cara berdiam diri dan senantiasa mengingat keberadaan TUHAN. Orang yang beragama Islam menyebut cara
Tapi pada kebudayaan Jawa, orang menyebut cara itu dengan kata "Semedi". Menilik dari kata tersebut, Semedi
berasal dari kata Samadhi yang juga berasal dari India. Agama Hindu dan Buddha yang berasal dari India lebih
dulu merambah pulau Jawa daripada Islam. Mereka memperkenalkan cara untuk bisa lebih khusuk menghadap
Namun, orang Jawa lebih suka untuk mempermudah pengucapan sehingga tidak sulit untuk diungkapkan.
Akhirnya orang Jawa pun sepakat dengan kata "SEMEDI". Meski berbeda ucapan, tetapi artinya sama antara
Semedi, Tafakur dan Samadhi yang sama-sama berupaya untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH.
Dan kata Semedi, Tafakur maupun Samadhi tersebut akhirnya disesuaikan dengan bahasa Indonesia yang akhirnya
disebut Meditasi. Jadi, kita memiliki empat kata yakni Meditasi, Semedi, Samadhi dan Tafakur yang semuanya
Sebenarnya, antara kata Semedi atau Samadhi dengan meditasi memiliki tingkat kata yang berbeda. Artinya,
Semedi atau Samadhi memiliki tingkat arti yang lebih tinggi dibandingkan meditasi. Ada empat tahap tingkat untuk
mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH dari dasar ke yang paling tinggi yakni perenungan, kontemplasi, meditasi
dan samadhi/semedi.
Perenungan
Untuk tingkat awal yakni Perenungan. Namanya saja, perenungan, maka yang dilakukan adalah berdiam diri
dengan merenungkan penciptaan ALLAH. Dengan melakukan perenungan itu, maka akan mampu memiliki
wawasan bahwa GUSTI ALLAH itu Maha Besar karena telah menjaga keseimbangan alam semesta ini.
Kontemplasi
Kontemplasi merupakan upaya berdiam diri, tetapi lebih dalam dibandingkan perenungan. Artinya, upaya
Meditasi
Sedangkan Meditasi juga berdiam diri, tetapi lebih terfokus pada relaksasi dan mencari ketentraman diri. Dengan
Samadhi/Semedi
Samadhi atau Semedi merupakan langkah berdiam diri dengan khusuk berkonsentrasi penuh untuk menghadap
GUSTI ALLAH. Kadang-kadang saking asyiknya melakukan Samadhi/Semedi, si pelaku akan lepas dari raganya.
Hal ini di kepercayaan Jawa disebut "NGROGO SUKMO". Kalau Anda masih dalam tahap perenungan, maka
tidak usah berkecil hati. Teruskan usaha Anda dan yakinlah bahwa Anda akan bisa melakukannya. Yang lebih
istimewa lagi, tahap-tahap dalam berdiam diri untuk mendekatkan diri pada ALLAH itu apabila dilakukan setiap
hari, maka Anda akan berhasil mendapatkan apa yang Anda cari.
GUSTI ALLAH sangat suka terhadap orang-orang yang berniat untuk mendekatkan diri padaNYA. Kalau tidak
sekarang, kapan lagi Anda akan mendekatkan diri padaNYA? Ingat, umur kita hanya ALLAH sendiri yang tahu,
Mangkene patrapipun
IIA
IIIW
ong amarsudi kaweruh
Sakadare anggenipun
Kepunyaan orang
IV
Kawignyane wuwuh-wuwuh
Daripada menganggur
Kenyataannya pelan-pelan
menjadi raja tanah Jawa, Senopati lalu berjalan di atas air menuju darat, jalannya bagaikan berjalan di atas tanah
saja hebatnya selama bersemedi di tengah samudera badannya tidak basah walau diterjang ombak berkali-kali.
Begitu dekat dengan bibir pantai alangkah terkejutnya dia melihat Sunan Kalijaga berdiri di sana. Dia lalu bersujud
dan memohon ampun karena telah berani menyombongkan diri dengan ilmunya itu.
Sunan Kalijaga lalu berkata "Bangunlah hai putera Ki Gede Pamanahan, janganlah menuruti kelemahan
hati yang menyuarakan keserakahan, enyahkanlah bisikan setan itu, bangkitlah hai murid Jaka Tingkir!". Senopati
lalu bangkit, Sunan Kalijaga kemudian bertanya padanya "apakah benar kau sangat ingin menjadi raja yang
menguasai tanah Jawa ini?", Senopati mengangguk perlahan, Sunan Kalijaga bertanya lagi "meskipun itu berati
kau harus berhadapan dengan guru sekaligus ayah angkatmu Sultan Hadiwijaya dan berperang dengan seluruh
negeri Pajang yang selama ini menjadi negeri tumpah darahmu dan tempat almarhum ayahmu mengabdi?",
Senopati lalu menundukan kepalanya, tubuhnya berguncang, air matanya meleleh lalu pelan berkata "Hamba selalu
memohon petunjuk kepada Gusti Allah namun belum mendapatkan petunjuknya, mungkin Gusti Allah
memberikan petunjuknya lewat Kanjeng Sunan", Sunan Kalijaga tersenyum lalu kembali membuka mulutnya
"Baiklah Senopati akan kuberikan pelajaran yang amat tinggi dari Kanjeng Rasul untuk mencapai kebahagian
Sunan Kalijaga menghela nafas sebelum memberikan wejangannya, lalu sambil duduk di atas sebuah batu
karang dia memulai wejangannya kepada Senopati "Perang itu sesungguhnya hanyalah suatu alat penghancur
untuk menghilangkan kerusakan yang disebabkan oleh kebhatilan, diganti dengan yang baru. Timbulnya suatu
peradaban itu adalah karena perombakan dari masa silam yang manusia rusak sendiri. Agama Islam lahir sebagai
agama penutup, tidak akan ada lagi agama yang diridhai Gusti Allah selain Islam, Kitab suci Al Qur'an lahir
sebagai pelengkap dari semua kitab suci sebelumnya yaitu Taurat, Zabur, dan Injil. Memang sudah menjadi takdir
Hyang Maha Kuasa kalau semua pemeluk kitab sebelum Al Qur'an itu akan selalu memusuhi para pemeluk agama
Islam jika mereka menolak untuk masuk Islam, dan diantara para pemeluk Islam pun akan selalu muncul
perbedaan, hal itu dikarenakan terbatasnya daya berpikir manusia yang tidak akan pernah bisa menyingkap takdir
Illahi".
Sambil memandang ke arah laut Sunan Kalijaga menyedekapkan tangannya lalu melanjutkan ucapannya
"Tanpa persengketaan manusia tidak akan bergairah untuk hidup lebih maju. Tanpa perangpun semua mahluk akan
menemui ajal yang telah digariskan. Setelah itu diganti dengan manusia yang baru untuk meneruskan sisa
pekerjaan yang telah mati. Demikianlah seterusnya seperti alam raya yang terus bergerak berputar tak pernah diam,
demikian pula pikiran manusia setiap detik bergerak terus tak pernah berhenti. Manusia sebagai tempat roh akan
mengalami masa bayi, kanak-kanak, dewasa sampai kemudian mati, bagi yang tawakal berserah diri kepada Gusti
Walaupun tidak perang, alam akan merusak dan menghancurkan kehidupan agar manusia menjadi sadar,
bahwa dia tak berkuasa apa-apa di dunia ini. Pandanglah kehidupan di sekitar kesultanan Pajang anakku, mereka
itu adalah manusia-manusia yang tak menyadari asalnya dan diperbudak oleh khayalan. Perjalanan hidup manusia
tidak bisa tetap, bagaikan alam, ada terang dan gelap, ada panas dan dingin, berubah-ubah sesuai kehendak Hyang
Maha Kuasa. Usia hidup di alam ini kasar ini tak ubahnya seperti kedipan mata cepatnya bila dibandingkan dengan
usia alam yang berjuta-juta tahun. Oleh sebab itu terimalah segala derita ataupun semua cobaan dengan ikhlas
Sunan Kalijaga lalu mengelus-elus jenggotnya "Atma atau roh itu tak dapat dihancurkan dengan kekuatan
apapun, tak dapat dilihat, tak dapat dipikirkan, tak bisa berubah sifatnya. Tak bisa dibunuh walaupun jasad yang
menjadi tempatnya bersemayam dihancurkan. Semua mahluk pada permulaannya tidak tampak, setelah melalui
nafsu birahi antara pria dan wanita disatukan, barulah dibentuk dalam rahim. Setelah dilahirkan barulah nampak,
semenjak kecil hingga tua bangka, mereka tak menyadari bahwa mereka berasal dari tak tampak yaitu tiada.
Orang seringkali memperbincangkan tentang roh, meskipun demikian hanya beberapa orang saja yang
mengerti pada sifat abadi itu. Ada dan tiada sama saja bagi siapa yang sesungguhnya mengetahui sajatining
kebenaran. Yang menguasai manusia di alam lahir ialah pancaindra, sedangkan Atma adalah pendukung raga
seluruhnya. Lahirnya pancaindra setelah menjelma menjadi manusia, sedangkan atma sudah ada sebelum manusia
lahir ke dunia. Tetapi janganlah menyekutukan atma dan pancaindra, karena di dalam pancaindra itu terdapat
nafsu-pikiran, itikad, perasaan dan akal. Siapa yang beritikad baik pikirannya pun akan tenang, nafsunya dapat
terkendalikan, perasaannya akan lebih tajam, dan akalnya pun akan lebih cerdas. Siapa yang dapat mengendalikan
seluruh panca indranya dan memusatkan akal budinya terhadap atma untuk bersujud berserah diri kepada Illahi,
dialah yang akan menemukan kebahagiaan sejati nan abadi dunia-akhirat. Illahi adalah yang tak ada habis-habisnya
dan tertinggi yang menciptakan alam semesta dengan segala isinya, Adhi Atma adalah roh suci yang bersemayam
dalam diri manusia, setan adalah nafsu negatif yang menimbulkan nafsu keduniawian. Siapa yang mengingat
bahwa Gusti Allah adalah yang paling esa berkuasa, maka dialah yang mengetahui kebenaran.
Deru ombak menggetarkan tempat itu, semakin lama semakin pasang, namun Sunan Kalijaga meneruskan
wejangannya "Orang yang sempit pikirannya menganggap Illahi itu hanya bersifat tidak kelihatan dan beranggapan
Illahi itu omong kosong belaka yang tidak masuk akal, padahal Illahi ada dimana-mana dalam segala bentuk dan
kekal sifatnya yang memberikan daya berpikir pada seluruh manusia. Bukan Ilmu ataupun kesaktian fisik yang bisa
menuntun ke jalan yang manunggal di Jalan Illahi, karena ilmu tanpa disertai budi, dan kesaktian lahir adalah
kesombongan dan kemurkaan. Dia yang beriman, bertaqwa, dan bertwakal kepadanya dan berikhtiar
mempersatukan dia dengan Illahi sambil menjalankan kebajikan, dan menyebarkan ajaran Illahi dia akan mencapai
sifat yang diridhai Gusti Allah untuk menjadi Khalifah Umatnya. Apa yang disebut perikebajikan adalah rendah
hati, jujur, sabar, dapat melepaskan pikiran dan hawa nafsu keduniawian, dan tidak menyimpan kebencian. Siapa
yang melihat bahwa benda yang saling bunuh dan bukan rohnya, siapa yang mengakui segala yang terjadi akibat
kesalahannya sendiri dialah yang nerima. Bangkitlah engkau Senopati anakku! Kalahkanlah semua musuh-
musuhmu! Karena engkau adalah alat untuk melenyapkan angkara murka dan membentuk kehidupan yang baru di
tanah Jawa ini! Sesungguhnya tanpa peranmu pun orang-orang Pajang yang berlindung di bawah kekuasaan Sultan
Hadiwijaya sudah mati, karena diliputi oleh benci dan dendam. Mereka orang-orang yang berlindung di bawah
kekuasaan Sultan Hadiwijaya untuk melampiaskan hasrat serakahnya seperti serigala-serigala yang terkurung api,
sebentar lagi hangus terbakar. Janganlah bersedih hati menghadapi ujian ini Senopati, semua yang kukatakan ini
adalah Ilapat dari Gusti Allah demi memberimu petunjuk atas permohonanmu kepada Gusti Allah siang dan
malam, wahyu keprabon untuk memimpin umat di tanah Jawa ini telah berpindah dari Sultan Hadiwijaya
kepadamu karena Pajang telah rusak oleh orang-orang yang serakah. Namun ketahuilah Mataram akan berumur
pendek dari mulai engkau, anak dan cucumu, cucumu akan menjadi raja yang sangat kaya, mataram akan mencapai
puncak kejayaannya, namun Mataram akan rusak oleh cicitmu karena bersekutu dengan orang-orang asing
bertubuh tinggi-besar, berkulit putih, berambut seperti rambut jagung yang akan menyengsarakan seluruh umat di
tanah Jawa ini. Kerusakan Mataram akan ditandai dengan muculnya bintang kemukus setiap malam, sering terjadi
gerhana matahari dan gerhana bulan, Gunung Merapi sering bergolak dahsyat".
Senopati mengangkat kepalanya "Yang kanjeng Sunan wejangkan benar-benar meresap dalam sanubariku,
hamba bersyukur ternyata Gusti Allah mengabulkan permohonan Hamba dan alamarhum ayahanda. Namun yang
belum saya mengerti mengapa di jagat ini begitu banyak aliran kepercayaan?"
Sunan Kalijaga Menjawab " Sumbernya hanya satu seperti sumber air gunung yang sangat bersih tanpa
ada kotoran mengalir ke bawah. Lalu beranak sungai di hulu, dialirkan ke setiap arah untuk dipergunakan macam-
macam keperluan seperti minum, mencuci, mengairi sawah, dan lain-lain sehingga kotor sulit dibersihkan kembali.
Begitupun pengertian tentang Tuhan, siapa yang memuja Allah SWT dia akan pergi kepada Gusti Allah, siapa yang
memuja Dewa dia akan pergi kepada Dewa, siapa yang memuja Jin dia akan pergi kepada Jin, siapa yang memuja
Leluhur dia akan Pergi kepada Leluhurnya. Namun tetaplah semua akan kembali kepada satu sumbernya yaitu sang
maha pencipta Gusti Allah SWT, La Ila Haillallah tiada tuhan selain Allah. Ada pula orang-orang yang
menyerahkan hartanya sebagai bakti kepada Illahi, Namun dibalik hatinya ia meminta kembalinya yang lebih
besar, itu namanya murka, ada orang yang berpura-pura memuja Illahi namun mengharapkan upah, dia tidak akan
sampai kepada Illahi. Begitulah pengertian tentang Tuhan, diolah beraneka ragam hasil pengertian akal tanpa budi,
iman, dan taqwa. Tidak demikian dengan orang yang beriman dan bertaqwa, dia akan terus menuju mencari
sumbernya. Dia tidak akan terpengaruh oleh kesibukan dan nikmat duniawi yang tercipta dari setan pembawa hawa
nafsu yang merusak. Dia akan senantiasa tenang, karena ia sadar bahwa semua pergolakan disebabkan oleh setan.
Bagaikan orang yang berjalan di lorong gelap gulita yang menemukan pelita, demikianlah orang yang berserah diri
Senopati lalu bangun, Sunan Kalijaga lalu mengajaknya pulang ke Kota Gede "Mari anakku aku ingin
melihat rumahmu dan kota yang telah engkau bangun", Senopati menjawab "Mari kanjeng Sunan". Setelah sampai
Sunan Kalijaga memerintahkan Senopati untuk memagari rumahnya dan membangun tembok dari batu bata di
sekitar Kota Gede dengan member petunjuk lewat air doanya "Senopati anakku, bila kelak engkau hendak
membangun tembok benteng Kota Gede ikutilah tempat dimana aku mengikuti air tadi, nah selamat tinggal
anakku, aku hendak pulang ke Kadilangu". Senopati lalu membangun tembok kota mengikuti saran yang Sunan
Kalijaga sampaikan. Wejangan itupun diresapinya hingga kelak tiba saatnya ia menjadi raja sekaligus penyebar
Kata Samadhi, meditasi, kontemplasi, manekung, tafakur, sembahyang atau apapun namanya adalah upaya
manusia untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH. Banyak cara untuk bisa mendekatkan diri. Tiap manusia
mempunyai cara tersendiri untuk bisa mendekat pada GUSTI ALLAH Kang Murbehing Dumadi.
Tetapi untuk bisa mendekat pada GUSTI ALLAH tidaklah semudah menjentikkan jari. Karena pasti
banyak gangguan untuk bisa konsentrasi dengan khusyuk guna mendekatkan pada GUSTI ALLAH itu. Untuk bisa
meraih kekhusyukan itu, seseorang perlu untuk belajar samadhi, meditasi, kontemplasi, manekung, sholat,
sembahyang atau apapun namanya. Ada seorang kawan yang mengatakan,"Meneng tanpo mikir iku nyatane angel.
(Diam tanpa berpikir itu ternyata sulit)." Dan kenyataannya memang begitu. Berdiam diri justru malah
memunculkan banyak pikiran. Tidak percaya? Cobalah Anda berdiam diri untuk berkonsentrasi pada GUSTI
ALLAH. Meskipun sulit, Anda harus mencobanya karena tidak ada jalan lain untuk mendekat pada GUSTI
ALLAH selain berdiam diri yang biasa disebut orang dengan istilah samadhi, meditasi, kontemplasi, manekung,
Kesulitan itu akan dialami orang yang baru belajar berdiam diri. Ketika kita berdiam diri, justru banyak
suara-suara dalam batin kita yang terdengar. Suara-suara itu nyatanya berniat menggagalkan upaya kita
mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH. Biasanya suara-suara dalam diri itu rata-rata berkisar tentang keduniaan.
Contohnya, jika kita pelajar, ketika kita duduk dan berdiam diri, maka suara-suara yang terdengar seperti
"Sudahkan kamu mengerjakan tugas sekolah?", "Kamu belum membayar SPP lho", "PR mu sulit lho...kamu kok
duduk berdiam diri", dan lain-lain dimana suara-suara tersebut berniat mengganggu konsentrasi kita.
Kalau Anda pedagang, maka suara-suara yang muncul misalnya seperti "Kamu sudah pesan barang?",
"Sudah kamu pikirkan harga barang yang kamu jual?", "Stok barangmu habis lho" dan lain-lainnya. Semakin tinggi
golongan ekonomi seseorang, maka suara-suara penggoda itu akan semakin banyak.
Nah, siapakah suara-suara yang menggoda upaya kita untuk berdiam diri mendekatkan diri pada GUSTI
ALLAH itu? Suara-suara itu tidak lain adalah hawa nafsu kita sendiri. Itulah sebenarnya setan yang berupaya
menggagalkan meditasi kita. Dengan berbagai pertanyaan yang muncul, otomatis konsentrasi kita akan buyar dan
Bagi yang beragama Islam, saat beribadah haji, kita mengenal salah satu ritual yang disebut lempar
jumroh. Ritual lempar jumroh itu sebenarnya adalah simbol perlawanan kita terhadap setan. Apakah dengan
melempar jumroh berarti kita sudah menang lawan setan? Belum. Perang antara kita dan setan itu terus akan
berlangsung selamanya. Justru setan yang harus diperangi adalah setan dalam diri kita sendiri yang senantiasa
Keberadaan kita hidup di dunia ini tidak sendiri. Semenjak pertama kali kita diturunkan ke alam dunia
lewat rahim ibu, Tuhan sudah menitahkan adanya penjaga-penjaga yang senantiasa mendampingi kita hidup di
alam dunia. Dan sesuai dengan perintah Tuhan, para penjaga-penjaga itu dengan setia senantiasa berada di
sekeliling kita.
Bagi orang Jawa, khususnya orang yang memahami tentang Kejawen, adanya para penjaga tersebut
dikenal dengan sebutan “Sedulur Papat”. Siapa saja Sedulur Papat itu? Sedulur papat yang dikenal masyarakat
3. Getih (Darah)
4. Puser (Pusar)
Kakang Kawah
Yang disebut dengan Kakang Kawah adalah air ketuban yang menghantarkan kita lahir ke alam dunia ini
dari rahim ibu. Seperti kita ketahui, sebelum bayi lahir, air ketuban akan keluar terlebih dahulu guna membuka
jalan untuk lahirnya si jabang bayi ke dunia ini. Lantaran air ketuban (kawah) keluar terlebih dulu, maka
masyarakat Kejawen menyebutnya Kakak/Kakang (saudara lebih tua) yang hingga kini dikenal dengan istilah
Kakang Kawah.
Sedangkan yang disebut dengan adhi ari-ari adalah ari-ari jabang bayi itu sendiri. Urutan kelahiran jabang
bayi adalah, air ketuban terlebih dulu, setelah itu jabang bayi yang keluar dan dilanjutkan dengan ari-ari. Karena
ari-ari tersebut muncul setelah jabang bayi lahir, maka masyarakat Kejawen biasanya mengenal dengan sebutan
Adhi/adik Ari-ari.
Getih
Getih memiliki arti darah. Dalam rahim ibu selain si jabang bayi dilindungi oleh air ketuban, ia juga
dilindungi oleh darah. Dan darah tersebut juga mengalir dalam sekujur tubuh si jabang bayi yang akhirnya besar
Puser
Istilah Puser adalah sebutan untuk tali pusar yang menghubungkan antara seorang ibu dengan anak yang
ada dalam rahimnya. Dengan adanya tali pusar tersebut, apa yang dimakan oleh sang ibu, maka anaknya pun juga
ikut menikmati makanan tersebut dan disimpan di Ari-Ari. Disamping itu, pusar juga digunakan oleh si jabang bayi
untuk bernapas. Oleh karena itu, hubungan antara ibu dengan anaknya pasti lebih erat lantaran terjadinya
kerjasama yang rapi untuk meneruskan keturunan. Semuanya itu atas kehendak dari Gusti Allah Yang Maha Kuasa.
Ketika seorang jabang bayi lahir ke dunia dari rahim ibu, maka semua unsur-unsur itu keluar dari tubuh si
ibu. Unsur-unsur itulah yang oleh Gusti Allah ditakdirkan untuk menjaga setiap manusia yang ada di muka bumi
ini. Maka bila masyarakat Kejawen hingga kini mengenal adanya doa yang menyebut saudara yang tak tampak
mata itu secara lengkap yaitu “KAKANG KAWAH, ADHI ARI-ARI, GETIH, PUSER, KALIMO PANCER”.
Pancer
Lalu siapakah yang disebut dengan istilah Pancer? Yang disebut dengan istilah Pancer itu adalah si jabang
bayi itu sendiri. Artinya, sebagai jabang bayi yang berwujud manusia, maka dialah pancer dari semua
Antara ajaran Kejawen dengan Islam ada kesamaannya. Dalam Islam disebutkan bahwa setiap manusia
dijaga oleh malaikat-malaikat yang ditugaskan oleh Tuhan. Siapa saja malaikat-malaikat itu? Malaikat-malaikat
yang ditugaskan oleh Gusti Allah untuk setiap manusia itu antara lain, Jibril, Mikail, Izroil dan Isrofil.
Nah, kesamaan antara ajaran Kejawen dan Islam tersebut yakni Kakang Kawah yang disebutkan sebagai
pembuka jalan si jabang bayi, itu di Islam dianggap sama dengan Jibril (Penyampai Wahyu). Malaikat Jibril lah
yang membuka jalan bagi keselamatan sang bayi hingga lahir ke dunia. Sedangkan Adhi Ari-ari yang disebut-sebut
di dalam ajaran Kejawen, di dalam Islam dianggap sama dengan Mikail (Pembagi Rezeki). Karena lewat Ari-Ari
itulah si jabang bayi dapat hidup dengan sari-sari makanan yang didapatkan dari seorang ibu.
Sementara Getih (darah) , bagi orang Kejawen, pada pemahaman orang Islam dianggap sama dengan
keberadaan malaikat Izroil (pencabut nyawa). Buktinya, jika tidak ada darahnya, apakah manusia bisa hidup? Yang
terakhir adalah Puser. Dalam pemahaman masyarakat Kejawen, Puser adalah sambungan tali udara (napas) antara
sang ibu dengan anaknya. Nah, pada pemahaman Islam, Puser ini dianggap sama dengan Isrofil (Peniup
Oleh karena itu, kita wajib mengenali siapa penjaga-penjaga tak Nampak yang sudah diperintahkan Gusti
Allah untuk senantiasa mendampingi kita. Dengan kita mengenali keberadaan mereka, akhirnya mereka nantinya
bias mawujud (berwujud). Dan yang perlu diingat lagi, jika kita sudah melihat wujud mereka, maka hendaknya kita
senantiasa memuji atas kebesaran Gusti Allah yang Maha Agung. Karena atas titah Gusti Allah-lah kita semua bisa
hidup berdampingan dengan penjaga-penjaga yang disebut dengan Sedulur Papat, Kalimo Pancer.