seperti ingin sakti mandraguna
agar dapat kepercayaan dan diakui oleh sesama.

Tawaran menggiurkan jin ketika mempengaruhi 9 lubang hawa nafsu manusia tidak hanya
sebuah tawaran, tetapi kenyataan akan terjadi. Jika jin menawarkan sakti, kita akan sakti.
Sebagai contoh : praktek-praktek spiritual yang telah banyak berkembang di masa leluhur dan
saat ini. Untuk mendapatkan “ilmu kebal lembu sekilan”, dimana ilmu yang menawarkan
kekebalan tubuh tanpa ada barang tajam atau tumpul yang mengenai tubuh, tapi berjarak 1
jengkal jari-jari tangan. Ilmu kebal lembu sekilan dilatih dari pembukaan pintu gerbang ruh,
mulut, 2 hidung dan 1 dubur.
Kemudian setelah terbuka akan berjumpa dengan penghuni 4 lubang hawa nafsu tersebut.
Terwujudlah komunikasi antara makhluk penghuni 4 lubang hawa (2 hidung, 1 mulut dan 1
dubur) kita akan ditawari keberhasilan atas keinginan kita, lalu setelah mengucapkan
keinginan, penghuni 4 lubang tersebut memberikan ilmu kanuragan tersebut. Sekilas melihat
pelatihan rohani tersebut adalah sepele namun memiliki kandungan hawa nafsu kekerasan
yang luar biasa dan sulit untuk mengendalikannya. Keinginannya hanya penyelesaian
masalah dengan kekerasan.

Cobaan tersebut memang sering dialami oleh manusia kejawen, namun perlu diketahui
babahan hawa sanga memminta manusia kejawen untuk mewaspadai hasutan tersebut dan
selalu ingat pada Sang Pencipta. Belum lagi jika sudah ditemui oleh penghuni 999 makhluk
di organ kita. Kita akan bisa melakukan apa saja yang kita mau, seperti menghilang kemudian
muncul kembali, pergi dengan jarak 60 km hanya dengan 5 menit bahkan hanya dengan 1
kedipan mata, bisa terbang di atas angin atau merubah daun menjadi emas atau uang dan lain-
lain. Namun hal itu maya, walaupun nyata terjadi. Pilihan tersebut bukanlah abadi. Disitulah
letak bujukan jin atas 999 penghuni organ kita. 999 organ apabila mampu dibuka, kita akan
seperti nenek moyang yang memiliki ajian bala sewu atau sukma sewu. Jika diterapkan, kita
memiliki 999 wajah yang serupa dengan kita. Namun, nenek moyang kita hanya digunakan
saat berperang melawan musuh atau dalam kondisi terancam bahaya.

Babahan hawa sanga adalah warisan leluhur. Saat ini banyak cerita mitos tentang nenek
moyang kita yang saktinya luar biasa. Hal itu bukanlah cerita mitos semata, karena sampai
sekarang pengalaman tersebut masih ada yang memiliki di pinggiran kota. Ketika ayah saya
masih hidup, saya pernah melihat ayah membunyikan jari kelingking di depan pohon randu
alas di wilayah Muntilan, Kecamatan Gantiwarno, Klaten, Jawa Tengah. Setelah
membunyikan jari kelingking, pohon randu alas tersebut menikukkan ujungnya sampai di
permukaan tanah. Apakah hal itu sama halnya yang dilakukan Ki Ageng Giring ketika
mengambil buah kelapa (menurut cerita mitos –red-).

Boleh-boleh saja mengatakan itu imajinasi atau berkhayal karena hal itu adalah hak prinsip
pribadi masing-masing. Terserah bagi yang menilai, itu pendapat penilaian yang artinya
persepsi, hakiki adanya. Namun, alangkah baiknya jika dicoba dulu misteri babahan hawa
sanga ini, pasti akan mengalami. Kalau sudah mengalami pasti akan berbicara beda.

Kembali kepada pengetahuan babahan hawa sanga. Di dalam pengetahuan ini, bertujuan
untuk mencari sangkan paraning dumadi atau mencari jalan terang Sang Pencipta, ketika esok
kita kembali kepada-Nya. Pengetahuan ini tidak mengajak umat manusia untuk melatih
kesaktian tetapi beribadah kepada Sang Pencipta sesuai perkembangan masa, waktu manusia
atau masa waktu beribadah lahir. Kemudian beribadah batin (jiwa pikiran) dan kemudian
beribadah ruh.

Babahan hawa sanga mengajak melatih kesetiaan tubuh jasmani, dengan cara membangun
keteguhan, ketekunan dan kepastian terhadap Sang Pencipta. Tubuh jasmani dipersujud
sembahkan kepada Sang Pencipta dengan mengikuti aturan-aturan kegiatan rohani seperti
samadi. Tubuh memiliki kandungan hawa nafsu negatif, oleh karena itu harus disucikan
dengan kegiatan devasi (penderitaan). Ibadah milah masih bersifat individu atau pribadi atau
belum untuk sesama.

Sedangkan jiwa pikiran diteguhkan keyakinannya agar selalu tunduk, sujud dan hormat
kepada Sang Pencipta. Kesetiaan dan kepasrahan dibina, kemudian direalisasikan di
lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial. Realisasi tersebut
bermaksud untuk menguji kesetiaan yang penuh ikhlas dan rela pasrah. Salah satu cara yang
diuji adalah melakukan pelayanan penyembuhan bagi yang membutuhkan. Jika sudah
memiliki energi prana yang besar dan lebih, kenapa tidak disumbangkan bagi yang
membutuhkan. Itulah dasar-dasar menguji kesetiaan jiwa pikiran kita terhadap Sang Pencipta.
Kita akan mengeluh tidak ataukah kalau sudah mampu menyembuhkan apakah kita akan
menyumbangkan diri atau angkuh? Jelasnya, keteguhan jiwa pikiran ini terhadap Sang
Pencipta sebagai perwujudan titah Sang Pencipta atas hubungan horisontal, yaitu hubungan
baik dengan sesama manusia dan sesama makhluk semesta. Ibadah ini disebut tarekat.
Di dalam melatih kesetiaan pribadi ruh dengan Sang Pencipta diperlukan ibadah ruh.
Persujudan menyembah kepada Sang Pencipta dilakukan secara tulus iklas dan rela pasrah
dilakukan oleh pribadi ruh. Bukan lagi melalui lahir atau jiwa pikiran saja, tetapi pribadi ruh
saatnya memimpin tubuh jasmani dan jiwa pikiran beserta kelengkapannya (rasa, kalbu,
naluri, budi dan atman). Persujudan ini adalh wujud hubungan vertikal hubungan antara ruh
pribadi manusia dengan Sang Pencipta. Untuk mencapai tahapan interaksi Sang Pencipta, ruh
pribadi harus melakukan pekerjaan alam astral yaitu ikut berkewajiban menyeimbangkan,
menselaraskan dan mengharmoniskan makhluk penghuni alam astral. Dari pengalaman
vertikal, akan mendapatkan nilai-nilai luhur bagaimana harus mengembangkan masalah
tanggung dunia, dalam hubungan pengetahuan ini adalah mengentaskan hambatan di dalam
penyembuhan bagi yang membutuhkan.

Mengolah dan mempertajam bathin

Agar memiliki ketajaman nalar (daya cipta/intelegensia otak), nalar harus bisa menangkap
makna yang terbersit dalam nurani. Jangan sampai lengah, sebab proses untuk menangkap
gerataran nurani hanya berlangsung secepat kilat.

Nurani milik siapapun pastilah setajam “sembilu”, jika dirasa tumpul, itu bukan berarti salah
nuraninya, melainkan tugas nalar sebagai cipta panggraitaning rahsa telah mengalami
kegagalan.

Tugu manik ing samodra ; menggambarkan daya cipta yang terus menerus berporos hingga
pelupuk mata. Daya cipta akal budi manusia jangkauannya umpama luasnya samodra namun
konsentrasinya terfokus pada mata batin.

Adapun tentang bagaimana teknik atau tata cara agar supaya individu mampu meraba,
merasakan dan membedakan mana getaran nurani, mana pula getaran nafsu.
Pertanyaan tersebut bukanlah sekedar latah, tetapi mengelola hati nurani merupakan hal yang
signifikan untuk diupayakan dengan skala prioritas tinggi. Sebab ia menjadikan setiap pribadi
mampu berdiri sebagai mandireng pribadi, yakni pribadi yang memiliki kemandirian dalam
menentukan mana dan apa yang paling tepat, paling baik dilakukan.

Bukankah nilai manusia terletak pada kejernihan isi atau suara hatinya ?!! Suara hati atau hati
nurani merupakan kesadaran aku akan tanggungjawab dan kewajiban aku sebagai makhluk
bernama manusia dalam situasi yang sungguh-sungguh konkrit dan tepat. Sehingga suara hati
harus dipatuhi dan diikuti. Hati nurani atau dalam terminologi Jawa disebut sebagai
ALUSING PANDULU atau kehalusan daya cipta, yakni kekuatan yang atau kemampuan
perasaan hati nurani untuk meraba, merasakan, membedakan, dan menentukan. Alusing
pandulu merupakan pangkal dari otonomi setiap individu, yakni dasar dari kemandirian
pribadi.

Pusat otoritas setiap pribadi berada di dalam hati nuraninya sendiri. Sementara itu untuk
menyeleksi baik atau buruk merupakan tanggungjawab nalar dengan cara open minded atau
pemikiran terbuka dan bebas menentukan pilihan dan keputusan mana yang paling tepat.

NURANI ; JENDELA MENEMBUS UNINONG, ANING, UNONG

Nalar pun kenyataannya sangat riskan dapat terkurung oleh suatu tembok yang bernama
keyakinan membabi buta. Dengan kata lain, penghalang terbesar ketajaman nurani kita, tidak
lain adalah doktrin-doktrin yang membelenggu nalar.

Mulai dari bentuk doktrin militer, doktrin budaya, doktrin seni, doktrin ideologi, hingga
doktrin agama. Sebab itu doktrin lebih bersifat pengungkungan kesadaran, agar individu
memiliki LOYALITAS tanpa perlu nalar.
Tanpa perlu menjawab PERTANYAAN-PERTANYAAN yang timbul dari HATI NURANI.
Jika dianalogikan, doktrin merupakan alat yang serupa dengan KACAMATA KUDA,
sementara “kuda” adalah perumpamaan insan.

Supaya kuda tetap berjalan lurus ke depan maka diperlukan kacamata (baca: doktrin). Sebab
doktrin (kacamata kuda) mempunyai prinsip keharusan/kewajiban bahwa jalan ”kebenaran”
hanyalah jalan yang lurus yang hanya tampak di depannya saja.

Sementara itu, adalah realitas dan fakta bahwa hidup ini banyak ditemukan “persimpangan
jalan”, banyak sekali “jalan raya”, “jalan protokol”, “jalan daendels”, “jalan propinsi”, dan
“jalan setapak”. Masing-masing “jalan” menuju ke satu tujuan yang sama yakni Sang Causa
Prima atau Gusti (bagusing ati), Gusti ada di dalam aku.

Setiap orang hendak mencari Gusti di dalam aku, agar supaya diri kita menjadi aku di dalam
Gusti. Dalam istilah Ki Ageng Suryomentaram disebut sebagai “rasa; aku bukan
kramadhangsa” atau “aku kang madeg pribadi” atau saya sebut sebagai rahsa sejati. Itulah
paraning dumadi manusia, tak berada jauh di atas langit sana, tetapi ada dalam setiap pribadi
kita masing-masing.

Kesadaran ini dapat menjelaskan pula mengapa nenek moyang bangsa kita dulu jika berdoa
tidak menengadah sambil menatap langit, melainkan cukup dengan telapak tangan memegang
dada.

Dalam maneges pun tersebutlah NIAT INGSUN, yang bermakna Ingsun ing sajroning aku,
Aku ing sajroning Ingsun. Konsep KGPAA Mangkunegoro ke IV sebagai roroning atunggil,
dwi tunggal, atau asas Manunggaling Kawula kalawan Gusti. Sebuah pelataran spiritual yang
pernah pula digelar oleh Ki Ageng Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging) bersama Syeh
Lemah Abang sebagai UNINONG ANING UNONG.
Sementara itu, hati nurani selalu mampu menembus berbagai tembok penghalang, yang
menghalangi obyektivitas sesungguhnya akan suatu realitas kehidupan. Nurani adalah
kekuatan yang TAK BISA dikelabuhi oleh imajinasi, ilusi, dan polusi getaran nafsu. Nurani
yang terasah akan menjadi “mata hati”, “mata jiwa” yang mampu menguak “kebenaran
sejati”. Hanya saja, untuk menggali dan menemukan hati nurani, kita harus menggalinya dari
kubangan lumpur yang penuh bakteri, kuman dan penyakit. Tulisan berikut bertujuan untuk
berbagi kawruh (pengetahuan) dan ngelmu (pengetahuan spiritual), bagaimana cara paling
sederhana agar kita dapat menemukan nurani yang dapat diumpamakan sebagai “berlian”
yang terendam di dalam “lumpur kotor”.

TEKNIK MEMBUKA JENDELA NURANI

Kita harus menutup panca indera untuk membuka mata batin yang berada dalam jiwa kita.
Mata batin adalah mata yang dapat melihat sesuatu secara lebih cerah, jelas, dan gamblang.
Kecermatan dan kemampuannya menjabarkan fakta gaib dan wadag jutaan kali melebihi
panca indera. Paling tidak terdapat lima sarat agar supaya kita betul-betul mampu merasakan
dan membedakan apakah sesuatu getaran merupakan getaran NURANI (kareping rahsa)
ataukah hanya sekedar getaran nafsu (rahsaning karep).

Beninging ati atau kejernihan kalbu. Antara suara hati dan nalar manusia selalu terjadi dialog,
tarik menarik, bahkan masing-masing saling “berperang” untuk berebut pengaruh dan
otoritas. Jika kekuatan keduanya berimbang gejalanya dapat kita rasakan pada saat terjadi
kebimbangan dan keragu-raguan. Atau sikap ambigu, dan dualisme. Sementara itu, jika nalar
memenangkan jadilah pribadi yang hanya mengandalkan kemampuan rasio semata. Sehingga
bagi dirinya banyak sekali hal-hal di luar nalar yang dengan segera ia tepis sebagai sesuatu
yang tidak ada, omong kosong atau ngoyoworo. Hal-hal gaib dianggap sebagai sesuatu yang
non-sense, dan di luar logika. Maka gaib pun dianggap omong kosong. Menurut saya pribadi,
gaib pun ternyata sangat logis dan masuk akal. Jika ada hal gaib yang dianggap tidak masuk
akal, ada dua kemungkinan yakni, pertama; benar-benar dongeng atau mitologi yang digaib-
gaibkan. Kemungkinan kedua, nalar kita belum cukup menerima informasi akan rumus-
rumus yang ada dan berlaku di dimensi gaib. Sementara itu beninging ati atau weninging
tyas, akan tercipta manakala dialog, tarik-menarik, dan peperangan antara suara hati nurani
dengan nalar berhenti sejenak. Saat itulah hati kita menjadi jernih, karena saat itu hati
menjadi bebas merdeka dari segala bentuk “penjajahan” nalar yang seringkali terkooptasi
oleh kepentingan pribadi, persepsi atau penilaian diri terhadap suatu obyek, serta ilusi dan
imajinasi. Dalam dimensi lebih luas hati pun menjadi bebas dari kepentingan politik,
kekuasaan, egoisme aliran, dan segala macam keinginan yang belum tercapai. Cara
menghentikan dialog dan tarik-menarik antara hati dan nalar adalah dengan cara “mengalir
mengikuti aliran air” atau (tapa ngeli). Yakni hidup dalam sikap kepasrahan. Konsentrasi
pasrah bukan pada PROSES BERUSAHA atau saat berikhtiar, karena kepasrahan demikian
ini merupakan konsep hidup yang salah kaprah. Pasrah yang dimaksud adalah pasrah akan
ketentuan besar-kecil hasilnya akhir. Sementara itu dalam menjalani PROSESnya step by
step kita tak boleh pasrah, tetapi harus berusaha secara maksimal, sekuat tenaga dan pikiran
kita. Ada pepatah bola mengatakan,”Bermainlah bola secara cantik, soal menang kalah itu
bukanlah urusan kita. Bila kalahpun, tetap akan menjadi “kesebelasan” yang disegani dan
dihormati orang lain. Jangan konsentrasi pada hasil akhir, tetapi konsentrasilah pada
proses. Hal ini menjadi salah satu kiat sukses dalam olah semedi atau meditasi. Bila anda
berkonsentrasi pada hasil, maka yang terjadi nalar kita akan dipenuhi oleh angan-angan.

Sirnaning kekarepan atau sirnanya rahsaning karep. Atau lenyapnya semua maksud jahat,
keburukan, dan tindakan hina-aniaya. Hal ini berkaitan dengan perilaku dan perbuatan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Jangan sampai kita menyakiti hati orang lain, baik sadar
apalagi tanpa sadar. Jangan sampai mencelakai, merugikan, menyerobot hak orang lain.
Untuk menuntun perilaku demikian diperlukan sebuah kesadaran kosmologis yakni sikap
eling dan waspada.

Lereming pancadriya atau ketenangan panca indera. Ketenangan panca indera. Dalam
spiritual Jawa dikenal sebagai BABAHAN HAWA SANGA atau babahan hawa (nafsumu),
kosongna ! (bersihkanlah/kendalikanlah hawa nafsumu). Dapat pula diartikan 9 lubang
pancaindera (2 lubang telinga, 2 lubang hidung, 2 lubang mata, 1 lubang kemaluan, 1 lubang
silit/anus, dan 1 lubang mulut = 9 lobang) kesemuanya menjadi pintu masuk hawa nafsu
hendaknya dikendalikan atau “dikosongkan”. Keberhasilan mengendalikan panca indera akan
memperoleh ketenangan pancaindera. Sebaliknya, kegagalan lereming pancadriya seseorang
akan tersiksa dalam kegelisahan panjang oleh karena gejolak nafsu syahwat
(ngacengan/konakan/nafsuan), nafsu makan (mudah lapar, ngileran, ngelihan, kemaruk,
rakus), nafsu tidur (ngantukan, moloran dst), dan banyaknya karep atau kemauan yang
diinginkan (tidak pernah puas diri, sulit bersyukur), nafsu angkara (Penyakit Hati ; panasten,
suka panas hatinya, mudah iri hati, drengki, serba pamrih, congkak, sombong, takabur, egois.
Emosi yang Labil ; tersinggungan, mudah sedih, mudah marah, kagetan, gumunan), nafsu
halus (suka gede ndase, gemar dipuji, pamrih pahala). Pola bekerjanya panca indra yang lebih
dominan dalam merespon obyek kehidupan justru akan mengaburkan getaran atau bisikan
nurani. Salah-salah, getaran nafsunya dianggap sebagai getaran nurani. Sementara itu
lereming pancadira akan mengistirahatkan bekerjanya otak. Hal ini seperti halnya kita
melakukan olah semedi atau meditasi.

Jatmikaning solah bawa atau perilaku lahir dan batin yang santun. Perilaku lahiriah (solah)
merupakan refleksi dari perilaku batin (bawa). Jatmikaning solah bawa, merupakan wujud
kekompakan perilaku yang melibatkan empat unsur yakni; hati, ucapan, pikiran dan
perbuatan atau tindakan nyata. Berbekal dengan hati yang jernih akan mampu menuntun
nalar kita supaya lebih cermat dalam menyeleksi mana yang baik dan mana yang buruk.

Selanjutnya bermodalkan kecermatan nalar dapat mengendalikan keinginan, dan memilah


memilih serta mempertimbangkan secara arif dan bijak terhadap sesuatu yang dipikirkan,
diucapkan, dan diperbuat. Solah dan bawa yang keluar dari nurani memiliki karisma besar
sehingga dapat menselaraskan apa yang ada di sekelilingnya dengan apa yang diinginkan dan
diharapkan.

Dengan kata lain, jatmikaning solah bawa, menebarkan aura yang kuat, bagaikan medan
magnet yang akan menyedot segala sesuatu yang senyawa dan sejenis. Kebaikan dan
keburukan akan terkumpul dalam kumparan yang sejenis, terkonsentrasi dalam kelompoknya
masing-masing.

Maka kebaikan akan berbalas dengan kebaikan yang berlipat. Welas asih akan berbalas kasih
sayang yang berlimpah ruah. Kejahatan akan berbalas kejahatan berlipat. Limpahan itu
bagaikan suara yang bergema, terucap dengan volume 7, akan berbalik menjadi suara dengan
volume 14. Sebagaimana pernah saya singgung dalam thread terdahulu dalam LAKSITA
JATI.
Begitulah rumus-rumus yang terjadi dalam hukum alam semesta. Pribadi yang menghayati
jatmikaning solah bawa gerak-gerik, tingkah laku, watak wantun, sifat tabiatnya selalu enak
dilihat dan membuat nyaman di hati (nuju prana).

Pribadi yang pembawaan sifatnya selalu nuju prana bagai gayung bersambut, di mana-mana
selalu menciptakan ketentraman, kenyamanan, kebahagiaan bagi ornag-orang di
sekelilingnya. Selalu membuat enak di hati, kinaryo karyenak ing tyas sesama. Perilaku nuju
prana menjadikan pribadi yang penuh aura positif. Jika wanita maka inner-beauty-nya akan
memancar kuat dari dalam sanubari. Jika seorang pria perilakunya selalu anggawe reseping
pancadriya. Barangkali hal ini ada kaitannya, mengapa seseorang dengan tingkat spiritual
yang sudah mapan dan matang akan memancarkan daya tarik yang kuat, terlebih terhadap
lawan jenis. Selanjutnya kita sebut sebagai goda. Resiko menjadi besar, apabila libidonya
tidak tersalurkan dengan penuh tanggungjawab, baik tanggungjawab terhadap diri pribadi,
keluarga, maupun tanggungjawab publik.

5. Ke empat poin di atas merupakan teknik yang harus dihayati dalam perilaku kehidupan
sehari-hari. Selain ke empat langkah di atas, ada pula tata cara yang lebih pragmatis berupa
ketrampilan untuk mempertajam indentifikasi mata hati, sekaligus kemahiran membedakan
apakah getaran yang dirasa merupakan bisikan nurani (tuhan) atau kah bisikan nafsu
(“setan”). Di antaranya adalah olah semedi, meditasi, maladihening, atau mesu budi.

Olah semedi dan meditasi, bertujuan untuk mencapai keadaan lereming pancadriya, sirnaning
kekarepan, sarehing pangganda, dan beninging ati. Pencapaian ke empat keadaan diri tersebut
pada gilirannya memicu ujung-ujung syaraf pancaindera menjadi lebih peka dalam
mendeteksi segala sesuatu yang ada di sekitar diri kita, baik yang wadag maupun gaib.

Kepekaan ini disebut sebagai sad-indra atau indera ke-enam (six sense). Dalam khasanah
spiritual Jawa, berfungsinya sad-indra disebut juga rasa rumangsa, atau krasa nanging ora
rumangsa. Kepekaan rasa mampu mendeteksi lebih awal namun tidak disadari oleh akal.
Misalnya perkiraan anda sangat meyakinkan walau belum ada bukti apakah sesungguhnya
yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Setelah dibuktikan secara faktual dan ilmiah
ternyata benar adanya, sesuai apa yang semula anda yakini. Nah, rasa yakin yang ternyata
benar itu adalah rasa rumangsa.

Bahkan terhadap hal-hal yang tidak tampak oleh mata pun dapat ditangkap singnal-signalnya
melalui ujung syaraf perasa di seluruh permukaan tubuh. Diperkuat oleh pengendalian pusat
(sentral) syaraf yakni otak (nalar), yang telah lebih peka pula karena sudah dapat
membedakan yang NURANI dan yang bukan. Sehingga anda akan hafal betul dengan gejolak
nurani anda sendiri. Hal itu membuat diri anda kadang-kadang mampu weruh sak durunge
winarah. Anda tahu persis akan terjadi sesuatu peristiwa, sebelum suatu peristiwa itu terjadi.

Tampaknya sulit sekali kita mencapai kebisaan seperti di atas. Tetapi setelah kita MAU
membiasakan diri menghayati semua tata laku tersebut, semuanya dapat kita raih dengan
mudahnya. Anda akan mampu dengan sendirinya melalui beberapa tahap neng, ning, nung,
nang. Yakni jumeneng, wening, sinung, dan menang. Kemenangan hidup bilamana kita bisa
menjadi manusia yang merdeka lahir dan batinnya. Kemenangan diperoleh setelah kita
kesinungan. Supaya kesinungan, kita harus selalu wening. Agar supaya bisa wening kita
musti mau untuk jumeneng. Kemenangan hidup menjadi jalan setapak untuk menggapai
uninong aning unong.

NURANI

Dengan landasan pemahaman dan pengelolaan seluk-beluk nurani seperti telah saya uraikan
di atas, membuat setiap individu dapat mengendalikan DAYA PANGARIBAWA. Daya
pangaribawa adalah sebuah kekuatan besar berasal dari getaran nurani. Berupa kewibawaan
atau pengaruh kekuatan yang besar yang memancar dari tatapan mata, air muka, solah dan
bawa (perilaku lahir dan batin).
Sementara itu tutur kata yang bersumber dari nurani, sangat berguna untuk mencapai suatu
maksud dan tujuan yang diharapkannya. Daya pangaribawa akan memancar, beresonansi ke
sekelilingnya, bahkan daya pangaribawa yang getaran “resonansinya” kuat sekali akan
membahana memencar ke penjuru semesta alam. Mampu mewujudkan apa yang yang
diharapkan. Apa yang dipikirkan dan diucapkannya mudah menjadi kenyataan. Belum lagi
kita berdoa, harapannya sudah terkabul lebih dulu.

Metode ini menjelaskan pula bagaimana seseorang dapat memiliki kekuatan IDU GENI,
sabdo pandito ratu, apa yang diucapkan pasti terwujud. Getaran alam akan selaras, sinergis
dan harmonis dengan getaran nurani, demikian pula sebaliknya getaran nuraninya akan
selaras dengan getaran (kodrat/hukum) alam. Di situlah letak “kesaktian” seseorang,
manakala menjadi mandireng pribadi, berarti pula aku adalah alam semesta, kekuatan alam
semesta adalah kekuatanku.

Yang ini menjelaskan pula bagaimana orang-orang zaman dulu, seperti Ki Ageng Selo, Ki
Ageng Mangir Wonoboyo, para Ratugung Binatara menjadi seorang pribadi yang sakti
mandraguna. Di antaranya mampu menangkap dan mengendalikan petir, mampu menjebol
dan memuntahkan lahar gunung berapi dll. Ini bukan sekedar dongeng atau mitologi, beliau-
beliau bukanlah orang yang gegulangan ilmu karang, tetapi hanya karena berhasil menjadi
manusia yang (dengan tingkat kesadaran) KOSMOLOGIS, lebih dari sekedar kesadaran spirit
(untuk hal ini akan saya jabarkan dalam topik selanjutnya).

Siapapun anda, pasti bisa melakukan, asal ada kemauan. Secara teknis, proses daya
pangaribawa menjadi hasil karya nyata, atau menjadi kalimat bertuah setelah melalui
tahapan-tahapan berikut ini.

Panggraitaning cipta batin (bisikan nurani) yang secara tepat menentukan target dan
memotivasi kepada pencapaian suatu tujuan (mligining cipta). Seseorang tidak akan
merencanakan dan melakukan sesuatu di luar kehendak nurani. Sebaliknya keinginan yang
bukan kehendak nurani tidak akan terwujud. Maka seseorang tidak akan berharap-harap
selain yang berasal dari bisikan nuraninya sendiri.
Ketepatan Bertindak. Setelah suatu target dan tujuan secara tepat dapat ditentutan oleh
nurani, dituntut konsistensi tata lahir atau gerak ragawi untuk mewujudkan target dan tujuan
tersebut. Dengan diipandu oleh nalar budi pekerti (intelegensia nurani) atau kejernihan nalar
membuat diri kita lebih cermat membaca sinyal-sinyal dari panggraitaning cipta atau bisikan
nurani. Akan tetapi kejernihan nalar baru dapat kita ciptakan apabila kita mampu cara
meletakkan pikiran pada sudut yang netral dan obyektif. Hal ini tidak mudah dilakukan,
sebab nalar manusia selalu penuh dengan intrik, imajinasi, pengandaian, ilusi dan penuh
dengan data-data mentah yang tidak mudah dicerna. Untuk itu hendaknya cyclon atau
gelombang otak sering-sering diturunkan pada level bheta dan tetha. Jangan terus-terusan
memforsir otak selalu bekerja pada level alpha. Sebab daya kecermatan gelombang alpha
hanyalah berkisar 0,0000035 dibanding kecermatan gelombang theta.

Tekad Bulat atau Kemantaban Hati. Ketepatan bertindak merupakan langkah konkrit dalam
pencapaian tujuan. Namun hal itu belum cukup untuk mewujudkan daya pangaribawa, masig
diperlukan adanya KETANGGA, atau keketeg ing angga, yakni kuatnya kehendak dari dalam
jiwa atau tekad bulat. Untuk mencapai satu tujuan kita tak boleh mencla-mencle, plin-plan,
ragu-ragu akan apa yang kita tetapkan sebagai tujuan. Tetapi harus konsentrasi penuh
melibatkan batin (hati nurani), tata lahir atau gerak ragawi yang termaktub dalam kecermatan
penalaran, dan sebuah tekad yang bulat yang bersumber dari kekuatan jiwa.

NING. Ketiga sumber kekuatan pribadi di atas belumlah lengkap. Masih harus melibatkan
ning atau wening, hening cipta. Ning merupakan bentuk konsentrasi yang lebih tinggi
daripada ketiga konsentrasi di atas. Ning merupakan full consentration, konsentrasi penuh,
menjadi satu KARYO LEKSONO. Atau lebih mudah saya istilahkan NYAWIJI yakni
melibatkan kekompakan seluruh elemen daya kekuatan dalam diri pribadi untuk satu tujuan.
Atau hanya bertujuan tunggal dan mengerahkan segala daya dari dalam diri secara
KOMPAK. Individu yang nyawiji menyatukan beberapa komponen sebagai satu kesatuan
gerak langkah.

Komponen tersebut meliputi 4 unsur yakni ;

Hati,

Pikiran,

Ucapan,

Tindakan nyata yang diarahkan kepada pencapaian tujuan yang satu.


Contoh paling mudah, pada saat anda membidik agar mengenai sasaran, anda perlu full
konsentrasi yakni harus menciptakan keheningan, ketenangan, percaya diri, kesabaran dalam
tekad yang bulat, yang disatukan dalam setiap hela nafas. Keadaan full consentration akan
mudah dicapai saat menahan nafas beberapa saat lamanya. Nafas adalah kendali dan tali yang
bisa mengikat konsentrasi anda. Hal ini menjelaskan juga mengapa olah pernafasan menjadi
pelajaran utama dalam latihan meditasi, olah semedi, maladihening, mesu budi. Termasuk di
dalamnya sebagai sarana menyatukan diri (aku) dengan dzat sifat, afngal tuhan (Ingsun).

Dalam tradisi tasawuf Jawa-Islam ala Syeh Siti Jenar disebut sebagai shalat dhaim.

Sepadan pula dengan apa yang termaktub dalam Serat Wedhatama karya KGPAA
Mangkunegoro ke IV sebagai sembah cipta, atau sembah kalbu.

Pada intinya ning adalah upaya mewujudkan pencapaian kehidupan yang meditatif. Yakni
tercapainya kesadaran di atas kesadaran nalar (higher consciousness). Secara intuitif manusia
dapat mengetahui apa yang akan terjadi di alam. Karena kita dapat menangkap seluruh
vibrasi yang ada di alam semesta. Setiap akan terjadi peristiwa, selalu terjadi perubahan
vibrasi yang sebetulnya bisa dirasakan jika kita mau mencermati pancaran gelombang vibrasi
tersebut.

Di sinilah salah satu fungsi ning. Layaknya meditasi, ning membuat kita lebih peka, lebih
memahami apapun yang sedang dan akan terjadi di sekeliling kita, bahkan apa yang terjadi
pada belahan bumi yang lainnya.

PUASA EMPAT UNSUR MANUSIA

Pada dasarnya, setiap manusia dihadapkan pada puasa yang sejatinya, dilakukan selama 12
bulan berturut-turut tanpa henti sepanjang manusia hidup. Idealnya puasa tersebut disetting
menjadi prinsip dan pola hidup dalam pergaluan dan kehidupan bermasyarakat. Adapun
puasa meliputi puasa 4 unsur inti manusia.

1. PUASA JASAD/RAGA/BADAN KASAR

Terdiri dari beberapa puasa antara lain PUASA MULUT yakni ; Tidak bicara yang membuat
sakit hati orang lain, tidak bicara yang mencelakai orang lain. Tidak berucap yang membuat
keresahan dan kegelisahan. Sebaliknya, kita manfaatkan mulut kita bertutur kata yang
menentramkan perasaan sesama. Menghibur bagi yang sedang tertimpa kesusahan. Berbicara
yang bersifat konstruktif dan membangun.

PUASA PIKIR ; Tidak berprasangka buruk, tidak negative thinking, tidak picik akal, tidak
membuat rencana buruk, destruktif, propokatif. Sebaliknya, bukalah pikiran seluas-luasnya,
tidak hanya mengandalkan konsep berfikir sebagai senjata utama mengupas permasalahan,
jadikan pikiraan yang mampu menerima sinyal-sinyal dari batin agar pikiran menjadi lebih
cermat dan teliti. Mulailah membaca sesuatu berangkat dari pikiran yang netral dan
prasangka positif.

PUASA BADAN jasmani ; Tidak mengumbar nafsu makan, tidak mengutamakan


kenikmatan ragawi, tidak bertingkah provokatif ; mencelakai orang lain, menyinggung
perasaan orang, tidak berulah atau bersikap menganggu ketentraman dan kebahagiaan
sesama. Makan pada saat rasa lapar telah tiba, berhenti sebelum kenyang. Namun lebih baik
makan seadanya atau tidak mengada-ada atau memaksa mengadakan.

PUASA TELINGA ; tidak memanfaatkan telinga untuk sesuatu yang merugikan dan
mencelakai orang lain. Sebaliknya, telinga dimanfaatkan untuk tindakan-tindakan yang
konstruktif, yang dapat membangun kemuliaan hidup diri sendiri dan orang banyak.

2. PUASA HATI/KALBU/CIPTA

Tidak iri dan dengki terhadap prestasi orang lain, tidak panasten, tidak melecehkan dan
meremehkan pendapat orang lain sekalipun ia kita sangka bodoh, karena jalma tan kena
kinira. Tidak kagetan, tidak gumunan, tidak egois, tidak picik hati. Sebaliknya; menjadikan
hati sebagai gudang ilmu dengan cara membuka hati dari luasnya ilmu pengetahuan dan
sumber-sumber kebenaran.

3. PUASA JIWA/SUKMA/ROH

Tidak berkeinginan yang berlebihan atau melebihi batas kewajaran. Tenang, awas, tidak
mudah terkecoh, tidak mudah panik dan gundah. Selalu eling dan waspada. Eling sangkan
paraning dumadi, waspada terhadap segala hal yang menjadi penghalang kemuliaan hidup.

4. PUASA RAHSA

Duwe rasa, ora duwe rasa duwe. Akan menjadikan batin lebih tenang, hati tenteram, pikiran
jernih, tidak mudah kecewa dan patah hati, badan selalu sehat jasmani dan rohani.

Di antara puasa 4 unsur tersebut tentu saja puasa unsur yang ke 2, 3 dan ke 4 semakin sulit
dijalani. Namun tanpa pernah kita belajar dan mencobanya, ibarat komputer yang specnya
dilengkapi dengan software tinggi dan canggih, namun software tersebut menjadi sia-sia.
Sebab kita tidak bisa memanfaatkan performance dari software pemberian Tuhan secara
optimal.

MACAM MACAM PUASA

merupakan salah satu lelaku prihatin yang dijalankan untuk mempurifikasi Jiwa,

mencapai ketenangan batin disamping juga menjaga kesehatan.

Puasa atau tapa merupakan sarana meditasi untuk menutup babahan hawa sanga ( sembilan
lubang nafsu ) guna mencapai tingkat pengendalian sempurna atas diri. Ada berbagai macam
puasa/tapa yang dilakukan orang Jawa, antara lain :
Mutih, Dalam puasa mutih ini seseorang tdk boleh makan apa-apa kecuali hanya nasi putih
dan air putih saja. Nasi putihnya pun tdk boleh ditambah apa-apa lagi. Betul-betul hanya nasi
putih dan air putih saja.

Ngeruh, Dalam melakoni puasa ini seseorang hanya boleh memakan sayuran / buah-buahan
saja. Tidak diperbolehkan makan daging, ikan, telur dsb.

Ngebleng, Ngebleng adalah menghentikan segala aktifitas normal sehari-hari. Seseorang


yang melakoni puasa Ngebleng tidak boleh makan, minum, keluar dari rumah/kamar, atau
melakukan aktifitas seksual. Waktu tidur-pun harus dikurangi. Biasanya seseorang yang
melakukan puasa Ngebleng tidak boleh keluar dari kamarnya selama sehari semalam (24
jam). Pada saat menjelang malam hari tidak boleh ada satu lampu atau cahaya-pun yang
menerangi kamar tersebut. Kamarnya harus gelap gulita tanpa ada cahaya sedikitpun. Dalam
melakoni puasa ini diperbolehkan keluar kamar hanya untuk buang air saja.

Pati geni, Tapa yang berpantang memakan segala makanan yang dimasak menggunakan api (
geni ). Patigeni hampir sama dengan puasa Ngebleng. Perbedaanya ialah tidak boleh keluar
kamar dengan alasan apapun, tidak boleh tidur sama sekali. Biasanya puasa ini dilakukan
sehari semalam, ada juga yang melakukannya 3 hari, 7 hari dst. Jika seseorang yang
melakukan puasa Patigeni ingin buang air maka, harus dilakukan didalam kamar (dengan
memakai pispot atau yang lainnya).

Ngelowong, Seseorang yang melakoni puasa Ngelowong dilarang makan dan minum dalam
kurun waktu tertentu. Hanya diperbolehkan tidur 3 jam saja (dalam 24 jam). Diperbolehkan
keluar rumah.

Ngrowot, Puasa ini adalah puasa yang lengkap dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat
sahur seseorang yang melakukan puasa Ngrowot ini hanya boleh makan buah-buahan itu
saja! Diperbolehkan untuk memakan buah lebih dari satu tetapi hanya boleh satu jenis yang
sama, misalnya pisang 3 buah saja.

Nganyep, Puasa ini adalah puasa yang hanya memperbolehkan memakan yang tidak ada
rasanya. Perbedaan dengan Mutih adalah makanannya lebih beragam asal dengan ketentuan
tidak mempunyai rasa.

Ngidang, Hanya diperbolehkan memakan dedaunan saja, dan air putih saja seperti hewan
kijang. Selain daripada itu tidak diperbolehkan.
Ngepel, Ngepel berarti satu kepal penuh. Puasa ini mengharuskan seseorang untuk memakan
dalam sehari satu kepal nasi saja.

Ngasrep, Hanya diperbolehkan makan dan minum yang tidak ada rasanya, minumnya hanya
diperbolehkan 3 kali saja sehari.

Senin-kamis, Puasa ini dilakukan hanya pada hari senin dan kamis saja seperti namanya.
Puasa ini identik dengan agama islam.

Wungon Puasa ini adalah puasa pamungkas, tidak boleh makan, minum dan tidur selama 24
jam.

Tapa Jejeg, Tidak duduk selama 12 jam setiap hari selama tapa/puasa.

Lelono, Melakukan perjalanan (jalan kaki) dari jam 12 malam sampai jam 3 subuh (waktu ini
dipergunakan sebagai waktu instropeksi diri).

Kungkum, Tatacara tapa Kungkum adalah sebagai beikut : Masuk kedalam air dengan tanpa
pakaian selembar-pun dengan posisi bersila (duduk) didalam air dengan kedalaman air se
tinggi leher. 1) Biasanya dilakukan dipertemuan dua buah sungai. 2) Menghadap melawan
arus air 3) Memilih tempat yang baik, arus tidak terlalu deras dan tidak terlalu banyak lumpur
didasar sungai 4) Lingkungan harus sepi, usahakan tidak ada seorang manusiapun disana. 5)
Dilaksanakan mulai jam 12 malam (terkadang boleh dari jam 10 keatas) dan dilakukan lebih
dari tiga jam (walau ada juga yang memperbolehkan pengikutnya kungkum hanya 15 menit).
6) Tidak boleh tertidur selama Kungkum. 7) Tidak boleh banyak bergerak 8) Sebelum masuk
ke sungai disarankan untuk melakukan ritual pembersihan (mandi dulu). 9) Pada saat masuk
air, mata harus tertutup dan tangan disilangkan di dada. 10) Nafas teratur.11) Kungkum
dilakukan selama 7 malam biasanya

Ngalong, Tapa ini dilakukan dengan posisi tubuh kepala dibawah dan kaki diatas (sungsang.
Pada tahap tertentu tapa ini dilakukan dengan kaki yang menggantung di dahan pohon dan
posisi kepala di bawah (seperti kalong/kelelawar). Pada saat menggantung dilarang banyak
bergerak. Secara fisik bagi yang melakoni tapa ini melatih keteraturan nafas. Biasanya puasa
ini dibarengi dengan puasa Ngrowot.

Ngeluwang, Tapa Ngeluwang adalah tapa paling menakutkan bagi orang-orang awam dan
membutuhkan keberanian yang sangat besar. Tapa Ngeluwang disebut-sebut sebagai cara
untuk mendapatkan daya penglihatan gaib dan menghilangkan sesuatu. Tapa Ngeluwang
adalah tapa dengan dikubur di suatu pekuburan atau tempat yang sangat sepi. Setelah
seseorang selesai dari tapa ini, biasanya keluar dari kubur maka akan melihat hal-hal yang
mengerikan (seperti arwah, jin dlsb).

Ngrame. Tapa Ngrame dilakukan ditengah keramaian, yakni selalu menebarkan kebajikan
dan memerangi angkara seperti yang dilakukan oleh para ksatria yang diiringi Punakawannya
dalam cerita pewayangan.

Menurut Dr. Simuh, orang Jawa juga melakukan tapa yang berhubungan dengan anggota
badan, yakni :

Mata : tapanya mengurangi tidur, zakatnya tidak menginginkan apa yang sudah dipunyai
orang lain.

Telinga : tapanya mencegah hawa nafsu, zakatnya menghindari mendengar segala


perbantahan

Hidung : tapanya mengurangi minum, zakatnya tidak mencela keburukan orang lain.

Lisan : tapanya mengurangi makan, zakatnya menghindari menggunjing keburukan orang


lain

Aurat : tapanya menahan syahwat, zakatnya menghindari perbuatan zina

Tangan : tapanya mencegah perbuatan mencuri, zakatnya lumuh mara tangan atau tidak
memukul orang lain

Kaki : tapanya tidak untuk berjalan buat keburukan, zakatnya suka berjalan buat istirahat (
Simuh, 1988 : 344-345 )

Sedangkan menurut Ki Ageng Suryo Mentaram, dalam upaya mendekatkan diri kepada Gusti
Allah, manusia Jawa juga harsu menjalankan 7 macam tapa, yaitu :

Tapa Jasad, yakni laku badan jasmaniah. Hati agar dibersihkan dari sifat benci dan sakit hati,
rela atas nasibnya, merasa diri pasrah terhadap ketentuanNya. Hal ini merupakan tingkah laku
yang berada dalam tataran syariat.

Tapa Budi, yakni laku batin atau laku tarikat. Hati harus jujur, menjauhi segala bentuk dusta
dan menepati segala janji.

Tapa hawa nafsu, yakni berjiwa sabar dan alim serta memaafkan kesalahan - kesalahan orang
lain.
Tapa brata atau tapa rasa sejati, yakni menempa diri melakukan semedi untuk mencapai
beninge kalbu atau ketenangan batin

Tapa Sukma, yakni bersikap ambeg parama arta atau bermurah hati, ikhlas dalam berbagi dan
tidak mengganggu orang lain.

Tapa cahya amuncar, yakni agar hati selalu awas dan ingat, mengerti lahir batin,
membedakan yang palsu dan sejati.

Tapa hidup ( tapaning urip ), yakni melakoni hidup dengan penuh kehati - hatian serta ikhlas
tanpa rasa khawatir karena percaya segala sesuatu yang terjadi adalah merupakan kebijakan
dari Gusti Allah Yang maha Mengetahui.

MEDITASI MENUJU KEMANUNGGALAN KAWULO GUSTI

Apa yang dikemukakan dibawah ini hanyalah sebagai pondasi atau landasan dasar perjalanan
menuju Allah. Jadi setelah memperoleh pengalaman spiritual dari lelaku dibawah ini, bukan
berarti bahwa perjalanan spiritual sudah diperoleh sempurna. Akan tetapi paling tidak dengan
perjalanan ma’’rifat dasar berikut ini akan menjadi awal yang sangat baik untuk melanjutkan
lelaku dan pengalaman spiritual lanjut.

Untuk memperoleh hasil optimal, maka praktik meditasi (khalwat, I'tikaf, atau tahannuts)
dilaksanakan dengan urutan-urutan sebagai berikut

Mandi menyucikan jasmani dan rohani. Niat: Bismillahirrahmanirrahim, niyatingsun ngedusi


seduluring papat, lima pancer, kanem bumi, kapitu Rasul, Allahu damalkah. Niyatingsun
ngedusi badan jasmani, resik jaba suci jero. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar

Melaksanakan meditasi yang disebut sebagai shalat ma’rifat, dengan tata cara sebagai berikut
: Dimulai dengan Tafakkur atau pemusatan pemikiran dan hati. Melakukan meditasi sampai
ke tubuh, hati, dan pikiran hingga mencapai gelombang alfa (hening, tenang, tenteram, dan
damai)

Cara melakukan tafakkur:

Mengambil napas sekuat mungkin, kemudian napas ditahan dibagian bawah perut.
Membaca wirid dalam hati (kalbu, batin)” Allah, Allah, Allah…”, sambil melepaskan napas
secara perlahan.

Dilakukan sekitar 10x – 41x, sampai mencapai gelombang alfa.

Boleh membaca asma’ Allah yang lain, sesuai dengan keinginan kita (QS Al A’raf/7:180),
utamanya asma ul husna.

Membaca surat al fatihah

Caranya: dilakukan dengan menahan napas cukup 1-3 kali

Mengucapkan niat (afirmasi) dan permohonan do’a atau do’a iftitah.

“Rabbi arinii andzur ilaika. Ya Allah, aku berhasrat menemui dan mengenalMu, jika Engkau
izinkan, tunjukkanlah wajahMu padaku, agar aku dapat menyaksikanMu (bermusyahadah)”
(Al A’raf/7:143)Dilakukan dengan menahan napas, mengucapkan niat tulus ikhlas kemudian
melepaskannya secara perlahan-lahan.

Membaca shalawat satu kali, istighfar 3 kali dan membaca “hu-Allah” 3 kali.

Dilakukan dengan menahan napas, dan setelah selesai dikeluarkan perlahan-lahan.

Menutup 9 lubang (babahan nawa/hawa sanga), mati sakjeroning urip.

Membaca Allahu Akbar (1x) sambil mengankat tangan disamping kepala (takbiratul al
ikram)

Meletakkan kedua ibu jari, menekan keduanya pada daun telinga yang kecil ( menutup
telinga).

Meletakkan jari telunjuk, menekan pada kedua kelopak mata (dari kelopak mata atas menuju
ke bawah)

Meletakkan kedua ujung jari tengah, menekan kedua lubang hidung (dari sisi samping kiri ke
samping kanan hidung)

Sebelum menutup kedua lubang hidung , tarik napas secukupnya melalui mulut, kemudian
ditahan semampunya di bagian bawah perut.
Meletakkan kedua jari manis menekan bibir atas, dan meletakkan kedua jar kelingking untuk
menekan bibir bawah pada organ mulut kita.

Mengambil napas secukupnya melalui mulut, kemudian napas ditahan dibagian bawah perut.

Jika sudah tidah kuat menahan napas, lakukan “isbat”

Lidah diletakkan dilangit-langit bagian atas, gigi rapat, bibir rapat.

Isbat adalah menutup kedua mata dengan menggunakan kedua telapak tangan (yaitu, telapak
tangan bagian dalam bawah, dan bagian atas menutup jidat.

Kembali ke posisi duduk awal dan mengatur napas, sambil berdzikir dalam hati “hu Allah”
sebanyak 7 kali.

Membaca:”sahadat Allah, Allah, Allah lebur badan, dadi nyawa, lebur nyawa dadi cahya,
lebur cahya dadi idhafi, lebur idhafi dadi rasa, lebur rasa dadi sirna mulih maring sajati, kari
amungguh Allah kewala kang langgeng tan kena pati” (Syahadat Allah, Allah, Allah badan
lebur menjadi nyawa, nyawa lebur menjadi cahaya, cahaya lebur menjadi (ruh) idhafi, (ruh)
idhafi lebur menjadi rasa, rasa lebur menjadi sirna kembali kepada yang sejati, tinggallah
Allah semata yang abadi tidak terkena kematian), dengan menahan napas.

Membaca”Ashadu-ananingsun, satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun, kang badan nyawa
kabeh (Ashadu-keberadaanku, la ilaha-bentuk wajahku, illallah-Tuhanku, sesungguhnya tidak
ada tuhan selain Aku. Yaitu, badan dan nyawa seluruhnya), dengan menahan napas.

Jika memiliki permintaan khusus, lakukan disertai niat dan permohonan yang tulus. Setelah
doa diucapkan, lepaskan napas. Doa khusus diucapkan setelah membaca: “ashadu
ananingsun, anuduhake marga kang padhang, kang urip tan kenaning pati, mulya tan
kawoworan, elinge tan kena lali, iya rasa iya Rasulullah, tutuga alam padhang, iya iku
hakekating Rasulullah, sirna manjing sarira ening, sirna wening tunggal idhep jumeneng
langgeng amisesa budine, angen-angene tansah amadhep ing Pangeran”, sambil menahan
napas. (Ashadu keberadaanku, yang menunjukkan jalan yang terang, yang hidup tidak
terkena kematian, yang mulia tanpa kehinaan, kesadaran yang tidak terkena lupa, itulah rasa
yang tidak lain adalah Rasulullah, selesailah berada di alam terang. Itulah hakikat Rasulullah,
hilang musnah ketempatan wujud yang hening, hilang keheningan menyatu tunggal
menempati secara abadi memelihara budi, angan-angan selalu menghadap Tuhan)

Melanggengkan daya rohani (shalat daim) dengan dzikir “sasahidan”: juga bisa dilakukan
dalam kondisi hati berwirid dengan sasahidan (syahadat Ingsun sejati)

Ingsun anakseni ing datingsun dhewe

Satuhune ora ana pangeran among ingsun

Lan nekseni satuhune Muhammad iku utusaningsun

Iya sejatine kanga ran allah iku badaningsun

Rasul iku rahsaningsun

Iya ingsun kang urip tan kena ing pati

Iya ingsun kang eling tan kena lali

Iya ingsun kang langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan jati

Iya ingsun kang waskitha ora kasamaran ing sawiji wiji

Iya ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa wicaksana ora kekurangan ing pangerti,

Byar:

Sampurna padhang terawangan

Ora kerasa apa-apa

Oa ana katon apa-apa

Mung ingsun kang nglimputi ing alam kabeh

Kalawan kodratingsun.

Artinya:
Aku bersaksi di hadapan Dzat-ku sendiri

Sesungguhnya tiada tuhan selain Aku

Aku bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan-Ku

Sesungguhnya yang disebut Allah itu badan-Ku

Rasul itu rasa-Ku

Muhammad itu cahaya-Ku

Akulah yang hidup tidak terkena kematian

Akulah yang senantiasa ingat tanpa tersentuh lupa

Akulah yang kekal tanpa terkena perubahan di segala keadaan

Akulah yang selalu mengawasi dan tidak ada sesuatupun yang luput dari pengawasan-Ku

Akulah yang maha kuasa, yang bijaksana, tiada kekurangan dalam pengertian

Byar

Sempurna terang benderang

Tidak terasa apa-apa

Tidak kelihatan apa-apa

Hanya aku yang meliputi seluruh alam

Dengan kodrat-Ku

Untuk mengasah ketajaman mata batin, daya rohani dan menjaga ketajaman pancaindera
(mengaktifkan indera “keenam”), ada baiknya setiap hari melakukan dzikir sebagai berikut:

Indera: mata, nafsu: muthmainnah. Dalil hati : La bashira illallah: Dzikir: la ilaha illallah

Indera: telinga, nafsu : Ammarah. Dalil hati : la sami’a illallah. Dzikir: Allah-u

Indera: hidung, Nafsu: shuffiyah. Dalil hati: la hayata illallah Dzikir: Hu Allah

Indera: mulut, Nafsu: lawwamah. Dalil hati: la kalima illallah. Dzikir: Allah
Selesai melakukan meditasi, ritual ditutup dengan bacaan “sabda sukmo, adhep-idhep Allah,
kang anembah Allah, kang sinembah Allah, kang murba amisesa”.

misterius angka 9

Nilai misterius angka 9, bacalah dng seksama.

1. Pada tubuh manusia terdapat 9 lubang yang konon semua ujian hidup datangnya lewat 9
lubang tersebut.
Mata=2, hidung=2, telinga=2, mulut=1, anus=1, kemaluan=1 total = 9 buah lubang.

-mata,,janganlah melihat sesuatu yng gak seharusnya dilihat


-hidung,,janganlah mencium sesuatu yng gak seharusnya di cium
-telinga,,janganlah mendengar sesuatu yng gak seharusnya di dengar
-mulut,,janganlah memakan sesuatu yng tak seharusnya di makan
-anus,,ingatlah seberapapun banyaknya yng di makan,yng dimasukan
Pada akhirnya akan dibuang jg, ini nengingatkan akan sikap keserakahan
-kemaluan, jelas jng sembarangan mengumbar hawa nafsu, bila bukan dari yng diridhoinnya.

Silahkan lebih mendalaminya lagi…

Nilai ke 10 , dari 9 lubang adalah wujud sempurna diri, satu kesatuan, tunggal, esa,

kita diingatkan akan dzat yang maha memiliki tubuh ini yaitu alloh SWT…..

2. Bayi di kandung ibunya , pada dasarnya adalah 9 bulan

Nilai ke 10,dari 9 bulan adlh lahir kedunia, selamat, suci, amanat, rahmat…

3. Bulan Ramadhan di bulan Islam adalah bulan ke 9


Nilai ke 10, nya adlh idul fitri, kemenangan, kembali suci….
4. wali yng ada adalah 9 orang, penyebar cahaya islam, keselamatan di indonesia
Nilai ke 10, nya adlh orang yng meng islamkan mereka, karena dulunya mereka bukan
muslim,

sebagai penasehat kerajaan.

5. Plenet tatasurya kita adalah 9 buah sampai Pluto


Nilai ke 10, nya adalah ‘matahari’ yng selalu memberi cahaya kehidupan pada kegelapan….

Apabila kita membayangkan, kalo setiap ujian hidup mempunyai 9 level, maka ke 10 nya
adalah kebahagiaan, kemenangan, keselamatan, diturunkannya rahmat.
Keikhlasan dan kesabaran turut diuji dalam menjalaninya.

Dan apabila kita gagal atau batal pada sebelum level ke 9, maka ingatlah pada pilsafat’
wudlu’
Yaitu, berwudlulah kembali apabila batal dari wudlu trb…

Anda mungkin juga menyukai