Makna Kubur
Akal ini melambung dalam serpihan-serpihan nalar lalu membingkainya
menjadi sebuah makna akan sebuah keadaan mencekam, gelap dan
menakutkan. Adalah makna dari sebuah keadaan kubur, yang oleh sebagian
orang adalah gerbang cinta menuju kemerdekaan jiwa ketika dia mencapai
sebuah kefanaan dalam hakikat Kebenaran. Dan ada sebagian lagi menganggap
kubur sebagai batas kesudahan (tamat) dari segala ambisi dan mimpi-mimpi
kehidupan, olehnya wajar jika banyak yang tidak mau bicara tentang kubur,
biarlah ia datang dengan caranya sendiri sementara mereka juga mempunyai
cara untuk semaksimal mungkin menciptakan jarak dengan kubur walau itu
hanyalah sebuah kesia-siaan dalam lakon hidup mereka.
Kita mengenal kubur adalah sebatas proses kematian jasad yang
seterusnya dikreasi untuk dikembalikan ke alam asalnya dengan berbagai cara,
namun kubur dalam dimensi ini adalah tingkatan terbawah dari sederet
tingkatan kubur selanjutnya. dalam pandangan kami kubur meliputi ;
Kubur Alam: Kubur alam adalah gerbang bagi jiwa untuk memahami kalau diri
bukanlah jasad adanya, sehingga ketika jiwa masih berjasad, jiwa harus belajar
agar tidak dominan dalam merespon segala sesuatu yang bersifat materi
(sumber asal dasar dari jasad). Bila jiwa memahami keadaan ini, maka jiwa
memasuki gerbang pemahaman yang ebih tinggi., pemahaman jika jasad
sesungguhnya merupakan sebuah perangkap jiwa yang harus dilepas seiring
dengan segala ikatan yang selama ini terjalin dalam penyatuan jasad dan jiwa.
Alam kubur adalah gerbang pemahaman pada tingkatan ini dan pertanyaan
utama pada dimensi kubur alam ini adalah Siapa Tuhanmu..? makna dari
pertanyaan ini adalah pertanyaan nalar yang berorientasi materi, dimana
seringnya manusia menggambarkan sosok Tuhan dalam bentuk fisik atau sebuah
obyek sehingga membutuhkan kesadaran logika bahwa Tuhan bukanlah sosok
yang tercipta dari kreasi alam pikir manusia dalam sebuah bentuk karena
Tuhan lebih dari itu dan tiada terbatas (Maha Besar). Konsekwensi pada dimensi
kubur ini adalah ; jika diri berbuat baik, maka masuk surgalah imbalannya. Dan
jika diri berbuat jahat maka Nerakalah tempatnya.
Kubur Jasad: Ketika jiwa memasuki gerbang kesadaran dan mengerti akan
esensinya maka jasad adalah sebuah kubur bagi jiwa, proses selanjutnya
memaknai jasad sebagai kubur akan merefleksikan bagaimana jiwa selama ini
menjadikan jasad sebagai kerangka dalam dimensi ruang dan waktu untuk
mewujudkan segala untaian keinginan dalam terminologi tertentu yang
umumnya didominan oleh ego. Kesadaran jiwa akan jasad sebagai perangkap
adalah langkah awal dari perjalanan jiwa dalam menggapai kebenaran dan
memahami akan kebodohan jiwa itu sendiri (yang terbelenggu oleh keterpikatan
duniawi), akan tetapi jasad juga merupakan media yang sempurna dari sebuah
saya ini Zat yang sejiwa, menyukma dalam Hyang Widi. Pangeran saya
bersifat jalal dan jamal, artinya Maha mulia dan Maha indah. Ia tidak mau shalat
atas kehendak sendiri, tidak pula mau memerintahkan untuk shalat kepada siapa
pun. Adapun orang shalat, itu budi yang menyuruh, budi yang laknat dan
mencelakakan, tidak dapat dipercaya dan diturut, karena perintahnya berubahubah. Perkataannya tidak dapat dipegang, tidak jujur, jika diturut tidak jadi dan
selalu mengajak mencuri.
Menurut Syekh Siti Jenar, Allah bukanlah sesuatu yang asing bagi diri
manusia. Allah juga bukan yang ghaib dari manusia. Walaupun Ia penyandang
asma al-Ghayb, namun itu hanya dari sudut materi atau raga manusia. Secara
rohiyah, Allah adalah ke-Diri-an manusia itu. Dalam diri manusia terdapat roh alidhafi yang membimbing manusia untuk mengenal dan menghampirinya.
Sebagai sarananya, dalam otak kecil manusia, Allah menaruh God-spot (titik
Tuhan) sebagai filter bagi kerja otak, agar tidak terjebak hanya berpikir
materialistik dan matematis. Inilah titik spiritual yang akan menghubungkan jiwa
dan raga melalui roh al-idhafi. Dari sistem kerja itulah kemudian terjalin
kemanunggalan abadi. Maka kalau ada anggapan bahwa Allah itu ghaib bagi
manusia, sesuatu yang jauh dari manusia, pandangan itu keliru dan sesat.Sekali
lagi apa yang terurai di atas, adalah suatu kedaaan dan kesadaran yang sudah
tidak ada tingkatan lagi. Jika masih ada terdapat tingkatan maka sebaiknya
disempurnakan lagi.Karena tingkatan itu telah dilebur menjadi satu dengan
nama keyakinan, sehingga tidak ada perbedaan atau tingkatan. Semuanya
berpulang kepada Allah, Tuhan sekalian Alam,apa kata Alam ini ialah juga
kehendak-Nya yang merupakan wujud ADA dalam kehidupan manusia beserta
makhluk lainnyaallahu akbar.
Syukur kalo saya sampai tiba di alam kehidupan yang sejati. Dalam alam
kematian ini saya kaya akan dosa. Siang malam saya berdekatan dengan api
neraka. Sakit dan sehat saya temukan di dunia ini. Lain halnya apabila saya
sudah lepas dari alam saya kematian ini. Saya akan hidup sempurna, langgeng
tiada ini itu.Dalam prespektif kemanunggalan, dunia adalah alam kematian yang
sesungguhnya,di karenakan roh Ilahinya terpenjara dalam badan wadagnya.
Dengan badan wadag yang berhias nafsu itulah, terjadi dosa manusia. Sehingga
keberadaan manusia di dunia penuh dengan api neraka. Ini sangat berbeda
kondisinya dengan alam setelah manusia memasuki pintu kematian. Manusia
akan manunggal di alam kehidupan sejati setelah mengalami mati. Disanalah
ditemukan kesejatian Diri yang tidak parsial. Dirinya yang utuh, sempurna,
dengan segala kehidupan yang juga sempurna.
Menduakan kerja bukan watak saya! Siapa yang mau mati! Dalam alam
kematian orang kaya akan dosa! Balik jika saya hidup yang tak kenal ajal, akan
langgeng hidup saya,tidak perlu ini itu. Akan tetapi bila saya disuruh milih hidup
atau mati saya tidak sudi, Sekalipun saya hidup, biar saya sendiri yang
menentukan ! Tidak usah Wali sanga memulangkan saya ke alam kehidupan !
Macam bukan wali utama saya ini, mau hidup saja minta tolong pada
sesamanya. Nah marilah kamu saksikan! Saya akan pulang sendiri ke alam
kehidupan sejati.Karena kematian hanya sebagai pintu bagi kesempurnaan hidup