Anda di halaman 1dari 18

BABAHAN HOWO SONGO

BABAHAN HAWA SANGA ( 9 )

Sebelum kita membahasnya kita sering menjumpai orang yang belum matang dalam
berpuasa sehingga puasa yang dilakukan hanyalah sebatas menahan haus dan
lapar.puasa yang seperti itu adalah puasa yang hanya berada dalam tingkatan dasar
berpuasa.Puasa yang hanya tidak makan dan minum itu yang dinamakan belum paham
mengenai esensi dasar berpuasa. 

Puasa yang sudah mengalami peningkatan mutu spiritual adalah puasa mereka yang
sudah mulai memahami makna dan esensi puasa hingga sudah tidak masuk lagi pada
tataran fisik tapi juga masuk kedalam tataran batin.yaitu tataran yang mampu
bermanifestasi pada akal budi dan perilaku.puasa seperti inilah yang dimaksud dalam
perintah berpuasa :”laalakum tattaquun” agar kamu menjadi taqwa atau agar kedekatan
dan penghormatan kepada Tuhanmu menjadi semakin besar.
 

Babahan howo songo ,bahwa manusia hendaklah menjaga dari hawa nafsu yang keluar
dari 9 lubang yaitu : dua dimata,dua telinga ,dua hidung, satu mulut ,satu lubang dubur
dan kelamin. 9 lubang itu adalah jalan masuk hawa pada manusia.Manusia akan lebih
terarah hidup dan kehidupannya ketika mau berikhtiar untuk mengontrol 9 lubang hawa
tadi.karena sebenarnya fitrah dari 9 jalan tadi adalah kesucian dan jalan pengabdian
kepada sang khaliq

Mata fitrahnya itu suci untuk melihat banyak keajaiban ayat ayat Tuhan yang terbentang
didunia.memandang dunia yang begitu indah sehingga muncul rasa kagum kita pada sang
pencipta.mata juga bisa kita gunakan untuk sering membaca ayat ayat suci yang turun dari
langit lewat Nabi. 

Telinga itu Fitrahnya suci yaitu mendengar kalimat puji pujian kepada sang Pencipta dari
seperti subhanallah wal hamdulilah walaa ilaha illalllah wallahu Akbar.ataupun senandung
wirid wirid yang lain telinga juga bisa juga senang jika digunakan untuk mendegar ayat
ayat suci yang dilantunkan dari masjid,surau atu musholla.

Mulut itu Fitrahnya suci yaitu untuk berkata yang baik,memberikan pujian bagi
Allah,mengucapkan dzikir dan wirid setiap waktu serta memberikan kesejukan bagi jiwa.
atau bisa dilakukan dengan bahasa sendiri atau bahasa apapun untuk memurnikan
batin,toh Tuhan mengerti dengan bahasa apapun. 

Hidung itu fitrahnya suci yaitu untuk bernafas dalam ridha allah.setiap nafas yang masuk
kedalam lubang hidug kita dengan rasa syukur dan iman kepada Allah insyaAllah akan
membuat jiwa menjadi lebih mutmainah dan tentram

Lubang dubur manusia itu juga merupakan jalan untuk mengeluarkan segala sesuatu yang
tidak lagi diperlukan oleh tubuh.
Lubang kemaluan itu juga fitrahnya suci untuk menjalin hubungan dengan suami atau istri
yang sah .menjaganya dengan sepenuh hati akan membuat hidup seseorang akan lebih
mudah dan menjadikannya sebagai seorang yang memiliki tingkat yang luar biasa.

Semestinya manusia yang sudah dewasa secara batin tidak hanya berpuasa karena
puasa itu diwajibkan tetapi berpuasa karena keikhlasan agar hidupnya menjadi lebih
terarah secara spiritual

Manusia yang mampu menjaga puasanya seperti menjaga jubahnya agar tak melekat
didalamnya rasa iri dengki ,takabur,riya,ujub,dan sebagainya sehingga jubah hatinya tak
terkotori oleh akhlak yang menjauhkan dirinya dari sisi Tuhan.Manusia itu adalah makhluk
yang pemalas. Seandainya perintah puasa itu tidak wajib maka belum tentu semua orang
mau berpuasa. Manfaat puasa sangat banyak dan tentu haruslah diisi dengan banyak hal
yang bermanfaat seperti membaca Alquran,bersedekah ,melakukan amalan amalan yang
baik dan sebagainya.
HENING CIPTO NUTUP BABAHAN HOWO SONGO

Keheningan meliputi alam kasunyatan, karena banyak manungsa yang tidak lagi mengolah
RASAnya. Terasa sendiri jika berada disana, tanpa tersadarkan ini sudah berlangsung sekian lama
sejak para leluhur suci masih ikut mengemong para pujangga jiwa.
Inikah tanda bahwa jagad ini memang harus menuju titik tertentu lagi, seperti yang terjadi pada
zaman cipta kala. Jikalau demikian, kemanakah atma-atma akan berlabuh, sudah waktukah harus di
turunkan lagi para Kasampurnaan untuk kesekian kalinya?

Luhur cipta, akar persona, akankah manungsa sejati akan kembali merajut cinta dalam diri. Jika
tidak dimulai dari sekarang maka kapankah waktu yang tepat. Apa yang di agung-agungkan sebagai
kebenaran kasunyatan hidup hanyalah penyangkalan atas ketidak tahuan, ibarat bulan yang
dikatakan purnama maupun sabit, padahal purnama dan sabit tidak pernah terjadi, itu yang “KAU”
akui dan agungkan sebagai kebenaran kasunyatan hidup?

Jika selangkah saja kita tidak bisa mengolah RASA ini, marilah sedikit saja kita Heningkan Cipta.
Hening tandanya diam, diam dengan “ntutupi babahan hawa sanga” yang mana arahnya adalah
kepada penyangkalan terhadap kepuasan akan pencapaian diri saat ini. Cipta tandanya unsur gerak,
gerak dari sukma bukan dari pikiran, gerak dengan “urip iku hanguripi” yang mana arahnya adalah
kepada penyatuan untuk mencapai keseimbangan/keserasian dalam “hidup” ini.
Matur Suwun Gusti Pangeran Ingkang Sejatos, akan bertemunya dengan Para Kadang sebagai
pencinta kehidupan kasunyatan yang terus melihat dalam sukma. Semoga inilah tanda semua atma
akan yang belum berlabuh bisa bertemu dengan Para Kadang jagad ini. Cahaya pekerti biar tetap
bersinar walaupun masih dalam proses menuju.

Babahan Hawa Sanga Melatih Eling Lan Waspada

Manusia pada dasarnya dituntut 2 pilihan dalam proses pencapaian rohani atau diri pribadi
yang tinggi, yaitu memilih jalan luhur atau memilih jalan pintas (pilihan tersebut harus
dipilih dengan ketegaran dan kewaspadaan akan peranan jin dalam menghasut manusia).
Babahan Hawa Sanga mengajarkan manusia kejawen untuk memilih jalan luhur dan selalu
waspada dengan jalan pintas yang ditawarkan jin. Jin sangat lihai dalam mengelabuhi
bahkan terkadang menggunakan bujukan kasih sayang. Namun pada akhirnya terjadi
sengsara. Perlu diketahui, jika kewaspadaan lengah dan manusia terhasut maka kegiatan
rohani Babahan Hawa Sanga mengarah pada pelampiasan hawa nafsu duniawi, seperti
ingin sakti mandraguna agar dapat kepercayaan dan diakui oleh sesama.

Tawaran menggiurkan jin ketika mempengaruhi 9 lubang hawa nafsu manusia tidak hanya
sebuah tawaran, tetapi kenyataan akan terjadi. Jika jin menawarkan sakti, kita akan sakti.
Sebagai contoh : praktek-praktek spiritual yang telah banyak berkembang di masa leluhur
dan saat ini. Untuk mendapatkan “ilmu kebal lembu sekilan”, dimana ilmu yang
menawarkan kekebalan tubuh tanpa ada barang tajam atau tumpul yang mengenai tubuh,
tapi berjarak 1 jengkal jari-jari tangan. Ilmu kebal lembu sekilan dilatih dari pembukaan
pintu gerbang ruh, mulut, 2 hidung dan 1 dubur. Kemudian setelah terbuka akan berjumpa
dengan penghuni 4 lubang hawa nafsu tersebut. Terwujudlah komunikasi antara makhluk
penghuni 4 lubang hawa (2 hidung, 1 mulut dan 1 dubur) kita akan ditawari keberhasilan
atas keinginan kita, lalu setelah mengucapkan keinginan, penghuni 4 lubang tersebut
memberikan ilmu kanuragan tersebut. Sekilas melihat pelatihan rohani tersebut adalah
sepele namun memiliki kandungan hawa nafsu kekerasan yang luar biasa dan sulit untuk
mengendalikannya. Keinginannya hanya penyelesaian masalah dengan kekerasan.

Cobaan tersebut memang sering dialami oleh manusia kejawen, namun perlu diketahui
Babahan Hawa Sanga meminta manusia kejawen untuk mewaspadai hasutan tersebut
dan selalu ingat pada Sang Pencipta. Belum lagi jika sudah ditemui oleh penghuni 999
makhluk di organ kita. Kita akan bisa melakukan apa saja yang kita mau, seperti
menghilang kemudian muncul kembali, pergi dengan jarak 60 km hanya dengan 5 menit
bahkan hanya dengan 1 kedipan mata, bisa terbang di atas angin atau merubah daun
menjadi emas atau uang dan lain-lain. Namun hal itu maya, walaupun nyata terjadi. Pilihan
tersebut bukanlah abadi. Di situlah letak bujukan jin atas 999 penghuni organ kita. 999
organ apabila mampu dibuka, kita akan seperti nenek moyang yang memiliki ajian bala
sewu atau sukma sewu. Jika diterapkan, kita memiliki 999 wajah yang serupa dengan kita.
Namun, nenek moyang kita hanya digunakan saat berperang melawan musuh atau dalam
kondisi terancam bahaya.

Babahan Hawa Sanga adalah warisan leluhur. Saat ini banyak cerita mitos tentang nenek
moyang kita yang saktinya luar biasa. Hal itu bukanlah cerita mitos semata, karena sampai
sekarang pengalaman tersebut masih ada yang memiliki di pinggiran kota. Boleh-boleh
saja mengatakan itu imajinasi atau berkhayal karena hal itu adalah hak prinsip pribadi
masing-masing. Terserah bagi yang menilai, itu pendapat penilaian yang artinya persepsi,
hakiki adanya. Namun, alangkah baiknya jika dicoba dulu misteri Babahan Hawa Sanga
ini, pasti akan mengalami. Kalau sudah mengalami pasti akan berbicara beda.

Kembali kepada pengetahuan Babahan Hawa Sanga. Di dalam pengetahuan ini, bertujuan
untuk mencari sangkan paraning dumadi atau mencari jalan terang Sang Pencipta, ketika
esok kita kembali kepada-Nya. Pengetahuan ini tidak mengajak umat manusia untuk
melatih kesaktian tetapi beribadah kepada Sang Pencipta sesuai perkembangan masa,
waktu manusia atau masa waktu beribadah lahir. Kemudian beribadah batin (jiwa pikiran)
dan kemudian beribadah ruh.

Babahan Hawa Sanga mengajak melatih kesetiaan tubuh jasmani, dengan cara
membangun keteguhan, ketekunan dan kepastian terhadap Sang Pencipta. Tubuh
jasmani dipersujud sembahkan kepada Sang Pencipta dengan mengikuti aturan-aturan
kegiatan rohani seperti samadi. Tubuh memiliki kandungan hawa nafsu negatif, oleh
karena itu harus disucikan dengan kegiatan devasi (penderitaan). Ibadah milah masih
bersifat individu atau pribadi atau belum untuk sesama.

Sedangkan jiwa pikiran diteguhkan keyakinannya agar selalu tunduk, sujud dan hormat
kepada Sang Pencipta. Kesetiaan dan kepasrahan dibina, kemudian direalisasikan di
lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan sosial. Realisasi tersebut
bermaksud untuk menguji kesetiaan yang penuh ikhlas dan rela pasrah. Salah satu cara
yang diuji adalah melakukan pelayanan penyembuhan bagi yang membutuhkan.

Jika sudah memiliki energi prana yang besar dan lebih, kenapa tidak disumbangkan bagi
yang membutuhkan. Itulah dasar-dasar menguji kesetiaan jiwa pikiran kita terhadap Sang
Pencipta. Kita akan mengeluh tidak ataukah kalau sudah mampu menyembuhkan apakah
kita akan menyumbangkan diri atau angkuh? Jelasnya, keteguhan jiwa pikiran ini terhadap
Sang Pencipta sebagai perwujudan titah Sang Pencipta atas hubungan horisontal, yaitu
hubungan baik dengan sesama manusia dan sesama makhluk semesta. Ibadah ini disebut
tarekat.

Di dalam melatih kesetiaan pribadi ruh dengan Sang Pencipta diperlukan ibadah ruh.
Persujudan menyembah kepada Sang Pencipta dilakukan secara tulus iklas dan rela
pasrah dilakukan oleh pribadi ruh. Bukan lagi melalui lahir atau jiwa pikiran saja, tetapi
pribadi ruh saatnya memimpin tubuh jasmani dan jiwa pikiran beserta kelengkapannya
(rasa, kalbu, naluri, budi dan atman). Persujudan ini adalah wujud hubungan vertikal
hubungan antara ruh pribadi manusia dengan Sang Pencipta. 

Untuk mencapai tahapan interaksi Sang Pencipta, ruh pribadi harus melakukan pekerjaan
alam astral yaitu ikut berkewajiban menyeimbangkan, menselaraskan dan
mengharmoniskan makhluk penghuni alam astral. Dari pengalaman vertikal, akan
mendapatkan nilai-nilai luhur bagaimana harus mengembangkan masalah tanggung dunia,
dalam hubungan pengetahuan ini adalah mengentaskan hambatan di dalam
penyembuhan bagi yang membutuhkan.

Ilmu Babahan Hawa Sanga

Babahan Hawa Sanga (BHS) berarti 9 lubang energi (hawa). Menurut sengkalan budaya
Jawa, babahan memiliki arti 9, Hawa itu juga 9 dan Sanga berarti 9. Lubang energi itu bisa
disebut pusat inti meridian organ tubuh manusia yang terhubung dalam konstruksi
kejiwaan manusia. Keluar masuknya energi dari alam semesta sekitar (hawa) dan jiwa
nafsu di dalam tubuh manusia sebagai hubungan mikro dan makro kosmis melalui 9
lubang Babahan Hawa Sanga yang harus dijaga keseimbangannya. Inilah dasar ajaran
Memayu Hayuning Bawana di dalam diri manusia kejawen.
Tertera sengkalan Babahan Hawa Sanga itu berarti ada 999 lubang hawa. Pertama
sumber inti dari Babahan itu. 99 dari jumlah meridian Nawa Sanga. Sedangkan secara
keseluruhan Babahan Hawa Sanga ada sub meridian berjumlah 999 lubang hawa energi.
Itulah rahasia dibalik 999 lubang itu dalam aktivitasnya di sebut Bala Srewu (Bala Sewu)
dalam diri tiap manusia. Terlepas percaya atau tidak dan selera atau tidak, setiap manusia
memilikinya tanpa ada batasan apapun dalam filsafat dan keyakinan tiap budaya
bangsanya di dunia manapun juga.

Istilah Bala Sewu berjumlah 1000 bantuan atau penolong. Sedangkan Babahan Hawa
Sanga tertera 999 dan kurang 1 itu milik pribadi sejati (ROH SEJATI) yaitu diri pribadi
manusia itu, bukan jiwa dan bukan organ fisiknya, tetapi ROH SEJATInya. ROH SEJATI
inilah yang tunduk pada hukum Sangkan Paraning Dumadi sebagai ketegasan Roh Sejati
bertanggung jawab kepada Tuhan PenciptaNya.

Hawa/Howo bahasa Jawa dapat berarti lubang, dan Hawa dalam bahasa Arab dapat pula
berarti keinginan atau kehendak. Hawa nafs berarti keinginan jiwa (nafs = jiwa). Jiwa
dalam ilmu jiwa (psikiatri) dibedakan dengan pengertian nyawa atau ruh. Jiwa adalah
manifestasi kesadaran manusia dengan kecenderungan-kecenderungan yang dapat
dipelajari baik secara kaidah ilmu ilmiah (psikiatri) dan kaidah ilmu psikologi. Dari penanda
dalam bahasa Jawa : Babahan Hawa Sanga, yang biasanya kalimat lengkapnya adalah
sebuah nasihat : “Nutupi babahan hawa sanga” ini mari kita coba jelaskan tentang
babahan Hawa Sanga. 

Babahan Hawa Sanga artinya 9 keinginan jiwa (hawa nafs) yang harus diwaspadai agar
tidak salah arah, akibat dibukanya secara tak terkendali 9 jendela lubang (howo) pemicu
hawa (keinginan) dalam diri jiwani manusia. 

Percaya atau tidak, 9 lubang yang ada pada fisik manusia ini pada hekatnya juga
mempengaruhi batiniah manusia. Orang Jawa yang sudah jawa (mengerti) biasanya
cukup berpesan kepada anak cucunya untuk sedapat mungkin menutupi babahan hawa
sanga dalam arti berusaha tidak menyimpangi (mengerem dari menyimpangi) hawa nafs
atau keinginan jiwa yang bersumber dari 9 lubang jendela dalam diri manusia. 

1. 2 Hawa pertama adalah Mata kanan dan Hawa kedua adalah Mata kiri, penanda
ini adalah perwujudan keinginan jiwa yang bersumber dari dibukanya jendela mata.
Bisa dengan istilah gaul lapar mata. Keinginan jiwa (hawa nafs) yang berasal ketika
jendela mata dibuka dengan ‘diafragma lebar’ dan membiarkan mata
terpapar/tereksposure oleh pemandangan yang menyebabkan hati menjadi memiliki
keinginan syahwati. Syahwati artinya bisa macam-macam, pemenuhan lubang jiwa,
bisa punya keinginan untuk menikmati suatu hal, keinginan memiliki dan mencoba
suatu hal dari sumber informasi ke otak dari hasil pandangan mata. Pandangan
mata bila diarahkan ke hal-hal yang arrousal maka akibatnya bisa menjurus ke arah
maksiat. Pandangan mata mudah melekat pada lawan jenis, dan justru karena ini
banyak yang ingin memuaskan pandangan matanya untuk menyaksikan eksplorasi
tubuh lawan jenis. Jika ke istri/suami sendiri maka sah saja, tapi bila jendela mata
dibuka lebar untuk menyimpang ke arah sajian baik yang live maupun media visual
yang mengarahkan libido, maka ini lain halnya. 
2. 2 Hawa ketiga adalah Lubang Telinga Kanan dan Hawa keempat adalah
Lubang Telinga Kiri. Telinga kadang mendengar apa yang kita sukai saja, dan bila
jendela telinga dibuka dengan ‘diafragma lebar’ untuk terpapar gosip, dengar asyik
gunjing-menggunjing maka telinga akan semakin menikmati untuk mendengar yang
tidak semestinya dibuka lebar untuk didengar, apalagi bila telinga suka digunakan
untuk mendengar hal-hal yang mengarah pada persekongkolan jahat, dan yang
mengarah ke perbuatan maksiat. Keinginan yang bersumber dari 2 jendela telinga
dapat merasuk dalam jiwa (hawa nafs) berarti keinginan jiwa. 
3. 2 Hawa kelima adalah Lubang Hidung Kanan, dan Hawa Keenam adalah
Lubang Hidung Kiri. Indra penciuman dapat merefleksikan sinyal kimiawi ke otak
dan akan direspon dengan memicu aneka hormonal jika mencium sesuatu. Bila
mencium bau yang wangi, misalkan wangi parfum maka akan benar bila dalam
kondisi tidak dibangkitkan oleh hawa nafs atau keinginan jiwa yang menyimpang.
Sebaliknya, keinginan jiwa (hawa nafs) yang menyimpang akan semakin mendapat
dorongan jika pembukaan lebar lubang hidung diproses untuk mencium wangi atau
aneka bau yang membangkitkan keinginan untuk melakukan maksiat, katakanlah
mencium wangi parfum seorang pedagang seks, -tidak akan berakibat apapun pada
orang yang tidak membiarkan keinginan jiwanya (hawa nafsnya) menyimpang-.
Sebaliknya, jika telah ada goresan dalam hati untuk berbuat menyimpang menuju
kemaksiatan, maka mencium wangi parfum pedagang seks atau pasangan ilegal,
akan dapat mengantarkan hawa jiwa lempang menuju ke arah yang menyimpang,
yang memang diinginkan. Ada guyonan pada jaman edan ini : ‘hal-hal yang
memang diinginkan’. 
4. 1 Hawa ketujuh adalah Mulut. Banyak keinginan jiwa (hawa nafs) yang bersumber
bila jendela mulut dibuka lebar, sehingga terpapar atau terekspose oleh hal-hal
yang bersifat memenuhi unsur rakus (gluttony dalam seven deadly sins). Rakus
adalah makan tanpa ingat orang yang lapar. Mulut juga merupakan salah satu
jendela hawa sanga yang rawan untuk mengantarkan orang menuju ke kebinasaan.
Mulut yang berkata bohong, mulut yang makan barang dilarang, dan yang diperoleh
dari barang yang dilarang. Mulut yang mengeluarkan perkataan yang menyakitkan,
dan yang mengeluarkan kata-kata yang rusak (alias cangkem letrek dalam bahasa
Jawa kasar). Hawa nafs atau keinginan jiwa memang bisa dipenuhi oleh mulut,
namun orang Jawa yang telah jawa (mafhum) memandang harus sedapat mungkin
menutup keinginan mulut, dan hanya membukanya untuk maksud-maksud yang
baik saja. 
5. 1 Hawa  yang kedelapan adalah Lubang Kemaluan. Banyak unsur keinginan jiwa
(hawa nafs) yang bersumber dari dibukanya jendela lubang kemaluan menjadi
terpapar atau terekspose hal-hal maksiat yang sejatinya merugikan. Ada orang
yang bilang mengapa merugikan ?, kan menguntungkan bila dibuat maksiat? Well,
saya bukan orang yang suci, tapi setidaknya ada pengetahuan umum yang
menyatakan kalau freesex pada akhirnya akan merugikan kesehatan mental, dan
kesehatan fisik dan akhirnya merugikan kehidupan. Kalau tidak percaya ya jangan
mencoba, hanya lihatlah saja gejala orang-orang di sekitar yang menjalankan free
sex. 
6. 1 Hawa kesembilan adalah Lubang Dubur. Keinginan yang bersumber dari
lubang dubur ini adalah keinginan buta kaum Nabi Luth yang ada di kota Sodom
dan Gomorah. Kedua kota (ancient city) ini telah hancur luluh dipecut (whiplas) oleh
bencana alam. Kita memang tidak dapat menghakimi orang yang cenderung
mengeksploitasi anal sebagai sumber kenikmatan hawa (keinginan) jiwa/ (hawa
nafs) nya, tapi, logikanya kalau tidak murka, mengapa Sodom dan Gomorah
dihancurkan oleh Nya ? Bukan hanya sekedar bencana alam kemudian bangun
kembali seperti bencana jaman sekarang, tapi bencana yang membinasakan (total
annihilation) dan hanya Nabi Luth atau Nabi Lot yang disisakan, kecuali perempuan
tua yang menjadi istrinya yang suka akan tabiat menyimpang tersebut jadi abu.
Dewasa ini banyak terjadi sodomi oleh orang yang memiliki penyakit dalam hatinya
terhadap anak-anak kecil, anak jalanan dan korban-korban yang rentan. Hal ini
amat bahaya bila tidak ada pihak yang berbicara akan bahaya pengumbaran
kejahatan ini. 

BABAHAN HAWA SANGA MELATIH ELING LAN WASPADA

Manusia pada dasarnya dituntut 2 pilihan dalam proses pencapaian rohani :

1. Memilih jalan luhur 


2. Memilih jalan pintas

(Pilihan tersebut harus dipilih dengna ketegaran dan kewaspadaan akan peranan jin dalam
menghasut manusia).

Babahan hawa sanga mengajarkan manusia kejawen untuk memilih jalan luhur dan selalu waspada
dengan jalan pintas yang ditawarkan jin. Jin sangat lihai dalam mengelabuhi bahkan terkadang
menggunakan bujukan kasih sayang. Namun pada akhirnya terjadi sengsara. Perlu diketahui, jika
kewaspadaan lengah dan manusia terhasut maka kegiatan rohani babahan hawa sanga mengarah
pada pelampiasan hawa nafsu duniawi, seperti ingin sakti mandraguna agar dapat kepercayaan dan
diakui oleh sesama.
Tawaran menggiurkan jin ketika mempengaruhi 9 lubang hawa nafsu manusia tidak hanya sebuah
tawaran, tetapi kenyataan akan terjadi. Jika jin menawarkan sakti, kita akan sakti. Sebagai contoh :
praktek-praktek spiritual yang telah banyak berkembang di masa leluhur dan saat ini. Untuk
mendapatkan “ilmu kebal lembu sekilan”, dimana ilmu yang menawarkan kekebalan tubuh tanpa
ada barang tajam atau tumpul yang mengenai tubuh, tapi berjarak 1 jengkal jari-jari tangan. Ilmu
kebal lembu sekilan dilatih dari pembukaan pintu gerbang ruh, mulut, 2 hidung dan 1 dubur. 

Kemudian setelah terbuka akan berjumpa dengan penghuni 4 lubang hawa nafsu tersebut.
Terwujudlah komunikasi antara makhluk penghuni 4 lubang hawa (2 hidung, 1 mulut dan 1 dubur)
kita akan ditawari keberhasilan atas keinginan kita, lalu setelah mengucapkan keinginan, penghuni 4
lubang tersebut memberikan ilmu kanuragan tersebut. Sekilas melihat pelatihan rohani tersebut
adalah sepele namun memiliki kandungan hawa nafsu kekerasan yang luar biasa dan sulit untuk
mengendalikannya. Keinginannya hanya penyelesaian masalah dengan kekerasan.

Cobaan tersebut memang sering dialami oleh manusia kejawen, namun perlu diketahui babahan
hawa sanga memminta manusia kejawen untuk mewaspadai hasutan tersebut dan selalu ingat pada
Sang Pencipta. Belum lagi jika sudah ditemui oleh penghuni 999 makhluk di organ kita. Kita akan
bisa melakukan apa saja yang kita mau, seperti menghilang kemudian muncul kembali, pergi
dengan jarak 60 km hanya dengan 5 menit bahkan hanya dengan 1 kedipan mata, bisa terbang di
atas angin atau merubah daun menjadi emas atau uang dan lain-lain. Namun hal itu maya, walaupun
nyata terjadi. Pilihan tersebut bukanlah abadi. Disitulah letak bujukan jin atas 999 penghuni organ
kita. 999 organ apabila mampu dibuka, kita akan seperti nenek moyang yang memiliki ajian bala
sewu atau sukma sewu. Jika diterapkan, kita memiliki 999 wajah yang serupa dengan kita. Namun,
nenek moyang kita hanya digunakan saat berperang melawan musuh atau dalam kondisi terancam
bahaya.

Babahan hawa sanga adalah warisan leluhur. Saat ini banyak cerita mitos tentang nenek moyang
kita yang saktinya luar biasa. Hal itu bukanlah cerita mitos semata, karena sampai sekarang
pengalaman tersebut masih ada yang memiliki di pinggiran kota. Ketika ayah saya masih hidup,
saya pernah melihat ayah membunyikan jari kelingking di depan pohon randu alas di wilayah
Muntilan, Kecamatan Gantiwarno, Klaten, Jawa Tengah. Setelah membunyikan jari kelingking,
pohon randu alas tersebut menikukkan ujungnya sampai di permukaan tanah. Apakah hal itu sama
halnya yang dilakukan Ki Ageng Giring ketika mengambil buah kelapa (menurut cerita mitos –
red-).

Boleh-boleh saja mengatakan itu imajinasi atau berkhayal karena hal itu adalah hak prinsip pribadi
masing-masing. Terserah bagi yang menilai, itu pendapat penilaian yang artinya persepsi, hakiki
adanya. Namun, alangkah baiknya jika dicoba dulu misteri babahan hawa sanga ini, pasti akan
mengalami. Kalau sudah mengalami pasti akan berbicara beda.

Kembali kepada pengetahuan babahan hawa sanga. Di dalam pengetahuan ini, bertujuan untuk
mencari sangkan paraning dumadi atau mencari jalan terang Sang Pencipta, ketika esok kita kembali
kepada-Nya. Pengetahuan ini tidak mengajak umat manusia untuk melatih kesaktian tetapi
beribadah kepada Sang Pencipta sesuai perkembangan masa, waktu manusia atau masa waktu
beribadah lahir. Kemudian beribadah batin (jiwa pikiran) dan kemudian beribadah ruh.

Babahan hawa sanga mengajak melatih kesetiaan tubuh jasmani, dengan cara membangun
keteguhan, ketekunan dan kepastian terhadap Sang Pencipta. Tubuh jasmani dipersujud sembahkan
kepada Sang Pencipta dengan mengikuti aturan-aturan kegiatan rohani seperti samadi. Tubuh
memiliki kandungan hawa nafsu negatif, oleh karena itu harus disucikan dengan kegiatan devasi
(penderitaan). Ibadah milah masih bersifat individu atau pribadi atau belum untuk sesama.

Sedangkan jiwa pikiran diteguhkan keyakinannya agar selalu tunduk, sujud dan hormat kepada
Sang Pencipta. Kesetiaan dan kepasrahan dibina, kemudian direalisasikan di lingkungan keluarga,
lingkungan kerja maupun lingkungan sosial. Realisasi tersebut bermaksud untuk menguji kesetiaan
yang penuh ikhlas dan rela pasrah. Salah satu cara yang diuji adalah melakukan pelayanan
penyembuhan bagi yang membutuhkan. Jika sudah memiliki energi prana yang besar dan lebih,
kenapa tidak disumbangkan bagi yang membutuhkan. Itulah dasar-dasar menguji kesetiaan jiwa
pikiran kita terhadap Sang Pencipta. Kita akan mengeluh tidak ataukah kalau sudah mampu
menyembuhkan apakah kita akan menyumbangkan diri atau angkuh? Jelasnya, keteguhan jiwa
pikiran ini terhadap Sang Pencipta sebagai perwujudan titah Sang Pencipta atas hubungan
horisontal, yaitu hubungan baik dengan sesama manusia dan sesama makhluk semesta. Ibadah ini
disebut tarekat.
Di dalam melatih kesetiaan pribadi ruh dengan Sang Pencipta diperlukan ibadah ruh. Persujudan
menyembah kepada Sang Pencipta dilakukan secara tulus iklas dan rela pasrah dilakukan oleh
pribadi ruh. Bukan lagi melalui lahir atau jiwa pikiran saja, tetapi pribadi ruh saatnya memimpin
tubuh jasmani dan jiwa pikiran beserta kelengkapannya (rasa, kalbu, naluri, budi dan atman).
Persujudan ini adalh wujud hubungan vertikal hubungan antara ruh pribadi manusia dengan Sang
Pencipta. Untuk mencapai tahapan interaksi Sang Pencipta, ruh pribadi harus melakukan pekerjaan
alam astral yaitu ikut berkewajiban menyeimbangkan, menselaraskan dan mengharmoniskan
makhluk penghuni alam astral. Dari pengalaman vertikal, akan mendapatkan nilai-nilai luhur
bagaimana harus mengembangkan masalah tanggung dunia, dalam hubungan pengetahuan ini
adalah mengentaskan hambatan di dalam penyembuhan bagi yang membutuhkan.

Mengolah dan mempertajam bathin

Agar memiliki ketajaman nalar (daya cipta/intelegensia otak), nalar harus bisa menangkap
makna yang terbersit dalam nurani. Jangan sampai lengah, sebab proses untuk
menangkap gerataran nurani hanya berlangsung secepat kilat.

Nurani milik siapapun pastilah setajam “sembilu”, jika dirasa tumpul, itu bukan berarti salah
nuraninya, melainkan tugas nalar sebagai cipta panggraitaning rahsa telah mengalami
kegagalan.

Tugu manik ing samodra ; menggambarkan daya cipta yang terus menerus berporos
hingga pelupuk mata. Daya cipta akal budi manusia jangkauannya umpama luasnya
samodra namun konsentrasinya terfokus pada mata batin.

Adapun tentang bagaimana teknik atau tata cara agar supaya individu mampu meraba,
merasakan dan membedakan mana getaran nurani, mana pula getaran nafsu.

Pertanyaan tersebut bukanlah sekedar latah, tetapi mengelola hati nurani merupakan hal
yang signifikan untuk diupayakan dengan skala prioritas tinggi. Sebab ia menjadikan
setiap pribadi mampu berdiri sebagai mandireng pribadi, yakni pribadi yang memiliki
kemandirian dalam menentukan mana dan apa yang paling tepat, paling baik dilakukan.

Bukankah nilai manusia terletak pada kejernihan isi atau suara hatinya ?!! Suara hati atau
hati nurani merupakan kesadaran aku akan tanggungjawab dan kewajiban aku sebagai
makhluk bernama manusia dalam situasi yang sungguh-sungguh konkrit dan tepat.
Sehingga suara hati harus dipatuhi dan diikuti. Hati nurani atau dalam terminologi Jawa
disebut sebagai ALUSING PANDULU atau kehalusan daya cipta, yakni kekuatan yang
atau kemampuan perasaan hati nurani untuk meraba, merasakan, membedakan, dan
menentukan. Alusing pandulu merupakan pangkal dari otonomi setiap individu, yakni
dasar dari kemandirian pribadi.

Pusat otoritas setiap pribadi berada di dalam hati nuraninya sendiri. Sementara itu untuk
menyeleksi baik atau buruk merupakan tanggungjawab nalar dengan cara open minded
atau pemikiran terbuka dan bebas menentukan pilihan dan keputusan mana yang paling
tepat.

NURANI ; JENDELA MENEMBUS UNINONG, ANING, UNONG

Nalar pun kenyataannya sangat riskan dapat terkurung oleh suatu tembok yang bernama
keyakinan membabi buta. Dengan kata lain, penghalang terbesar ketajaman nurani kita,
tidak lain adalah doktrin-doktrin yang membelenggu nalar.

Mulai dari bentuk doktrin militer, doktrin budaya, doktrin seni, doktrin ideologi, hingga
doktrin agama. Sebab itu doktrin lebih bersifat pengungkungan kesadaran, agar individu
memiliki LOYALITAS tanpa perlu nalar.

Tanpa perlu menjawab PERTANYAAN-PERTANYAAN yang timbul dari HATI NURANI.


Jika dianalogikan, doktrin merupakan alat yang serupa dengan KACAMATA KUDA,
sementara “kuda” adalah perumpamaan insan.
Supaya kuda tetap berjalan lurus ke depan maka diperlukan kacamata (baca: doktrin).
Sebab doktrin (kacamata kuda) mempunyai prinsip keharusan/kewajiban bahwa jalan
”kebenaran” hanyalah jalan yang lurus yang hanya tampak di depannya saja.

Sementara itu, adalah realitas dan fakta bahwa hidup ini banyak ditemukan “persimpangan
jalan”, banyak sekali “jalan raya”, “jalan protokol”, “jalan daendels”, “jalan propinsi”, dan
“jalan setapak”. Masing-masing “jalan” menuju ke satu tujuan yang sama yakni Sang
Causa Prima atau Gusti (bagusing ati), Gusti ada di dalam aku.

Setiap orang hendak mencari Gusti di dalam aku, agar supaya diri kita menjadi aku di
dalam Gusti. Dalam istilah Ki Ageng Suryomentaram disebut sebagai “rasa; aku bukan
kramadhangsa” atau “aku kang madeg pribadi” atau saya sebut sebagai rahsa sejati.
Itulah paraning dumadi manusia, tak berada jauh di atas langit sana, tetapi ada dalam
setiap pribadi kita masing-masing.

Kesadaran ini dapat menjelaskan pula mengapa nenek moyang bangsa kita dulu jika
berdoa tidak menengadah sambil menatap langit, melainkan cukup dengan telapak tangan
memegang dada.

Dalam maneges pun tersebutlah NIAT INGSUN, yang bermakna Ingsun ing sajroning aku,
Aku ing sajroning Ingsun. Konsep KGPAA Mangkunegoro ke IV sebagai roroning atunggil,
dwi tunggal, atau asas Manunggaling Kawula kalawan Gusti. Sebuah pelataran spiritual
yang pernah pula digelar oleh Ki Ageng Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging) bersama
Syeh Lemah Abang sebagai UNINONG ANING UNONG.

Sementara itu, hati nurani selalu mampu menembus berbagai tembok penghalang, yang
menghalangi obyektivitas sesungguhnya akan suatu realitas kehidupan. Nurani adalah
kekuatan yang TAK BISA dikelabuhi oleh imajinasi, ilusi, dan polusi getaran nafsu. Nurani
yang terasah akan menjadi “mata hati”, “mata jiwa” yang mampu menguak “kebenaran
sejati”. Hanya saja, untuk menggali dan menemukan hati nurani, kita harus menggalinya
dari kubangan lumpur yang penuh bakteri, kuman dan penyakit. Tulisan berikut bertujuan
untuk berbagi kawruh (pengetahuan) dan ngelmu (pengetahuan spiritual), bagaimana cara
paling sederhana agar kita dapat menemukan nurani yang dapat diumpamakan sebagai
“berlian” yang terendam di dalam “lumpur kotor”.

TEKNIK MEMBUKA JENDELA NURANI

Kita harus menutup panca indera untuk membuka mata batin yang berada dalam jiwa kita.
Mata batin adalah mata yang dapat melihat sesuatu secara lebih cerah, jelas, dan
gamblang. Kecermatan dan kemampuannya menjabarkan fakta gaib dan wadag jutaan
kali melebihi panca indera. Paling tidak terdapat lima sarat agar supaya kita betul-betul
mampu merasakan dan membedakan apakah sesuatu getaran merupakan getaran
NURANI (kareping rahsa) ataukah hanya sekedar getaran nafsu (rahsaning karep).

1. Beninging ati atau kejernihan kalbu. Antara suara hati dan nalar manusia selalu
terjadi dialog, tarik menarik, bahkan masing-masing saling “berperang” untuk
berebut pengaruh dan otoritas. Jika kekuatan keduanya berimbang gejalanya dapat
kita rasakan pada saat terjadi kebimbangan dan keragu-raguan. Atau sikap ambigu,
dan dualisme.  Sementara itu, jika nalar memenangkan jadilah pribadi yang hanya
mengandalkan kemampuan rasio semata. Sehingga bagi dirinya banyak sekali hal-
hal di luar nalar yang dengan segera ia tepis sebagai sesuatu yang tidak ada,
omong kosong atau ngoyoworo. Hal-hal gaib dianggap sebagai sesuatu yang non-
sense, dan di luar logika. Maka gaib pun dianggap omong kosong. Menurut saya
pribadi, gaib pun ternyata sangat logis dan masuk akal. Jika ada hal gaib yang
dianggap tidak masuk akal, ada dua kemungkinan yakni, pertama; benar-benar
dongeng atau mitologi yang digaib-gaibkan. Kemungkinan kedua, nalar kita belum
cukup menerima informasi akan rumus-rumus yang ada dan berlaku di dimensi
gaib. Sementara itu beninging ati atau weninging tyas, akan tercipta manakala
dialog, tarik-menarik, dan peperangan antara suara hati nurani dengan nalar
berhenti sejenak. Saat itulah hati kita menjadi jernih, karena saat itu hati menjadi
bebas merdeka dari segala bentuk “penjajahan” nalar yang seringkali terkooptasi
oleh kepentingan pribadi, persepsi atau penilaian diri terhadap suatu obyek, serta
ilusi dan imajinasi. Dalam dimensi lebih luas hati pun menjadi bebas dari
kepentingan politik, kekuasaan, egoisme aliran, dan segala macam keinginan yang
belum tercapai. Cara menghentikan dialog dan tarik-menarik antara hati dan nalar
adalah dengan cara “mengalir mengikuti aliran air” atau (tapa ngeli). Yakni hidup
dalam sikap kepasrahan. Konsentrasi pasrah bukan pada PROSES BERUSAHA
atau saat berikhtiar, karena kepasrahan demikian ini merupakan konsep hidup yang
salah kaprah. Pasrah yang dimaksud adalah pasrah akan ketentuan besar-kecil
hasilnya akhir. Sementara itu dalam menjalani PROSESnya step by step kita tak
boleh pasrah, tetapi harus berusaha secara maksimal, sekuat tenaga dan pikiran
kita. Ada pepatah bola mengatakan,”Bermainlah bola secara cantik, soal menang
kalah itu bukanlah urusan kita. Bila kalahpun, tetap akan menjadi “kesebelasan”
yang disegani dan dihormati orang lain. Jangan konsentrasi pada hasil akhir, tetapi
konsentrasilah pada proses. Hal ini menjadi salah satu kiat sukses dalam olah
semedi atau meditasi. Bila anda berkonsentrasi pada hasil, maka yang terjadi nalar
kita akan dipenuhi oleh angan-angan. 
2. Sirnaning kekarepan atau sirnanya rahsaning karep. Atau lenyapnya semua
maksud jahat, keburukan, dan tindakan hina-aniaya. Hal ini berkaitan dengan
perilaku dan perbuatan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Jangan sampai kita
menyakiti hati orang lain, baik sadar apalagi tanpa sadar. Jangan sampai
mencelakai, merugikan, menyerobot hak orang lain. Untuk menuntun perilaku
demikian diperlukan sebuah kesadaran kosmologis yakni sikap eling dan waspada.
3. Lereming pancadriya atau ketenangan panca indera. Ketenangan panca indera.
Dalam spiritual Jawa dikenal sebagai BABAHAN HAWA SANGA atau babahan
hawa (nafsumu), kosongna ! (bersihkanlah/kendalikanlah hawa nafsumu). Dapat
pula diartikan 9 lubang pancaindera (2 lubang telinga, 2 lubang hidung, 2 lubang
mata, 1 lubang kemaluan, 1 lubang silit/anus, dan 1 lubang mulut = 9 lobang)
kesemuanya menjadi pintu masuk hawa nafsu hendaknya dikendalikan atau
“dikosongkan”. Keberhasilan mengendalikan panca indera akan memperoleh
ketenangan pancaindera. Sebaliknya, kegagalan lereming pancadriya seseorang
akan tersiksa dalam kegelisahan panjang oleh karena gejolak nafsu syahwat
(ngacengan/konakan/nafsuan), nafsu makan (mudah lapar, ngileran, ngelihan,
kemaruk, rakus), nafsu tidur (ngantukan, moloran dst), dan banyaknya karep atau
kemauan yang diinginkan (tidak pernah puas diri, sulit bersyukur), nafsu angkara
(Penyakit Hati ; panasten, suka panas hatinya, mudah iri hati, drengki, serba
pamrih, congkak, sombong, takabur, egois. Emosi yang Labil ; tersinggungan,
mudah sedih, mudah marah, kagetan, gumunan), nafsu halus (suka gede ndase,
gemar dipuji, pamrih pahala). Pola bekerjanya panca indra yang lebih dominan
dalam merespon obyek kehidupan justru akan mengaburkan getaran atau bisikan
nurani. Salah-salah, getaran nafsunya dianggap sebagai getaran nurani. Sementara
itu lereming pancadira akan mengistirahatkan bekerjanya otak. Hal ini seperti
halnya kita melakukan olah semedi atau meditasi.
4. Jatmikaning solah bawa atau perilaku lahir dan batin yang santun. Perilaku lahiriah
(solah) merupakan refleksi dari perilaku batin (bawa). Jatmikaning solah bawa,
merupakan wujud kekompakan perilaku yang melibatkan empat unsur yakni; hati,
ucapan, pikiran dan perbuatan atau tindakan nyata. Berbekal dengan hati yang
jernih akan mampu menuntun nalar kita supaya lebih cermat dalam menyeleksi
mana yang baik dan mana yang buruk.

Selanjutnya bermodalkan kecermatan nalar dapat mengendalikan keinginan, dan memilah


memilih serta mempertimbangkan secara arif dan bijak terhadap sesuatu yang dipikirkan,
diucapkan, dan diperbuat. Solah dan bawa yang keluar dari nurani memiliki karisma besar
sehingga dapat menselaraskan apa yang ada di sekelilingnya dengan apa yang diinginkan
dan diharapkan.

Dengan kata lain, jatmikaning solah bawa, menebarkan aura yang kuat, bagaikan medan
magnet yang akan menyedot segala sesuatu yang senyawa dan sejenis. Kebaikan dan
keburukan akan terkumpul dalam kumparan yang sejenis, terkonsentrasi dalam
kelompoknya masing-masing.

Maka kebaikan akan berbalas dengan kebaikan yang berlipat. Welas asih akan berbalas
kasih sayang yang berlimpah ruah. Kejahatan akan berbalas kejahatan berlipat. Limpahan
itu bagaikan suara yang bergema, terucap dengan volume 7, akan berbalik menjadi suara
dengan volume 14. Sebagaimana pernah saya singgung dalam thread terdahulu dalam
LAKSITA JATI.
Begitulah rumus-rumus yang terjadi dalam hukum alam semesta. Pribadi yang menghayati
jatmikaning solah bawa gerak-gerik, tingkah laku, watak wantun, sifat tabiatnya selalu
enak dilihat dan membuat nyaman di hati (nuju prana).

Pribadi yang pembawaan sifatnya selalu nuju prana bagai gayung bersambut, di mana-
mana selalu menciptakan ketentraman, kenyamanan, kebahagiaan bagi ornag-orang di
sekelilingnya. Selalu membuat enak di hati, kinaryo karyenak ing tyas sesama. Perilaku
nuju prana menjadikan pribadi yang penuh aura positif. Jika wanita maka inner-beauty-nya
akan memancar kuat dari dalam sanubari. Jika seorang pria perilakunya selalu anggawe
reseping pancadriya. Barangkali hal ini ada kaitannya, mengapa seseorang dengan tingkat
spiritual yang sudah mapan dan matang akan memancarkan daya tarik yang kuat, terlebih
terhadap lawan jenis. Selanjutnya kita sebut sebagai goda. Resiko menjadi besar, apabila
libidonya tidak tersalurkan dengan penuh tanggungjawab, baik tanggungjawab terhadap
diri pribadi, keluarga, maupun tanggungjawab publik.

5. Ke empat poin di atas merupakan teknik yang harus dihayati dalam perilaku kehidupan
sehari-hari. Selain ke empat langkah di atas, ada pula tata cara yang lebih pragmatis
berupa ketrampilan untuk mempertajam indentifikasi mata hati, sekaligus kemahiran
membedakan apakah getaran yang dirasa merupakan bisikan nurani (tuhan) atau kah
bisikan nafsu (“setan”). Di antaranya adalah olah semedi, meditasi, maladihening, atau
mesu budi.

Olah semedi dan meditasi, bertujuan untuk mencapai keadaan lereming pancadriya,
sirnaning kekarepan, sarehing pangganda, dan beninging ati. Pencapaian ke empat
keadaan diri tersebut pada gilirannya memicu ujung-ujung syaraf pancaindera menjadi
lebih peka dalam mendeteksi segala sesuatu yang ada di sekitar diri kita, baik yang wadag
maupun gaib.

Kepekaan ini disebut sebagai sad-indra atau indera ke-enam (six sense). Dalam khasanah
spiritual Jawa, berfungsinya sad-indra disebut juga rasa rumangsa, atau krasa nanging ora
rumangsa. Kepekaan rasa mampu mendeteksi lebih awal namun tidak disadari oleh akal.

Misalnya perkiraan anda sangat meyakinkan walau belum ada bukti apakah
sesungguhnya yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Setelah dibuktikan secara
faktual dan ilmiah ternyata benar adanya, sesuai apa yang semula anda yakini. Nah, rasa
yakin yang ternyata benar itu adalah rasa rumangsa. 

Bahkan terhadap hal-hal yang tidak tampak oleh mata pun dapat ditangkap singnal-
signalnya melalui ujung syaraf perasa di seluruh permukaan tubuh. Diperkuat oleh
pengendalian pusat (sentral) syaraf yakni otak (nalar), yang telah lebih peka pula karena
sudah dapat membedakan yang NURANI dan yang bukan. Sehingga anda akan hafal
betul dengan gejolak nurani anda sendiri. Hal itu membuat diri anda kadang-kadang
mampu weruh sak durunge winarah. Anda tahu persis akan terjadi sesuatu peristiwa,
sebelum suatu peristiwa itu terjadi.

Tampaknya sulit sekali kita mencapai kebisaan seperti di atas. Tetapi setelah kita MAU
membiasakan diri menghayati semua tata laku tersebut, semuanya dapat kita raih dengan
mudahnya. Anda akan mampu dengan sendirinya melalui beberapa tahap neng, ning,
nung, nang. Yakni jumeneng, wening, sinung, dan menang. Kemenangan hidup bilamana
kita bisa menjadi manusia yang merdeka lahir dan batinnya. Kemenangan diperoleh
setelah kita kesinungan. Supaya kesinungan, kita harus selalu wening. Agar supaya bisa
wening kita musti mau untuk jumeneng. Kemenangan hidup menjadi jalan setapak untuk
menggapai uninong aning unong.

NURANI

Dengan landasan pemahaman dan pengelolaan seluk-beluk nurani seperti telah saya
uraikan di atas, membuat setiap individu dapat mengendalikan DAYA PANGARIBAWA.
Daya pangaribawa adalah sebuah kekuatan besar berasal dari getaran nurani. Berupa
kewibawaan atau pengaruh kekuatan yang besar yang memancar dari tatapan mata, air
muka, solah dan bawa (perilaku lahir dan batin).
Sementara itu tutur kata yang bersumber dari nurani, sangat berguna untuk mencapai
suatu maksud dan tujuan yang diharapkannya. Daya pangaribawa akan memancar,
beresonansi ke sekelilingnya, bahkan daya pangaribawa yang getaran “resonansinya” kuat
sekali akan membahana memencar ke penjuru semesta alam. Mampu mewujudkan apa
yang yang diharapkan. Apa yang dipikirkan dan diucapkannya mudah menjadi kenyataan.
Belum lagi kita berdoa, harapannya sudah terkabul lebih dulu.

Metode ini menjelaskan pula bagaimana seseorang dapat memiliki kekuatan IDU GENI,
sabdo pandito ratu, apa yang diucapkan pasti terwujud. Getaran alam akan selaras,
sinergis dan harmonis dengan getaran nurani, demikian pula sebaliknya getaran nuraninya
akan selaras dengan getaran (kodrat/hukum) alam. Di situlah letak “kesaktian” seseorang,
manakala menjadi mandireng pribadi, berarti pula aku adalah alam semesta, kekuatan
alam semesta adalah kekuatanku.

Yang ini menjelaskan pula bagaimana orang-orang zaman dulu, seperti Ki Ageng Selo, Ki
Ageng Mangir Wonoboyo, para Ratugung Binatara menjadi seorang pribadi yang sakti
mandraguna. Di antaranya mampu menangkap dan mengendalikan petir, mampu
menjebol dan memuntahkan lahar gunung berapi dll. Ini bukan sekedar dongeng atau
mitologi, beliau-beliau bukanlah orang yang gegulangan ilmu karang, tetapi hanya karena
berhasil menjadi manusia yang (dengan tingkat kesadaran) KOSMOLOGIS, lebih dari
sekedar kesadaran spirit (untuk hal ini akan saya jabarkan dalam topik selanjutnya).

Siapapun anda, pasti bisa melakukan, asal ada kemauan. Secara teknis, proses daya
pangaribawa menjadi hasil karya nyata, atau menjadi kalimat bertuah setelah melalui
tahapan-tahapan berikut ini.

1. Panggraitaning cipta batin (bisikan nurani) yang secara tepat menentukan target
dan memotivasi kepada pencapaian suatu tujuan (mligining cipta). Seseorang tidak
akan merencanakan dan melakukan sesuatu di luar kehendak nurani. Sebaliknya
keinginan yang bukan kehendak nurani tidak akan terwujud. Maka seseorang tidak
akan berharap-harap selain yang berasal dari bisikan nuraninya sendiri.
2. Ketepatan Bertindak. Setelah suatu target dan tujuan secara tepat dapat ditentutan
oleh nurani, dituntut konsistensi tata lahir atau gerak ragawi untuk mewujudkan
target dan tujuan tersebut. Dengan diipandu oleh nalar budi pekerti (intelegensia
nurani) atau kejernihan nalar membuat diri kita lebih cermat membaca sinyal-sinyal
dari panggraitaning cipta atau bisikan nurani. Akan tetapi kejernihan nalar baru
dapat kita ciptakan apabila kita mampu cara meletakkan pikiran pada sudut yang
netral dan obyektif. Hal ini tidak mudah dilakukan, sebab nalar manusia selalu
penuh dengan intrik, imajinasi, pengandaian, ilusi dan penuh dengan data-data
mentah yang tidak mudah dicerna. Untuk itu hendaknya cyclon atau gelombang
otak sering-sering diturunkan pada level bheta dan tetha. Jangan terus-terusan
memforsir otak selalu bekerja pada level alpha. Sebab daya kecermatan gelombang
alpha hanyalah berkisar 0,0000035 dibanding kecermatan gelombang theta.
3. Tekad Bulat atau Kemantaban Hati. Ketepatan bertindak merupakan langkah
konkrit dalam pencapaian tujuan. Namun hal itu belum cukup untuk mewujudkan
daya pangaribawa, masig diperlukan adanya KETANGGA, atau keketeg ing angga,
yakni kuatnya kehendak dari dalam jiwa atau tekad bulat. Untuk mencapai satu
tujuan kita tak boleh mencla-mencle, plin-plan, ragu-ragu akan apa yang kita
tetapkan sebagai tujuan. Tetapi harus konsentrasi penuh melibatkan batin (hati
nurani), tata lahir atau gerak ragawi yang termaktub dalam kecermatan penalaran,
dan sebuah tekad yang bulat yang bersumber dari kekuatan jiwa.
4. NING. Ketiga sumber kekuatan pribadi di atas belumlah lengkap. Masih harus
melibatkan ning atau wening, hening cipta. Ning merupakan bentuk konsentrasi
yang lebih tinggi daripada ketiga konsentrasi di atas. Ning merupakan full
consentration, konsentrasi penuh, menjadi satu KARYO LEKSONO. Atau lebih
mudah saya istilahkan NYAWIJI yakni melibatkan kekompakan seluruh elemen
daya kekuatan dalam diri pribadi untuk satu tujuan. Atau hanya bertujuan tunggal
dan mengerahkan segala daya dari dalam diri secara KOMPAK. Individu yang
nyawiji menyatukan beberapa komponen sebagai satu kesatuan gerak langkah.

Komponen tersebut meliputi 4 unsur yakni ;

1. Hati,
2. Pikiran,
3. Ucapan,
4. Tindakan nyata yang diarahkan kepada pencapaian tujuan yang satu.

Contoh paling mudah, pada saat anda membidik agar mengenai sasaran, anda perlu full
konsentrasi yakni harus menciptakan keheningan, ketenangan, percaya diri, kesabaran
dalam tekad yang bulat, yang disatukan dalam setiap hela nafas. Keadaan full
consentration akan mudah dicapai saat menahan nafas beberapa saat lamanya. Nafas
adalah kendali dan tali yang bisa mengikat konsentrasi anda. Hal ini menjelaskan juga
mengapa olah pernafasan menjadi pelajaran utama dalam latihan meditasi, olah semedi,
maladihening, mesu budi. Termasuk di dalamnya sebagai sarana menyatukan diri (aku)
dengan dzat sifat, afngal tuhan (Ingsun).

Dalam tradisi tasawuf Jawa-Islam ala Syeh Siti Jenar disebut sebagai shalat dhaim.

Sepadan pula dengan apa yang termaktub dalam Serat Wedhatama karya KGPAA
Mangkunegoro ke IV sebagai sembah cipta, atau sembah kalbu.

Pada intinya ning adalah upaya mewujudkan pencapaian kehidupan yang meditatif. Yakni
tercapainya kesadaran di atas kesadaran nalar (higher consciousness). Secara intuitif
manusia dapat mengetahui apa yang akan terjadi di alam. Karena kita dapat menangkap
seluruh vibrasi yang ada di alam semesta. Setiap akan terjadi peristiwa, selalu terjadi
perubahan vibrasi yang sebetulnya bisa dirasakan jika kita mau mencermati pancaran
gelombang vibrasi tersebut.

Di sinilah salah satu fungsi ning. Layaknya meditasi, ning membuat kita lebih peka, lebih
memahami apapun yang sedang dan akan terjadi di sekeliling kita, bahkan apa yang
terjadi pada belahan bumi yang lainnya.

PUASA EMPAT UNSUR MANUSIA

Pada dasarnya, setiap manusia dihadapkan pada puasa yang sejatinya, dilakukan selama
12 bulan berturut-turut tanpa henti sepanjang manusia hidup. Idealnya puasa tersebut
disetting menjadi prinsip dan pola hidup dalam pergaluan dan kehidupan bermasyarakat.
Adapun puasa meliputi puasa 4 unsur inti manusia.

1. PUASA JASAD/RAGA/BADAN KASAR

Terdiri dari beberapa puasa antara lain PUASA MULUT yakni ; Tidak bicara yang
membuat sakit hati orang lain, tidak bicara yang mencelakai orang lain. Tidak berucap
yang membuat keresahan dan kegelisahan. Sebaliknya, kita manfaatkan mulut kita
bertutur kata yang menentramkan perasaan sesama. Menghibur bagi yang sedang
tertimpa kesusahan. Berbicara yang bersifat konstruktif dan membangun. 

 PUASA PIKIR ; Tidak berprasangka buruk, tidak negative thinking, tidak picik akal,
tidak membuat rencana buruk, destruktif, propokatif. Sebaliknya, bukalah pikiran
seluas-luasnya, tidak hanya mengandalkan konsep berfikir sebagai senjata utama
mengupas permasalahan, jadikan pikiraan yang mampu menerima sinyal-sinyal dari
batin agar pikiran menjadi lebih cermat dan teliti. Mulailah membaca sesuatu
berangkat dari pikiran yang netral dan prasangka positif. 
 PUASA BADAN jasmani ; Tidak mengumbar nafsu makan, tidak mengutamakan
kenikmatan ragawi, tidak bertingkah provokatif ; mencelakai orang lain,
menyinggung perasaan orang, tidak berulah atau bersikap menganggu ketentraman
dan kebahagiaan sesama. Makan pada saat rasa lapar telah tiba, berhenti sebelum
kenyang. Namun lebih baik makan seadanya atau tidak mengada-ada atau
memaksa mengadakan. 
 PUASA TELINGA ; tidak memanfaatkan telinga untuk sesuatu yang merugikan dan
mencelakai orang lain. Sebaliknya, telinga dimanfaatkan untuk tindakan-tindakan
yang konstruktif, yang dapat membangun kemuliaan hidup diri sendiri dan orang
banyak.

2. PUASA HATI/KALBU/CIPTA
Tidak iri dan dengki terhadap prestasi orang lain, tidak panasten, tidak melecehkan dan
meremehkan pendapat orang lain sekalipun ia kita sangka bodoh, karena jalma tan kena
kinira. Tidak kagetan, tidak gumunan, tidak egois, tidak picik hati. Sebaliknya; menjadikan
hati sebagai gudang ilmu dengan cara membuka hati dari luasnya ilmu pengetahuan dan
sumber-sumber kebenaran.

3. PUASA JIWA/SUKMA/ROH

Tidak berkeinginan yang berlebihan atau melebihi batas kewajaran. Tenang, awas, tidak
mudah terkecoh, tidak mudah panik dan gundah. Selalu eling dan waspada. Eling sangkan
paraning dumadi, waspada terhadap segala hal yang menjadi penghalang kemuliaan
hidup.

4. PUASA RAHSA

Duwe rasa, ora duwe rasa duwe. Akan menjadikan batin lebih tenang, hati tenteram,
pikiran jernih, tidak mudah kecewa dan patah hati, badan selalu sehat jasmani dan rohani.

Di antara puasa 4 unsur tersebut tentu saja puasa unsur yang ke 2, 3 dan ke 4 semakin
sulit dijalani. Namun tanpa pernah kita belajar dan mencobanya, ibarat komputer yang
specnya dilengkapi dengan software tinggi dan canggih, namun software tersebut menjadi
sia-sia. Sebab kita tidak bisa memanfaatkan performance dari software pemberian Tuhan
secara optimal.

MACAM MACAM PUASA

merupakan salah satu lelaku prihatin yang dijalankan untuk mempurifikasi Jiwa,
mencapai ketenangan batin disamping juga menjaga kesehatan.
Puasa atau tapa merupakan sarana meditasi untuk menutup babahan hawa sanga
( sembilan lubang nafsu ) guna mencapai tingkat pengendalian sempurna atas diri. Ada
berbagai macam puasa/tapa yang dilakukan orang Jawa, antara lain :

1. Mutih, Dalam puasa mutih ini seseorang tdk boleh makan apa-apa kecuali hanya
nasi putih dan air putih saja. Nasi putihnya pun tdk boleh ditambah apa-apa lagi.
Betul-betul hanya nasi putih dan air putih saja. 
2. Ngeruh, Dalam melakoni puasa ini seseorang hanya boleh memakan sayuran /
buah-buahan saja. Tidak diperbolehkan makan daging, ikan, telur dsb.
3. Ngebleng, Ngebleng adalah menghentikan segala aktifitas normal sehari-hari.
Seseorang yang melakoni puasa Ngebleng tidak boleh makan, minum, keluar dari
rumah/kamar, atau melakukan aktifitas seksual. Waktu tidur-pun harus dikurangi.
Biasanya seseorang yang melakukan puasa Ngebleng tidak boleh keluar dari
kamarnya selama sehari semalam (24 jam). Pada saat menjelang malam hari tidak
boleh ada satu lampu atau cahaya-pun yang menerangi kamar tersebut. Kamarnya
harus gelap gulita tanpa ada cahaya sedikitpun. Dalam melakoni puasa ini
diperbolehkan keluar kamar hanya untuk buang air saja.
4. Pati geni, Tapa yang berpantang memakan segala makanan yang dimasak
menggunakan api ( geni ). Patigeni hampir sama dengan puasa Ngebleng.
Perbedaanya ialah tidak boleh keluar kamar dengan alasan apapun, tidak boleh
tidur sama sekali. Biasanya puasa ini dilakukan sehari semalam, ada juga yang
melakukannya 3 hari, 7 hari dst. Jika seseorang yang melakukan puasa Patigeni
ingin buang air maka, harus dilakukan didalam kamar (dengan memakai pispot atau
yang lainnya). 
5. Ngelowong, Seseorang yang melakoni puasa Ngelowong dilarang makan dan
minum dalam kurun waktu tertentu. Hanya diperbolehkan tidur 3 jam saja (dalam 24
jam). Diperbolehkan keluar rumah.
6. Ngrowot, Puasa ini adalah puasa yang lengkap dilakukan dari subuh sampai
maghrib. Saat sahur seseorang yang melakukan puasa Ngrowot ini hanya boleh
makan buah-buahan itu saja! Diperbolehkan untuk memakan buah lebih dari satu
tetapi hanya boleh satu jenis yang sama, misalnya pisang 3 buah saja.
7. Nganyep, Puasa ini adalah puasa yang hanya memperbolehkan memakan yang
tidak ada rasanya. Perbedaan dengan Mutih adalah makanannya lebih beragam
asal dengan ketentuan tidak mempunyai rasa.
8. Ngidang,  Hanya diperbolehkan memakan dedaunan saja, dan air putih saja seperti
hewan kijang. Selain daripada itu tidak diperbolehkan.
9. Ngepel, Ngepel berarti satu kepal penuh. Puasa ini mengharuskan seseorang
untuk memakan dalam sehari satu kepal nasi saja. 
10. Ngasrep, Hanya diperbolehkan makan dan minum yang tidak ada rasanya,
minumnya hanya diperbolehkan 3 kali saja sehari.
11. Senin-kamis, Puasa ini dilakukan hanya pada hari senin dan kamis saja seperti
namanya. Puasa ini identik dengan agama islam. 
12. Wungon Puasa ini adalah puasa pamungkas, tidak boleh makan, minum dan tidur
selama 24 jam.
13. Tapa Jejeg, Tidak duduk selama 12 jam setiap hari selama tapa/puasa.
14. Lelono, Melakukan perjalanan (jalan kaki) dari jam 12 malam sampai jam 3 subuh
(waktu ini dipergunakan sebagai waktu instropeksi diri).
15. Kungkum, Tatacara tapa Kungkum adalah sebagai beikut : Masuk kedalam air
dengan tanpa pakaian selembar-pun dengan posisi bersila (duduk) didalam air dengan
kedalaman air se tinggi leher. 1) Biasanya dilakukan dipertemuan dua buah sungai. 2)
Menghadap melawan arus air 3) Memilih tempat yang baik, arus tidak terlalu deras dan tidak
terlalu banyak lumpur didasar sungai 4) Lingkungan harus sepi, usahakan tidak ada seorang
manusiapun disana. 5) Dilaksanakan mulai jam 12 malam (terkadang boleh dari jam 10
keatas) dan dilakukan lebih dari tiga jam (walau ada juga yang memperbolehkan
pengikutnya kungkum hanya 15 menit). 6) Tidak boleh tertidur selama Kungkum. 7) Tidak
boleh banyak bergerak 8) Sebelum masuk ke sungai disarankan untuk melakukan ritual
pembersihan (mandi dulu). 9) Pada saat masuk air, mata harus tertutup dan tangan
disilangkan di dada. 10) Nafas teratur.11) Kungkum dilakukan selama 7 malam biasanya
16. Ngalong, Tapa ini dilakukan dengan posisi tubuh kepala dibawah dan kaki diatas (sungsang.
Pada tahap tertentu tapa ini dilakukan dengan kaki yang menggantung di dahan pohon dan
posisi kepala di bawah (seperti kalong/kelelawar). Pada saat menggantung dilarang banyak
bergerak. Secara fisik bagi yang melakoni tapa ini melatih keteraturan nafas. Biasanya puasa
ini dibarengi dengan puasa Ngrowot.
17. Ngeluwang, Tapa Ngeluwang adalah tapa paling menakutkan bagi orang-orang awam dan
membutuhkan keberanian yang sangat besar. Tapa Ngeluwang disebut-sebut sebagai cara
untuk mendapatkan daya penglihatan gaib dan menghilangkan sesuatu. Tapa Ngeluwang
adalah tapa dengan dikubur di suatu pekuburan atau tempat yang sangat sepi. Setelah
seseorang selesai dari tapa ini, biasanya keluar dari kubur maka akan melihat hal-hal yang
mengerikan (seperti arwah, jin dlsb). 
18. Ngrame. Tapa Ngrame dilakukan ditengah keramaian, yakni selalu menebarkan kebajikan
dan memerangi angkara seperti yang dilakukan oleh para ksatria yang diiringi
Punakawannya dalam cerita pewayangan. 

Menurut Dr. Simuh, orang Jawa juga melakukan tapa yang berhubungan dengan anggota
badan, yakni :

1. Mata : tapanya mengurangi tidur, zakatnya tidak menginginkan apa yang sudah
dipunyai orang lain.
2. Telinga : tapanya mencegah hawa nafsu, zakatnya menghindari mendengar segala
perbantahan
3. Hidung : tapanya mengurangi minum, zakatnya tidak mencela keburukan orang
lain.
4. Lisan : tapanya mengurangi makan, zakatnya menghindari menggunjing keburukan
orang lain
5. Aurat : tapanya menahan syahwat, zakatnya menghindari perbuatan zina
6. Tangan : tapanya mencegah perbuatan mencuri, zakatnya lumuh mara tangan atau
tidak memukul orang lain
7. Kaki : tapanya tidak untuk berjalan buat keburukan, zakatnya suka berjalan buat
istirahat ( Simuh, 1988 : 344-345 )

Sedangkan menurut Ki Ageng Suryo Mentaram, dalam upaya mendekatkan diri kepada
Gusti Allah, manusia Jawa juga harsu menjalankan 7 macam tapa, yaitu :

1. Tapa Jasad, yakni laku badan jasmaniah. Hati agar dibersihkan dari sifat benci dan
sakit hati, rela atas nasibnya, merasa diri pasrah terhadap ketentuanNya. Hal ini
merupakan tingkah laku yang berada dalam tataran syariat.
2. Tapa Budi, yakni laku batin atau laku tarikat. Hati harus jujur, menjauhi segala
bentuk dusta dan menepati segala janji.
3. Tapa hawa nafsu, yakni berjiwa sabar dan alim serta memaafkan kesalahan -
kesalahan orang lain. 
4. Tapa brata atau tapa rasa sejati, yakni menempa diri melakukan semedi untuk
mencapai beninge kalbu atau ketenangan batin
5. Tapa Sukma, yakni bersikap ambeg parama arta atau bermurah hati, ikhlas dalam
berbagi dan tidak mengganggu orang lain.
6. Tapa cahya amuncar, yakni agar hati selalu awas dan ingat, mengerti lahir batin,
membedakan yang palsu dan sejati.
7. Tapa hidup ( tapaning urip ), yakni melakoni hidup dengan penuh kehati - hatian
serta ikhlas tanpa rasa khawatir karena percaya segala sesuatu yang terjadi adalah
merupakan kebijakan dari Gusti Allah Yang maha Mengetahui.

MEDITASI MENUJU KEMANUNGGALAN KAWULO GUSTI

Apa yang dikemukakan dibawah ini hanyalah sebagai pondasi atau landasan dasar
perjalanan menuju Allah. Jadi setelah memperoleh pengalaman spiritual dari lelaku
dibawah ini, bukan berarti bahwa perjalanan spiritual sudah diperoleh sempurna. Akan
tetapi paling tidak dengan perjalanan ma’’rifat dasar berikut ini akan menjadi awal yang
sangat baik untuk melanjutkan lelaku dan pengalaman spiritual lanjut.

Untuk memperoleh hasil optimal, maka praktik meditasi (khalwat, I'tikaf, atau tahannuts)
dilaksanakan dengan urutan-urutan sebagai berikut

1. Mandi menyucikan jasmani dan rohani. Niat: Bismillahirrahmanirrahim, niyatingsun


ngedusi seduluring papat, lima pancer, kanem bumi, kapitu Rasul, Allahu damalkah.
Niyatingsun ngedusi badan jasmani, resik jaba suci jero. Allahu Akbar, Allahu
Akbar, Allahu Akbar
2. Melaksanakan meditasi yang disebut sebagai shalat ma’rifat, dengan tata cara
sebagai berikut : Dimulai dengan Tafakkur atau pemusatan pemikiran dan hati.
Melakukan meditasi sampai ke tubuh, hati, dan pikiran hingga mencapai gelombang
alfa (hening, tenang, tenteram, dan damai)

Cara melakukan tafakkur:

 Mengambil napas sekuat mungkin, kemudian napas ditahan dibagian bawah perut.
 Membaca wirid dalam hati (kalbu, batin)” Allah, Allah, Allah…”, sambil melepaskan
napas secara perlahan.
 Dilakukan sekitar 10x – 41x, sampai mencapai gelombang alfa.
 Boleh membaca asma’ Allah yang lain, sesuai dengan keinginan kita (QS Al
A’raf/7:180), utamanya asma ul husna.

Membaca surat al fatihah


Caranya: dilakukan dengan menahan napas cukup 1-3 kali

Mengucapkan niat (afirmasi) dan permohonan do’a atau do’a iftitah.


“Rabbi arinii andzur ilaika. Ya Allah, aku berhasrat menemui dan mengenalMu, jika
Engkau izinkan, tunjukkanlah wajahMu padaku, agar aku dapat menyaksikanMu
(bermusyahadah)” (Al A’raf/7:143)Dilakukan dengan menahan napas, mengucapkan niat
tulus ikhlas kemudian melepaskannya secara perlahan-lahan.
Membaca shalawat satu kali, istighfar 3 kali dan membaca “hu-Allah” 3 kali.
Dilakukan dengan menahan napas, dan setelah selesai dikeluarkan perlahan-lahan.

Menutup 9 lubang (babahan nawa/hawa sanga), mati sakjeroning urip.

1. Membaca Allahu Akbar (1x) sambil mengankat tangan disamping kepala (takbiratul
al ikram)
2. Meletakkan kedua ibu jari, menekan keduanya pada daun telinga yang kecil
( menutup telinga).
3. Meletakkan jari telunjuk, menekan pada kedua kelopak mata (dari kelopak mata
atas menuju ke bawah)
4. Meletakkan kedua ujung jari tengah, menekan kedua lubang hidung (dari sisi
samping kiri ke samping kanan hidung)
5. Sebelum menutup kedua lubang hidung , tarik napas secukupnya melalui mulut,
kemudian ditahan semampunya di bagian bawah perut.
6. Meletakkan kedua jari manis menekan bibir atas, dan meletakkan kedua jar
kelingking untuk menekan bibir bawah pada organ mulut kita.
7. Mengambil napas secukupnya melalui mulut, kemudian napas ditahan dibagian
bawah perut.
8. Jika sudah tidah kuat menahan napas, lakukan “isbat”
9. Lidah diletakkan dilangit-langit bagian atas, gigi rapat, bibir rapat.
10. Isbat adalah menutup kedua mata dengan menggunakan kedua telapak tangan
(yaitu, telapak tangan bagian dalam bawah, dan bagian atas menutup jidat.

Kembali ke posisi duduk awal dan mengatur napas, sambil berdzikir dalam hati “hu Allah”
sebanyak 7 kali.

Membaca:”sahadat Allah, Allah, Allah lebur badan, dadi nyawa, lebur nyawa dadi cahya,
lebur cahya dadi idhafi, lebur idhafi dadi rasa, lebur rasa dadi sirna mulih maring sajati, kari
amungguh Allah kewala kang langgeng tan kena pati” (Syahadat Allah, Allah, Allah badan
lebur menjadi nyawa, nyawa lebur menjadi cahaya, cahaya lebur menjadi (ruh) idhafi, (ruh)
idhafi lebur menjadi rasa, rasa lebur menjadi sirna kembali kepada yang sejati, tinggallah
Allah semata yang abadi tidak terkena kematian), dengan menahan napas.

Membaca”Ashadu-ananingsun, satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun, kang badan


nyawa kabeh (Ashadu-keberadaanku, la ilaha-bentuk wajahku, illallah-Tuhanku,
sesungguhnya tidak ada tuhan selain Aku. Yaitu, badan dan nyawa seluruhnya), dengan
menahan napas.

Jika memiliki permintaan khusus, lakukan disertai niat dan permohonan yang tulus.
Setelah doa diucapkan, lepaskan napas. Doa khusus diucapkan setelah membaca:
“ashadu ananingsun, anuduhake marga kang padhang, kang urip tan kenaning pati, mulya
tan kawoworan, elinge tan kena lali, iya rasa iya Rasulullah, tutuga alam padhang, iya iku
hakekating Rasulullah, sirna manjing sarira ening, sirna wening tunggal idhep jumeneng
langgeng amisesa budine, angen-angene tansah amadhep ing Pangeran”, sambil
menahan napas. (Ashadu keberadaanku, yang menunjukkan jalan yang terang, yang
hidup tidak terkena kematian, yang mulia tanpa kehinaan, kesadaran yang tidak terkena
lupa, itulah rasa yang tidak lain adalah Rasulullah, selesailah berada di alam terang. Itulah
hakikat Rasulullah, hilang musnah ketempatan wujud yang hening, hilang keheningan
menyatu tunggal menempati secara abadi memelihara budi, angan-angan selalu
menghadap Tuhan)

Melanggengkan daya rohani (shalat daim) dengan dzikir “sasahidan”: juga bisa dilakukan
dalam kondisi hati berwirid dengan sasahidan (syahadat Ingsun sejati)

Ingsun anakseni ing datingsun dhewe


Satuhune ora ana pangeran among ingsun
Lan nekseni satuhune Muhammad iku utusaningsun
Iya sejatine kanga ran allah iku badaningsun
Rasul iku rahsaningsun
Iya ingsun kang urip tan kena ing pati
Iya ingsun kang eling tan kena lali
Iya ingsun kang langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan jati
Iya ingsun kang waskitha ora kasamaran ing sawiji wiji
Iya ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa wicaksana ora kekurangan ing pangerti,
Byar:
Sampurna padhang terawangan
Ora kerasa apa-apa
Oa ana katon apa-apa
Mung ingsun kang nglimputi ing alam kabeh
Kalawan kodratingsun.

Artinya:
Aku bersaksi di hadapan Dzat-ku sendiri
Sesungguhnya tiada tuhan selain Aku
Aku bersaksi sesungguhnya Muhammad itu utusan-Ku
Sesungguhnya yang disebut Allah itu badan-Ku
Rasul itu rasa-Ku
Muhammad itu cahaya-Ku
Akulah yang hidup tidak terkena kematian
Akulah yang senantiasa ingat tanpa tersentuh lupa
Akulah yang kekal tanpa terkena perubahan di segala keadaan
Akulah yang selalu mengawasi dan tidak ada sesuatupun yang luput dari pengawasan-Ku
Akulah yang maha kuasa, yang bijaksana, tiada kekurangan dalam pengertian
Byar
Sempurna terang benderang
Tidak terasa apa-apa
Tidak kelihatan apa-apa
Hanya aku yang meliputi seluruh alam
Dengan kodrat-Ku

Untuk mengasah ketajaman mata batin, daya rohani dan menjaga ketajaman pancaindera
(mengaktifkan indera “keenam”), ada baiknya setiap hari melakukan dzikir sebagai berikut:

1. Indera: mata, nafsu: muthmainnah. Dalil hati : La bashira illallah: Dzikir: la ilaha


illallah
2. Indera: telinga, nafsu : Ammarah. Dalil hati : la sami’a illallah. Dzikir: Allah-u
3. Indera: hidung, Nafsu: shuffiyah. Dalil hati: la hayata illallah Dzikir: Hu Allah
4. Indera: mulut, Nafsu: lawwamah. Dalil hati: la kalima illallah. Dzikir: Allah

Selesai melakukan meditasi, ritual ditutup dengan bacaan “sabda sukmo, adhep-idhep
Allah, kang anembah Allah, kang sinembah Allah, kang murba amisesa”.

Nutup Babahan Howo Songo

Bagi orang-orang penggemar supranatural jawa mungkin kata "Babahan Howo Songo" sudah bukan
lagi kosakata asing dan saya kira di khasanah budaya lain juga mengenal konsep ini hanya beda
penamaan.
Howo Songo adalah 9 hawa atau 9 jalur udara manusa yaitu 2 mata , 2 telinga , 2 hidung , 1 mulut ,
1 kemaluan , 1 pembuangan. Kenapa 9 jalur hawa ini dianggap penting bahkan perlu dijaga dan
untuk mencapai pencapaian spiritual yang lebih tinggi harus mampu "Menutupnya" yang
diistilahkan "Nutupi Babahan Howo Songo"? Karena manusia dianggap mulia setelah mampu
mengendalikan 9 jalur tersebut baik secara norma maupun teknikal supranatural. Karena tidak saja 9
lobang tersebut adalah sumber dosa namun juga sumber terikatnya kesadaran ruh thd dunia. Pada
tirakat/lelaku tingkat tinggi seperti pati geni , ngebleng dan lainnya berkutat pada hal ini.
Bagaimanakah cara menutupnya? Istighfar-sumeleh-eling. Peluruhan yang terjadi pada laku elmu
sumeleh terjadi pada 9 jalur hawa tersebut dimana mata kita lepas dan kesadaran masuk ke dalam
batin dan mata kembali menjadi sebagai alat untuk melihat. Sikap reaktif atas inputan dari mata
berkurang. Demikian dengan telinga , kesadaran yang masuk ke dalam lebih sering mendengarkan
suara-suara hati timbang inputan dari telinga. Penciuman , mulut dan kemaluan.... semua terkendali
dibawah kesadaran.
Dalam hal kesadaran yang lebih halus , nutupi babahan howo songo ini sangat penting karena
dibutuhkan atau merupakan next step menuju alam non materi. Bagaimana mungkin kita menuju
kesana jika kesadaran kita masih terikat oleh 9 jalur tsb?Istilahnya semua jalur tsb sudah terkukut ,
sudah menyatu dalam alam kesadaran dan kita masuk ke fase berikutnya yaitu matirogo. Dan
matirogo adalah mutlak kita butuhkan untuk bermain diwilayah ruhiyah. 9 jalur adalah organ , alat
bagi kehidupan kita... sebagaimana pikiran. Namun ada kalanya seseorang terikat lekat pada salah
satu atau lebih dari 9 jalur hawa tsb dalam kehidupannya. Dan kelekatan itulah yang perlu kita
luruhkan dan bukan untuk kita nafikan.... karena semua itu jalur pembuangan alami kita.
Kemampuan ini ( nutup babahan howo songo ) adalah parameter bagi diri kita untuk menuju next
level. Mohon koreksinya,

Anda mungkin juga menyukai