Anda di halaman 1dari 16

Pondok Sufi

Ilmu Syathariyah
Kontribusi Dari Administrator
Thursday, 19 August 2004
Pemutakhiran Terakhir Thursday, 24 May 2007

RISALAH SINGKAT TENTANG ILMU SYATHTHARIYAH( KEBANYAKAN ORANG MENYEBUTNYA DENGAN


TAREKAT SYATHTHARIYAH ) I. PENDAHULUAN.Dengan Berkah dan Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, apa yang kam
sampaikan dalam risalah singkat ini, adalah jawaban terhadap bagaimana seharusnya kita menyikapi berbagai hal serta
beraneka macamnya kepentingan, yang apabila tidak tepat dan “tidak pener” justru akan menjadikan kita
terlempar, terpuruk dan sia-sia. Seperti halnya keadaan umat Islam, sebenarnya sudah lama sekali telah
“pangling” pada keasliannya Islam sebagai Agama Tauhid.Sebagai ilmu yang paling mendasar tentang
satu-satunya aqidah yang benar dan dibenarkan, maka kajian terhadap Ilmu Tauhid seharusnya dapat tuntas dan
menyeluruh. Sehingga pengenalan terhadap Ke-Esaan DiriNya Zat Yang Mutlak WujudNya, sejiwa dengan kehendak
Allah bagi keimanan hambaNya kepada Al-Ghaib, isim yang mufrad dan ma’rifah. Yaitu tentang Satu-satuNya Zat
Yang Gaib yang tidak akan pernah menampakkan Diri di muka bumi (tidak akan pernah ngejawantah), namun jelas.
Jelas dekat sekali Keberadaan-Nya. Jelas, terang, gamblang serta sangat mudah diingat-ingat dan dihayati dalam rasa
hati apabila secara benar ditanyakan kepada yang ahli akan hal ini. Maka peran dan pendalaman Ilmu Syaththariyah
yang oleh kebanyakan orang disebut dengan tarekat Syaththariyah, sangat menentukan sekali. Sehingga apabila
dengan benar dihayati dan diamalkan, akan menjadi “nyawa” dalam hidupnya. Akan dapat merasuk indah
dalam rasa jiwa. Membentuk akhlak sebagaimana yang dikehendaki oleh Nabi-Nya. Membentuk watak dan kepribadian
yang akan dapat selalu sabar dan tawakkal supaya dapat mencapai tingkat dan martabat rasa. Yaitu secara nyata, lahir
dan batinnya, dalam menyembah kepadaNya, karena saking ikhlasnya, hingga sama sekali “tidak merasa”
bahwa dirinya sedang berkorban dan berbakti. Maka jadilah hamba yang dalam segala tingkah laku dan perbuatannya,
gerak dan gerik lahir dan batinnya, sama sekali sekali tidak karena diperintah oleh nafsunya. Akan tetapi semata-mata
karena “katut siliring Qudratullah”. Dan hamba demikian, segala perbuatan yang dikerjakannya, pasti
berfaedah bagi lain orang (masyarakat).Diri Ilahi Yang Al-Ghaib, Innani Ana Allah, yang amat sangat dekat sekali dalam
rasa hati, sebenarnya memang berada dalam “satu titik temu” dengan “inti manusia” yang
sebenarnya juga selalu mencahaya dalam rasa jiwa dengan dzikr sirrun ma’nawiyun yang diperoleh dari yang
berhak dan sah menunjuki. Sehingga dari sini, akan dapat menghayati betap indahnya misal yang menggambarkan
bahwa mengenali keberadaan Diri-Nya dengan ilmu tauhid secara tuntas dan menyeluruh, terasa bagaikan hidupnya
ikan dalam samodra luas yang tiada batas.Sebenarnyalah, bahwa manusia dan juga segala makhluk isinya jagad raya
serta jagad raya itu sendiri, dengan Tuhannya Yang Al-Ghaib dan Wajib WujudNya itu, bagaikan ikan dalam samodra.
Yang hidupnya, bernafasnya, makannya, tidurnya, berjaganya, bergeraknya, daya dan kuatnya, juga matinya, tetap
berada dalam samodra. Tidak ada bagian dari sel sekecil apapun yang tidak diliputi oleh air samodra.Oleh karena itu,
apabila dicermati dengan hati yang bening dan pikiran yang jernih, betapa kuatnya Kemauan Allah Swt dalam
Menonjolkan Keberadaan Diri-Nya Yang segala-galanya itu, Satu tetapi Menyeluruh. Dalam dzikr sirrun ma'nawi yang
terhayati dalam rasa hati sebagai butiran iman yang gedenya sak mrica jinumput, tapi bila digelar "ngemplok
jagad".Karena itu sekali lagi, betapa kuat sebenarnya Kemauan Allah Swt agar Keberadaan Diri-Nya diketahui dan
dikenali oleh hambaNya yang namanya manusia ini. Dibeber lengkap dengan KalamNya yang 30 juz itu supaya selalu
diingat-ingat dan dihayati dalam rasa hati serta dijadikan tujuan hidup untuk didekati sehingga sampai (bertemu dengan-
Nya lagi). Oleh karena itu, bagi siapa saja (asal Islam agamanya) yang secara dengan benar telah memperoleh Ilmu
Syaththariyah dari yang berhak dan sah menunjuki, lalu dihayati dan diamalkan pula secara benar dan ikhlas, maka dia
akan menjadi hamba yang sadar sesadarnya bahwa adanya ditempatkan oleh Tuhan dalam hidup dan kehidupan dunia
serta diwujudkannya dengan bentuk berjiwa raga, disadari sebagai tempat ujian baginya. Agar ditempat ujian ini, dapat
hidup bersama hidayahNya dalam mengelola garapan dunia untuk dijadikan pemrosesan diri, menjadi pancatan yang
kokoh guna mencapai tujuan dan cita-cita pulang kembali bertemu dengan DiriNya lagi, disertai dengan hati yang selalu
mengingat-ingat dan menghayati yang hendak dituju untuk dapat dicapai, yakni DiriNya Ilahi Yang Al-Ghaib ini. Dengan
begitu maka akan menghadirkan fadhal dan rahmatNya, yang menariknya untuk dapat meniadakan hijab (kandungan
makna kalimah nafi: Laailaaha) sehingga mata hatinya dengan jelasnya menyaksikan Keberadaan DiriNya yang selalu
ditetapkan Ada dan WujudNya dalam hati (kandungan makna kalimat itsbat: illallah).Hanya saja, di tempat dimana dunia
dan wujudnya jiwaraga dipandang nyata oleh mata kepala serta mengira bahwa betapa indah dan nikmatnya sekiranya
dapat memenuhi selera dari berbagai kepentingan hawa nafsu dan sahwatnya, tekad dan kerja keras manusia ternyata
hanya memburu uceng tetapi kelangan deleg.Uceng adalah misal daripada nikmat pemberianNya yang dikejar dan
diburu setiap waktu dengan pengerahan segala tenaga, pikiran, biaya dan segala daya upaya bagaimana supaya dapat
memperolehnya. Tetapi kepada deleg, gambaran dari simbol Sang Pemberi, yaitu Diri-Nya llahi Yang Al-Ghaib serta
Wajib WujudNya ini, sama sekali tidak peduli.Padahal, betapa kerasnya Allah Swt dalam firmanNya (QS. Yunus : 7, 8
dan 11) mengancam mereka yang dihidupkan olehNya dengan kehidupan dunia dan menjadikannya tidak berkehendak
untuk bertemu dengan-Nya, ditetapkan olehNya sebagai ahli neraka dan dibiarkan hidupnya selalu bergelimang dengan
kesesatannya. Mata hatinya lalu dijadikan buta olehNya. Buta sama sekali tidak mengetahui dan tidak mengenali DiriNya
Yang meskipun Al-Ghaib, sangat dekat sekali. Bahkan lebih dekat Dia meski dibandingkan dengan urat nadi yang ada
dilehernya sendiri. Berarti lebih dekat Dia meskipun dibandingkan dengan keluar masuknya nafas dalam dadanya. Maka
firmanNya-lah yang memutusi. Bahwa barangsiapa yang hidupnya sekarang ini (di dunia), buta (mata hatinya tidak
mengetahui keberadaan Diri Tuhannya yang dekat sekali dan Wajib WujudNya), maka kelak di akherat juga akan lebih
buta dan lebih sesat jalan. Yakni ketika mati tidak pulang keasalnya. Tidak selamat bertemu dengan DiriNya Illahi. Tidak
akan dapat merasakan betapa indah dan nikmatnya mati yang sebenarnya adalah sebagai “pintu gerbang”
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

pulang kembali kepada Tuhan. II. ILMU SYATHTHARIYAH Disebut ilmu karena memang ada obyek yang dikaji, untuk
dapat dimengerti, didalami, bahkan dihayati lalu diamalkan. Kemudian ada ahlinya. Ahli yang secara benar menguasai
supaya menjadi ikutan. Lalu ada kelompok pemraktek yang istilah Islaminya : jamaah. Kemudian ada (dan bahkan
kebanyakan orang) menyebut dengan Tarekat Syaththariyyah, sebenarnya juga tidak ada salahnya. Sebagaimana
diketahui bahwa arti tarekat adalah jalan atau cara. Yaitu jalan atau cara bagaimana agar dalam mengamalkan ilmu
Syaththariyah itu benar-benar dapat mencapai tujuan hingga dapat dengan selamat dan bahagia bertemu dengan
Tuhan. (Akan dijelaskan pada bab tersendiri).Kembali kepada - Ilmu Syaththariyah.Ilmu Syaththariyah adalah ilmu yang
menunjukkan "pintunya mati". Agar saat mengalami mati yang hanya sekali saja merasakannya, dapat selamat. Mati
yang selamat adalah sebagaimana yang dikehendaki oleh firman Allah dalam QS. Asy Syu'ara ayat 87 s/d 89. Yaitu
dijadikan hamba yang telah dapat sampai kepada Allah dengan hati yang selamat ketika harta benda dan anak-anak laki-
laki tiada berguna di hari para hamba Allah dibangkitkan. Sehingga tidak dijadikan hamba yang dihinakan oleh
Allah.Oleh karena itu Ilmu Syaththariyah ini adalah juga ilmu yang menunjukkan tentang Keberadaan Diri Tuhan Zat
Yang Al-Ghaib, Allah AsmaNya, supaya mata hati (yaitu hati nurani, bukan hati sanubari) dapat menangkap dengan
yakin dan jelas atas keberadaan DiriNya Tuhan itu, hingga dengan mudah dapat selalu diingat-ingat dalam segala
tingkah laku dan perbuatan, dimana saja, kapan saja serta dalam keadaan yang bagaimana saja.Karena itu,
sebenarnyalah, bahwa minta petunjuk Ilmu Syaththariyah kepada yang mempunyai hak dan sah menunjuki, hukumnya
fardu 'ain. Suatu kewajiban yang tidak bisa dihindari, bagi yang mengaku Islam agamanya, tidak pandang bulu, dari
mana saja asal-usulnya, asal sudah mukallaf (sudah dapat menerima pengertian dan sudah bisa menyimpan rahasia).
Bahkan lebih wajib meskipun dibandingkan dengan kewajiban-kewajiban yang lain, termasuk dengan kewajiban salat.
Sebab, amanat Allah: Waaqimishshalaata lidhikri. Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-ingat Aku supaya ketika shalat
tidak sahun (yang justru yang diancam dengan fawailun).Aku Zat Al-Ghaib Yang Allah Asma-Ku, sama sekali tidak bisa
digambarkan, tidak bisa dipikirkan, tidak bisa dibayangkan, tidak ada sesuatupun yang menyamaiNya, namun akan
sangat mudah diingat-ingat dan dihayati dalam rasa hati apabila secara benar ditanyakan kepada ahlinya. Yaitu ahli
dhikr. Ahli dhikr adalah sebagai ungkapan kata ahli kubur. Orang yang telah mati karena itu dia selalu bertempat tinggal
dalam kubur. Demikian halnya ahli dhikr. Dia adalah hamba yang dibentuk oleh Allah berdasar ilmu yang diterima dari
gurunya, dibentuk mempunyai hati nurani, roh dan rasa yang selalu maqam (bertempat tinggal) dalam dhikr. Bertempat
tinggal dalam rasa hati yang senantiasa mengingat-ingat dan menghayati Ada dan Wujud DiriNya Zat Al-Ghaib yang
dirasakan olehnya sangat dekat sekali.Meminta petunjuk ilmu tentang pintunya mati supaya apabila sewaktu-waktu mati
yang pasti akan ditemui dan hanya sekali saja dirasakan, supaya dijadikan hamba yang "Wujuhun yauma idzin
naadziroh, ilaa Rabbiha naadziroh". Dijadikan hamba yang dihari matinya itu saking bahagianya karena dapat selamat,
hingga wajahnya (rasa jiwanya) berseri-seri (bercahaya), karena kepada Tuhannya melihat (kandungan makna QS. Al-
Qiyamah 22-23), adalah memenuhi perintah Nabi Muhammad Saw: "Muutu qabla antamuutuu". Sebab mati yang benar
itu: jasad busuk, hati 'adam, roh sirna. Dan hanya tinggal sirr (rasa) yang kembali ke akherat.Jadi perlu diketahui bahwa
manusia ini tersusun dari empat unsur kejadian.Yang pertama, jasad. Keberadaannya di dunia dibatasi dengan umur.
Wujud nafsu manusia tidak lain adalah wujudnya jasad yang dijadikan Allah, sengaja hendak diuji. Karena wujud jasad
ini sebagai ujian, maka oleh Allah diberi hati (hati sanubari) yang wataknya persis seperti iblis, yakni abaa wastakbara.
Ana khairun minhu. Enggan, acuh, tidak peduli pada kebenaran Al-HaqNya. Sombong dan takabur. Wataknya
melampaui batas karena memandang dirinya serba cukup. Jadi sejiwa dengan nafsu yang perbuatannya yajri ilassu'i.
Selalu mengajak kepada yang jelek dan salah. Yaitu semua hal yang sama sekali tidak sekehendak dengan Tuhan.
Sifatnya laa ya'rifullah. Tidak mengetahui Allah. Sama sekali tidak mengerti dengan kehendakNya. Zatnya yamna'u
minallah. Membantah Allah.Itulah sebabnya harus terus menerus diperangi (jihadul akbar) hingga benar-benar kalah lalu
mau patuh dan tunduk dijadikan kendaraannya hatinurani, roh dan rasa mendekat hingga sampai dengan selamat
kepada-Nya.Bukti bahwa jasad ini mau dijadikan tunggangannya hatinurani, roh dan rasa mendekat hingga selamat
sampai kepadaNya adalah bersiap diri melaksanakan kewajiban syareat yang tiangnya shalat dengan khusyuk. Shalat
wajib dan juga memperbanyak salat-salat sunat (utamanya qiyamul-lail) adalah satu-satunya alat untuk mengembalikan
terjadinya jasad yang terdiri dari kumpulnya tanah, angin, api dan air, supaya tidak akan menjadi hijabnya mata hati
untuk dapat melihat Diri-nya Ilahi.Karena itu, manusia, selama masih merasa mempunyai jasad, sama sekali tidak bisa
meninggalkan salat.Unsur kejadian manusia yang kedua adalah hatinurani. Letaknya tepat ditengah-tengah dada.
Tandanya deg-deg. Disebut juga dengan hati jantung. Hati ini adalah wujud lembut yang dibangsakan Al-Ghaib karena
sama sama tidak bisa dilihat oleh mata kepala, tetapi bukan Al-Ghaib. Bukan DiriNya Tuhan Zat Yang Gaib.Sedang
dalam QS. Al Ahzab 4 Allah telah berfirman bahwa Dia sama sekali tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam
rongga dadanya.Karena itu apabila dalam dada ini yang berfungsi hatisanubari (letaknya dibawah susu kiri kira-kira dua
jari, serupa daging sak kiwir dengan bentuk daun semanggi dibelah dua), markas besarnya nafsu lawwamah. Bila ini
yang berfungsi, maka hati nuraninya dengan sendirinya lalu tidak akan berfungsi sama sekali.Dan apabila hati sanubari
ini yang berfungsi, dapat dimisalkan bagai Raja yang hangkara murka yang dengan kekuasaannya itu ia akan
menjadikan akal pikiran sebagai Perdana Menteri yang selalu siap membela dan membantunya.Kemudian supaya
hatinurani, hati yang dijadikan Allah dari cahaya, wataknya seperti para MalaikatNya yang rela patuh dan tunduk
diperintah untuk sujud kepada wakilNya (memberlakukan diri kal mayyiti baina yadi al-ghasili), maka ia harus diisi
dengan ilmu yang menjadikannya terbuka supaya dapat tembus langsung pada Keberadaan DiriNya, DiriNya Zat Yang
Al-Ghaib yang sangat dekat sekali dalam rasa hati.Karena itu, hatinurani ini kewajibannya melaksanakan kewajiban
tarekat.Tarekat adalah jalan. Jalan menuju kepada Tuhan. Dan oleh karena yang dituju Tuhan, maka hati ini harus
mengetahui DiriNya Tuhan Zat Yang Al-Ghaib itu (yang secara benar ditanyakan kepada ahlinya), lalu berusaha terus
menerus mengingat-ingatNya serta dengan sungguh-sungguh memerangi nafsunya agar mau patuh dan tunduk
memenuhi petunjuk dan perintahnya guru yang menunjuki ilmunya itu. Memenuhi amanah Allah dalam QS. Lukman 15:
"Wattabi' sabiila man anaaba ilaiyya". Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Sejalan dengan ungkapan Al-
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

Ghazali pada Ihya Ulumuddinnya: "Begitulah halnya seseorang yang berkehendak bertemu Tuhannya (murid)
membutuhkan seorang syeh atau guru sang penunjuk yang membimbingnya pada shirathal mustaqiem. Sebab jalan
keagamaan ternyata begitu samar-samar, dan jalan syaitan begitu beraneka. Barangsiapa yang tidak mempunyai sang
penunjuk yang menjadi panutannya, dia akan dibimbing syaitan ke arah jalannya.Dan hendaklah ia berpegang teguh
pada gurunya itu bagaikan pegangan seorang buta di pinggir sungai, dimana dia menyerahkan diri sepenuhnya kepada
sang guru pembimbingnya, serta tidak berselisih pendapat dengannya".Hatinurani ini af'alnya (perbuatannya) selalu
mengajak kepada kebajikan. Sifatnya ya'rifullaha. Zatnya muqabilatun ilallah. Selalu siap sedia memenuhi perintahNya
Allah meski betapapun beratnya resiko yang harus dipikulnya.Mati yang benar, artinya dapat selamat merasakan betapa
bahagianya bertemu dengan Diri-Nya Tuhan, hati ini 'adam. Yaitu membuktikan kebenaran yang dikandung oleh kalimah
tauhid: Laailaaha illallah.Laailaaha ini kalimah nafi. Maksudnya, membuktikan bahwa semua saja, seperti akon-akon
dunia dan juga wujud jiwa raganya, zat sifat dan af'alnya hamba, semua telah nafi. Semuanya tiada.Itulah sebabnya
pada kalangan ahli Syaththariyah ada istilah: harus punya keberanian memperbanyak lakon dan pitukon.Lakon adalah
keberanian berjuang, berkorban dan berbakti, memenuhi kewajiban syareat dan tekad membentuk akhlak yang mulia
yang kesemuanya itu guna memproses penafian wujudnya jiwa raga.Pitukon adalah kerelaannya mengorbankan harta
benda guna memproses penafian akon-akon dunia yang biasanya kental dengan nafsu sebab dikira itu adalah
miliknya.Sebab wujudnya jiwa raga dan kumantilnya dengan akon-akon dunia, semua itu adalah hijab yang menggelapi
dan menutup mata hati hingga karenanya maka tidak bisa melihat kepada DiriNya Ilahi Zat Yang Al-Ghaib ini.Illallah
adalah kalimah itsbat (yang ditetapkan dalam hati). Yaitu Ada dan Wujud Diri-Nya Ilahi yang meski Al-Ghaib nyata sekali
mudah diingat-ingat dan dihayati.Sebab hakekatnya, Yang Ada dan Yang Wujud itu hanyalah satu saja. Yaitu DiriNya
Ilahi. Dia tidak nampak oleh mata hati karena terdinding oleh wujudnya jiwaraga dan akon-akon dunia ini."Kullu man
'alaiha faanin, wayabqa wajhu Rabbika dzul jalaali wal ikram". Maksudnya: Tiap-tiap manusia (dan apa saja yang
lengket) padanya, fana. Dan Yang Langgeng (Kekal) hanyalah Zat Tuhanmu Yang mempunyai keagungan dan
kemuliaan. (QS. Ar Rahman 26-27).Unsur kejadian manusia yang ketiga adalah roh. Letaknya di dalam hatinurani.
Adalah wujud yang lebih lembut dibandingkan dengan hatinurani, juga dibangsakan Al-Ghaib karena sama-sama tidak
bisa dilihat mata kepala. Tetapi bukan Al-Ghaib. Bukan Tuhan. Dia adalah Daya dan Kekuatan Tuhan yang di masukkan
kedalam jasad manusia lalu menandai dengan keluar dan masuknya nafas, menjadi hidup seperti kita di dunia
sekarang.Roh ini kewajibannya ngambah hakekat.Seandainya sebuah pohon, hakekat itu yang tumbuh dari amal
perbuatan syareat yang selalu dibarengi dengan tarekat.Bila dimisalkan, hakekat ini adalah minyak yang diperoleh dari
santan kelapa yang direbus hingga beberapa ratus derajad selsius. Dan tarekat adalah misal air santan yang diperoleh
dari dagingnya kelapa yang diperas setelah memecah kelapa yang sudah tua. Dan syareat misal dari pada kulitnya
kelapa.Sehingga bisa dibayangkan, betapa seharusnya agar dapat memenuhi kewajiban tarekat apalagi hingga hakekat.
Harus mempunyai keberanian memecah kelapa dari kelapa yang sudah tua. Artinya, harus ada tekad kuat dalam
memerangi nafsu. Yakni wani rekasa, wani lara-lapa, wani mlarat. Bahkan juga harus berani mati.Mati yang benar, roh
ini sirna. Sebab roh yang dimasukkan ke dalam jasad manusia ini sebenarnya adalah Ruh Ilahi. Daya dan KekuatanNya
Allah Swt yang biasanya dengan kuatnya di-aku oleh nafsu manusia. Bisanya diaku. Kuatnya diaku. Harta benda hasil
kerja kerasnya, diaku. Pintarnya diaku. Jasadnya diaku. Amal-amalnya diaku. Semua saja yang pantas bagi kehormatan
dirinya, diaku.Supaya apabila mati roh ini dapat sirna (fana'fillah = meniadakan aku karena hanya merasakan AdaNya
Sang Maha Aku), maka setelah memperoleh ilmu dari ijinnya guru yang hak dan sah menunjuki, bagaimana agar roh ini
diberdayakan untuk ngambah hakekat. Yaitu rasa dan pandangan hati yang sepenuhnya menyadari bahwa hakekatnya
(bahwa sebenarnya) Yang Wujud dan Yang Ada, Yang Bisa, Yang Kuat, Yang Empunya segala, Yang obah osik dan
Yang bergerak, Yang tandang (Yang Berbuat), adalah DiriNya Tuhan. Manusia ini sebenarnya adalah bagaikan daun
asam yang berada di atas gelombang samodra. Bukan daun asam yang bergerak, tetapi karena ia katut ombaknya
samodra. Dengan begitu maka, bagi hamba yang telah sampai pada tingkat demikian, yang paling ditakuti tidak lain
adalah sekiranya Tuhan ini menjauh sehingga hatinya sangat mudah melupai DiriNya Ilahi yang dekat sekali dalam rasa
hati.Dan ternyata, meski telah memperoleh ijin dari guru yang berhak dan sah menunjuki tentang ilmu untuk mengingat-
ingat DiriNya Yang Al-Ghaib ini, lupa itu ternyata tiba-tiba saja. Sebab itulah maka, taubatan nasuhanya tidak pernah
lepas dari kesadarannya.Kemudian tinggal sirr (rasa) yang kembali ke akherat.Rasa adalah dasar manusia. Rasa yang
kini ketika berada di dunia telah terbiasa diperalat nafsu. Rasa yang kini untuk merasakan berbagai hal dan segala
macam. Seperti untuk merasakan asin, pahit, getir, padang, gelap, enak dan tidak enak, sakit, bungah dan susah, jibeg,
sakit hati, frustasi, emosi dan semua hal tentang lahir batin manusia. Semua dirasakan oleh rasa ini.Padahal rasa ini
sebenarnya mempunyai tugas yang asli dan murni. Luhur dan suci. Yaitu supaya merasakan betapa nikmatnya, betapa
indahnya, betapa bahagianya merasakan kehidupan akherat dengan Tuhannya, yang pintu gerbangnya adalah mati.
Sehingga dan sebenarnya mati ini bisa menjadi puncak merasakan kesengsaraan dan pergetunan (rasa kecewa)
selama-lamanya karena sesat (tidak pulang kembali menemui Tuhannya di akherat). Dan bisa menjadi puncak
kebahagiaan karena selamat dapat merasakan betapa girangnya merasakan kembali bertemu Tuhan lagi.Itulah
sebabnya bahwa, ilmu Syaththariyah itu adalah ilmu yang ada di dalam rasa. Karena itu apabila tidak masuk sendiri-
sendiri tidak mungkin akan dapat merasakan. Baru asinnya garam yang setiap saat kita makan, orang tidak bisa
mengatakan betapa rasa asin itu. Apalagi ini tentang Al-Ghaibullah. Tentang GaibNya Zat Yang AsmaNya Allah.Maka,
perlu diketahui pula bahwa, akherat itu, pintunya ada di dalam dadanya sendiri-sendiri. Dengan begitu maka, meyakini
(merasakan) betapa kehidupan akherat dengan rasa bahagia bertemu denganNya, bisa dihayati sejak masih berada
hidup di dunia sekarang.III. CARA MEMPEROLEH ILMU SYATHTHARIYAH.Disamping harus ada ijin dari guru yang
hak dan sah menunjuki, bagi yang bersangkutan (yang berkehendak memperoleh ilmu), harus ada niatan yang kuat dan
madep mantep.Perlu diketahui bahwa ilmu ini adalah ilmu tentang Tuhan. Ilmu untuk mengenal DiriNya Zat Yang Al-
Ghaib, Wajib WujudNya, dekat sekali dalamn rasa hati, Allah AsmaNya. Adalah ilmu yang menjadi pingitannya Allah
Swt. Sebagaimana firmanNya dalam QS. Al Jin 26-27 bahwa hanya Dialah yang mengetahui Al-Ghaib itu, maka Dia
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

sama sekali tidak memperlihatkan (dalam mata hati) tentang keberadaan DiriNya Yang Al-Ghaib itu kepada seorang
pun. Kecuali bagi yang Dia ridhai (yang hanya dapat diperoleh ilmu tentang Al-GhaibNya itu) dari Rasul...........Perlu
diketahui pula bahwa keberadaan rasulNya Allah dalam kalangan ahli Syaththariyah, tidak terputus ketika Nabi
Muhammad Saw wafat. Sebab yang wafat hanyalah jasadnya saja. Sedang nurnya (Nur Muhammad) Cahaya
TerpujiNya Zat Yang Wajib WujudNya, dimana antara Cahaya dan ZatNya bagaikan sifat dan mausuf, bagaikan kertas
dan putihnya, tetap menyatu dan menjadi satu, tidak ikut mati. Nur yang selalu mencahaya dalam dada Nabi Muhammad
Saw ini juga harus terus mengalir terus kedalam dada hamba yang diridhai olehNya hingga sampai dengan kiyamat. Dan
yang ditugasi Allah mengalirkan Cahaya TerpujiNya Zat Yang Wajib WujudNya ini adalah utusanNya."Maka berimanlah
kamu semua kepada Allah dan rasulNya dan kepada Nur yang telah Kami turunkan". (QS. 64:8).Nur yang dimaksud
adalah Nur Muhammad. Cahaya TerpujiNya Zat Yang Wajib WujudNya. Cahaya yang dengan ZatNya selalu menyatu
menjadi satu. Jadi Nur disini adalah juga Al-Ghaib itu sendiri. Sedang lain-lain yang banyak sekali yang sama-sama tidak
bisa dilihat mata kepala, namanya al-ghuyuub. Beberapa hal yang dibangsakan gaib tetapi bukan Al-Ghaib. Bukan
DiriNya Ilahi Yang Al-Ghaib. Sebab Al-Ghaib adalah Satu-satuNya Zat Yang tidak akan pernah menampakkan diri di
muka bumi dan ma'rifah. Jelas, seandainya barang, ini barangnya. Sebab seharusnya, memang harus dapat dengan
mudah diingat-ingat dan dihayati keberadaanNya, apabila secara benar ditanyakan kepada ahlinya. (QS. 21:7).Zat
Tuhan Yang Allah AsmaNya (Al-Ghaib) karena tidak akan pernah ngejawantah, sedang keberadaan DiriNya Yang Al-
Ghaib itu seharusnya (atas kehendakNya) supaya dapat dikenali dengan yakin agar hambaNya tidak masuk ke jurang
dosa yang tidak ada ampun dihadapanNya (dosa syirik), maka dalam QS. Ali Imran 179 jelas sekali, bahwa karena Dia
sama sekali tidak akan mengajari kamu semua perihal AL-GhaibNya lalu Dia memilih utusan yaitu orang yang
dikehendakiNya untuk mengajari perihal keberadaan DiriNya Yang Al-Ghaib itu. Hingga sarat menjadi muttaqien (supaya
menjadi hamba yang mendapat hidayahNya), terpenuhi. (QS. 2:3)Disamping itu agar tidak menjadi hamba yang
bernasib seperti jin. Dimana iblis adalah golongannya jin (QS. Al Kahfi 50). "Tahulah mereka (jin-jin itu) sekiranya
mereka mengetahui Al-Ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam azab yang menghinakan". (QS. Saba' 14).Juga
supaya tidak mendapat kecaman dari Allah bagi mereka yang tidak memunyai ilmu (tentang) Al-Ghaib, lalu merasa dan
mengaku mengetahui. (QS. An Najm 35)."Atau apakah mereka mempunyai Al-Ghaib lalu mereka (berani) menulis ?"
(QS. Al Qalam ayat 47).Bahkan agar tidak akan menjadi hamba yang diancam dengan kerasnya azab karena ungkapan
katanya yang: "Kami beriman kepada Allah", bagaimana mereka dapat mencapai keimanan dari tempat yang jauh?".
Dan sesungguhnya mereka telah mengingkari Allah sebelum itu dan mereka hanya menduga-duga saja terhadap (Ada
dan Wujud DiriNya Yang) Al-Ghaib dari tempat yang jauh. (QS. Saba' 52-53).Kemudian bagi yang berkehendak kuat
memperoleh ilmu harus mengetahui dan menyadari bahwa, Allah itu adalah AsmaNya Zat Yang Wajib WujudNya tetapi
AL-Ghaib. Sebagaimana halnya nama dengan sendirinya tidak bisa apa-apa. Yang bisa berbuat apa-apa dan segala-
galanya adalah ZatNya Yang Al-Ghaib itu.Seperti halnya apabila seseorang menikah, apakah akan puas dan menerima
kalau hanya menikah dengan namanya saja, tetapi tidak dengan orangnya.Karena itu perlu diketahui pula bahwa firman
Allah: "Wamaa huwa 'ala Al-Ghaibi bidhanin" (QS. Taqwir 24), tidak hanya berlaku pada masa Nabi Muhammad Saw
masih hidup. Ini berlaku hingga kiyamat. Sebab Al Quran berlaku bagi umat Islam hingga kiyamat. (Meski ternyata
sebagian besar tidak yakin), maka lalu azab Tuhan datang dan menghancurkan disaat Daabbah diberdayakan berkata.
(QS. An Naml 82).Keberadaan rasul yang selalu berada ditengah-tengahmu sebagaimana firman Allah dalam QS Ali
Imran 101, Al Hujurat 7, ternyata oleh ummat Islam sudah tidak diyakini benarnya. Sehingga Al-Haq min Rabbika,
maunya diganti Al-Haqqu itu harus dari golonganku, dari pendapatku, dari bisaku, dari pinterku, dari kelompokku, dari
siasatku, dari kebijakan-kebijakanku, dari kekuasaanku, dari harga diri dan kehormatanku, dan
seterusnya............. PERSIAPAN MEMPEROLEH ILMU SYATHTHARIYAHSetelah nyata-nyata mempunyai niat yang
kuat dan hati yang madep mantep, lalu mandi sesuci (sebab akan disentuhkan dengan DiriNya Zat Yang Maha Suci).
Kemudian berpuasa, minimal 3 (tiga) hari. Dimana pada hari terakhir berpuasa, baru akan mendapat ijin memperoleh
ilmunya.Dan yang harus dipersiapkan lagi adalah dilatih memahami muqaddimahnya ilmu Syaththariyah. Yaitu dhikr 7
(tujuh) macam, yang harus dilatihkan oleh yang ditugasi melatih.Setelah selesai diisi ilmu, berjaga (tidak tidur sehari
semalam). Yaitu sejak mulai diisi hingga besuknya. Kemudian membayar kifarat menurut kemampuan masing-
masing.Besar kecilnya kifarat, sebagai ukuran, seharga dengan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan matinya
seseorang. Sebab ilmu Syaththariyah adalah ilmunya pati. BAI'ATUntuk memperoleh ilmu Syaththariyah yang akan
diisikan kedalam rasa hati, harus melewati tatacara bai'at, dan dalam keadaan suci.Bai’at tersebut memenuhi
firman Allah dalam QS. Al Fath 10, bahwa sesungguhnya orang-orang yang bai’at kepada kamu (Nabi
Muhammad Saw dan para penerus atau wakil-wakilnya Nabi Muhammad Saw yang berhak dan sah melanjuti tugas
kerasulannya), itu sebenarnya bai’at (langsung dengan) Allah Sendiri.Hanya saja karena Allah tidak ngejawantah,
maka Allah berkehendak membuat wakil DiriNya yakni hamba yang dikehendakiNya untuk semacam menyambung
lidah.Karena itu guru (yang dalam warga Syaththariyah disebut Wasithah), sama sekali tidak akan berani ngaku atau
merasa menjadi guru. Hal demikian sama saja berani terjungkal dilembah murtad yang terbesar. Sama dengan berani
ngembari Tuhannya.Apa yang dia jalankan semata-mata karena sak derma nglakoni, menjalankan perintah gurunya
sebagai lakon dan pitukon dirinya untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya sehingga selamat bertemu denganNya.Di
dalam upacara baiat ini juga disumpah dan dijanji. Antara lain, sama sekali tidak boleh melakukan dosa-dosa besar dan
dosa kecil yang terus menerus. Harus dengan sabar dan tawakkal dalam menyembah kepadaNya hingga dapat
seyakinnya selamat bertemu denganNya saat mati yang pasti menemuiNya. Untuk itu, maka harus memenuhi perintah
Nabi Muhammad Saw yang menjadi madlulnya hadis: “muutu qabla antamuutu”. Karena telah memperoleh
ilmunya pati, maka jadikanlah untuk belajar mati sebelum mati yang sebenarnya. Supaya matinya seperti matinya para
kekasih Ilahi, khusnul-khatimah. Dan janji berikutnya adalah tentang bagaimana belajar mati itu, yaitu harus
melaksanakan perintahnya guru yang menunjuki ilmu itu. Yakni mengumpulkan syareat dan hakekat.Syareat adalah
perintah guru yang dapat dilihat mata kepala serta dikerjakan anggotanya badan, seperti kewajiban shalat, salat-salat
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

sunat, puasa, zakat, berakhlak mulia, rela berlaku guyub rukun (bersama-sama dalam ibadahnya dan saling bertolongan
di dalam kemelaratannya), tetapi juga rela berpisah di dalam kedurhakaannya.Dan hakekat adalah, jangan sampai hati
ini tidak mengingat-ingat DiriNya Ilahi Zat Yang Al-Ghaib (yang diperoleh dari pemberian guru dan yang telah diisikan ke
dalam rasa hati), ketika melaksanakan kewajiban syareat.“Tangan Allah di atas tangan mereka (=sekuasa kuasa
hamba yang berada di atas permukaan bumi dan dibawah langit (sejagad raya ini), masih Kuasa Allah, maka barang
siapa yang melanggar janjinya, maka akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa yang
menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberikan kepadanya kanugrahan yang besar.”. (QS. Al
Fath: 10). BERGURU KEPADA WASITHAHPada kalangan ahli Syaththariyah, Wasithah ini adalah “gegantinya
Rasulullah”. Pada bahasa hadisnya nabi, disebut dengan al-mahdi. Sebagaimana sabdanya: “Kamu
semua wajib mengikuti sunnahku dan juga wajib mengikuti sunnahnya para wakilku yang almahdiyin ar-
rasyidin”.Kebetulan sekali beliau-beliau ini adalah dari kalangan ahlul-baitnya Nabi Muhammad
Saw.Sebagaimana penjelasan para guru Wasithah bahwa yang dimaksud ahlul-baitnya Nabi Muhammad Saw bukan
mesti harus turun kulit daging. Akan tetapi mereka yang “ahlul-kurub”. Mereka yang ahli prihatin.Prihatin itu
bukan susah. Tetapi mereka yang dengan secara sungguh-sungguh selalu berjihadunnafsi supaya darah yang mengalir
dalam tubuhnya sebagaimana darah yang mengalir dalam tubuhnya Nabi Muhammad Saw, yang aliran darah dalam
tubuhnya selalu mendorong semangat hidupnya watak supaya dapat mulus dalam mengikuti jejak para malaikatul-
muqorrobin. Yakni mempunyai kepatuhan dan ketaatan secara utuh untuk berlaku sujud (=kal-mayyiti baina yadi al-
ghasili = bagaikan mayit yang sepenuhnya pasrah bongkokan kepada yang berhak dan sah mensucikan).Hal demikian
dilakukan semata-mata demi mempersiapkan diri supaya ditarik fadhal dan rahmatnya dijadikan hamba yang
muqorrobun. Hamba yang didekatkan kepada DiriNya oleh-Nya jua.Pada kalangan ahlul-bait telah ada ketetapan untuk
mempersiapkan diri seperti itu. Yakni: DN@FR JN@5PDN 'N-N/L 'PDNI EN1R*N@(N@)P 'DR@EOBN1QN (P@JRFN
'PD'QN (@P%P*R@(N'9P 'D@FQN(PJQP EO-NEQN/M 5D9E BNHRD'K HNAP9RD'K, 9PDREK@' HN9NEND'K,
8N'GP@1K' HN(N' 7PFK' #NHQND'K +O@EQN (PEO1N BN(N@)P HN-R/N)P 'DRHO,OH/P +N'FPJK'. Artinya:
“Seseorang sama sekali tidak akan dapat mencapai derajat muqorrobun kecuali apabila seseorang itu itba`
sepenuhnya kepada Nabi Muhammad Saw (dan atau kepada para wakilnya yang hak dan sah setelah beliau telah
tiada). Yang harus diikuti secara total itu adalah: ucapannya dan perbuatannya. Ilmunya dan amalnya. Lahir dan
batinnya, yang pertama. Lalu diikuti dengan rasa hati yang senantiasa ngijen-nginjen (mengintai-intai) Satu-satuNya Zat
Yang Wajib WujudNya, yang kedua”.Dan bagi yang telah memperoleh ilmu secara benar, yang diintai-intai adalah
isinya Hu.Sekaligus memenuhi petunjuk Allah dalam QS. Ali Imran 31: Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah juga akan mencintai kamu serta mengampuni dosa-dosa kamu”.
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.Firman Allah yang menyebut: Ikutilah aku, dengan sendirinya juga
mengikuti para wakilnya yang hak dan sah yang terus gilir gumanti dalam rantai silsilah yang tidak pernah putus sama
sekali hingga kini dan sampai kiyamat nanti.Hal diatas juga telah dengan jelas diungkapkan oleh sabda Nabi dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Al Hakim dan Adz Dzahabi: B'D 13HD 'DD@@G : 'NFN'
EN/PJRFN)O 'DR9PDREP HN'NFR@*N (J'N 9NDPI) (N'(OGN'. HNDNFR *O$R*NI 'DR@EN/PJR@FN)N 'PD'QN EPFR
(N'(PGN' HNCN0N(N ENFR 2N9NEN 'NFQN@GO JO-P(QOFPI HNJN@(R:N6NCN D'PNFQNCN EPFQPI HN'NFN'
EPFRCN DN-REOCN DN-REPI HN/NEOCN /NEPI HN1OH-OCN 1OH-PI HN3N1P1N*OCN 3N1PJ1PI HN9ND'N
FP@JQN@*PCN 9NDNI FPJQN@*PI 3N9P/N ENFR 'N7N'9NCN HN4NBPIN ENFR 9N5N'CN HN1N(P-N ENFR
*NHND'QNCN HN.N3P1N ENFR 9N'/N'CN HNAN'2N ENFR DN2PENCN HNGNDNCN ENFR AN'1NBNCN,
EP+RDOCN HNEP+RDO 'DR#N&PEQN)P EPFR HNDN/PCN (N9R/PI EP+RDO 3NAPJRFN)P FOH-M ENFR
1NCP(NGN' FN,N' HNENFR *N.NDQNBN 9NFRGN' :N1PBN HNEP+RDOCOER EP+RDO 'DFQO,OHEP CODQN EN'
:N'(N FN,REL 7NDN9N FN,REL 'PDNI JNHREP 'DRBP@JN'EN)P. Bersabda Rasuluillah Saw: “Aku adalah
kotanya ilmu dan kamu Ya Ali adalah pintunya. Dan janganlah masuk kota kecuali dengan lewat pintunya. Berdustalah
orang yang mengatakan cinta kepadaku tetapi membenci kamu, karena kamu adalah bagian dariku, dan aku adalah
bagian dari kamu. Dagingmu adalah dagingku, darahmu adalah darahku, rohmu adalah rohku, rahasiamu adalah
rahasiaku, penjelasanmu adalah penjelasanku. Berbahagialah orang yang patuh kepadamu dan celakalah orang yang
menolakmu. Beruntunglah orang yang mencintaimu dan merugilah orang yang memusuhimu. Sejahteralah orang yang
mengikutimu dan binasalah orang yang berpaling darimu. Kamu dan para Imam dari anak keturunanmu sesudahku
ibarat perahu Nabi Nuh; siapa yang naik diatasnya selamat, dan siapa yang menolak (tidak naik) akan tenggelam. Kamu
semua seperti bintang; setiap kali bintang itu tenggelam, terbit lagi bintang sampai hari kiyamat”.“Kullu
maa ghaaba najmun thala’a najmun ila yaumil-kiyaamah”. Setiap kali bintang itu tenggelam maka terbit
lagi bintang hingga sampai kiyamat.Kalimat terbit menggunakan fiil madhi (thala’a). Maksudnya antara bintang
sebelum dan sesudahnya (antara guru sebelumnya dan yang dikehendaki Ilahi sebagai penerus tugas dan fungsinya) itu
tidak hanya kenal. Tidak hanya sebagaimana hubungan guru dan muridnya akan tetapi atas kehendak dan ijinNya
digulawentah sedemikian rupa sehingga sekiranya ditinggal mati telah benar-benar siap menerima pelimpahan.
Begitulah sejak Nabi Muhammad Saw yang mempersiapkan Sayidina Ali bin Abu Thalib Ra. Kemudian melimpahkan
wewenang kepadanya sebagai wakil yang meneruskan tugas dan fungsi kerasulannya.Firman Allah yang berkaitan
dengan perihal di atas adalah sebagaimana dalam QS. Al Maidah ayat 67: “Hai rasul, sampaikanlah apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu berarti) kamu tidak
menyampaikan amanahNya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang tidak percaya (terhadap adanya penerusan tugas dan fungsi kerasulan
ini)”.Begitulah maka rantai silsilah itu berjalan terus. Sayidina Ali kepada Sayidina Hassan Asy Syahid. Kepada
Syeh Zainal Abidin. Kepada Syeh Imam Muhammad Baqir. Kepada Ruhaniat Imam Ja’far Shadiq. Kepada
Ruhaniat Sulthan Arifin Ibnu Yazid Al Busthami. Kepada Syeh Muhammad Maghrib. Kepada Syeh Arabi al Asyiqi.
Kepada Qutb Maulana Rumi Ath Thusi. Kepada Qutb Abu Hassan Al Hirqoon. Kepada Syeh Hud Qoliyyu Mawaran
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

Nahar. Kepada Syeh Muhammad ‘Asyiq. Kepada Syeh Muhammad ‘Arif. Kepada Syeh Abdullah Syathor.
Kepada Syeh Hidayatullah Saramaat. Kepada Syeh Al Haj Al Hudhuri. Kepada Sayid Muhammad Ghauts Ibnu Sayid
Hataruddin. Kepada Sayid Wajhuddin bangsa Malwi. Kepada Sayid Sifatullah Ibnu Sayid Ruhullah. Kepada Sayid Ibnu
Mawaahib Abdullah Ahmad Ibnu Ali bangsa Abbas. Kepada Syeh Muhammad Ibnu Muhammad di Madinah. Kepada
Syeh Abdurrauf Ibnu Ali bangsa Hamzah Fansuri. Kepada Syeh Abdul Muhyi di Safarwadi Tasikmalaya. Kepada Kyai
Mas Bagus (Kyai Abdullah) di Safarwadi. Kepada Kyai Mas Bagus Nida’ (Kyai Mas Bagus Muhyiddin) di
Safarwadi. Kepada Kyai Muhammad Sulaiman (Pangeran Atas Angin I) di Begelen Jawa Tengah. Kepada Kyai Mas
Bagus Nur Iman (Pangeran Atas Angin II) di Begelen. Kepada Kyai Mas Bagus Hasan Kun Nawi (Pangeran Atas Angin
III) di Begelen. Sebelum wakilnya yang hak dan sah secara istiqomah domisilinya, tugas guru Wasithah ini dititipkan
kepada Kyai Bagus Ahmadi di Kalangbret Tulungagung. Dan setelah yang berhak benar-benar istiqomah domisilinya,
lalu segera diserahkan kepada yang berhak. Yaitu Raden Margono di Kincang Maospati. Kemudian kepada Kyai Ageng
Sepet Aking di Maospati. Kepada Kyai Ageng Rendeng di Maospati. Kepada Kyai Ageng ‘Aliman di Pacitan.
Kepada Kyai Ageng Ahmadiya di Pacitan. Kepada Kyai Haji Abdurrahman Tegalreja Magetan. Dan sebelum yang
berhak mewakili istiqomah domisilinya dititipkan kepada anak muridnya yaitu Raden Ngabehi Wignyowinoto Palang
Kayo Caruban. Setelah yang berhak mewakili istiqamah domisilinya lalu segera diserahkan kepada mBah Nyai Ageng
Hardjo Besari. Kemudian kepada mBah Kyai Hassan Ulama’ di Takeran Magetan. Kepada mBah Kyai Hajji Imam
Muttaqin di Takeran Magetan. Kepada Bapak Kyai Imam Mursyid Muttaqin di Takeran. Kepada mBah Kyai Mohammad
Kusnun Malibari di Tanjunganom Nganjuk. Dan kini kepada penulis sendiri yang semata-mata sakderma nglakoni.
Sebab apabila tidak dilaksanakan perintahnya guru yang seperti itu, maka yang diazab paling dahsyat oleh Tuhan
adalah penulis sendiri. MUKADDIMAHNYA ILMU SYATHTHARIYAHSebagaimana dijelaskan di muka bahwa termasuk
persiapan untuk mendapat ijin dari guru yang hak dan sah menunjuki Ilmu Syaththariyah adalah dilatih mukaddimahnya
ilmu yang diperagakan pada jagading pribadi.Mukaddimah ini adalah sebagai “plataran” atau
“tangga” untuk masuk kedalam Ilmu Syaththariyah. Banyaknya ada 7 (tujuh) macam dhikr, disesuaikan
dengan jumlahnya nafsu manusia yang juga ada 7 (tujuh) macam. Sebab, “mlebu maring Allah” atau
bercita-cita supaya dapat selamat pulang kembali bertemu dengan DiriNya Ilahi harus dengan mengendarai
nafsu.Mukaddimah tersebut adalah sebagai berikut:Pertama: Thawaf.Dilakukan pada jagading pribadi. Caranya,
memutar kepala, mulai dari bahu kiri. Alat penunjuknya adalah dagu (simbol PenaNya Allah Swt dengan tintanya: Nur
Muhammad). Dengan dagu tersebut lalu untuk menggaris dada (mulai dari bahu kiri) menuju ke bahu kanan, berputar
pada pusat (udel bhs. Jawanya), membentuk Lam Alif, dengan mengucap kalimah : Laailaaha, dengan menahan
nafas.Setelah sampai pada bahu yang kanan lalu menarik nafas, baru mengucapkan kalimah itsbat: Illallah yang
dipukulkan (oleh dagu) tersebut ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu yang kiri.Perlu
diketahui bahwa dhikr itsbat tersebut adalah yang nomer dua.Perlu diketahui pula bahwa bahu yang kanan, tempat
menarik nafas ketika hendak mengucap kalimah nafi Illallah, adalah simbolnya “maqam firok”. Simbul
pisahnya yang hak dengan yang batal. Simbul nafinya zat sifat dan af’alnya hamba untuk supaya dapat
membuktikan bahwa Satu-satuNya Yang Wujud dan Yang Ada adalah yang diitsbatkan (yang ditetapkan) dalam hati.
Yaitu DiriNya Ilahi Yang Al-Ghaib yang hanya dapat diketahui dari guru Wasithah yang berhak dan sah menunjuki.Perlu
dipahami pula bahwa mukaddimah yang nomer satu dan nomer dua di atas, di dalamnya ada maksud. Ada kandungan
maknanya.Bahu kiri (tempat mulai thawaf) dan bahu kanan (sebagai simbol maqam firok), adalah simbol hamba yang
mempunyai keberanian dengan tekad yang mantap, meski betapapun beratnya resiko yang harus ditanggung guna
dapat memenuhi amanah Ilahi.Jadi sebagai simbol keberanian memikul amanah dari Allah Swt. Yaitu: "Wa'bud Rabbaka
hatta ya'tiyakal yaqin", yang mengandung makna supaya menyembah Tuhan Yang AsmaNya Allah dengan
kesungguhan berjihadunnafsi supaya dapat lulus dalam mengikuti watak dan jejak para malaikatul-muqorrobin, rela
sepenuh hati sujud (= memberlakukan diri bagai mayit yang patuh dan taat dihadapan yang berhak dan sah
mensucikan), hingga akan ditarik fadhal dan rahmatNya dapat seyakinnya merasakan hadirnya yang disembah itu. Yaitu
selamat dan bahagia merasakan betapa nikmatnya mati karena dapat selamat bertemu dengan DiriNya Ilahi.Karena itu
ketika menjajah jagad (menjalani kehidupan dunia sebatas umur masing-masing sebagai ujian dan cobaan ini) supaya
dapat lulus harus berani menahan nafas. Ngempet ambegan. Lambang untuk dapat mencapai sesuatu yang amat
sangat penting. Agar dapat menjadi hambaNya Ratu Adil karena dapat dimengertikan bagaimana caranya mengadili
dirinya sendiri supaya hidupnya tidak ditipu dayakan nafsu. Apalagi hingga sampai diperintah dan dijajah. Lalu menjadi
hamba yang berjiwa hurriyah tammah. Menjadi hamba yang rasa jiwanya merdeka sejati. Menjadi hamba cahayaNya
Ilahi di muka bumi. Dijadikan olehNya dapat mengaktualisasikan fitrahnya jati diri.Karena itulah maka ketika melakukan
dhikr itsbat (Illallah), dagu dipukulkan kearah hatisanubari supaya markas besarnya nafsu lawwamah ini tidak
berfungsi.Setelah melakukan dhikr thawaf sebagaimana di atas tiga kali, dilanjutkan dengan dhikr nafi itsbat (Laailaaha
illallah) sebanyak mungkin dengan menghidupkan cipta angan-angannya bahwa semua hal tentang dunia dan apa saja
termasuk wujud jiwa raganya, nafi. Tidak ada. Dibarengi dengan hati mengintai-intai DiriNya Ilahi (IsiNya Hu). Dan
apabila ternyata masih selalu merasakan ada terhadap apa saja (dan ternyata pula memang demikian yang terjadi),
maka segera saja menyadari atas salah dan dosanya sendiri. Masih banyaknya lakon dan pitukon yang belum dijalani.
Masih banyak sekali sembrananya dan masih sangat kurang kesungguhannya dalam berjihadunnafsi. Dengan demikian
jiwa taubatan nasuhanya terus menghidupi diri. Itulah sebabnya mengapa warga ahli Syaththariyah ini apabila
melakukan dhikr nafi itsbat (=Laailaaha illallah), suara yang dikeraskan adalah juga suara nafinya. Yakni ucapan
Laailaahanya. Sebab begitu mengucap:il (yang lengkapnya illallah), suara seperti dimasukkan kedalam yang EmpuNya
Asma Allah, yaitu IsiNya Hu.Dhikr nomer tiga pada mukaddimahnya ilmu Syaththariyah ini adalah dhikr itsbat faqod.
Yaitu: Illallah, Illallah, Illallah. Dipukulkan ke dalam hatinurani dengan alat pemukul dagu. Bermaksud mempertegas,
bahwa hanya Diri-Nyalah (IsiNya Hu) Zat Yang Wujud dan Yang Ada. Sehingga hati yang menjadi markas besarnya
nafsu lawwamah ini benar-benar sirep. Benar-benar lerep. Tidak akan mengganggu perjalanan dan cita-cita hatinurani,
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

roh dan rasa dalam tujuan mendekat sehingga sampai ma'rifat kepadaNya.Nomer empat dhikr Ismun Zat. Yaitu: Allah,
Allah, Allah. Arah yang dipukul oleh dagu tepat pada tengah-tengah dada. Mengarah pada roh yang keberadaannya di
dalam hatinurani. Supaya benar-benar disadari dan kepahami bahwa roh yang menandai adanya hidup dan kehidupan
dengan keluar masuknya nafas dalam dada lalu karena itu wujud jiwaraga mempunyai daya dan kekuatan, ini semua
adalah Min Ruuhihi. Daya dan KekuatanNya Allah Swt. Sama sekali bukan daya dan kekuatannya nafsu yang terbiasa
telah diaku oleh wataknya nafsu. Sebab bila yang demikian diterus-teruskan, sama saja dengan telah berani menjadi
hamba yang ngembari Tuhannya. Dengan sendirinya, segala tingkah laku dan perbuatan lahirnya dan batinnya berada
di dalam kemusyrikan. Selalu berada dalam perbuatan dosa terbesar yang sama sekali tidak ada ampunnya di hadapan
Tuhan.Nomer lima dhikr Taroqi. Yaitu: Allah - Hu, Allah -Hu.Ucapan Allah diambil dari dalam dada dan Hu dimasukkan
ke dalam baitul makmur (markasnya berpikir). Maksudnya supaya markas besarnya berpikir ini selalu dicahayai oleh
Cahaya Ilahi, sehingga potensinya pikir akan benar-benar dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah dunia
bagi membuktikan hablum minannasnya. Bagi mengelola garapan dunia yang oleh Allah dicipta tidak sia-sia dan tidak
batal ini, namun karena markasnya berpikir selalu dipadangi oleh CahayaNya, sama sekali tidak akan ditujukan untuk
mengumpulkan harta benda dunia. Sama sekali tidak untuk bersenang-senang. Sama sekali tidak untuk ngumbar hawa
nafsu dan sahwat. Untuk jor-joran. Berbangga-bangga dan bermegah-megah dengan kehidupan dunia. Tetapi semata-
mata demi untuk Subhaanaka. Demi untuk mensucikan Zat Yang Maha Suci. Karena itu maka, hasil kerja kerasnya,
semata-mata dijadikan sebagai pancatan yang kokoh guna mensucikan diri supaya dapat selamat dan bahagia bertemu
lagi dengan Zat Yang Maha Suci.Nomer enam dhikr Tanazul. Yaitu: Hu-Allah, Hu-Allah.Hu diambil dari baitul-makmur
(otak), dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Sebab akherat itu pintu masuknya ada di dalam dada. Attaqwa hahuna
(3X) sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw, yang dituding beliau adalah dadanya. Sehingga akan senantiasa
berkesadaran tinggi sebagai insan Cahaya Ilahi, bahwa hidup dan kehidupan dunia dengan segala kewajiban hamba
yang dilakukannya adalah merupakan proses nyata terhadap kandungan makna: Inna Lillaahi wa inna ilahi
raaji'uuna.Nomer tujuh dhikr Isim Ghaib. Yaitu: Hu, Hu, Hu, dengan mata dipejamkan dan mulut dikatupkan. Yang diarah
tepat tengah-tengah dada menuju ke arah kedalamannya rasa yang telah diisi dengan dhikr (ingatnya hatinurani pada Al-
Ghaib = IsiNya Hu).Dhikr Hu ini asalnya dari Hak wau di dhammah. Yaitu dhamir huwa. Dhamir yang maknanya adalah:
"sesuatu yang tersimpan di dalam hati tentang Ada dan Wujud DiriNya Zat Al-Ghaib Yang Allah AsmaNya”. Dan
ini adalah makna kandungan firman Allah dalam surat Al Ikhlas: Qul Huwa Allahu Ahad.Mukaddimahnya Ilmu
Syaththariyah (dhikr tujuh macam) di atas adalah sebagaimana maksud yang dikandung pada firman Allah di QS. Al
Mukminun ayat 17: HNDNBN/R .NDNBR@FN' ANHRBNCOER 3N(R9N 7N1N" &P@BN HN EN@' CO@@FQN' 9NFP
'DR.NDRBP :N'APDPJRFNArtinya: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu semua tujuh buah jalan,
dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)".Maka perlu
pula diketahui bahwa hal di atas adalah penjelasan adanya: "arraasikhuuna fil Ilmi" (orang-orang yang mendalam
ilmunya) tentang keberadaan Ada dan Wujud DiriNya, Zat Yang Wajib WujudNya, Al-Ghaib, dekat sekali dalam rasa hati,
Allah AsmaNya, supaya ungkapan firmanNya perihal Ulul Albaab tidak hanya dibibir saja. Dan supaya tidak terperosok
kepada mereka yang karena condong pada kesesatan lalu menjadikan ayat-ayat yang mutasyabihat itu untuk
menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya (berdasar watak akunya yang ciri khasnya abaa wastakbara). Adalah
kandungan makna firmanNya dalam QS. Ali Imran ayat 7). TENTANG TUJUH MACAM NAFSUSebagaimana pada
penjelasan mukaddimahnya ilmu Syaththariyah bahwa adanya 7 macam dhikr dalam mukaddimah tsb. Disesuaikan
dengan jumlah nafsu manusia yang juga ada 7 macam.Pada firman Allah QS. Al Hijr 43-44, bahwa jahannam sebagai
tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap
pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.Kemudian dari yang kuterima dari petunjuk guru, baik
ini hasil kajian dari beberapa kitab tasawuf seperti Futuhatul Uluhiyah, Ma'na sirr fi bayani ma'rifah Billah, Majnunullah
dan lain-lain (utamanya dari petunjuk dan penjelasan guruku), tujuh pintu jahannam itu tidak lain adalah tujuh macam
nafsu manusia itu sendiri yang wataknya memang ada kerja sama dangan syaitan.Syaitan ini adalah semua pengaruh
yang mengajak diri manusia supaya tidak melakukan jihadunnafsi guna memberlakukan diri bagai watak malaikatNya
Allah dalam berbuat sujud (=kal mayyiti baina yadil ghasili) dihadapan wakilNya Allah di bumi (Yakni: Guru Wasithah
yang hak dan sah); yang datangnya pengaruh itu dari luar dirinya. Sedang nafsu adalah pengaruh yang datang dari
dalam diri sendiri yang menyebabkan diri sama sekali tidak melakukan jihadunnafsi guna berbuat bagai malaikatNya
Allah berlaku sujud (=kal mayyiti baina yadil ghasili) dihadapan wakilNya Allah di bumi = yakni Guru Wasithah yang hak
dan sah sebagai pelanjut tugas dan fungsi Rasulullah yang silsilahnya tidak pernah putus sejak dari Nabi Muhammad
Saw lewat Sayyidina Ali bin Abu Thalib hingga kini dan sampai kiyamat nanti.Wajib diketahui bahwa tujuh macam nafsu
yang masing-masing mempunyai tentara, buat nafsu amarah dan lawwamah, jelas, tentaranya kasar dan ingkar. Sedang
yang mulhimah, muthmainnah, radhiyah, mardhiyah dan kamilah, tentaranya nafsu tersebut mulai baik-baik dan bahkan
luhur serta mulia. Namun apabila tetap saja di aku (tidak mau bersandar kepada Guru Wasithah), namanya tetap saja
nafsu, yang perbuatan nafsu ini selalu dan senantiasa yajri ilassuu'i. Senantiasa mengajak kepada yang buruk dan
salah.Yang buruk dan yang salah adalah kehendak yang tidak sejalan (tidak cocok) dengan kehendak Tuhan. Padahal
kehendak Allah, untuk dapat kembali selamat bertemu denganNya harus berbuat kal mayyiti baina yadil ghasili (patuh
dan tunduk kepada Wasilatahu = Guru Wasithah).Karena itu maka sifatnya nafsu ini sama sekali tidak mengerti kepada
Tuhannya. Tidak mengerti bahwa Tuhan Zat Yang Al-Ghaib ini sangat dekat sekali. Mudah dan indah diingat-ingat dan
dihayati keberadaan Ada dan WujudNya apabila dengan benar ditanyakan (digurukan) kepada yang ahli tentang DiriNya
(Ahladzdzikri).Maka dzatnya nafsu adalah yamna`u minallah. Membantah kepada Tuhannya. Karena abaa wastakbara
yang memang menjadi ciri watak akunya.Itulah sebabnya Allah telah berfirman dalam QS. Al Baqarah : 54 AN'
BR@*O@DOHR' 'NFRAO@3NCOER 0NDPCOER .NJR1L DNCOER 9PFR/N(N' 1P&PCOER AN*N'(N 9NDNJRCOER
'PFQN@GO GOHN 'D@*QN@HQN'(O 'D1QN-PJREOArtinya: "Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan
kamu dan BUNUHLAH DIRIMU. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu, maka Allah
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

akan menerima taubatmu".Maksudnya, yang dibunuh adalah watak akunya nafsu, supaya si nafsu menjadi patuh dan
tunduk ditunggangi oleh cita-citanya hatinurani, roh dan rasa mendekat kepadaNya dengan jalan kalmayyiti baina yadi al
ghasili dihadapan gurunya. Sehingga mempunyai watak seperti watak para malaikat memenuhi perintahNya berlaku
sujud (patuh dan tunduk) kepada wakilNya. Yakni para utusanNya yang bersambung silsilahnya hingga sampai kini
hingga kiyamat nanti.Adapun tujuh macam nafsu beserta tentaranya adalah sebagai berikut: 1. Nafsu Amarah. Letaknya
di dada agak sebelah kiri. Tentaranya senang berlebihan, royal, angah-angah, hura-hura, jor-joran, serakah, dengki,
dendam, iri, membenci, bodoh tidak tahu kewajiban, sombong, tinggi hati, senang nuruti sahwat, suka marah-marah dan
akhirnya gelap tidak mengetahui Tuhannya.2. Nafsu Lawwamah. Letaknya ada di dalam hati sanubari di bawah susu
yang kiri kira-kira dua jari. Tentaranya: enggan, acuh, senang memuji diri, pamer, senang mencari aibnya orang lain,
senang menganiaya, dusta, pura-pura tidak tahu kewajiban.3. Nafsu Mulhimah. Tempatnya kira-kira dua jari ke arah
susu yang kanan dari tengah dada. Tentaranya: suka memberi, sederhana, menerima apa adanya, belas kasih, lemah
lembut, merendahkan diri, taubat, sabar dan tahan menghadapi kesulitan serta siap menanggung betapa beratnya
melaksakan kewajiban.4. Nafsu Muthmainnah. Tempatnya dalam rasa kira-kira dua jari ke arah susu kiri dari tengah-
tengah dada. Tentaranya: senang sedekah, tawakkal, senang ibadah, senang bersyukur kepada Tuhan, ridha kepada
hukum ketentuan Allah dan takut kepada Allah.5. Nafsu Radhiyah. Tempatnya dalam rasa, dalam hati nurani dan di
seluruh jasad. Tentaranya: pribadi yang mulia, zuhud, lkhlas, wira`i, riyadhah, menepati janji.6. Nafsu Mardhiyah.
Tempatnya di alam yang samar, mengarah kira-kira dua jari ketengah dada. Tentaranya: bagusnya budi pekerti, bersih
dari segala dosa makhluk, rela menghilangkan kegelapannya makhluk, senang mengajak dan memberi pepadang
kepada rohnya makhluk.7. Nafsu Kamilah. Tempatnya di alam nyamaring nyamar. Mengarah di kedalaman dada yang
paling dalam. Tentaranya: ilmu-yakin, ainul-yakin dan haqqul-yakin.Sebagaimana yang diterangkan di muka, bahwa
meski nafsu mulhimah (nomer 3) sampai dengan nafsu kamilah tentaranya bagus-bagus, luhur dan mulia, namun
apabila tetap diaku, artinya tidak karena untuk memenuhi perintah Guru Wasithah serta tidak bersandar kepadanya
dalam mengamalkannya, tetap saja nafsu. Karena telah tegas bahwa : LA BIWUSHULI ILAIHI ILLA BI WAASITHATIN.
Tidak akan dapat sampai dengan selamat bertemu Tuhan Dzat Yang Al-Ghaib Yang Allah AsmaNya apabila tidak
dengan Wasithah.Karena itu bagi seseorang yang kuat dalam cita-citanya untuk mendekat kepadaNya sehingga selamat
bertemu denganNya harus mengetahui adanya pedoman: "Iqbalunnasi `alal muriidina qobla kamali tsammun qaathilun".
Artinya rasa puasnya orang yang berkehendak bertemu Tuhan terhadap temuan yang belum sempurna (lalu menjadikan
berani meninggalkan Wasithah), ini adalah racun yang membunuh. Mengakibatkan tidak akan selamat bertemu
Tuhannya. IV. CARA ATAU JALAN BAGI MURID (ORANG YANG BERKEHENDAK BERTEMU TUHAN) HINGGA
SELAMAT DAN BAHAGIA DAPAT SAMPAI KEPADA-NYASetelah secara benar memperoleh ilmu Syaththariyah dari
ijinnya Guru Wasithah yang berhak dan sah menunjuki, diharapkan lalu menjadi murid. Yaitu menjadi orang yang
berkehendak bertemu Tuhan. Caranya harus dengan selalu dapat mengalahkan nafsunya supaya dapat mengikut jejak
para Malaikatul-Muqorrobin. Yaitu sujud (= bermakna kal mayyiti baina yadi alghasili = memberlakukan diri patuh dan
tunduk kepada yang berhak dan sah mensucikan, yaitu Wasithah).Adapun jalan yang harus ditempuh supaya dapat
selamat dan bahagia bertemu denganNya, harus dengan sungguh-sungguh melatih dan mendidik diri sendiri bagaimana
agar setiap masuknya nafas ke dalam dada dibarengi dengan dhikr. Dibarengi dengan ingatnya hati kepada isiNya
Hu.Sebab, nafas itu apabila masuk dan tidak keluar lagi, namanya mati.Kemudian jalan pemrosesan diri sebagai lakon
dan pitukon mendekat kepadaNya sehingga sampai, ada 3 (tiga) macam.Yang pertama yaitu senang melakukan
bersama dengan sesama saudara setujuan dan secita-cita, melaksanakan amal perbuatan yang mudah dikerjakan oleh
gerak dan tingkah lakunya jasad. Seperti memperbanyak salat, memperbanyak berpuasa, memperbanyak membaca Al
Quran serta gerakan-gerakan lain yang besar faedahnya bagi dirinya, keluarganya dan masyarakatnya yang istilah
populernya, mempunyai kepedulian sosial. Sebagaimana yang banyak disabdakan oleh hadis-hadis Nabi Muhammad
Saw, termasuk perbuatan yang kebanyakan orang menganggap sepele, yaitu menyingkirkan duri dari jalan yang biasa
dilewati orang.Yang kedua senang melakukan bersama-sama dengan sesama saudara setujuan dan secita-cita untuk
bersungguh-sungguh di dalam mujahadahnya. Mujahadah yang harus disertai dengan:1. Bagusnya budi pekerti
(bitahsinil akhlaq).Akhlaq yang bagus ini terbentuk dari seseorang yang ilmunya manfaat. Yaitu seseorang yang dengan
ilmunya itu menjadikan ia selalu mengetahui terhadap aibnya diri. Selalu mengetahui terhadap aibnya mencintai (til-
kumantilnya hati) kepada dunia. Serta mengetahui terhadap bencananya amal baik, yaitu watak takabur, sum’ah,
ujub dan ria. Dengan demikian akan dijadikan Allah hamba yang dipandaikan mengadili dirinya sendiri.Sadar bahwa
ternyata aibnya diri selalu menyertai, perbuatan salah dan dosa selalu terbawa, maka akan segera diikuti dengan
perbuatan-perbutaan baik.Itulah sebabnya maka seseorang yang bagus pekertinya, ia akan hidup tidak akan
mementingkan diri sendiri. Akan dengan rela hati meringankan beban orang lain yang membutuhkan. Suka menolong
atas derita sesama.2. Disertai dengan sucinya jiwa-raga (tazkiyatunnafsi).Adalah hamba Allah yang memiliki semangat
etos kerja agar yang dimakan adalah makanan yang halal. Yang disandang adalah sandang (pakaian) yang halal. Yang
ditempati adalah tempat tinggal yang halal.Adalah memenuhi wasiat guru kepada segenap muridnya, bahwa katanya:
“Urip ing ndonya iki mosok angel, sauger gelem ukril ya gempil. Sing angel iku sejatine, yen ora mekoleh
pitulunganE Gusti Allah, yaiku olehe tansah gelem merangi nafsune dewe supaya patuh lan tunduk didadekake
tunggangane atinurani, roh lan rasa bali maring Allah hingga tumeka”.3. Disertai dengan beningnya hati
(tashfiyatul-qalbi).Hati yang bening adalah hati yang dilatih dan dididik untuk supaya tidak digunakan munculnya cipta
angen-angen dan gagasan (hiyal-wahmi) yang terjadinya karena mengikut kehendaknya watak bangsa manusia. Oleh
karena itu bagaimana agar supaya hati ini terlatih hanya untuk mengingat-ingat hal-hal yang diridhai oleh Tuhan.4.
Disertai dengan senang bersama-sama sesama saudaranya melakukan hal-hal bagi syiarnya agama Allah. Seperti
membangun sumber-sumber pendidikan bagi penyiapan generasi yang ‘arifun billah yang didukung oleh pendaya
gunaan sarana dan prasarana terhadap kesiapan sumber dayanya cita-cita Baldatun Thayyibatun wa Rabbun
Ghafuur.Yang ketiga yaitu senang bersama-sama sesama saudara setujuan dan secita-cita untuk secara bersama pula
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

membuktikan rasa cintanya kepada Allah supaya menjadi Asy-Syaththoor. Yakni hamba yang ditarik fadhal dan
rahmatNya telah dapat mengeluarkan dari dalam hatinya semua hal tentang dunia. Hingga yang tetap dalam hatinya
hanyalah DiriNya Tuhan Zat Yang Al-Ghaib dan Wajib WujudNya, Allah AsmaNya. Ini adalah satu-satunya jalan yang
tetap bagi selamatnya mati dan sekaligus memenuhi wasiat Nabi Muhammad Saw: “Muutu qabla
antamuutu”. Dan supaya dapat lulus untuk mencapainya, harus memenuhi beberapa dasar sebagai
berikut:Pertama Dasar Taubat.Yaitu hamba Allah yang selalu menuduh kepada dirinya sendiri bahwa dirinyalah orang
yang paling banyak sendiri dosa-dosanya, paling banyak sendiri salah dan kurangnya, apes, hina, nista, tidak bisa apa-
apa dan tidak punya apa-apa, merasa jelek sendiri meskipun dibanding dengan kere di bawah jembatan. Sadar sebagai
hamba yang disebutkan oleh firman Allah: “Yaa ayyuhannaasu antumul-fuqaraa”. Hamba yang faqir.
Karena itu rasa hatinya selalu berharap untuk dapat selalu dekat dengan Yang Tidak Punya Apes, Langgeng, Sempurna
dan Maha Kuasa. Jadi rasa hati sebagaimana dasar taubat tersebut bukan berarti mengarah pada rasa rendah diri.
Tetapi tawadhu’ yaitu andap asor. Wira’i sekaligus menjaga akhlaqul-karimah. Ini adalah hamba yang
karena manfaat ilmunya, telah mulai bisa membalik watak.Watak manusia yang apabila mendapat koreksi bahkan
celaan, biasanya kecewa, marah dan tidak terima, dia justru bersyukur. Diterima sebagai datangnya peringatan dari
Tuhannya untuk mawas diri dan koreksi diri. Bersyukur dan menyadari terhadap masih banyaknya kesembronoan
dirinya. Salahnya dan gemampangnya.Kemudian watak manusia yang apabila dipuji. lalu senang dan bangga. Justru
bagi dia diterima dengan rasa takut sekiranya sampai berani ngembari Tuhannya. Sebab segala puja dan puji hanyalah
bagi DiriNya Ilahi.Manakala demikian halnya, maka keguyub-rukunan akan terbentuk dengan sendirinya karena satu
dengan yang lainnya saling kasih mengasihi. Saling sayang menyayangi. Terbentuklah kokohnya rasa kesatuan dan
persatuan sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw yang memberikan isarah: “Sesungguhnya diantara hamba
Allah terdapat manusia yang bukan Nabi dan bukan pula syahid, pada hari kiyamat mereka disisi Allah lebih hebat dari
tempat para Nabi dan para Syuhada”. Para sahabat lalu bertanya: “Wahai Rasul beritakanlah kepada kami
siapa mereka ini?”. Jawab Rasul: “Mereka itu adalah orang-orang yang saling kasih mengasihi dengan
Rauhillah dikalangan mereka, sedangkan diantara mereka tidak terdapat tali kekerabatan dan tidak juga ada hubungan
uang dan harta. Demi Allah mereka adalah cahaya dan sesungguhnya benar-benar diatas cahaya. Mereka semua tidak
takut ketika kebanyakan manusia merasa takut dan mereka semua tidak gundah dan resah ketika kebanyakan manusia
gundah dan resah”.Kedua Dasar Zuhud.Yaitu “Tapa ing sak tengahing praja”.Terhadap praja, yakni
lingkungannya, masyarakatnya, bangsa dan negaranya mempunyai kepedulian besar untuk memajukan. Menjadi lahan
tambahnya lakon dan pitukon dalam memproses diri untuk mendekat kepada Allah. Tetapi rasa hatinya “tapa
“. Bahwa yang diingat-ingat dan dihayati adalah Diri-Nya Tuhan yang sangat dicintai untuk dikumantili. Sehingga
apabila dirinya dimampukan Allah untuk memajukan masyarakatnya, bangsa dan negaranya dengan mewujudkan
bangunan yang bermanfaat dan berguna, maka yang disyukuri bukanlah ujudnya bangunan yang dia ikut di dalamnya.
Tetapi yang disyukuri adalah Diri Tuhannya yang telah menjadikan hatinya “mau” membangun. Dengan
begitu akan terhindar dari bencananya amal baik, yakni takabur, ria, sum’ah dan ujub.Ketiga Dasar
Qanaah.Dalam bahasa Jawanya “Narima ing pandum”.Tetapi maksud qanaah yang sebenarnya bukan
hanya demikian. Yakni seseorang yang karena kuatnya tekad dalam membuktikan niatnya mendekatkan diri kepada
Allah sehingga sampai dengan selamat bertemu dengan-Nya, maka ia akan dengan sungguh-sungguh berusaha
mengurangi, syukur dapat menghilangkan dari dalam dirinya watak dan kehendak bangsa hewan.Hewan yang wataknya
rakus, menangnya sendiri, mementingkan kelompoknya, tidak punya akal budi, di samping itu tujuan hidupnya hanyalah
mengejar nikmatnya makan dan nikmatnya sahwat belaka. Sedang hal seperti itu adalah halangan terbesar bagi
pendekatan diri kepada Allah. Karena itu wajib diketahui bahwa seseorang yang atas ijin Allah memperoleh ilmu secara
hak dan sah dari guru (Wasithah), telah dijanji untuk sama sekali tidak melakukan dosa besar yang orang Jawa
menyebutnya dengan malima.Keempat Dasar Tawakkal ‘ala Allah.Yaitu “kumandel maring Allah”.
Kuatnya rasa hati yang merasakan betapa dekatnya Dia Dzat Al-Ghaib Yang Wajib Wujud-Nya karena itu sangat mudah
dan nikmat diingat-ingat dan dihayati, maka segala gerak-gerik dan perbuatan lahir batinnya selalu
“nggandul” kepada Diri-Nya. Rasa dalam hati pasrah dan sumeleh (nggletak) kepada-Nya. Seseorang
yang tawakkal ‘ala Allah akan menjadikan dirinya tidak akan mengangkat sesuatu beban angkatan apabila diukur
dirinya tidak mampu mengangkatnya. Dengan begitu hatinya akan selalu dapat istiqamah.Kelima Dasar Uzlah.Yaitu
“Nyingkrih ana ing sak tengah-tengahing kalangan”. Menyendiri di tengah-tengahnya kalangan. Di
kalangan masing-masing ia akan berusaha keras untuk maju dan profesional dalam menyiapkan diri sebagai sumber
daya manusia yang dapat sebesar-besarnya dimanfaatkan untuk majunya kehidupan masyarakat, bangsa dan
negaranya, namun tekadnya menyendiri. Tidak sebagaimana kebanyakan manusia di muka bumi ini. Tekadnya sama
sekali tidak akan untuk bersenang-senang. Untuk pamer dan jor-joran. Berbangga-bangga dengan harta, kedudukan
dan kehormatan serta gengsinya harga diri. Apalagi hingga mengumbar hawa nafsu dan sahwat. Tekadnya menyendiri
demi untuk dapat memenuhi lakon dan pitukon guna mempercepat laju perjalanan hati nurani, roh dan rasanya
mendekat kepada Tuhannya hingga sampai dengan selamat dan bahagia bertemu dengan-Nya.Perlu diketahui bahwa
penjelasan sebagaimana pada bagian IV ini adalah kesungguhan hamba yang ditarik oleh fadhal dan rahmatNya
memenuhi amanatNya sebagai yang dimaksud oleh firmanNya QS. Al Maidah 35. J@'N JQOGN@@' 'DQN@0PJRFN
'ENFOH' '*QN@BOH' 'DDQ@@GN HN'(R@*N:OHR' 'PDNJRGP 'DRHN3P@JRDN)N HN,N' GP/NHR' APJR
3N(PJRD@PG DN@9NDQN@COER *OARDP-OHRFN “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada
Allah dan cari untuk dapat selamat sampai kepadaNya itu al Wasiilata dan berjihadlah dijalanNya supaya kamu
memperoleh kemenangan”.Yang diperintah oleh Allah dalam firman di atas adalah hambaNya yang
beriman.Hamba yang ma’rifatun wa tashdiqun. Hamba yang dalam hatinya ada sesuatu yang selalu mencahaya.
Dan sesuatu itu adalah tentang Ada dan Wujud DiriNya Yang Al-Ghaib yang memang nyata sekali ada dalam rasa hati.
Lalu membenarkan. Membenarkan bahwa yang dicahayakan dalam hatinya itu (isiNya Hu) adalah Diri TuhanNya. Tuhan
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

Yang AsmaNya Allah. Innani Ana Allah. (QS. Thaha 14).Dan membenarkan bahwa yang memberi petunjuk secara hak
dan sah itu adalah guru Wasithah yang berfungsi sebagai gegantinya Rasulullah, yang apabila semua petunjuk dan
perintahnya dipenuhi dengan percaya sepenuh hati, buah dan manfaatnya serta sampainya kepada Allah, sama persis
dengan seandainya langsung diperintah oleh Nabi Muhammad Saw sendiri.Itulah hati yang oleh Allah diboyong dari
dzulumat kepada nur. DNHRD'N 'NFQN 'D4QN@JN' 7PJRFN JN-OHREOHR FN 9NDI BODOHR(P (NFP "/NEN
DN@FN8N1OHR 'PDI ENDNCOHR*P 'D3QN@EN"!P“Jikalau tidaklah syaitan-syaitan itu mengelilingi hati anak
Adam, niscaya mereka dapat memandang ke alam malakutissamaa`”.Iman sebagaimana penjelasan di atas
adalah keimanan hati yang digambarkan dapat memandang alam malakut yang tinggi. Dan hanya terjadi karena ditarik
oleh fadhal dan rahmaNya Allah Swt. Sebab sekiranya tidak ditarik oleh fadhal dan rahmatNya yang mesti kamu semua
pasti mengikut jalan syaitan, kecuali sedikit. (QS. An Nisa` 83).Dan taqwanya kepada Allah adalah karena bergeloranya
rasa iman dalam dadanya itu lalu “mujtahidun fii ‘ibadatihi bishidqin wa ikhlashin”. Yaitu bersungguh-
sungguh dalam ibadahnya itu dengan benar dan ikhlas.Kemudian masih diperintahkan lagi (oleh Allah): dan cari untuk
dapat sampai kepadaNya itu al Wasiilata serta diperintahkan berjihad dijalannya agar memperoleh keberuntungan
/kemenangan.Al Wasiilata yang dapat menjadikannya selamat bertemu Tuhannya, tidak lain adalah taat melaksanakan
semua dawuh guru Wasithah, meskipun pada kenyataannya sangat tergantung pada tingkat dan kemampuan masing-
masing.Dan supaya benar-benar beruntung, yakni dapat merasakan betapa indah dan bahagianya kembali bertemu
dengan Tuhannya lagi, harus dapat memenangkan peperangan. Yaitu kesungguhannya dalam mengalahkan nafsunya
supaya dapat selalu patuh dan tunduk dijadikan kendaraannya hatinurani, roh dan rasa mendekat hingga sampai
kepadaNya.Sebab si nafsu yang tidak lain adalah wujudnya jiwaraga, terhadap semua dawuh guru (terhadap semua
petunjuk dan perintahnya guru yang hak dan sah ini), sama sekali tidak mau peduli. Membantah, dengan watak akunya
yang disokong sepenuhnya oleh watak makhluk yang berani ablasa kepadaNya, yakni abaa watakbara.Guru Wasithah
sebagaimana yang banyak diungkap dalam tulisan ini, disebut hak dan sah menunjuki ilmu tentang mengenal Diri Ilahi
Zat Yang Al-Ghaib. Memberi petunjuk adanya jalan lurus untuk dapat selamat sampai denganNya, ada tanda-
tandanya.Tanda yang pertama terangkum dalam rantai silsilah yang secara gilir gumanti sama sekali tidak pernah
terputus dari Nabi Muhammad Saw lewat Sayyidina Ali bin Abu Thalib Ra, hingga kini dan sampai kiyamat nanti. Dan
fahuwa wahidun. Hanya satu saja, meskipun dimungkinkan bahwa pada periode tertentu mempunyai beberapa wakil
yang dipercaya membantu tugasnya. Seperti yang terjadi pada jamannya para wali di tanah Jawa yang juga
membai’at ilmu Syaththariyah kepada beberapa orang yang dikehendaki karena dipercaya oleh gurunya (yang
pada jaman ini Guru Wasithah masih berdomisili di tanah Gujarat dan kemungkinan juga masih berada di tanah
Persi).Demikian halnya pada jaman Nyai Ageng Hardjo Besari. Karena perempuan, atas kehendak Allah beliau
mengangkat 8 (delapan) orang wakil, yang kesemuanya laki-laki. Termasuk suaminya sendiri.Tanda berikutnya, (semata-
mata atas ijin Allah dan kehendakNya), kuat memimpin mujahadah Puji Wali Kutub, yang dilaksanakan setiap habis
tengah malam hingga sampai waktu subuh. Di awali sejak dari Maghrib.Yaitu reruba (mengajak) kepada para wali yang
ditugasi menjaga kutub-kutubnya jagad. Diajak bersama-sama memohon kepada Allah Swt.Mengapa disebut kuat.
Sebab, mujahadah yang satu ini, seandainya tidak atas ijin Allah dan kehendakNya, yang memusuhi adalah semua
wadyabalanya iblis. Yaitu lelembut sak lumahing bumi sak kurepnya langit.Mengapa mereka memusuhi? Sebab mereka
ini (iblis dan seluruh bala tentaranya yang terdiri dari lelembut sejagad ini), sama sekali tidak senang apabila tidak semua
hamba yang namanya manusia ini matinya tidak ikut mereka. Masuk ke alam sesatnya. Sebagaimana sesumbar mereka
yang diabadikan Allah dalam QS. Al Hijr bahwa karena telah diputus sesat, maka sesumbar akan membentukkan
pandangan baik bagi manusia, yang bentukan pandangan baiknya itu dengan sendirinya tidak sejalan dengan kehendak
Allah, hingga seluruh manusia di bumi akan dengan mudah disesatkan olehnya. Kecuali hamba Allah yang
mukhlis.Tanda yang ketiga, guru Wasithah yang hak dan sah ini (atas ijin dan kehendakNya) dipusakai 4 (empat)
martabat.Martabat MursyidunIalah yang memperoleh pelimpahan wewenang dan ijin untuk menunjukkan ilmu tentang Al-
GhaibNya Zat yang Allah AsmaNya serta jalan lurusNya supaya dapat selamat sampai kepadaNya dari guru yang
sebelumnya yang silsilahnya berantai tidak pernah putus gilir gumantinya sampai kepada Sayyidina Ali bin Abu Thalib
Ra dari KN Muhammad Saw.Dan memberi petunjuk atas berbagai tingkat temuan si murid (yang berkehendak bertemu
Tuhannya) agar apa yang menjadi temuannya itu tidak menjadikan hambatan dan begalan terhadap tujuan dan cita-cita
yang hendak dicapai.Martabat MurbiyyunYakni tidak jemu-jemunya ngitik-ngitik (mendidik dan membimbing si murid
supaya mempunyai kesabaran (mempunyai ketahanan mental yang tahan ujian dalam memberlakukan jihadunnafsi
terhadap dirinya sendiri). Mengingat bahwa memproses diri untuk berjalan mendekat kepada-Nya adalah semua hal
yang tidak disukai oleh nafsu.Ini adalah perjalanan yang rumpil sekali. Banyak pengorbanannya. Besar cobanya. Ini
adalah proses suci yang dicapai. Luhur yang digayuh dan sampurna wusanane.Martabat NashihunYakni memberi
nasehat. Dan isi nasehatnya sama sekali tidak akan bertentangan dengan firman-firman Allah dalam Al Quran dan tidak
akan bertentangan dengan hadis-hadis Nabi. Sebab, keduanya adalah merupakan saksi nyata kebenaran Al-HaqNya
(kebenaran kelangsungan tugas dan fungsi kerasulannya Nabi Muhammad Saw).Karena itu apabila segala nasehatnya
ditaati, buah dan manfaat yang diterima serta sampainya dengan selamat bertemu denganNya, sama persis seperti
seandainya langsung dipimpin oleh KN Muhammad sendiri).Martabat KamilunYakni sempurna dan menyempurnakan.
Sebab hakekat Guru ini, Dia Sendiri. Tuhan sendiri. Maka dari itu jasad yang kebetulan ditugasi dan disebut dengan
ahladzdzikri, ahli mengingat-ingatNya dengan hatinurani, roh dan rasa yang selalu menghayati DiriNya sehingga dengan
seyakinnya telah mengenal Dia Zat Yang Al-Ghaib dan Allah nama-Nya, sama sekali tidak akan berani ngaku dan
merasa menjadi guru. Takutnya luar biasa seandainya sampai muncul watak berani mengembariNya. Sebab ia sendiri
yang diwujudkan jasad sebagai manusia biasa, juga mati-matian bagaimana seharusnya mengamalkan apa saja
(petunjuk dan perintah) dari guru yang menugasi dirinya itu.Dan menyempurnakan. Maksudnya bagi murid yang taat
sepenuh hati kepadanya, iapun juga akan sempurna. Selamat dan bahagia bertemu dengan Zat Yang Maha
Sempurna. V. LAIN DARI PADA YANG LAINPada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang lain dari pada yang lain,
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

meskipun apa yang telah diungkap sejak bab pertama hingga bab empat, telah banyak pula ditemukan penjelasan-
penjelasan yang ternyata juga lain dari pada yang lain. Maksudnya tidak sebagaimana yang telah secara luas diketahui
oleh sebagian besar umat Islam. Lain dari pada yang lain itu antara lain sebagaimana yang dijelaskan oleh guru kami
dari ungkapan kitab Fathurrahman fi bayani ma’rifat billah terhadap pernyataan: Wa’lam anna
‘Ilmattauhidi mathluubun liqauli Ta’ala: “Fa’lam annahu laailaaha illa Ana. Wahuwa
mustalzimun liintifaaisysyirki”.Dan ketahuilah bahwa ilmu tauhid itu harus dicari. Yang dicari adalah yang
berkewajiban menunjuki. Tidak maktubun dan tidak maqruun. Tidak ada pada bacaan dan juga tidak ada pada tulisan.
Sebab ilmu Tauhid ini adalah ilmu yang ada di dalam rasa. Rasa yang menjadi dasar manusia ini di dalamnya ada
fitrahnya jati-diri yang asal mula tempatnya adalah DiriNya Zat Yang Al-Ghaib, Wajib WujudNya, Allah AsmaNya. Karena
itu memang sebenarnya sangat dekat sekali. Sehingga ketika telah menerima ilmu tauhid ini secara benar dari yang
berkewajiban memberi, maka rasa hati akan dapat dilatih dan dididik untuk dapat selalu mengingat-ingat dan
menghayati Satu-satuNya Zat Yang Al-Ghaib ini dalam segala tingkah laku dan perbuatan lahir dan batinnya. Sebab
selain DiriNya Zat Yang Wajib WujudNya ini, adalah nafi (=kandungan makna kalimah nafi: laailaaha). Zat Yang Mutlak
WujudNya hanyalah: Ana. Yakni AKU yang sangat dekat sekali dalam rasa hati. Ilmu Tauhid ini dijeguri agar terhindar
dari dosa syirik yang tidak ada ampun di hadapanNya.Itulah sebabnya maka, mengapa Sayyidina Ali bin Abu Thalib Ra
mengutarakan bahwa: “Kullu syai’in bila Huwa baathilun”. Bahwa segala sesuatu perbuatan dan
tingkah laku manusia terhadap kerja apa saja, apabila tanpa Huwa, tidak dibarengi dengan hati ingat pada IsiNya Hu,
batal. Sebab tingkah laku dan perbuatan yang demikian, namanya karena diperintah nafsu. Tidak karena katut siliring
Qudratullah.Lain dari pada yang lain berikutnya adalah tentang sunnah yang dalam sebuah hadisnya, Nabi Muhammad
Saw menegaskan untuk wajib diikuti. Demikian pula sunnah para wakilnya yang al-mahdiyyin al-raasyidin.Bagi warga
Syaththariyah, yang disebut wakil atau penggantinya Nabi Muhammad Rasulullah bukanlah Abu Bakar, Umar, Utsman
dan Ali, yang menurut kami itu adalah khalifah dalam hal pengelolaan ummat Islam dari segi pemerintahan. Tetapi
khalifah yang dimaksud adalah wakil atau pengganti sebagai ikutan dalam hal Al-Haqqu min Rabbika. Baik tentang ilmu
yang menunjukkan keberadaan DiriNya Yang Al-Ghaib yang harus dikenali dan bahkan dijadikan tujuan hidup untuk
didekati hingga bertemu, maupun tentang sunnahnya, yang sama sekali bukan dari hasil ketetapan musyawarah. Bukan
pilihan manusia, tetapi dari Tuhan sendiri.Sunnah yang asli maknanya: jalan, adalah jalan lurusNya. Yaitu shirathal-
mustaqim. Pada Kitab Makna Sirr fi Bayani Ma’rifat Billah, inilah jalan yang ditempuh oleh semua NabiNya Allah,
para utusanNya dan juga para wali (kekasihNya). Yakni jalan yang lahirnya adalah pelaksanaan tertibnya amal-amal
syareat dibarengi dengan hakekat, yaitu batin (=rasa hati) yang mapan dalam mengingat-ingat dan menghayati Diri-Nya
Ilahi (IsiNya Hu).Lain dari pada yang lain berikutnya adalah pengertian syareat dalam kalangan warga Syaththariyah.
Bahwa yang dikatakan syareat kaitannya dengan shirathal-mustaqim diatas adalah semua dawuh guru yang dapat
dilihat mata kepala, diucapkan lesan dan dikerjakan dengan anggotanya badan.Demikian juga dengan pengertian
wahyu. Bahwa berdasar petunjuk Allah dengan firmanNya dalam QS. 21 ayat 7 dan 25, wahyu tersebut berlanjut meski
jasad Nabi Muhammad telah tiada ditengah-tengah kita. Sebab tugas dan fungsi kerasulannya sama sekali tidak ikut
mati. Tugas dan fungsi kerasulannya yang menerima wahyu untuk menunjukkan perihal Ada dan Wujud DiriNya Yang Al-
Ghaib itu supaya dengan itu hamba Allah ini dapat membuktikan kandungan makna Laailaaha illa Ana, sebagaimana
yang telah cukup panjang dijelaskan dimuka, tidak ikut mati. Jelas sekali kandungan firmanNya dalam QS. 21 ayat 7 dan
25:“Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu
kepada mereka, maka tanyakanlah kepada ahladhdhikri jika kamu tidak mengetahui”.(QS. 21:7)“Dan Kami
tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: Annahu laailaaha illa Ana,
fa’buduuni”. (QS. 21: 25).Jadi, sekali lagi, perlu dijelaskan, bahwa perjuangan, pengorbanan, pengabdian
dalam memenuhi kewajiban syareat yang bagi warga Syaththariyah dikenal dengan pelaksanaan lakon dan pitukon dan
yang harus dilaksanakan dengan penampilan akhlaq yang mulia, semua itu semata-mata demi untuk memproses
penafian. Yakni untuk menafikan zat sifat dan af’al dirinya (wujudnya jiwa raga) maupun untuk menafikan akon-
akon dunia serta jagad seisinya, membuktikan kandungan makna kalimah nafi: Laailaaha. Hingga apabila telah sesuai
lakon pitukonnya, diampuni Tuhannya, lalu ditarik fadhal dan rahmatNya, akan benar-benar dijadikan hamba yang dapat
menyaksikan keberadaan Ada dan Wujud Diri TuhanNya yang selalu diupayakan agar dapat selalu
ditetapkan/diitsbatkan dalam hati. Ini adalah kandungan makna kalimah itsbat: Illallah. Namun demikian, perlu dipahami
bahwa hal sebagimana di atas tidak bisa dikejar dan diburu. Tidak bisa dengan keburu nafsu. Maka, sekali lagi, sekali-
kali jangan meninggalkan petunjuknya guru.Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman bahwa Laailaaha illallah itu
adalah benteng-Ku. Siapa yang masuk dalam benteng-Ku, akan selamat dari semua azabKu. Maksud hadis qudsi di
atas adalah kalimat laailaaha illallah yang dijeguri dengan dasar ilmu dari guru yang hak dan sah itu. Dan sekiranya
tidak, ya akan hanya ngawang diangan-angan kosong.Termasuk lain dari pada yang lain adalah penjelasan tentang
rukun iman, rukun Islam dan ihsan yang menyatu di dalam Sibghatallah. Menyatu dalam rasa jiwa yang nyelup di dalam
samodranya ‘arifun billah. Karena imannya kepada Allah dengan Allah, maka imannya kepada para MalaikatNya
Allah adalah dengan mengikut jejak para Malaikat yang dengan rela sujud = kal mayyiti baina yadi al-ghasili. = bagai
mayit yang taat sepenuhnya kepada yang mensucikannya. Yakni kepada wakilNya Allah di bumi. Wakil yang dipilih
sendiri olehNya guna mewakili DiriNya karena Dia tak akan menampakkan Diri di muka bumi. Wakil yang secara persis
mengenali Muwakkil guna membimbing manusia pulang kembali menemui-Nya. Para wakil Allah yang demikian ini
adalah para Nabi dan para Rasul serta para penggantinya. Yaitu Guru Wasithah.Beriman kepada Kitabullah. Kitabullah
adalah KalamNya. Ini adalah Cahaya DiriNya. Cahaya yang dengan EmpuNya Cahaya (ZatNya) bagaikan sifat dan
mausuf. Bagaikan kertas dan putihnya. Selalu menyatu menjadi satu. Itulah sebabnya ada firman Allah yang
menyatakan: “Layamassuhu illa al-muthahharuun”. Tidak akan dapat menyentuhnya kecuali yang
disucikan olehNya.Dan bagi yang dijadikan dapat menyentuhnya, Kitabullah ini akan dapat menjadi obor yang madangi
akal budi dan hatinuraninya hingga menjadi terang dan gamblang jalan yang harus ditempuhnya dalam hidup dan
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

kehidupan ini bagi tercapainya tujuan dan cita-cita pulang kembali dengan selamat menemui Tuhannya.Beriman kepada
para RasulNya. Yang oleh KalamNya diberitakan bahwa selalu berada ditengah-tengah ummatnya. (QS. Ali Imran 101,
Al Hujurat 7). Keberadaannya adalah menjadi saksi atas kamu semua (umat yang dibimbingnya kearah jalan menuju
kepadaNya). “Wayakuna arrasuulu ‘alaikum syahiida”. (QS.2:143). Menggunakan kalimat dalam fiil
mudhare` (wayakuuna). Menunjuk pada keadaan yang sedang berjalan dan yang akan datang terhadap keberadaan
rasul supaya menjadi saksi bagi ummatnya.Beriman kepada hari akhir.Ungkapan kata yang diawali dengan ber, seperti
bersepatu, bersepeda, berpakaian, berenang, bergelora, bertopi, memberi petunjuk melekatnya sesuatu pada
pelakunya.Begitu halnya dengan kata beriman kepada hari akhir.Hari akhir adalah tempat pulang kembalinya hamba
kepada asalnya. Fii maq’adi shidqin ‘inda Malikin muqtadirin. Pulang kembali ditempat yang benar (lalu
merasakan betapa bahagianya, betapa bergembiranya, selama-lamanya) disisi Raja Yang Berkuasa. Dan Raja Diraja itu
adalah Diri Tuhan Yang Allah AsmaNya. Oleh karena itu, apabila secara benar telah mengenali DiriNya Zat Yang Al-
Ghaib ini, lalu selalu diingat-ingat dan dihayati dalam rasa hati, maka mereka inilah yang tergolong: wabil aakhiratihum
yuqinuuna. Kehidupan akherat yang telah dapat dihayati dalam rasa hati sejak sekarang ini.Sebab, betapa orang itu mati
sangat ditentukan bagaimana dia sekarang ketika masih berada di dunia. Betapa dia di hari kemudian, sangat ditentukan
bagaimana ketika dia mati.Kemudian berimannya pada nasib baik dan buruk yang ditentukan olehNya. Karena hal
tersebut Yang Membuat Dia, maka yang penting bagaimana supaya secara yakin tahu dan kenal pada Sang Pembuat
nasib baik dan buruk ini. Beres kan. Sebab Dia adalah segala-galanya. Bagi hamba yang rasa hatinya selalu lengket
dengan DiriNya, apapun yang ditemui dalam hidup dan kehidupan ini adalah sebagai ujian dan cobaan. Karena itu meski
seandainya dilanda cobaan yang seberat apapun, rasa nikmat mengingat-ingat Diri Tuhannya justru makin bernyala.
Bahkan dianggapnya sebagai hari-raya baginya. Karena sadarnya sepenuh hati ternyata memang benar bahwa hamba
ini apes, hina dan tidak bisa apa-apa. Tidak punya apa-apa dan tidak tahu apa-apa. Lalu menjadikannya bangkit untuk
selalu deple-deple kepada Yang Maha Segala-galaNya. Sebab, betapa makna kandungan sabar dan tawakkal itu telah
menyatu dalam dirinya.Sedang sekiranya memperoleh nasib baik dengan hidup dan kehidupan dunia, hamba demikian
tetap memandang bahwa hal yang dialami adalah juga ujian dan cobaan. Hingga karenanya justru malah takut sekiranya
menjadikannya ingkar. Karena itu bangkitlah rasa syukurnya atas pemberian Tuhannya itu hingga dapat berbuat banyak
bagi lakon dan pitukon guna mencapai tujuan hidupnya mendekat kepada Tuhannya sehingga selamat dan bahagia
bertemu lagi dengan-Nya.Kemudian rukun Islam yang juga menyatu dengan rukun iman di dalam Sibghatallah. Menyatu
di dalam hatinurani, roh dan rasa yang berada di dalam samodranya ‘arifun billah.Asyhadu anlaailaaha illallah, wa
asyhadu anna Muhammadan Rasuulullah.Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa
Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah. Adalah makna/arti dalam ungkapan kata.Bersaksi, sebagaimana dimuka telah
diberikan penjelasan seperti kata-kata saya bersepatu, saya berkopyah, saya berpakaian, saya bergelora, saya
bersepeda, adalah sesuatu yang lekat dengan pelaku.Demikian halnya dengan ucapan saya bersaksi bahwa
sesungguhnya Laailaaha illallah. Kesaksian yang melekat dihati karena terbukanya mata hati dengan ilmu tentang
mengenal DiriNya Ilahi. Bahwa apa saja selain DiriNya Zat Yang Wajib WujudNya, laailaaha, semuanya nafi. Tidak ada.
Diberadakan (sementara saja) di dunia maksud Allah memang sengaja diuji. Maunya Allah, agar dapat lulus hingga
dapat hidup mulia disisiNya. Sebab KemuliaanNya itu maunya Allah, tidak akan dimonopoli. Diratakan kepada
hambaNya yang kebetulan adalah manusia. Tetapi karena Tuhan bukan makhluk, cara memuliakannya tidak seperti
DiriNya. Tanpa ujian dan tanpa cobaan.Karena itu betapa sebenarnya Allah Swt sangat kuat sekali kemauanNya
Menonjolkan Keberadaan DiriNya sebagai Zat Yang Segala-galanya dalam semua ayat-ayat pada firmanNya supaya
hambaNya dapat tertarik untuk mengenali keberadaan DiriNya. Dan karena Dia ternyata Al-Ghaib, tidak akan pernah
ngejawantah di bumi milikNya, saking belas kasihNya Dia lalu membentuk utusan supaya keberadaan DiriNya Yang Al-
Ghaib itu selalu dapat ditetapkan (diitsbatkan = makna kalimah itsbat: Illallah) dalam hatinya si hamba dalam segala
tingkah laku dan perbuatan lahir batinnya.Itulah sebabnya ada syahadat yang kedua. Saya bersaksi bahwa Nabi
Muhammad itu adalah utusan Allah.Bagaimana menyatakan bersaksi sedang hidup kita tidak menangi sugengnya
Kanjeng Nabi Muhammad. Apa maunya terus menerus bersaksi palsu?Hakekat Nabi Muhammad Saw adalah Cahaya
TerpujiNya Zat Yang Wajib WujudNya. Yaitu Nur Muhammad. Yang ini tidaklah ikut mati. Sebab bila menganggap mati,
sama saja dengan menganggap bahwa Tuhan juga mati. Na’udzubillah min dzaalik! Yang wafat hanyalah
jasadnya saja. Dan supaya dapat bersaksi atas keberadaanNya itulah maka Nabi Muhammad Saw telah menetapkan
bahwa ada pengganti-pengganti beliau yang atas ijin dan kehendak Allah Swt ditugasi supaya melanjuti tugas dan fungsi
kerasulannya Nabi Muhammad Saw.Dan perlu diketahui bahwa wakil dan muwakkil itu sama.Apabila rukun Islam yang
pertama di atas terpenuhi, maka kewajiban shalatnya juga akan benar-benar menjadi tempat hamba mencahaya.
Mencahaya dengan dhikr dalam dadanya. Mencahaya, karena hatinurani, roh dan rasanya dengan yakinnya mengingat-
ingat dan menghayati Ada dan WujudNya Zat Al-Ghaib yang sangat dekat sekali dalam rasa hati. Sehingga maksud
sabda Nabi bahwa shalat adalah “mi’rajul-mukminin”, dapat terhayati. Sehingga firman Allah bahwa
shalat adalah tanha ‘anil fahsya`i wal munkar, akan diwujudkan Tuhan.Sehingga shalat sebagai tiangnya agama
akan benar-benar dapat meniadakan/menafikan hijab terbesar dan terhebat yang bila sekiranya tidak dengan Daya dan
Kekuatan Ilahi sama sekali tidak mungkin tercapai.Hijab terbesar dan terhebat itu adalah wujudnya jiwaraga. Wujud
jiwaraga yang menjadi markas besarnya hawa nafsu dan sahwat. Wujud jiwaraga yang adalah hakekatnya dunia. Wujud
jiwaraga yang mestinya sebagai kendaraannya hatinurani, roh dan rasa, namun ternyata justru sebaliknya. Malah dia
yang nunggangi, memperalat, memerintah dan menjajah rasa hati.Padahal wujud (jenggelegnya jiwaraga) ini adalah
barang pinjaman. Pinjaman yang terkumpul dari tanah, air, angin dan api. Maka harus dikembalikan supaya selamanya
tidak menjadi hijab terbesar dan terhebat, bahkan terdahsyat. Alat mengembalikan satu-satunya hanyalah dengan shalat
dengan rasa hati yang dapat merasakan nikmatnya dan indahnya mengingat-ingat dan menghayati DiriNya Ilahi Yang Al-
Ghaib ini (=IsiNya Hu). Dan apabila tidak begitu, justru malah sahun. Dan apabila sahun justru malah diancam dengan
fawailun.Zakat yang menjadi rukun Islam ke tiga juga akan benar-benar menjadikan proses pensucian diri supaya
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

hatinuraninya, roh dan rasanya selalu terjaga dan terpelihara dalam bersentuhan dengan DiriNya Zat Yang Maha
Suci.Kemudian kewajiban melaksanakan shiam di bulan Ramadhan, merupakan gambaran nyata terhadap proses
supaya hidupnya menjadi mulia disisiNya. Yaitu muttaqin. Menjadi hamba yang bersunguh-sungguh dalam ibadahnya
(dalam melaksanakan dawuh Guru) dengan benar dan ikhlas. Ikhlas adalah bersih. Bersih dari syirik lahir dan syirik
batin. Terjadi karena semua amal ibadahnya tidak ada yang diaku. Sebab akunya telah sirna (tenggelam) kedalam Yang
Maha Aku. Ibadahnya kaannaka taraahu. Seolah-olah dapat melihatNya. Yaitulah ibadah yang hatinurani, roh dan
rasanya dijaga untuk dapat dibarengi dengan mengingat-ingat dan menghayati Diri Ilahi Yang Al-Ghaib dan dekat sekali
(IsiNya Hu).Maka disebut pula dengan bulan suci. Bulan pensucian diri agar hakekat diri yang asal mula tempatnya dari
DiriNya Zat Yang Maha Suci, kembali lagi kepadaNya. Kembali pada fitrah yang asalnya dari Yang Maha Fitrah.Siang
hari menahan dahaga, menahan lapar, menahan nafsu sahwat, menahan diri tidak berbuat maksiat dan segala macam
hal yang merusakkannya (sebagai taubatnya jasad), di malam hari memperbanyak shalat (termasuk qiyamul-lail),
membaca Al Quran, rajin bersedekah, rela mengeluarkan harta titipan Allah bagi yang berhak menerima, berzakat, zakat
fitrah, ada juga malam lailatul-qadar, malam Allah memuliakan hambaNya menjadi kekasihNya, sehingga hamba yang
dicintai olehNya ini akan menjadikan rasa hatinya dapat merasakan betapa indahnya dan betapa nikmatnya merasakan
DiriNya Zat Yang Al-Ghaib ini, meskipun ia tetap sebagaimana layaknya manusia biasa.Kemudian berhajji bagi yang
dimampukan olehNya adalah panggilan Allah untuk membuktikan ‘arifun billah. Sebab al Hajju ‘arafatu.
Prakteknya harus wukuf di padang ‘arafah.Makna wukuf, berhenti. Yang harus dihentikan adalah semua hal yang
menjadikan hijabnya mata hati hingga tidak akan dapat menyaksikan DiriNya Ilahi.Karena itulah maka semua rukunnya
haji merupakan simbol-simbol guna mencapai keadaan di atas. Simbol-simbol itu misalnya seperti disunatkan oleh Nabi
mencium Hajar aswad.Pencium dengan alat hidung adalah satu-satunya panca indera manusia yang tidak bisa ditipu
dan paling jujur. Instrumennya rasa yang satu ini (hidung), oleh Sunan Kalijaga disebut dengan “kayu gung
susuhing angin”. Zat Yang Al-Hayyu al-Qayyum, Maha Agung yang harus dapat diingat-ingat bersama-sama
dengan setiap masuknya nafas ke dalam dada. Sebab bila nafas yang keluar masuk ini tidak diisi dengan dhikr,
layaknya seperti keluar masuknya nafas hewan. Kosong dari butiran iman yang besarnya semrica jinumput, namun
apabila digelar ngemplok jagad (pasemonnya Nur Muhammad).Dan apabila begitu halnya, sebagaimana sabda Nabi
Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa: “akan datang atas manusia suatu zaman dimana
pada zaman itu seseorang dinyatakan: alangkah pandainya, alangkah bijaksananya, alangkah kuatnya, padahal dalam
hatinya tidak ada sedikitpun butiran imannya”.Karena itulah hidung sebagai tempat keluar masuknya nafas yang
dengan ada isinya, disimbulkan sebagai “gunung Tursina”.Lalu mengapa Nabi Muhammad Saw
mensunatkan mencium hajar aswad?Hajar aswad adalah simbul mudghah. Segumpal daging dalam jasad manusia.
Apabila segumpal daging itu shaluha, bagus, maka menjadi baiklah seluruh jasad manusia. Dan apabila segumpal
daging ini jelek (fasad), maka menjadi jeleklah seluruh jasad manusia. (al hadits).Segumpal daging ini setelah terkena
hawa dunia, benar-benar persis sebagaimana wujudnya yang nyata-nyata hajar aswad. Batu yang keras dan hitam.
Dalam jasad, benar-benar menjadi kalbun jasmaniyun zulmaniyyun. Menjadi hati yang watak dan keinginannya
bagaimana agar jasadnya kajen keringan dan mukti wibawa hidup di dunia. Maka lalu zalim, termakan betapa kuatnya
pengaruh hawa dunia. Hawa dunia yang 99 persen lebih sepertinya memang dikuasai syaitan. Sebab yang disebut
syaitan itu adalah semua pengaruh dan ajakan yang datang dari luarnya diri yang pengaruh dan ajakan itu sama sekali
tidak sekehendak dengan Tuhan. Jadi ya banyak sekali. Bisa dari isteri, dari anak, dari saudara, teman sekerja, dari
pekerjaan, dari bacaan, dari apa yang didengar dan dilihat mata kepala, dari harta, wanita, dan banyak lagi. Jadi kalau
ada ungkapan para luhur bahwa dunia ini penuh dengan setan doyan sambal, tidak ada salahnya.Sedang bila ajakan
yang mempengaruhi manusia menjadikan hidupnya tidak sejalan dengan kehendak Allah, datang dari dalam dirinya
sendiri, ini namanya nafsu. Karena itu maka antara syaitan dan nafsu ada kerja sama yang kental.Lalu mengapa Nabi
Muhammad Saw mencium hajar aswad?Sebab dibalik batu yang keras itu (dibalik hijab yang hebat dan bahkan dahsyat)
dan hitam pekat, gelap dan zalim ketika terkena hawa dunia, dibalik itu ada kandungan makna asli dan murni, sebelum
terkena hawa dunia. Sebelum dibungkus oleh jenggelegnya jiwaraga.Asli dan murninya itu adalah inti manusia, yaitu
fitrahnya diri, yang ketika hendak diproses Allah menjalani ujian dan cobaan dunia lewat kandungannya sang ibu, ketika
dimintai kesaksian oleh Allah: “Alastu birabbikum”, jawabnya sama. Yaitu: “Qaaluu balaa
stahidnaa”.Fitrah diri yang kini menjadi inti manusia, diletakkan dalam rasa, dibungkus oleh arwah, diletakkan
dalam hatinurani, dibungkus wujudnya jasad, ketika dimintai kesaksian oleh Tuhannya: ”Bukankah Aku ini
Tuhanmu?”. Jawabnya adalah: “Benar, wahai Tuhanku, kami semua menjadi saksi”. Maksudnya
secara yakin menyaksikan (weruh = melihat dengan seyakinnya) atas keberadaan Diri Tuhan yang di alam dunia ini Dia
sama sekali takkan pernah menampakkan Diri, karena itu Al-Ghaib, Satu-satuNya Zat Yang Wajib WujudNya tetapi gaib
dan di dunia ini Dia mengenalkan DiriNya dengan Asma Allah dan juga Asma-Asma lain yang terangkum dalam Asmaul-
husna.Itulah keadaan asli dan murninya fitrah manusia.Oleh karena itu dengan tegasnya, agar manusia ketika dalam
ujian dunia ini dapat lulus guna tujuan pulang kembali kepadaNya, Nabi Muhammad Saw bersabda: “Carilah ilmu
sejak dari ayunan hingga keliang lahad”.Ilmu sejak dari ayunan berarti masih dalam keadaan bayi yang baru lahir.
Yaitu ilmu untuk mengenali fitrahnya diri yang asal tempatnya dari DiriNya Zat Yang Maha Fitrah. Itulah sebabnya
mengapa ada ungkapan “man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa Rabbahu”. Dan ilmu untuk masuk
ke liang lahad adalah ilmu yang menunjukkan pintunya mati supaya dapat selamat bertemu dengan DiriNya Tuhan lagi.
Sabda Nabi di atas bermakna perintah, yaitu: carilah! Maksudnya yang dicari ini adalah yang berhak dan sah menunjuki
sebagaimana yang telah panjang lebar dijelaskan pada bab-bab terdahulu.Sebab ilmu seperti itu memang tidak ada
pada tulisan dan juga tidak ada pada bacaan. Bacaan dan juga tulisan yang ada, bermanfaat untuk
menggiring.Pelaksanaan thawaf dengan mengelilingi Ka’bah 7 kali, juga ada makna di dalamnya. Pojok pertama
yang ada Hajar Aswadnya adalah simbol asal mula tempat fitrahnya manusia. Fitrah diri manusia yang terhadap
Keberadaan Diri Tuhannya menyaksikan Ada dan Wujud Diri Tuhannya, dan juga telah sedia memikul amanahNya
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

meskipun kesediaannya memikul amanahNya ini ternyata tidak dipuji bahkan malah mendapat vonis: Innahu kaana
zaluuman jahuula, karena memang sangat bodohnya hingga karena itu sama sekali tidak tahu bahwa akan diproses
menjadi bentuk baru (berjiwaraga), lewat kandungan ibu terus diuji dengan hidup dan kehidupan dunia.Pojok
Ka’bah yang kedua adalah simbol alam kandungannya ibu. Di alam ini, ketika calon manusia telah berumur 120
hari berupa segumpal daging, lalu dimasukkan kedalamnya ruhNya dan ditetapkan sekali betapa rezkinya, umurnya,
matinya, amalnya serta nasib baik dan buruknya.Dalam sebuah hadisnya Nabi Muhammad Saw menjelaskan. Maksud
penjelasan ini agar manusia menyadari al-fakirnya diri. Menyadari sebagai hamba yang apes, tidak tahu apa-apa, tidak
bisa apa-apa, tidak punya apa-apa. Dengan begitu diharapkan bangkit kesadarannya untuk mengenal dan mengetahui
keberadaan DiriNya Zat Yang Maha Segala-galaNya sebagai tempat bergantung. Tempat berlindung. Tempat pasrah
bongkokan. Satu-satuNya yang dicintai. Dijadikan tujuan hidup. Didekati hingga selamat bertemu kembali. Karena itu
harus selalu dapat diingat-ingat dan dihayati Keberadaan DiriNya yang sebenarnya memang amat sangat dekat sekali
dalam rasa hati ini.Penjelasan dalam hadis Nabi Muhammad Saw tersebut adalah: meskipun salah seorang kamu telah
mengamalkan amal perbuatan ahli surga sehingga antara surga dan kamu, saking dekatnya, tidak ada satu hasta.
Tetapi tulisan telah menetapkan bahwa kamu adalah ahli neraka, lalu mengerjakan perbuatan ahli neraka, maka
masuklah kamu kedalamnya.Begitu juga sebaliknya. Meskipun salah seorang diantara kamu telah mengamalkan amal
perbuatan ahli neraka sehingga antara kamu dan neraka tidak ada satu hasta, saking dekatnya, tetapi tulisan telah
menetapkan bahwa kamu adalah ahli surga, lalu mengamalkan amal perbuatan ahli surga, maka masuklah kamu
kedalamnya.Apabila benar-benar kesadaran dibuka olehNya, siapa hamba Tuhan yang ditempat ujian dunia ini berani
memelihara watak abaa wastakbara? Berani berkata: ana khairun minhu? Berani melampaui batas? Berani memandang
dirinya serba cukup? Mestinya tidak ada. Menjadi ada dan bahkan sebagian besar, karena memang iblis dengan seluruh
balatentaranya sama sekali tidak ingin adanya hamba Allah yang hidupnya di dunia ini mengikut watak dan jejak para
malaikatul-muqorrobin.Pojok ketiganya Ka'bah adalah simbol alam dunia. Bagi yang dikehendaki mengikut jejak para
Malaikatul-muqorrobin yang rela sujud kepada wakilNya Allah = jihadunnafsinya hingga patuh dan tunduk bagai mayit
yang pasrah seutuhnya kepada yang berhak mensucikannya, ditempat ujian dunia ini tidak berhenti, terus jalan melewati
pojok keempatnya Ka'bah sebagai simbol alam kubur, dan karena selamat matinya, maka bangkitlah suka citanya
merasakan betapa indah dan bahagianya kembali bertemu dengan Diri Tuhannya lagi.Tawaf dengan mengelilingi
Ka'bah tujuh kali ini adalah lambang adanya firman Allah dalam QS. Al Mukminun 17: Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan, dan Kami tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami.Juga lambang dari pada
muqaddimahnya Ilmu Ma'rifat Billah (ilmu Syaththariyah). Yaitu dhikr 7 (tujuh) macam yang disesuaikan dengan nafsu
manusia yang juga ada 7 macam. Sebab untuk dapat selamat kembali bertemu Tuhan, harus menunggangi nafsu yang
tujuh macam itu.Kain ihram tanpa jahitan adalah simbol sama-sama. Simbol kemerdekaan, kedamaian. Simbol tiadanya
perbedaan. Simbol rasa jiwa yang hurriyah tammah. Rasa jiwa yang merdeka sejati dan sempurna karena hanya
merasakan DiriNya Tuhan dalam rasa hatinya. Simbol hidupnya manusia yang tidak dijajah oleh nafsunya sendiri.
Simbol dari pada hamba yang segala tingkah laku dan perbuatan lahir dan batinnya semata-mata karena katut siliring
Qudratullah, karena dijadikan olehNya hamba yang mencahayakan DiriNya.Tahalul dengan simbol motong rambut.
Rambut adalah lambang mahkota. Maka harus dipotong. Adalah simbol untuk meniadakan watak akunya nafsu yang
mahkotanya adalah abaa wastakbara. Ana khairun minhu. Layatgha dan anraahustaghna.Mengambil tujuh buah kerikil
di malam hari untuk alat melempar jumrah. Adalah simbol hamba yang bangun habis tengah malam, beristighfar, mohon
ampunan kepadaNya. Dan bila dikabulkan olehNya, diberitahu oleh Tuhannya bahwa penyebab orang tergelincir dari
jalan lurus yang licin ini karena kesandung kerikil, yang biasanya dianggap sepele.Kerikil-kerikil ini adalah lambang
wataknya nafsu yang maunya ngaku terhadap semua amal baiknya hingga menjadikannya lupa pada belas kasih Tuhan
yang membuat dirinya mempunyai hati "mau" beramal baik itu.Karena itu dibuang. Dilempar ke sumur tempat melempar
jumrah. Simbol melempar setan supaya setan (yaitu ajakan dari luar dirinya yang menyebabkan hidup dan kehidupannya
tidak sejalan dengan kehendak Tuhan), tidak mempan lagi.Lalu mengapa melemparkannya mesti kedalam sumur. Dan
harus dapat masuk semua. Sumur adalah simbolnya sumber ilmu. Ilmu untuk dapat masuk ke dalam samodranya 'arifun
billah. Dilempar kesini supaya tenggelam. Sirna. Fana. Nafi.Yakni agar wataknya nafsu yang maunya selalu ngaku, sirna
tenggelam kedalam DiriNya Sang Maha Aku.Akhirnya,termasuk lain daripada yang lain adalah kegiatan-kegiatan
melaksanakan ibadah sehari-hari yang sekaligus termasuk dalam bagian mujahadah. Karena itu akan hanya diberikan
kepada mereka yang telah benar-benar berniat untuk masuk kedalam ilmu ini.Lain daripada yang lain itu antara lain
adalah dalam hal memperbanyak shalat. Disamping memperbanyak shalat-shalat sunnat, shalat habis tengah malam,
didalam shalat wajib lima kali masih ditambah dengan adanya shalat qadha. Waktu subuh dan waktu asar, shalat
qadhanya dilakukan sebelum shalat wajib.Setiap shalat wajib memakai kunut nazilah. Do'a mohon dihindarkan dari
berbagai bendu dan bencana. Telah dilaksanakan sejak tahun 1948. Sejak Guru Wasithah masih berada pada Bapak
Kyai Imam Mursyid Muttaqin. Gurunya guru kami.Hal tersebut dilakukan sebagai sedia payung sebelum hujan. Sebab
menurut apa yang beliau terima dari Sang Pangemong jagad (Allah Swt), dunia ini akan menghadapi bencana yang
hebatnya luar biasa. Sahdan, kira-kira seperti yang dialami oleh umatnya Nabi Nuh. Akan terjadi pengkristalan. Wolak
waliking jaman. Kambange watu item singleme gabus.Karena itu aurad yang dibaca setiap habis shalat wajib, disamping
sebagai lakon bagi diri masing-masing untuk mendekat kepadaNya hingga sampai, juga memuat maksud sebagaimana
di atas.Sehabis shalat wajib, wiridan (telah ditentukan), ada sujud syukurnya. Yaitu mensyukuri bahwa dirinya termasuk
hamba yang digerakkan hatinya oleh Allah "mau berniat" untuk memohon petunjuk Ilmu Syaththariyah dan dimaukan
olehNya melaksanakan dawuhnya Guru. Yang juga disyukuri dalam sujud syukur ini adalah bahwa dirinya oleh Allah
telah dihindarkan dari berbagai bencana dan marabahaya baik lahin maupun batin, dan seterusnya (yang dapat
diperoleh apabila telah secara pasti berniat masuk ilmu ini).Khusus mengenai Mujahadah Puji Wali Kutub sebagaimana
yang telah kami utarakan pada bagian terdahulu, dilaksanakan sehabis tengah malam, dimulai dengan istighfar dan
salawat, lalu shalat-shalat sunat tasbih, shalat sunat hajat, shalat taqarruban ilallah (16 rekaat 8 salaman), lalu Puji Wali
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

Kutub, jamaah dibagi menjadi 6 bagian, menghadap ke barat, ke selatan, ke timur, ke utara, ke atas dan ke bawah, yang
masing-masing bagian ucapan pujinya tidak sama (ada yang memimpin), diakhiri dengan do'a, lalu shalat sunat witir,
kemudian masuk waktu subuh.Mujahadah ini kegiatannya dimulai sejak waktu maghrib, berjamaah. Lalu membaca
wiridan (istighfar dan salawat). Kemudian salat qadha Maghrib. Diteruskan dengan shalat sunat awwabin 6 rekaat tiga
salaman. Shalat sunat litsubutil-iman, dua rekaat satu salam. Lalu diteruskan dengan dhikr fidak.Masuk waktu Isyak,
berjamaah shalat Isyak. Lalu membaca wiridan. Shalat qadha Isyak. Diteruskan dengan shalat taubatan ilallah 6 rekaat 3
salaman. Setiap akan berdiri shalat taubatan ilallah ini, didahului dengan membaca Asmaul-Husna (yang telah
ditentukan). Sujud syukur. Diteruskan dengan pengajian.Mujahadah Puji Wali Kutub ini dilakukan setiap malam
Jum’at (di pusat) dan pada setiap malam Minggu apabila kami keliling ke cabang-cabang.Secara rutin dilakukan
sejak tahun 1948, khususnya pada setiap malam Jum’at. Dalam wasiatnya (yang dikeluarkan oleh gurunya guru
kami, yaitu Bapak Kyai Imam Mursyid Muttaqin), Mujahadah Puji Wali Kutub ini supaya terus dilakukan, diwanti-wanti
jangan sampai jenuh, jangan dihentikan, sebelum apa yang menjadi cita-cita beliau terwujud menjadi kenyataan.Jadi
Mujahadah Puji Wali Kutub ini disamping (yang pasti) sebagai lakon untuk mempercepat prosesnya hatinurani, roh dan
rasa untuk dapat selamat sampai kepadaNya, juga bermaksud untuk mengantisipasi sewaktu-waktu datangnya
perubahan besar-besaran atas wolak waliking jaman, hingga tercapainya cita-cita yang antara lainnya adalah
terwujudnya di bumi Nusantara ini Negara yang merdeka sejati, hingga akan dapat memayu hayuning jagad.Maksud
Negara yang merdeka sejati, pada lahirnya bebas dari segala macam bentuk penjajahannya bangsa lain. Dan pada
batinnya, yang mimpin dan yang dipimpin, gerak dan tingkah laku lahir dan batinnya sama sekali tidak karena diperintah
oleh nafsunya, tetapi semata-mata karena “Katut Siliring Qudratullah”.Demikianlah, bagian yag terakhir ini
kami beri sebutan lain daripada yang lain. Semoga sejalan dengan maksud sabda Nabi Muhammad Saw: (N/N#N
'D'RP3R@D'NEN :N1PJR@(K@' HN3NJN@9OHR /O :N1PJR@(K@' CNE (N/N#N AN7O@HR (I
DPDR:O1N(N'!P“Pada awal mula datangnya, Islam itu asing (lain daripada yang lain, merupakan suatu kejutan)
dan akan datang kembali juga menjadi kejutan, persis seperti pada awal mula datangnya; berbahagialah orang-orang
ghuraba` itu”. PENUTUPPada bagian penutup ini akan dijelaskan 2 hal penting yang kelewatan.Yang pertama
tentang Sa’i. Yaitu berjalan cepat atau lari-lari kecil antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah. Ini adalah simbul kerja
keras. Kerja keras bukan untuk tujuan menumpuk harta kekayaan. Bukan untuk bersenang-senang. Bukan untuk
ngumbar hawa nafsu dan sahwat, tetapi bekerja keras (termasuk kerja keras mengelola garapan dunia dengan sebaik-
baiknya) demi Subhanaaka. Demi untuk memproses pensucian diri supaya rasa hatinya senantiasa bersentuhan dengan
DiriNya Zat Yang Maha Suci, hingga dapat terpenuhi maksud menaiki dua buah bukit (Shafa dan Marwah), yaitu fid
dunya hasanah wafil akhiroti hasanah.Hingga supaya hidupnya di dunia ini menjadi baik (baik berdasar pandangan
Allah), demikian pula hidupnya di akherat juga baik berdasar pandangan Allah.Hidup baik berdasar pandangan Allah
adalah hidup hamba yang dalam menyembah kepadaNya benar-benar dapat merasakan betapa indahnya dapat seolah-
olah melihatNya. Bagi yang telah memiliki ilmu dari ijin guru yang hak dan sah, prakteknya, bagaimana agar hati ini
selalu dapat mengingat-ingat dan menghayati IsiNya Hu itu.Dan oleh karena hidupnya di dunia terlatih dan terdidik
demikian, maka, ketika merasakan mati yang hanya sekali saja ditemui, wajahnya (rasa hatinya) akan berseri-seri
karena saking bahagianya merasakan nikmatnya melihat TuhanNya. (Kandungan makna QS. AL Qiyamah 22-23).
Hingga di akheratpun akan merasakan betapa girang dan senangnya hidup kekal di sisi Tuhan Yang Berkuasa. Fii
maq’adi shidqin ‘inda Malikin Muqtadirin.Itulah sebabnya maka Allah menyebut dalam firmanNya bahwa
orang yang mati di jalanNya itu tidaklah mati. Sebab dia adalah hamba yang dapat selamat kembali kepadaNya.
Bukankah Tuhan Yang Al-Ghaib ini, Allah AsmaNya, tidak akan pernah mati. Dia adalah Zat yang Hidup Kekal. HND'N
*N-R3N(NFQN 'DQN0PJRFN BO*PDOHR' APJR 3N(PJRDP 'DDQ@@@GP #NERHN'*K' (NDR 'N-RJ"!L 9PFR/N
1N(QPGPER JO1R2NBOHRFN (169). AN1P-PJRFN (PEN' '*GOEO 'DDQ@@GO EPFR AN6RDPG
HNJN3R@*N(R4P1OHRFN (P' DQN0PJRFN DNER JNDR-NBQOH' (PGPER EPFR .NDRAPGPER 'ND'QN .NHRAL
9NDNJRGPER HND'NGOER JN-R2NFOHRFN (170) “Janganlah kamu mengira bahwa orang yang mati di jalan
Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki, mereka dalam keadaan gembira
disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang
masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula
mereka bersedih hati”. (QS. Ali Imran 169-170).Maka, Sa’i yang mengambil hikmah dari peristiwa Siti
Hajar (isteri Nabi Ibrahim) yang lari-lari hendak mencari sumber air buat puteranya (Nabi Ismail) yang masih bayi (masih
dalam keadaan fitrah), diabadikan oleh Allah masuk dalam rukun Haji, mesti ada maksudnya. Yaitu maksud bersegera
untuk mencari hingga menemukan sumber air. Air adalah lambang Ilmu. Ilmu tentang fitrah diri yang kini menjadi
“inti” manusia yang berada di dalam rasa hati, bagaimana supaya bertemu lagi dengan tempat asalnya.
Tempat asalnya adalah Diri Ilahi Yang AL-Ghaib. Karena itu sangat dekat sekali. Dan inilah yang diperintahkan oleh
Allah supaya ditanyakan kepada ahlinya. Sebab, sekiranya tidak berdasar sabda Nabi Muhammad, sesuatu yang tidak
ditanyakan kepada ahlinya, maka tunggu saja kehancurannya.Kemudian hal kedua yang terlewatkan adalah tentang
maksud dan kandungan niat minta petunjuk ilmu Syaththariyah; biasanya, dalam bahasa Arab diungkapkan
“Nawaitu an adkhula lidukhuli thariqishshalihin fardhan lillaahi Ta’ala”. Yang diterjemahkan:
“Saya berniat untuk untuk mohon petunjuk ilmunya guru yang sholeh fardu karena Allah
Ta’ala”.Diterjemahkan sebagaimana di atas karena ada maksudnya dan ada tujuannya. Maksud dan
tujuan tersebut adalah, bagaimana agar para pengamal ilmu ini akan dapat menjadi orang yang benar-benar
bermujahadah (memerangi hawa nafsunya sendiri) hingga membentuk diri menjadi orang yang sabar dan tawakkal
supaya dapat mencapai tingkat dan martabat rasa.Yaitu relanya hati untuk melaksanakan lakon dan pitukon untuk tujuan
mendekat kepadaNya (berjuang, berkorban dan berbakti dalam memenuhi taatnya kepada Guru) dengan ikhlas yang
seikhlas-ikhlasnya. Sehingga saking ikhlasnya karena Allah, dengan Allah, dijalan Allah, untuk Allah, pastilah dia
“tidak merasa” bahwa dirinya berkorban dan berbakti.Perlu diketahui bahwa yang demikian itulah
http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13
Pondok Sufi

perjalanan hidup hamba-hamba Allah yang sholeh. Perjalanan hidup hamba yang dicintai olehNya. Amin.

http://www.pondoksufi.or.id Menggunakan Joomla! Generated: 24 August, 2009, 17:13

Anda mungkin juga menyukai