Anda di halaman 1dari 16

Bantuan Aksesibilitas

Tekan alt + / untuk membuka menu ini

Facebook
Email atau
Kata Sandi
Telepon

KH DR Lukman Hakim

25 Januari 2017 ·

BACALAH SAMPAI AKHIR DENGAN CERMAT & TUNTAS

CARA MENGENAL ALLAH

Syeikh Ahmad Arifin berpendapat bahwa setiap yang ada pasti dapat dikenal dan hanya yang
tidak ada yang tidak dapat dikenal. Karena Allah adalah zat yang wajib al-wujud yaitu zat
yang wajib adanya, tentulah Allah dapat dikenal, dan kewajiban pertama bagi setiap muslim
adalah terlebih dahulu mengenal kepada yang disembahnya, barulah ia berbuat ibadah
sebagimana sabda Nabi :
ِ‫ْرفَةُ هللا‬ِ ‫أَ َو ُل ال ِّد ْي ِن َمع‬
Artinya: “Pertama sekali di dalam agama ialah mengenal Allah
Kenallah dirimu, sebagaimana sabda Nabi SAW
ُ‫َم ْن َع َرفَ نَ ْف َسهُ فَقَ ْد ع ََرفَ َربَّهُ َو َم ْن ع ََرفَ َربَّهُ فَ َس َد َج َس َده‬
Artinya: “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan
barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.
Lalu diri mana yang wajib kita kenal? Sungguhnya diri kita terbagi dua sebagaimana firman
Allah dalam surat Luqman ayat 20 :
ً‫َوأَ ْسبَ َغ عَل ْي ُك ْم نِ َع َمهُ ظَ ِه َرةً َوبَا ِطنَة‬
Artinya : Dan Allah telah menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin.
Jadi berdasarkan ayat di atas, diri kita sesungguhnya terbagi dua:
1. Diri Zahir yaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh tangan.
2. Diri batin yaitu yang tidak dapat dipandang oleh mata dan tidak dapat diraba oleh tangan,
tetapi dapat dirasakan oleh mata hati. Adapun dalil mengenai terbaginya diri manusia
Karena sedemikian pentingnya peran diri yang batin ini di dalam upaya untuk memperoleh
pengenalan kepada Allah, itulah sebabnya kenapa kita disuruh melihat ke dalam diri
(introspeksi diri) sebagimana firman Allah dalam surat az-Zariat ayat 21:
ِ ‫َوفِى اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَفَالَ تُب‬
َ‫ْصرُوْ ن‬
Artinya : Dan di dalam diri kamu apakah kamu tidak memperhatikannya.
Allah memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan ke dalam dirinya disebabkan
karena di dalam diri manusia itu Allah telah menciptakan sebuah mahligai yang mana di
dalamnya Allah telah menanamkan rahasia-Nya sebagaimana sabda Nabi di dalam Hadis
Qudsi :
ِ ‫ب فُؤَ ا ًد َوفِى ْالفُؤَا ِد َش ْغافًا َوفِى ال َّشغ‬
‫ًّا َوفِى‬st‫َاف لًَب‬ ِ ‫ص ْد ِر قَ ْلبًا َوفِى ْالقَ ْل‬ َّ ‫ص ْد ًر َوفِى ال‬ َ ‫ف اِ ْب ِن آ َد َم قَصْ رًا َوفِى ْالقَصْ ِر‬ ُ ‫بَنَي‬
ِ ْ‫ْت فِى َجو‬
)‫ًًّرا َوفِى ال ِّس ِّر أَنَا (الحديث القدسى‬st ‫لَبِّ ِس‬
Artinya: “Aku jadikan dalam rongga anak Adam itu mahligai dan dalam mahligai itu ada
dada dan dalam dada itu ada hati (qalbu) namanya dan dalam hati (qalbu) ada mata hati
(fuad) dan dalam mata hati (fuad) itu ada penutup mata hati (saghaf) dan dibalik penutup
mata hati (saghaf) itu ada nur/cahaya (labban), dan di dalam nur/cahaya (labban) ada rahasia
(sirr) dan di dalam rahasia (sirr) itulah Aku kata Allah”. (Hadis Qudsi)
Bagaimanakah maksud hadis ini? Tanyalah kepada ahlinya, yaitu ahli zikir, sebagaimana
firman Allah dalam surat an-Nahal ayat 43 :
َ‫فَا َسئَلُوْ ا أَ ْه َل ال ِّذ ْك ِر اِ ْن ُك ْنتُ ْم الَتَ ْعلَ ُموْ ن‬
Artinya: “Tanyalah kepada ahli zikrullah (Ahlus Shufi) kalau kamu benar-benar tidak tahu.”
Karena Allah itu ghaib, maka perkara ini termasuk perkara yang dilarang untuk
menyampaikannya dan haram pula dipaparkan kepada yang bukan ahlinya (orang awam),
seabagimana dikatakan para sufi:
‫ار ٌم فَالَ تَ ْهتَ ُكوْ هَا‬ ِ ‫َوهَّلِل ِ َم َح‬
Artinya: “Bagi Allah itu ada beberapa rahasia yang diharamkan membukakannya kepada
yang bukan ahlinyah”.
Nabi juga ada bersabda :
‫ت َش ْيئًا ِم ْنهُ قَطَ َع هَ َذ ْال ُعلُوْ َم يَ ِش ْي ُر اِلَى َح ْلقِ ِه‬ ُ ‫َوعَائِ ْي ِن ِمنَ ْال ِع ْل ِم اَ َّما اَ َح ُد هُ َما فَبَ َش ْتتُهُ لَ ُك ْم َواَ َّم ْااألَ ِخ ُر فَلَوْ بَثَ ْت‬
Artinya: “Telah memberikan kepadaku oleh Rasulullah SAW dua cangkir yang berisikan
ilmu pengetahuan, satu daripadanya akan saya tebarkan kepada kamu. Akan tetapi yang
lainnya bila saya tebarkan akan terputuslah sekalian ilmu pengetahuan dengan memberikan
isyarat kepada lehernya.
‫ث بِ ِه َغي ِْر اَ ْهلِ ِه‬ ْ ‫ضا َعتُهُ اَ ْن ت ََح َّد‬ َ ِ‫ات ْال ِع ْل ِم النِّ ْسيَانُ َوا‬
ُ َ‫اَف‬
Artinya : “Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan lupa, dan menyebabkan hilangnya
ialah bila anda ajarkan kepada yang bukan ahlinya.”
Adapun tentang Ilmu Fiqih atau Syariat Nabi bersabda:
ً‫بَلِّ ُغوْ ا َعنِّى َولَوْ اَيَة‬
Artinya: “Sampaikanlah oleh kamu walau satu ayat saja”.
Adapun Ilmu Fiqih tidak boleh disembunyikan, sebagaimana sabda Nabi SAW:
‫ار‬ِ َّ‫َم ْن َكتَ َم ِع ْل ًما لِ َج ِّم ِه هللاِ بِلِ َج ٍام ِمنَ الن‬
Artinya: “Barangsiapa yang telah menyembunyikan suatu ilmu pengetahuan (ilmu syariat)
akan dikekang oleh Allah ia kelak dengan api neraka”.
Adapun ilmu hakikat atau ilmu batin memang tidak boleh disiar-siarkan kecuali kepada orang
yang menginginkannya. Memberikan dan mengajarkan ilmu hakikat kepada yang bukan
ahlinya ditakuti jadi fitnah disebabkan pemikiran otak sebahagian manusia ini tidak sampai
mendalami ke lubuk dasarnya yaitu ilmu Allah Ta’ala. Ibarat kayu di hutan tidak sama
tingginya, air di laut tidak sama dalamnya, dan tanah di bumi tidak sama ratanya, demikian
halnya dengan manusia. Maka ahli Zikir (ahlus Shufi) inilah yang mendekati maqam wali-
wali Allah yang berada di bawah martabat para nabi dan rasul. Inilah makna tujuan Allah
memerintahkan supaya bertanya kepada ahli Zikir, karena ahli Zikir adalah orang-orang yang
senantiasa hati dan pikirannya selalu ingat kepada Allah serta senantiasa mendapat
bimbingan ilham dari Allah SWT.
Oleh karena itu, agar kita dapat mengenal Allah, maka kita harus mempunyai pembimbing
rohani atau mursyid. Tentang hal ini Abu Ali ats-Tsaqafi bertaka, “seandainya seseorang
mempelajari semua jenis ilmu dan berguru kepada banyak ulama, maka dia tidak sampai ke
tingkat para sufi kecuali dengan melakukan latihan-latihan spiritual bersama seorang syeikh
yang memiliki akhlak luhur dan dapat memberinya nasehat-nasehat. Dan barang siapa yang
tidak mengambil akhlaknya dari seorang syeikh yang melarangnya, serta memperlihatkan
cacat-cacat dalam amalnya dan penyakit-penyakit dalam jiwanya, maka dia tidak boleh
diikuti dalam memperbaiki muamalah”.
Namun tidaklah ilmu pengenalah kepada Allah ini diperoleh dengan mudah begitu saja
seperti mempelajari ilmu syari’at, karena ada satu syarat yang paling utama yang harus
dilakukan terlebih dahulu yaitu mengambil ilmu ini dengan dibai’at oleh seorang mursyid
yang kamil mukamil yang masuk dalam rantai silsilah para syeikh tarekat sufi yang
bersambung-sambung sampai kepada Rasulullah SAW. Oleh karena itu jalan satu-satunya
bagi kita untuk dapat mengenal Allah adalah dengan mempelajari ilmu tarekat di bawah
bimbingan seorang mursyid.

Tanya : Mengapa hati memegang peran penting di dalam mengenal Allah?


Jawab : Bila kita sebut nama hati, maka hati yang dimaksud di sini bukanlah hati yang merah
tua seperti hati ayam yang ada di sebelah kiri yang dekat jantung kita itu. Tetapi hati ini
adalah alam ghaib yang tak dapat dilihat oleh mata dan alat panca indra karena ia termasuk
alam ghaib (bersifat rohani). Tiap-tiap diri manusia memiliki hati sanubari, baik manusia
awam maupun manusia wali, begituja para nabi dan rasul. Pada hati sanubari ini terdapat
sifat-sifat jahat (penyakit hati), seperti : hasad, dengki, loba, tamak, rakus, pemarah, bengis,
takbur, ria, ujub, sombong, dan lain-lain. Tetapi bilamana ia bersungguh-sungguh di dalam
tarekatnya di bawah bimbingan mursyidnya, maka lambat laun hati yang kotor dan
berpenyakit tadi akan bertukar bentuknya dari rupa yang hitam gelap pekat menjadi bersih
putih dengan mengikuti kegiatan suluk atau khalwat secara kontinyu. Manakala hati yang
hitam tadi telah berubah menjadi putih bersih, barulah ia memberikan sinar. Hati yang putih
bersih bersinar itulah yang dinamakan hati Rohani (Qalbu) atau disebut juga dengan diri yang
batin.
Seumpama kita bercermin di depan kaca, maka kita tidak akan dapat melihat apa yang ada
dibalik cermin selain muka kita, karena terhalang oleh cat merah yang melekat disebaliknya.
Tetapi bila cat merah itu kita kikis habis, maka akan tampaklah di sebaliknya bermacam-
macam dan berlapis-lapis cermin hingga sampai menembus ke alam Nur, alam Jabarut, alam
Lahut, hingga alam Hadrat Hak Allah Ta’ala.
Itulah sebabnya bila kita hanya baru sebatas mengenal hati sanubari saja, maka yang kita lihat
hanya diri kita saja, sebab ditahan oleh cat merah tadi, yaitu sifat-sifat jahat seperti: takabbur,
ria, ujub, dengki, hasad, pemarah, loba, tamak, rakus, cinta dunia, dan berbagai penyakit hati
lainnya. Tetapi bila mana cat merah itu telah terkikis habis, barulah ia akan menyaksikan
alam yang lebih tinggi dan mengetahuilah ia segala rahasia termasuk dirinya dan hakikatnya
dan juga alam seluruhnya dan akhirnya mengenallah ia akan Tuhannya. Itulah sebabnya para
wali-wali Allah itu lahir dari para sufi yaitu orang-orang yang telah berhasil membersihkan
hatinya dengan bantuan mursyidnya pada zahir sedang pada hakikatnya dengan qudrat dan
iradat Allah Ta’ala. Di sinilah terletak wajibnya mengenal diri untuk jalan mengenal Allah.

ILMU HATI (ILMU TAREKAT)

Hati memegang peranan penting bagi manusia. Baik dan buruknya seseorang ditentukan oleh
hati sebagaimana Hadis Nabi:
... ُ‫آآلو ِه َي ْالقَ ْلب‬
َ ُ‫َت فَ َس َد ْال َج َس ُد ُكلُّه‬
ْ ‫صلَ َح ْال َج َس ُد ُكلُّهُ َواِ َذافَ َسد‬ َ ‫اَالَ َواِ َّن فِى ْال َج َس ِد ُم ْد َغةً اِ َذا‬
ْ ‫صلُ َح‬
َ ‫ت‬
“Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal darah, bila ia telah baik maka baiklah
sekalian badan.Dan bila ia rusak, maka rusaklah sekalian badan. Dan bila ia rusak maka
binasalah sekalian badan, itulah yang dikatakan hati”.

Demikianlah pentingnya peranan hati bagi manusia, oleh sebab itu manusia wajib menjaga
kesucian hatinya. Adapun yang menjadi penyebab kotornya hati manusia itu adalah
disebabkan berbagai penyakit yang terdapat padanya sebagaimana dijelaskan oleh firman
Allah:
ٌ‫فِى قُلُوْ بِ ِه ْم َم َرض‬
“Di dalam hati mereka ada penyakit”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)

Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin terdapat 6666 ayat Al-Qur’an dan 6666 urat di dalam
tubuh manusia, demikian halnya dengan hati manusia, ada 6666 penyakit di dalam hati
manusia. Dari sekian banyak penyakit yang ada di dalam hati manusia, ada beberapa penyakit
hati yang paling berbahaya, di antaranya: hawa nafsu, cinta dunia, loba, tamak, rakus,
pemarah, pengiri, dendam, hasad, munafiq, ria, ujub, takabbur. Jadi bila tidak diobati, maka
sambungan ayat mengatakan:
‫فَزَ ا َدهُ ُم هللاُ َم َرضًا‬
“Lalu ditambah Allah penyakitnya”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)
Demikianlah bahayanya apabila manusia itu tidak segera membersihkan hatinya, maka Allah
akan terus menambah penyakitnya. Oleh sebab itu kewajiban pertama bagi manusia adalah
terlebih dahulu ia harus mensucikan hatinya sebagaimana firman Allah:
َ َ‫قَ ْد أَ ْفلَ َح َم ْن تَ َز َّكى َو َذ َك َر ا ْس َم َربِّ ِه ف‬
‫ص َّل‬
“Beruntunglah orang yang mensucikan hatinya dan mengingat Tuhan-Nya, maka
didirikannya sembanhyang”. (Q.S. 87 Al-A’la: 14-15)
Dari penjelasan surah Al-A’la di ayat 14 dan 15 di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada
tiga kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepada manusia:
1. Kewajiban Mensucikan Hati
Di dalam surah Al-A’la ayat 14 Allah menyatakan bahwa orang-orang yang telah mensucikan
hatinya sesungguhnya telah memperoleh keberuntungan. Lalu dibenak kita timbul beberapa
pertanyaan:
- Apa yang dimaksud dengan hati yang bersih?
- Bagaimana cara membersihkan hati?
- Mengapa orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung?
- Apa keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya?
Pertama, apa yang dimaksud dengan hati yang bersih? Menurut Syekh Muda ahmad Arifin
yang dimaksud dengan hati yang bersih yaitu tidak ada di dalam hati itu selain Allah. Artinya
seseorang yang disebut hatinya bersih adalah orang yang senantiasa selalu mengingat Allah.
Itulah sebabnya para sufi berkata:
ُ ‫ْن بَي‬sَ ‫قَ ْلبُ ْال ُم ْؤ ِمنِي‬
ُ‫ْت هللا‬
“Hati orang mukmin itu adalah rumah Allah”.
Kedua, bagaimana cara membersihkan hati? Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin satu-
satunya cara membersihkan hati yaitu dengan mempelajari ilmu hati. Ilmu hati ini lazim
disebut dengan beberapa nama di antaranya: ilmu batin, ilmu hakikat, ilmu tarekat.
Menurutnya tujuan mempelajari ilmu hati adalah untuk mengenal Allah, sebab hati
merupakan sarana yang telah ditetapkan oleh Allah untuk dapat menyaksikan-Nya
sebagaimana firman Allah:
‫ب ْالفُؤَ ا ُد َما َرآى‬ َ ‫َما َك َذ‬
“Tidak dusta apa yang telah dilihat oleh mata hati”. (Q.S. An-Najm: 11)
Jadi hanya dengan mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Apabila kita
telah dapat mengenal Allah, barulah kita dapat mengingat-Nya. Dan mengingat Allah
merupakan satu-satunya cara untuk membersihkan hati sebagaimana Hadis Nabi:
ُ‫صقَلَةُ ْالقَ ْلبُ ِذ ْك ُرهللا‬
َ ‫صقَلَةٌ َو‬ َ ‫لِ ُك ِّل َش ْي ٍء‬
“Segala sesuatu ada alat pembersihnya dan alat pembersih hati yaitu mengingat Allah”.
Ketiga, mengapa orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung? Menurut
Syekh Ahmad Arifin penyebab Allah menyebut orang-orang yang telah mensucikan hatinya
sebagai orang-orang yang beruntung adalah disebabkan karena sesungguhnya hanya orang-
orang yang telah mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah. Menurut al-Ghazali hati
manusia berfungsi sebagai cermin yang hanya bisa menangkap cahaya ghaib (Allah) apabila
tida tertutup oleh kotoran-kotoran keduniaan. Sesungguhnya hanya orang-orang yang telah
mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah dan merekalah yang disebut sebagai
orang-orang yang beruntung.
Keempat, apa keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya?
Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah
mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Tuhannya. Itulah sebabnya Allah berfirman:
‫َاب َم ْن َد َّسهَا‬َ ‫قَ ْد أَ ْفلَ َح َم ْن َز َّكهَا َوقَ ْد خ‬
“Beruntunglah orang yang telah mensucikan hatinya dan merugilah orang yang telah
mengotorinya”. (Q.S. 91 As-Syamsi: 9-10)
Itulah sebabnya pada ayat di atas Allah memuji orang-orang yang telah mensucikan hatinya,
sebab hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinya yang dapat mengenal Allah. Adapun
orang-orang yang mengotorinya adalah orang-orang yang merugi, karena sesungguhnya
orang-orang yang hatinya kotor tidak akan pernah dapat mengenal Tuhannya.
2. Kewajiban Mengingat Allah
Kewajiban yang kedua adalah mengingat Allah, sebab mustahil kita dapat mengingat Allah
kalau kita belum mengenal-Nya dan mustahil kita dapat mengenal-Nya kalau kita belum
pernah berjumpa. Dan mustahil kita dapat berjumpa dengan Allah tanpa terlebih dahulu
menyertakan diri dan belajar kepada orang yang telah dapat beserta Allah. Itulah sebabnya
Nabi memerinthakan kepada kita agar menyertakan diri kepada orang yang telah serta Allah
sebagaimana sabda Nabi:
ِ‫صلُكَ اِلَى هللا‬ ِ ْ‫ُك ْن َم َع هللاُ َواِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن َم َع هللاِ فَ ُك ْن َم َع َم ْن َكانَ َم َع هللاِ فَإِنَّهُ يُو‬
“Sertakanlah kepada Allah, apabila kamu tidak dapat beserta Allah maka sertakanlah dirimu
kepada orang yang telah serta Allah, maka ia akan mengenalkan kamu kepada Allah”.
Berdasarkan Hadis di atas, maka kewajiban pertama bagi manusia adalah mencari guru
(wasilah) agar ia dapat memperoleh pengenalan kepada Tuhannya. Setelah manusia itu dapat
mengenal Allah maka kewajiban kedua baginya adalah mengingat Tuhan-Nya.
3. Kewajiban Mengerjakan Shalat
Shalat merupakan tiang agama yang dilaksanakan apabila kita telah melaksanakan kewajiban
pertama dan kedua, sebab tujuan shalat adalah untuk mengingat-Nya sebagaimana firman
Allah:
‫صلَوةَ لَ ِذ ْك ِرى‬ َّ ‫اِنَّنِى أَنَاهللاُ الَإِلَهَ اِالَّ أَنَا فَا ْعبُ ْدنِى َوأَقِ ِم ال‬
“Sesungguhnya Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. 20 Thaha: 14)
Firman Allah di atas senada dengan firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14 dan 15 yang
telah diuraikan sebelumnya. Untuk mengetahui secara jelas persamaan makna yang terdapat
pada kedua ayat tersebut penulis akan menguraikan kalimat perkalimat pada surat Thaha ayat
14 serta membandingkannya dengan surat Al-A’la ayat 14.
Pertama, pada bagian awal surat Thaha ayat 14 Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku ini
Allah”. Bila kita menganalisis firman Allah tersebut maka dapatlah kita ketahui bahwa
sesungguhnya Allah itu ingin dikenal. Firman Allah pada surat Thaha tersebut senada dengan
firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14: “Beruntunglah orang-orang yang mensucikan
hatinya”. Makna beruntung pada ayat ini adalah bahwa keuntungan yang diperoleh oleh
orang-orang yang mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Allah. Bahkan bila kita analisis
lebih jauh selain memiliki persamaan makna, kedua ayat tersebut juga memiliki kaitan di
mana ayat yang satu berfungsi sebagai penjelas bagi yang lain. Pada surah Thaha Allah
berfirman: “Sesungguhnya Aku ini Allah”. Ayat tersebut mengintruksikan kepada manusia
kewajiban untuk mengenal Allah. Pada surah al-A’la ayat 14 Allah berfirman: “Beruntunglah
orang-orang yang mensucikan hatinya”. Pada ayat ini Allah memuji orang-orang yang
mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang yang mensucikan hatinyalah yang dapat
mengenal Allah dan merekalah yang dinyatakan Allah sebagai orang-orang yang beruntung.
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa firman Allah pada surat Thaha ayat 14
keduanya mengindikasikan bahwa kewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih dahulu
mensucikan hatinya agar ia dapat mengenal Tuhannya.
Kedua, pada bagian tengah surat Thaha Allah berfirman: “Tiada Tuhan selain Aku”. Bila kita
analisis firman Allah di atas, maka dapat kita ketahui bahwa maksud yang terkandung di
dalamnya adalah perintah untuk mengingat-Nya, sebab kalimat “Tiada Tuhan selain Allah”,
bermakna tidak ada yang boleh diingat selain Allah. Firman Allah pada surat al-A’la ayat 15:
“Dan mengingat Tuhannya”. Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa kewajiban
yang kedua bagi manusia adalah mengingat Tuhannya.
Ketiga, pada bagian akhir surat Thaha Allah berfirman: “Sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku”. Bila kita analisis pada ayat di atas bahwa printah sembah
datang setelah terlebih dahulu Allah memerintahkan untuk mengenal dan mengingatnya.
Perintah sembah tersebut diwujudkan dengan mendirikan shalat yang tujuannya adalah untuk
mengingat-Nya. Firman Allah tersebut senada dengan firman Allah pada surat al-A’la ayat
15: “Maka dirikanlah shlalat”. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kedua ayat tersebut
sama-sama mengindikasikan bahwa shalat merupakan kewajiban ketiga.
Dari penjelasan di atas dapatlah kita ketahui mengapa para sufi menaruh perhatian besar
terhadap hati (qalb) dan menempatkan shalat sebagai kewajiban ketiga. Karena sesungguhnya
perintah shalat itu diterima setelah terlebih dahulu Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad
sebelum ia menghadap Allah. Sebab Allah itu tidak dapat dilihat oleh mata kepala Nabi
Muhammad tetapi hanya dapat dilihat oleh mata hati Nabi Muhammad. Oleh sebab itu
sebelum Nabi Muhammad berjumpa dengan Allah, terlebih dahulu Jibril mensucikan hatinya,
agar nur yang ada di dalam mata hatinya itu dapat memancar, sebab dengan nur itulah Nabi
Muhammad dapat menyaksikan Allah. Itulah sebabnya di dalam surah al-Isra’ ayat 1 Allah
menggunakan kalimat Maha Suci, sebab Allah itu Maha Suci dan hanya dapat dilihat oleh
hamba-hamba-Nya apabila mereka telah mensucikan hati mereka.
Adapun makna Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad menurut Syekh Muda Ahmad Arifin
pada hakikatnya adalah sesungguhnya Malaikat Jibril menyampaikan pengenalan kepada
Allah dalam istilah ilmu tarekat lazim disebut dengan bai’at. Praktik bai’at yang diterima oleh
Nabi dari gurunya Malaikat Jibril diteruskan kepada Ali ibn Abi Thalib dan praktik seperti ini
terus berlanjut dari guru ke murid dalam rangkaian silsilah hingga saat ini. Praktik bai’at
yang diterapkan di kalangan ahli tarekat sesungguhnya mengacu pada pola yang dilaksanakan
oleh Nabi. Jadi berdasarkan tradisi bai’at inilah muncul istilah bahwa “Barangsiapa yang
tidak mempunyai syekh maka gurunya adalah setan” sebab Nabi sendiri tidak dapat mengenal
Allah tanpa berguru kepada Malaikat Jibril, apalagi kita sebagai manusia biasa yang hina dan
dhaif yang tidak mempunyai kedudukan apa-apa di sisi Allah maka mustahil dapat mengenal
Allah tanpa guru. Oleh sebab itu Nabi bersabda:
‫اَ ْل ِع ْل ُم ِع ْل َما ِن فَ ِع ْل ُم بَ ِط ِن فِى قَ ْلبِى فَ َذالِكَ ه َُو نَفِ ِعى‬
“ilmu itu ada dua macam, adapun ilmu batin yang di dalam hati itu jauh lebih bermanfaat”.
Dari penjelasan Hadis di atas dapatlah kita ketahui bahwa tidak hanya para sufi yang
menaruh perhatian besar terhadap hati, bahkan Nabi sendiri lewat Hadisnya secara tegas
menyatakan keutamaan ilmu hatilah manusia dapat mengenal Allah.
Menurut Syekh Ahmad Arifin kekeliruan umat Islam saat ini adalah tidak mau mempelajari
ilmu hati dan lebih mengutamakan ilmu syari’at. Oleh sebab itu menurutnya mayoritas umat
Islam saat ini tidak mengenal yang mereka sembah dan sesungguhnya mereka berada dalam
kesesatan yang nyata sebagaimana firman Allah:
َ ‫فَ َو ْي ٌل لِ ْلقَ ِسيَ ِة قُلُوْ بُهُ ْم ِم ْن ِذ ْك ِرهللاِ أُلَئِكَ فِى‬
‫ضلَ ٍل ُّمبِي ٍْن‬
“Maka celakalah bagi orang yang hatinya tidak dapat mengingat Allah, mereka itu dalam
kesesatan yang nyata”. (Q.S. 39 az-Zumar: 22)
Demikianlah celaan Allah terhadap orang-orang yang tidak dapat mengingat-Nya, yang
kesemuanya itu disebabkan karena mereka tidak mempelajari soal hati. Namun kebanyakan
umat Islam saat ini tidak tahu kalau mereka itu tidak tahu. Mereka menganggap bahwa amal
ibadah mereka dapat diterima oleh Allah SWT, karena merasa bahwa tauhid mereka telah
sempurna, padahal sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya
orang-orang yang bertauhid si sisi Allah adalah orang-orang yang telah mempelajari ilmu
hati. Sebab hanya dengan mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Jadi
sesungguhnya orang-orang yang tidak mempelajari ilmu hati adalah orang-orang yang
bertauhid di sisi manusia tetapi sesungguhnya kafir di sisi Allah, sebab tauhid mereka hanya
di lidah, namun hatinya tidak pernah menyaksikan Allah. Mereka menganggap bahwa dengan
mengucap dua kalimah syahadat dan percaya dalam hati berarti telah Islam dan beriman di
sisi Allah. Padahal keislaman dan keimanan mereka itu barulah sebatas percaya kepada
Allah. Oleh sebab itu orang-orang yang mengabaikan atau tidak mempelajari ilmu hati (ilmu
tarekat) sesungguhnya adalah orang-orang yang mengabaikan tauhid.
Dari uraian di atas dapatlah kita ketahui betapa pentingnya mempelajari ilmu hati (ilmu
tarekat). Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu tauhid yang sesungguhnya adalah dengan
mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat).

TUNTUNAN BERZIKIR

Dzikir Syariat :
“La Ilaha Illallah” diucapkan berulang2 dgn lisan sampai masuk kedalam hati sehingga
lisan/mulut tak berucap lagi, rahasia dzikir ini terdiri dari 12 huruf yg sama maknanya dengan
Waktu 12 jam, dzikir ini selalu dikumandangkan oleh para malaikat bumi (Malaikatul Ahyar)
ketika ALLAH SWT menciptakan setiap makhlukNYA di muka bumi.

Dzikir Tarekat :
“ALLAH”ALLAH”ALLAH” diucapkan berulang2 di dalam hati saja dengan pengosongan
pikiran fana (hampa) lalu fokus pada nama tadi sehingga nama ALLAH tadi membuat &
menciptakan alam bayangan hidup didepan mata anda sendiri, jangan kaget & takut oleh
fenomena tersebut karena para jin syetan selalu mengintai anda tetapi berlindunglah Kepada
ALLAH SWT yang Maha Menjaga Orang Beriman dgn ayat & doa : audzu billahi minas
syathanir rajim…………… La ilaha illallah anta subhanaka inni kuntu minaz
zhalimin……….lalu lafazkan… ALLAHU SALAMUN HAFIZHUN WALIYYUN WA
MUHAIMIN ( Allah Yang Maha sejahtera, Maha Memelihara, Maha Melindungi lagi Maha
Menjaga Hambanya yg beriman).

Dzikir Hakikat : “HU”HU”HU (DIA ALLAH) diucapkan dalam hati saja dengan keadaan
fana (hampa) melalui perantaraan tarikan Nafas ke dalam sampai ke perut, usahakan perut
tetap keras biarpun nafas telah keluar, dalam bahasa ilmu tenaga dalam ini adalah metode
pemusatan power lahiriah dari perut, dalam istilah cina yin & yang ini adalah
penyembuhan/pengobatan pada diri secara bathiniah dan kesemuanya itu benar adanya
karena pusat perut adalah sumber daya energi kekuatan manusia secara lahiriah & bathiniah
serta secara hakikat dzikir”HU” sebenarnaya tempatnya pada pusat perut dengan perantaraan
cahaya nafas yg sangat berharga pada manusia.

Dzikir Ma’rifat :
” HU”AH”-”HU”AH”-HU”AH” atau HU-WAH” (Dia ALLAH Bersamaku”) sebenarnya
bunyi dzikir ini sudah perpaduan antara hakikat & ma’rifat, dzikir tersebut dilantunkan dalam
hati saja dengan gerakan nafas “HU” masuk kedalam “AH” keluar nafas, pada para sufi (wali
Allah) ini adalah dzikir kenikmatan, kecintaan ( Mahabbatullah) yang sangat luas faedah
hidayahnya & karomahnya sehinngga dapat menyingkap tabir rahasia2 Allah Swt pada
gerakan kehidupan ini.

KENALI JASAD, JIWA, RUH DAN HATI ANDA

Pada umumnya orang hanya mengetahui manusia itu hanya terdiri dari jasad dan ruh. Mereka
tidak memahami sesungguhnya manusia terdiri dari tiga unsur , iaitu:
Jasad, Jiwa dan Ruh.
Ini dapat dibuktikan dalam firman Allah Taala surah Shaad (38:71-73) yang bermaksud:
Ingatlah ketika Tuhan MU berfirman kepada malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan
manusia dari tanah. Maka apabila telah Ku sempurnakan kejadiannya, maka Ku tiupkan
kepadanya Ruh Ku. Maka hendaklah kamu tunduk bersujud kepadanya. Lalu seluruh
malaikat itu bersujud semuannya.
Pada ayat yang lain pula, Allah menjelaskan tentang penciptaan jiwa (nafs). Surah Asy
Syams (91:7-10) . Firmanya yang bermaksud:
Dan demi nafs (jiwa) serta penyempurnaannya, maka Allah ilhamkan kepada nafs itu jalan
ketaqwaaan dan kefasikannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikannya dan
sesungguhnnya rugilah orang yang mengotorinya.
Selain itu, Allah juga berfirman dalam Al Quran tentang proses kejadian jasad (jisim). Surah
Al Mukminun (23:12-14):
Dan sesungguhnya Kami telah menciptkan manusia dari saripati dari tanah, Kemudian
jadilahlah saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-tulang, lalu tulang-tulang ini Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk berbentuk lain, maka maha
suci Allah. Pencipta yang paling baik.
Jasad
Jasad atau jisim adalah angggota tubuh manusia terdiri dari mata, mulut, telinga, tangan, kaki
dan lain-lain. Ia dijadikan dari tanah liat yang termasuk dalam derejat paling rendah.
Keadaannya dan sifatnya dapat mecium, meraba, melihat. Dari jasad ini timbullah
kecenderungan dan keinginan yang disebut Syahwat. Ini dijelaskan dalam Al Quran Surat Ali
Imran, yang bermaksud:
Dijadikan indah pada pandangan manusia , merasa kecintaan apa-apa yang dingininya
(syahwat) iaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang bertimbun dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatan ternakan dan sawah ladang, Itulah kesenangan hidup di dunia, dan
di sisi Allah tempat sebaik-baik kembali.
Jiwa (Nafs)
Kebanyakan orang mengaitkannya dengan diri manusia atau jiwa. Padahal ianya berkaitan
dengan derejat atau kedudukan manusia yang paling rendah dan yang paling tinggi. Jiwa ini
memiliki dua jalan iaitu:
Menuju hawa nafsu (nafs sebagai hawa nafsu)
Menuju hakikat manusia (nafs sebagai diri manusia)
Hawa nafsu. Hawa nafsu lebih cenderung kepada sifat-sifat tercela, yang menyesatkan dan
menjauhkan dari Allah. Sebagaimana Allah Taala berfirman surah (Shaad :26) yang
bermaksud:
..... dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah
Kaitan hati dan hawa nafsu.
Hati memainkan peranan yang sangat penting dalam diri manusia ia menjadi sasaran utama
kepada Syaitan. Syaitan sedaya upaya menutupi hati manusia dari menerima Nur llahi.
Sebagaimana sabda Rasulullah yang bermaksud:
Jikalau tidak kerana syaitan-syaitan itu menutupi hati anak Adam, pasti mereka boleh milihat
kerajaan langit Allah
Cara syaitan menutupi hati manusia itu dengan cara –cara tertentu iaitu dengan
menghidupkan hawa nafsu tercela dan yang membawa ke arah maksiat. Semuanya sudah
tersedia berada adalam diri manusia, ianya dikenali dengan nafsu ammarah bissu, nafsu
sawiyah dan nafsu lawammah..
Para ahli tasawwuf mengatakan bahawa syaitan (anak iblis) memasuki hati manusia melalui
sembilan lubang anggota manusia iaitu dua lubang mata, dua lubang hidung, kedua lubang
kemaluan dan lubang mulut. Buta manusia bukan buta biji matanya tetapi buta hatinya
sebagaimana bukti yang dijelaskan dalam Firman Allah dalam surah (Al Hajj :46)
bermaksud:
Kerana sesungguhnya bukan mata yang buta, tetapi yang buta ialah hati di dalam dada.
Mereka juga mengatakan yang membutakan hati ialah kejahilan atau tidak memahami
tentang hakikat perintah Allah SWT. Kejahilan yang tidak segera diubati akan menjadi
semakin bertimbun. Allah SWT berfirman dalam surah (Al Baqarah:2-9) yang bermaksud:
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka yang menipu
diri sendiri, sedangkan mereka tidak menyedarinya.
Demikian bahayanya penyakit hati yang dihembuskan syaitan melalui hawa nafsu manusia.
Sehingga Rasulullah pernah berpesan setelah kembali dari perang Badar. Beliau bersabda :
Musuhmu yangterbesar adalah nafsymu yang berada di antara kedua lambungmu (Riwayat
Al-Baihaki)
Jihad yang paling utama adalah jihad seseorang untuk dirinya dan hawa nafsunya.(Riwayat
Abnu An-Najari)
Diri Manusia
Nafs atau jiwa sebagai diri manusia adalah suatu yang paling berharga kerana ia berkaitan
dengan nilai hidup manusia dan nafs yang diberi rahmat dan redha oleh Allah. Sebagaimana
firmannya dalam surah (Al-Fajr : 27-30 ) yang bermaksud:
Hai jiwa yang tenang (Nafsu Mutmainnah), kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
tenang lagi diredhaiNya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu, masuklah ke
dalam syurgaKu.
Dan lagi dalam surah (Yusuf: 53) yang bermaksud:
Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, kerana sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh ke arah kejahatan, kecuali nafsu yang beri rahmat oleh Tuhanku.
Berkaitan dengan sabda Rasulullah yang berbunyi:
Barang siapa yang mengenal dirinya , maka ia mengenal Tuhannya.
Hadis ini menyatakan syarat untuk mengenal Allah adalah mengenal diri. Diri atau nafs di
sini adalah nafs mutmainnah iaitu nafsu yang tidak terpengaruh oleh goncangan hawa nafsu
dan syahwat.
Setiap manusia mempunyai nafs yang berbeza. Ada nafs yang menuju jalan cahaya ada nafs
yang menuju jalan kegelapan.
Bagi nafs yang menuju kegelapan atau nafs tercela yang tidak sempurna ketenangannya
terutama ketika lupa kepada Allah disebut nafsu lawammah. Firman Allah Taala dalam surah
(Al Qiyammah:2) yang bermaksud:
Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat tercela (nafsu lawammah)
Nafsu ini hanya dapat dikenali dan disaksikan dengan kemampuan tertentu manusia iaitu
dengan pancaran batin. Sebagaimana firman Allah dalam surah (Al-Araaf:26) yang
bermaksud:
Pakaian taqwa yang menjaga mu dari kejahatan itu adalah yang paling baik.
Ruh
Ruh mempunyai dua arah pengertian iaitu :
a. Sebagai nyawa
b. Sebagai suatu yang halus dari menusia (pemberi cahaya kepada jiwa)
Ruh sebagai nyawa kepada jasad atau tubuh . Ia ibarat sebuah lampu yang menerangi ruang.
Ruh adalah lampu, ruang adalah sebagai tubuh. Jika lampu menyala maka ruangan menajdi
terang. Jadi tubuh kita ini boleh hidup kerana ada ruh (nyawa)
Manakala dalam pengertian yang kedua, Ruh sebagai sesuatu yang merasa, mengerti dan
mengetahui. Hal ini sangat berhubung dengan hati yang halus atau hati ruhaniyyah yang
disebut sebagai Latifah Rabaniyyah (hati erti kedua)
Dalam Al-Quran kata ruh disebut dengan sebutan Ruhul Amin, Ruhul Awwal dan Ruhul
Qudsiyah.
Ruhul Amin yang bermaksud adalah malaikat Jibrail. Firman Allah dalam surah (Asy-Syu’
araa:192-193) yang bermaksud:
Dan sesungguhnya Al- Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, Dia
dibawa oleh Ar Ruh Al –Amin (Jibrail)
Ruhul Awwal yang bermaksud nyawa atau sukma bagi tubuh manusia. Sebagaimana firman
Allah dalam surah (As-Sajdah:9) yang bermaksud:
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan kedalam tubuhnya ruh Nya dan dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati , tetapi kamu sedikit sekali
bersyukur
Ruh Qudsiyah yang bermaksud ruh yang datang dari Allah (bukan Jibrail), tetapi yang menjdi
penunjuk dan pengkhabar gembira bagi orang-orang beriman. Ini adalah ruh yang disucikan
dihadirat Allah. Ia bercahaya apabila nafsu mutmainnah telah sempurna.
Hati
Hati merupakan raja bagi seluruh diri manusia dan tubuh. Perilaku dan perangai seseorang
merupakan cerminan hatinya. Dari hati inilah pintu dan jalan yang dapat menghubungkan
manusia dengan Allah. Dengan demikian untuk mengenal diri harus dimulai dengan
mengenal hati sendiri.
Hati mempunyai dua pengertian:
Hati jasmani iaitu sepotong daging yang terl;etak di dada sebelsah kiri, hati jenis ini haiwan
pun memilinya.
Hati Ruhaniyyah iaitu sesuatu yang halus. Hati yang merasa, mengerti, mengetahui, dierpinta
dituntut. Dinalai juga dengan Latifah Rabaniyyah.
Hati Ruhaniyyah inilah merupakan tempat iman dan tempat mengenal diri . Sebagaimana
firma Allah dalam surah (Ar-Ra’d:28) yang bermaksud:
Iaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tanang dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenang.
Hadis qudsi yang bermaksud:
Tidak akan cukup menaggung untuk Ku bumi dan langitKU tetapi cukup bagiKu hanyalah
hati (qalb) hambaKu yang nukamin (Riwayat Ad Darimi)
Nafsu Mutmainnah
Bila hati manusia jauh dari goncangan yang disebabkan bisikan syaitan, hawa nafsu dan
syahwat , maka ia disebut nafs Mutmainnah, Apabila ia tunduk dan redha kepada Allah
sepenuhnya, maka ia disebut nafs mardhiyyah (nafs yang redha)
Namun jika manusia membiarkan hatinya berada dalam pengaruh hawa nafsu dan syahwat,
maka ia akan menjadi orang yang tersesat, lama kelamaan tergelicir dan dimurkai Allah,
Sebagaimana Firman Allah dalam surah (Jaastsiyah:23) yang bermaksud:
Maka pernahkan kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu Nya dan Allah telah mengunci mata pendengaran
dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?. Maka siapakah yang akan
memberinya petunjuk sesudah Allah membiarkannya sesat. Maka mengapa kamu tidak
mengambil iktibarnya.
Ingat hawa nafsu dan syahwat bukan dibunuh atau dihilangkan, tetapi dikawal oleh nafsu
mutmainnah. Di mana ada saatnya hawa nafsu ini perlu dikeluarkan. Sebagaimana firma
Allah dalam surah (An Nazi’at:40-41) yang bermaksud:
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan manahan diri dari
keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya.
Nah, jika hati kita telah diselubungi oleh nafsu mutmainnah, maka nafsu mutmainnah inmi
menajdfi imam (penunjuk) bagi selruh tubuh dan dirinya, sseeunggunya nafsu mutmainnah
inilah disebit-sebut sebagai jati diri manusia (hakikat dari manusia). Allah berfirma dalam
surah (Al Araaf:172) yang bermaksud:
Dan Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman : ”Bukakankan Aku
ini Tuhanmu”, mereka menjawab :”Bahkan engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”. Kami
lakukan demikaian agar di hari akhirat kelak kamu tidak mengatakan: sesunggunya kami
adalah oran-orang lalai terhadap keesaaaan Mu.
Jika hati yang sakit, maka lupa terhadap perjanjian kita dengan Allah yang pernah diucapkan
seperti dalam surah Al Araaf ayat 172 di atas.
Tapi di antara sekian banyak manusia, ada yang yang berjaya menyihatkan kembali jiwanya
(nafsu mutmainnah). Apabila jiwa kita telah hidup, bercahaya, sihat kembali, maka jiwa ini
akan dapat melihat kerajaan langit Allah. Dalam hal ini bila Ruhul Qudsiyah telah menyala
dan bersinar , maka jadilah hatinya rumah Allah , orang-orang yang berjaya ini disebut Ahli
Al- Bait. Sebagiamana firman Allah dalam surah (Ali Imran:164) yang bermaksud:
Sesunggunya Allah telah memeberi kurnia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihakan jiwa mereka dan mengajarakan mereka al
kitab dan al hikmah. Dan sesungguhnya sebelum itu, mereka adalagh benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.
Lagi, sabda Rasulullah yang bermaksud:
Hati oarmg-orang beriman adalah Baitullah (Rumah Allah)
Jadi, Ruhul qudsiyah adalah kenyataan Allah dalam diri manusia. Allah Taala adalah sumber
cahaya langit dan bumi dan ruhul qudsiyah adalah sunber cahaya yang ada dalam hati yang
digambarkan sebagai pelita, Sebagaimana firmanNya dalam surah (An Nuur:35) yang
bermaksud:
...Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahayaNya adalah seperti sebuah lubang yang
tak tertimbus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita ini di dalam kaca dan kaca ini seakan-
akan bintang yang memantulkan cahaya seperti mutiara.

RAHASIA MAKRIFAT : MAKRIFAT TAUHIDUL IMAN

Makrifat adalah nikmat yang teramat besar, bahkan kenikmatan syurga tiada sebanding
dengan nikmat menatap wajah Allah secara langsung. Itulah puncak dari segala puncak
kenikmatan dan kebahagiaan.
Rasulullah SAW sendiri menjanjikan hal ini dan baginda pernah menyebut bahawa umatnya
dapat melihat Allah SWT di saat fana maupun jaga (sadar). KezahiraNya sangat nampak pada
hamba. Hadis qudsi Al insanu syirri wa ana syirrohu (Adapun insan itu Rahasiaku Dan Aku
pun Rahasianya).
Firman Allah: Kuciptakan Adam dan anak cucunya seperti rupaku (Khalakal insanu ala surati
Rahman). Kesimpulannya insan itu terdiri daripada tiga unsur, iaitu Jasad, Ruh/Nyawa dan
Allah. Maka dengan itu hiduplah hamba.
Adapun Jasad, Nyawa, dan Allah taala, bagaikan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan antara
satu dengan yang lain. Umpama langit, bumi, dan makhluk yang tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan yang lain. Bagaimanapun pandangan insan terhadap Tuhannya adalah
berbeza-beza, mengikut tahap pencapaian ilmu masing-masing.
Pada pandangan amnya, Allah Taala itu satu, dan hamba menyembahNya bersama-sama dan
beramai-ramai, tetapi sebenarnya (hakikatnya) bukan begitu. Itu hanya sangkaan umum saja.
Dari segi makrifat Allah SWT itu Esa pada wujud hamba. Dalilinya, QS Al Qaf 50:16: Aku
lebih dekat dari urat lehernya. QS Az Zariyat51 :21: Dalam diri kamu mengapa tidak kamu
perhatikan.
Masing-masing hamba sudah mutkak (esa dengan Tuhannya), satu persatu (esa) diberi
sesembahan (Allah di dalam diri), kenapa berpaling mencari Tuhan yang jauh, ini sungguh
melampaui batas (tidak makrifat).
Dalilnya, QS Al Hadid 57:4: Aku beserta hambaku di mana saja dia berada. Oleh itu,
janganlah risau dan takut Allah sentiasa bersama kita ke mana sahaja kita pergi.
Sekarang, mari kita lihat pula bagaimana Nabi Musa melihat Tuhannya, seperti mana yang
diceritakan di dalam Al Quran. Allah SWT berfirman mengisahkan permintaan Musa untuk
melihatNya QS Al A’raaf 7:143:
Dan tatkala Nabi Musa datang pada waktu yang kami telah tentukan itu, dan Tuhannya
berkata-kata dengannya, maka Nabi Musa (merayu dengan) berkata:” Wahai Tuhanku,
perlihatkanlah kepadaku (Dzat-Mu Yang Maha Suci) supaya aku dapat melihat-Mu.” Allah
berfirman: ”Kamu sekali-kali tidak dapat melihat-Ku,
(rahasianya: tidak ada siapa yang dapat melihat Allah, hanya Allah dapat melihat Allah.
Hamba terdinding daripada Allah, kerana selain wujud Allah, masih ada Rasa wujud Hamba).
tetapi pandanglah ke gunung itu,
(Pada ketika Nabi Musa memandang gunung itu, begitu juga Allah Taala berpisah sementara
daripada jiwa Nabi Musa, maka Nabi Musa pengsan, bukannya mendengar akan letusan
gunung tersebut)
jika ia tetap berada di tempatnya (sebagaimana sediakala) nescaya kamu dapat melihat-Ku.
(” Engkau adalah aku, aku adalah engkau “, apa yang disaksikan Nabi Musa adalah
menyaksikan dirinya di luar dirinya untuk sementara waktu, setelah Allah bertajalli
(menzahirkan kebesaran-Nya) kepada gunung itu, (maka) tajalinya itu menjadikan gunung itu
hancur lebur dan nabi Musa pun jatuh pengsan.)
Setelah Nabi Musa sedar, dan berkata: ” Maha Suci Engkau (wahai Tuhanku), aku bertaubat
kepada Engkau dan akulah orang yang pertama beriman (pada zamanku)”
Demikian sedikit paparan tentang Nabi Musa melihat Tuhannya. Dan jelaslah Allah dapat
dilihat tetapi bukannya dengan mata kasar, yang dilihat dengan mata kasar itu adalah hijab,
oleh itu jangan tersalah, hati-hati, kalau tersalah boleh menjadi syirik dan kufur.
Maha Suci Allah Yang Maha Berkuasa, tiada daya sekalian makhluk melainkan Allah.

RAHASIA MAKRIFAT: RAHASIANYA MENGENAL ZAT ALLAH DAN ZAT


RASULULLAH

Ada pun makrifat itu rahsianya ialah mengenal Zat Allah dan Zat Rasulullah,oleh kerana
itulah makrifat dimulakan:-
1. Makrifat diri yang zahir.
2. Makrifat diri yang bathin.
3. Makrifat Tuhan.
APA GUNA MAKRIFAT?
Ada pun guna makrifat kerana mencari HAKIKAT iaitu mengenal yang Qadim dan mengenal
yang baharu sebagaimana kata:

"AWALUDDIN MAKRIFATULLAH"

Ertinya: Awal ugama mengenal Allah.


Maksudnya mengenal yang mana Qadim dan yang mana baharu serta dapat mengenal yang
Qadim dan yang baharu,maka dapatlah membezakan diantara Tuhan dengan hamba.
BAITULLAH KALBU MUKMININ

Sesungguhnya hati ini sewaktu bayi sehingga aqil baliq diibaratkan bunga yang sedang
menguntum,tidak ada seekor ulat atau kumbang yang dapat menjelajahnya! apabila dewasa
(aqil baliq) maka hati itu ibaratkan bunga yang sedang mengembang,maka masuklah ulat dan
kumbang menjelajah bunga itu!
Sesungguhnya amalan makrifat dan zikir yang dibaiah itu adalah untuk membersihkan hati
agar dapat menguntum semula seperti hati kanak-kanak yang suci-bersih!
Hati ini juga seperti satu bekas menyimpan gula yang tertutup rapat dan dijaga dengan baik!
sekiranya tutup itu tidak jaga dengan baik atau tutupnya sudah rosak,maka masuklah semut
hitam yang sememangnya gula itu makanannya!

PEPERANGAN
Peperangan yang lebih besar dari perang UHUD, KHANDAK dan lain-lain peperangan ialah
"Peperangan dalam diri sendiri (Hati)", setiap saat denyut jantung ku ini, aku akan terus
berperang.Sesungguhnya iblis itu menanti saat dan ketika untuk merosakkan anak Adam !
Sekiranya aku tidak ada bersenjata (zikir), nescaya aku pasti kecundang!Keluar masuk nafas
anak Adam adalah zikir! 6,666 sehari semalam nafas keluar dan masuk, sekiranya anak
Adam tidak bersenjata, pasti ia kecundang!

ASAL USUL MAKRIFAT

Rasulullah SAW mengajar kepada sahabatnya Saidina Ali Karamullah.Saidina Ali


Karamullah mengajar kepada Imam Abu Hassan Basri.Imam Abu Hassan Basri mengajar
kepada Habib An Najmi.Habib An Najmi mengajar kepada Daud Attaie.Daud Attaie
mengajar kepada Maaruf Al Karhi.Maaruf Al Karhi mengajar kepada Sirris Sakatari.Sirris
Sakatari mengajar kepada Daud Assakatar.Daud Assakatar mengajar kepada Al Junidi. Maka
Al Junidi yang terkenal sebagai pengasas MAKRIFAT.Maka pancaran makrifat itu dari
empat sumber iaitu:

1. Pancaran daripada sumber SULUK yang dinamakan


Makrifat Musyahadah.
2. Pancaran daripada sumber KHALUAT yang dinamakan
Makrifat Insaniah.
3. Pancaran daripada Inayah yang dinamakan ROHANI.
4. Pancaran daripada Pertapaan yang dinamakan JIRIM.

Maka dari sumber amalan itulah terbit makrifat yang tinggi dan mempunyai rahsia yang sulit.

API MA'RIFATULLAH

Dengan berlindung kepada Allah Swt, Pencetusan Api Ma’rifattullah dalam kalimah
“ALLAH” saya awali.

Syahdan, nama Allah itu tidak akan pernah dapat dihilangkan, sebab nama Allah itu akan
menjadikan Zikir bagi para Malaikat, Zikir para burung, Zikir para binatang melata, Zikir
tumbuh-tumbuhan dan Zikir dari Nasar yang 4 (tanah, air, angin dan api) serta zikir segala
makhluk yang ada pada 7 lapis langit dan 7 lapis bumi, juga zikir makhluk yang berdiam
diantara langit dan bumi. (buka…..Al-Qur’an, Surah At-thalaq, ayat 1).

Adapun zikir para makhluk Allah yang kami sebutkan tadi tidaklah sama logatnya, dan tidak
sama pula bunyi dan bacaannya. Tidak sedikit para akhli Sufi dan para wali-wali Allah yang
telah mendengar akan bunyi zikir para makhluk itu, sungguh sangat beraneka ragam
bunyinya.

Dalam Kitab Taurat, nama Zat yang maha Esa itu ada 300 banyaknya yang ditulis menurut
bahasa Taurat, dalam Kitab Zabur juga ada 300 banyaknya nama Zat yang maha esa itu yang
ditulis dengan bahasa Zabur.

Dalam Kitab Injil juga ada 300 banyaknya nama Zat yang Esa itu yang ditulis dengan bahasa
Injil, dan dalam Kitab Al-Qur’an juga ada 99 nama Zat yang esa itu ditulis dalam bahasa
Arab. Jika kita berhitung maka dari keempat kitab itu yang ditulis berdasarkan versinya,
maka akan ada 999 nama bagi zat yang maha esa itu, dari jumlah tersebut maka yang 998
nama itu, adalah nama dari Sifat Zat yang maha Esa, sedangkan nama dari pada Zat yang
maha esa itu hanya satu saja, yaitu “ ALLAH ”.

Diterangkan didalam Kitab Fathurrahman, berbahasa Arab, yaitu pada halaman 523.
disebutkan bahwa nama Allah itu tertulis didalam Al-Qur’an sebanyak 2.696 tempat.

Apa kiranya hikmah yang dapat kita ambil mengapa begitu banyak nama Allah, Zat yang
maha Esa itu bagi kita…?

Allah, Zat yang maha esa, berpesan :


“ Wahai Hambaku janganlah kamu sekalian lupa kepada namaku “

Maksudnya : Allah itu namaku dan Zatku, dan tidak akan pernah bercerai, Namaku dan Zatku
itu satu.

Allah Swt juga telah menurunkan 100 kitab kepada para nabi-nabinya, kemudian ditambah 4
kitab lagi sehingga jumlah keseluruhan kitab yang telah diturunkan-Nya berjumlah 104 buah
kitab, dan yang 103 buah kitab itu rahasianya terhimpun didalam Al-Qur’annul karim, dan
rahasia Al-Qur’annul karim itu pun rahasianya terletak pada kalimah “ALLAH”.

Begitu pula dengan kalimah La Ilaha Ilallah, jika ditulis dalam bahasa arab ada 12 huruf, dan
jika digugurkan 8 huruf pada awal kalimah La Ilaha Ilallah, maka akan tertinggal 4 huruf
saja, yaitu Allah.

Ma’na kalimah ALLAH itu adalah sebuah nama saja, sekalipun digugurkan satu persatu
nilainya tidak akan pernah berkurang, bahkan akan mengandung ma’na dan arti yang
mendalam, dan mengandung rahasia penting bagi kehidupan kita selaku umat manusia yang
telah diciptakan oleh Allah Swt dalam bentuk yang paling sempurna.

ALLAH jika diarabkan maka Ia akan berhuruf dasar Alif, Lam diawal, Lam diakhir dan Ha.
Seandai kata ingin kita melihat kesempurnaannya maka gugurkanlah satu persatu atau huruf
demi hurufnya.

• Gugurkan huruf pertamanya, yaitu huruf Alif (‫) ا‬, maka akan tersisa 3 huruf saja dan
bunyinya tidak Allah lagi tetapi akan berbunyi Lillah, artinya bagi Allah, dari Allah, kepada
Allahlah kembalinya segala makhluk.
• Gugurkan huruf keduanya, yaitu huruf Lam awal (‫) ل‬, maka akan tersisa 2 huruf saja dan
bunyinya tidak lillah lagi tetapi akan berbunyi Lahu.
Lahu Mafissamawati wal Ardi, artinya Bagi Allah segala apa saja yang ada pada tujuh lapis
langit dan tujuh lapis bumi.
• Gugurkan huruf ketiganya, yaitu huruf Lam akhir ( ‫)ل‬, maka akan tersisa 1 huruf saja dan
bunyinya tidak lahu lagi tetapi Hu, Huwal haiyul qayum, artinya Zat Allah yang hidup dan
berdiri sendirinya.

Kalimah HU ringkasnya dari kalimah Huwa, sebenarnya setiap kalimah Huwa, artinya Zat,
misalnya :

Qul Huwallahu Ahad., artinya Zat yang bersifat kesempurnaan yang dinamai Allah. Yang
dimaksud kalimah HU itu menjadi berbunyi AH, artinya Zat.

Bagi sufi, napas kita yang keluar masuk semasa kita masih hidup ini berisi amal bathin, yaitu
HU, kembali napas turun di isi dengan kalimah ALLAH, kebawah tiada berbatas dan keatas
tiada terhingga.

Perhatikan beberapa pengguguran – pengguguran dibawah ini :

Ketahui pula olehmu, jika pada kalimah ALLAH itu kita gugurkan Lam (‫ ) ل‬pertama dan
Lam (‫ ) ل‬keduanya, maka tinggallah dua huruf yang awal dan huruf yang akhir (dipangkal
dan diakhir), yaitu huruf Alif dan huruf Ha (dibaca AH).

Kalimah ini (AH) tidak dibaca lagi dengan nafas yang keluar masuk dan tidak dibaca lagi
dengan nafas keatas atau kebawah tetapi hanya dibaca dengan titik.

Kalimah AH, jika dituliskan dengan huruf Arab, terdiri 2 huruf, artinya dalam bahasa
disebutkan INTAHA (Kesudahan dan keakhiran), seandai saja kita berjalan mencari Allah
tentu akan ada permulaannya dan tentunya juga akan ada kesudahannya, akan tetapi kalau
sudah sampai lafald Zikir AH, maka sampailah perjalanan itu ketujuan yang dimaksudkan.
(Silahkan bertanya kepada akhlinya)

Selanjutnya gugurkan Huruf Awalnya, yaitu huruf ALIF dan gugurkan huruf akhirnya, yaitu
huruf HA, maka akan tersisa 2 buah huruf ditengahnya yaitu huruf LAM pertama (Lam Alif)
dan huruf LAM kedua ( La Nafiah). Qaidah para sufi menyatakan tujuannya adalah Jika
berkata LA (Tidak ada Tuhan), ILLA (Ada Tuhan), Nafi mengandung Isbat, Isbat
mengandung Nafi tiada bercerai atau terpisah Nafi dan Isbat itu.

Selanjutnya gugurkan huruf LAM kedua dan huruf HU, maka yang tertinggal juga dua huruf,
yaitu huruf

Anda mungkin juga menyukai