1. Mukadimah
Untuk Memahami Hakekat dari peristiwa ISRA’ dan MI’RAJ kita harus memahami dulu
terkait “ Asal Mula Kejadian “. Karena Hal ini adalah dasar dan merupakan suatu kaitan yang
kuat terkait peristiwa Isra’ Mi’raj. Sehingga dalam penafsirannya baik itu dalam bahasa
syariat khususnya pada makna Hakekat akan tepat sasaran.
Dalam pembahasan terkait Asal Mula kejadian kita gunakan dua metode, Ilmu dan Akal
(baca : Bab IX Akal & Ilmu untuk memahami DiinNYA) yang digabungkan dengan
pengalaman spiritual yang dialami oleh para sepuh dan berbagai narasumber.
Beberapa Pedoman yang digunakan selain dari Al Qur’an dan Hadist kita gunakan juga kitab
'Sirrul Asrar Fi Ma Yahtaju Ilayhil Abrar' oleh Ghawthul A'zham Shaikh Muhyiddin Abdul
Qadir Jilani dan kitab Serat Wirid Hidayat Jati yang ditulis oleh R.Ng. Ronggo Warsito
(Kiyahi Ageng Burhan). Semoga Kita semua selalu diberkahi hati dan jiwa yang bersih
sehingga segala curahan ilmu-NYA mampu kita terima dan aplikasikan untuk kepentingan
alam semesta ini.
Dalam Wirid Hidayat Jati, makrifat yang di diajarkan adalah wejangan yang berasal dari
delapan wali dari tanah Jawa, yang sudah dikumpulkan menjadi satu. Isinya bersumber dari
intisari firman Allah SWT yang dijelaskan dalan hadis Nabi Muhammad SAW kepada
Sayyidina Ali r.a melalui telinga kirinya.
"Puniko babarang wirid ingkang mawi murat soho mangsud pisan,ngiras minongko
bebukaning hikayat ingkang dados bebukaning pitedah dunungipun ngelmu makripat
(makrifat). Sedoyo wiyosipun kantuk saking dalil, hadis, ijma' , lakiyat (Mungkin maksudnya
: kiyas). Dalil nedahaken pangandikanipun Allah, Hadis nedahaken piwulangipun Rasulullah,
Ijma' ngempalaken wejanganipun poro wali, Kiyas mencaraken wewarahipun poro pandito".
Terjemahan :
"Ini adalah pelajaran (ilmu) wirid yang menjadi bekal serta sekalian maksudnya, sebagai
pembuka Hikayat, yang menjadi pembuka petunjuk untuk memahami ilmu makrifat. Semua
keterangan berasal dari dalil, hadist, ijma dan qiyas. Dalil maksudnya penjelasan tentang
firman Allah. Hadis berisi tentang keteladanan Rasulullah. Ij'ma adalah kumpulan wejangan
para wali. Qiyas adalah penyebaran ajaran para pandhita/ulama. "
Penjelasan
Dalam wejangan diatas menekankan bahwa Sang AKU (Tuhan - Dzat Mutlak) bersifat
Qodim (Maha awal tanpa ada awalnya) serta menyatakan kesucian-Nya yang meliputi segala
sifat-Nya, nama -Nya dan juga menandai (mewujud-nyata) dalam perbuatan-Nya.
"Sajatine Ingsun Dzat kang murba misesa nitahake sawiji-wiji, dadi podo sanalika, sampurna
saka kodrat Ingsun, ing kanyatan, pratandhane apngal Ingsun minangka bebukaniro Dzat
Ingsun, kang dhingin Ing-sun anitahake Kayu aran Sajaratulyakin tumuwuh ing sajroning
alam Adam-makdum ajali abadi. Nuli Cahya aran Nur Muhammad, nuli Kaca aran Mirhatul-
kayai, nuli Nyawa aran Roh ilampi, nuli Damar (lampu) aran Kandil, nuli Sesotya (berlian)
aran Da-rah, nuli Dhindhing Jalal aran Kijab. kang minangka wahananing Dzat-Ingsun."
Penjelasan
2.3.1 Pertama, Dalam wejangan kedua ini diterangkan kemaha-kuasaan Sang AKU (Allah).
Sekaligus diterangkan tingkat-tingkat 'pengungkapan / penyingkapan' Dzat-Nya supaya
dikenali, melalui af'al-Nya (sifat-NYA) dalam penciptaan. Pertama diciptakanNyalah Kayu
Sajaratul Yakin (pohon kehidupan) yang hidup dalam alam keabadian. Tumbuh dari benih
Kaf dan Nun. Hakekatnya ini adalah bukan penciptaan dalam arti harfiah namun lebih kepada
pengungkapan Dzat-Nya untuk dikenali sebagai Sang Hidup. Kayu atau Hayu adalah Hidup
atau Urip. Yaitu sebagai Dzat Yang Hidup Berdiri Sendiri. Sedang sifat-Nya belumlah bisa
disifati dengan segala macam (bahasa) sifat. Disinilah alam sonya-ruri, awang-uwung, tan
kinaya ngapa, laisa kamitslihi syai'un.
2.3.2 Kedua, diciptakan Cahaya yang diberi nama Nur Muhammad atau cahaya yang terpuji.
Menurut beberapa ahli, nur muhammad ini merupakan 'bibit' (wiji) alam semesta. Tercipta
dari hasil penyaringan benih Kun sampai murni dan ditambah sinar Hidayah-NYA lalu
ditenggelamkan dalam lautan ar-Rahmah Nur. Muhammad berarti cahaya yang terpuji, yang
hakekatnya adalah Cahaya Keindahan-NYA sendiri.
(Hadis) seperti burung merak permata putih berada arah sajaratul yakin, hakikat cahaya, tajali
Zat berada dalam nukat gaib, merupakan sifat Atma (Wahdat).
2.3.3 Ketiga, Allah menciptakan Cermin bernama Miratulkhayai (Cermin Kehidupan /Cermin
Malu), dimana ada sebagian ahli yang mengatakan bahwa setelah diciptakannya Cermin ini,
Nur Muhammad akhirnya mengenali dirinya. Hakikatnya pramana yang diakui sebagai
rahsanya Dzat, sebagai nama Atma (Wahidiyat).
2.3.4 Keempat, diciptakan Nyawa yang diberi nama Roh Idhofi, artinya nyawa yang jernih.
Hadist ; ia berasal dari Nur Muhammad ; hakikat sukma yang diakui keadaan Dzat,
merupakan perbuatan Atma (alam Arwah).
2.3.5 Kelima, diciptakan Lentera yang diberi nama Kandil, artinya lampu tanpa api. Hadis;
berupa permata, cahaya berkilauan tanpa kaitan. Itulah keadaan Nur Muhammad dan tempat
berkumpul semua roh, hakikat angan angan diakui sebagai bayangan Dzat, bingkai Atma
(alam Misal).
2.3.6 Keenam, diciptakan Permata diberi nama Darah, Hadis ; ia mempunyai sinar yang
beraneka warna satu tempat dengan malaikat, hakikat budi, sebagai perhiasan Dzat, pintu
atma (alam Ajsam).
2.3.7 Ketujuh, diciptakan dinding agung yang disebut hijab. Hijab adalah pembatas / tabir
yang agung. Namun hakekatnya bukan pembatas tetapi 'penyambung' antara yang dihijab dan
Yang Menghijab. Diciptakan dinding pembatas antara kehidupan fisik dan non fisik, antara
yang kasar dan halus.
Hadis; ia timbul dari permata beraneka warna, pada waktu bergerak menimbulkan buih, asap
dan air, sebagai hakikat jasad, tempat Atma (insan kamil).
Buih
hijab kisma : jasad luar ; kulit,
daging, ari
hijab rukmi : jasad dalam : otak,
manik, hati, jantung
hijab retna : jasad lembut : mani,
darah, sumsum
hijab pepeteng (kegelapan), napas
hijab guntur, panca indera
hijab api, nafsu
hijab air embun hidup ;
perwujudan sukma
hijab nur rasa ; perwujudan rahsa
hijab nur cahya ; perwujudan
Atma
Asap
air
2.4 Dalil (Wejangan) keping Telu : Kahananing Dat
"Sajatine Ingsun kang nitahake Adam asal saka anasir patang prakara, bumi, geni, angin,
banyu. Iku dadi kawujudaning sipat Ingsun, ing kono Ingsun panjang ngelmu daroh, limang
prakoro : Nur, Roso, Roh, Napsu, lan Budi. Iya iku minangka kawarnaning wajah Ingsun
Kang Maha Suci."
Penjelasan
2.4.1 Bahwa manusia diciptakan sebagai ‘rahsa’ (bukan rasa, sebab antara rasa dan rahsa
dalam keilmuan jawa berbeza) dari Allah, dan Allah itu sebagai ‘rahsa’ dari manusia. Yang
dimaksud adalah bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambaranNya atau menurut
citraNya.
2.4.2 Dalam pelajaran ini diterangkan bahwa manusia (jasmaninya) diciptakan berasal dari
empat unsur alam semesta (bumi, angin /udara, api dan air.) yang masing-masing unsur
mempengaruhi (membawa bawaan) dorongan nafsu manusia.
a. Bumi dalam tubuh kita terwujud pada hal-2 yang bersifat kedagingan, dan dibagi menjadi
dua hal yaitu yang merupakan unsur dari :
1) Bapa berupa tulang, otot, kulit dan otak, dan unsur.
2) Ibu berupa daging, darah, sungsum dan jerohan.
b. Api dalam tubuh menjadikan empat nafsu yaitu aluamah, amarah, supiyah dan
mutmainah.
1) Aluamah berwatak suka terhadap makanan, sifatnya membangkitkan kekuatan badan.
2) Amarah berwatak suka marah, emosi, sifatnya membangkitkan kekuatan kehendak.
3) Supiyah berwatak keinginan, keterpesonaan, keinginan memiliki, bersifat membangkitkan
kekuatan pikir berupa akal.
4) Mutmainah berwatak kesucian dan ketenangan, bersifat membangkitkan kekuatan untuk
berpantang (bhs jawa : tarakbrata)
c. Angin dalam tubuh kita terwujud dalam empat hal yaitu napas, tannapas, anapas dan
nupus.
1) Napas merupakan ikatan badan fisik, bertempat di hati suwedhi, yaitu jembatan hati,
berpintu di lisan
2) Tannapas merupakan ikatan hati, bertempat di pusar, berpintu di hidung
3) Anapas merupakan ikatan roh, berpintu di telinga
4) Nupus merupakan ikatan rahsa, bertempat di hati fuad yang putih yaitu jembatan jantung,
berpintu di mata.
d. Air dalam tubuh menjadikan empat elemen roh yaitu roh hewani, roh nabati, roh rabbani
dan roh nurrani.
1) Roh hewani, menumbuhkan kekuatan badan.
2) Roh nabati menumbuhkan rambut, kuku, dan menghidupkan budi.
3) Roh rabbani menumbuhkan rahsa (dzat hamba)
4) Roh nurrani menumbuhkan cahaya.
2.4.3 Setelah empat unsur alam terbentuk dalam tubuh manusia, kemudian Allah
menempatkan pula lima hal sebagai gambaran wajah- Nya yaitu nur, rahsa, roh, nafsu dan
budi.
a. Nur, merupakan terangnya cahya, jika 'menyambung' kembali kepada Dzat Yang Maha
Suci dapat menerangi manusia dalam mengenal-Nya dan menjalankan peran sebagai hamba
dan wakil-Nya di bumi (menerangi lahir batin).
b. Rahsa, roso jati, adalah kesadaran 'ar-ruh min-Ruhi', kesadaran manusia yang hakiki, al-
bashiroh manusia (menumbuhkan daya ketenteraman di lahir batin).
c. Roh, nyawa, sukma yang dalam jasad mempunyai tali petanda berupa nafas (penglihatan
roh jika mewakili Dzat Yang Maha Suci menjadikan penguasaan sempurna).
Oleh karena itulah beberapa orang mengatakan bahwa manusia mempunyai sifat-sifat Tuhan
dan juga mempunyai kesucian wajah Tuhan.
"sajatine Ingsun anata malige ana sajroning betalmakmur, iku omah sakjroning kerameyan-
Ingsun, jumeneng ana sirahing Adam. Kang ana sajroning sirah iku utek, kang ana antaraning
utek iku manik, sajroning manik iku bu-di, sajroning budi iku napsu, sajroning napsu iku
suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa iku Ingsun, ora ana Pangeran anging
Ingsn, dat kang nglimputi ing kaanan jati."
Penjelasan
a. Dalil ini menyatakan bahwa Allah bertahta atau bersinggasana di dalam baitul makmur,
yang berada di dalam kepala manusia. Yang dimaksud dengan baitul makmur adalah cakra
mahkota yang ada di puncak kepala.
b. Di dalam kepala manusia terdapat otak. Di antara otak itu sendiri terdapat lapisan-lapisan
sebagai berikut :
Dan sesungguhnya tidak ada Tuhan selain hanya AKU, Dzat yang meliputi segalanya.
"sajatine Ingsun anata malige sajroning betalmukarram, iku omah enggoning lala-rangan
Ingsun, jumeneng ana ing dhadhaningg adam. Kang ana sajroning dhadha iku ati, kang ana
antaraning ati iku jantung, sajroning jantung iku budi, sakjroning budi iku jinem , yaiku
angen-angen, sajroning angen-angen iku suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa
iku Ingsun. Ora ana pangeran anging Ingsun dat kang anglimputi ing kahanan jati"
Penjelasan
a. Dalam dalil ini Allah menyatakan bahwa diriNya bertahta di baitul muharram yang
menjadi tempat larangan, berada di dalam dada manusia. Mungkin yang dimaksud adalah
cakra jantung.
b. Disebutkan bahwa di dalam dada manusia itu terdapat susunan sebagai berikut :
"sajatine Ingsun anata malige ana sajroning betalmukadas, iku omah enggoning
pasucenIngsun, jumeneng ana ing kontholing adam. Kang ana sajroning konthol iku
prinsilan, kang ana ing antaraning pringsilan ikku nutpah, yaiku mani, sa-jroning mani iku
madi, sajroning madi iku wadi, sajroning wadi iku manikem, sajroning manikem iku rahsa,
sajroning rahsa iku Ingsun. Ora ana pangeran anging Ingsun dat kang anglimputi ing kaanan
jati, jumeneng sajroning nukat gaib, tu-murun dadi johar awal, ing kono wahananing alam
akadiyat, wahdat, wakidiyat, alam arwah, alam misal, alam ajsam, alam insan kamil, dadining
manungsa sampurna yaiku sajatining sipat Ingsun."
"Sesungguhnya AKU bertahta di dalam baitul muqaddas, itu rumah tempat kesucian- KU,
berdiri di alat kelamin Adam. Yang ada di dalam alat kelamin itu buah pelir (pringsilan), di
antara pelir itu nutfah yaitu mani, di dalam mani itu madi, di dalam madi itu wadi, di dalam
wadi itu manikem, di dalam manikem itu rahsa, di dalam rahsa itu AKU. Tidak ada Tuhan
kecuali AKU dzat yang meliputi keberadaan sejati /sesungguhnya. Berdiri di dalam nukat
gaib, turun menjadi jauhar awal, di situ keberadaan alam ahadiyat, alam wahdat, alam
wahidiyat, alam arwah, alam misal, alam ajsam, alam insane kamil, jadinya manusia
sempurna yaitu sejatinya sifat-KU."
Penjelasan
a. Ayat ketiga ini menyatakan bahwa ALLAH bertahta di baitul muqadas atau baitul maqdis
yang merupakan tempat suciNYA yang berada di alat kelamin manusia yang tersusun atas hal
hal sebagai berikut :
Dan sesungguhnya tidak ada Tuhan selain hanya AKU, Dzat yang meliputi segalanya.
c. Di sini juga disebutkan hal yang penting bahwa manusia sempurna (al -nsan kamil) adalah
sebagai perwujudan sifat-NYA (gambar citra-Nya) dan terbentuk melalui tujuh tahapan alam
yang dilaluinya, biasa dikenal dengan istilah martabat pitu atau martabat tujuh yaitu :
1. Alam ahadiyah
wujud Tuhan merupakan Zat Mutlak lagi mujarrad, tidak bernama dan tidak bersifat. Karena
itu, Ia tidak dapat dipahami ataupun dikhayalkan. Pada martabat ini Tuhan—sering
diistilahkan al-Haq oleh Ibn ’Arabi—berada dalam keadaan murni bagaikan kabut yang gelap
(fi al-’amâ’); tidak sesudah, tidak sebelum, tidak terikat, tidak terpisah, tidak ada atas, tidak
ada bawah, tidak mempunyai nama, tidak musammâ (dinamai). Pada martabat ini, al-Haq
tidak dapat dikomunikasikan oleh siapa pun dan tidak dapat diketahui.
Dalam memperkatakan Alam Qaibull-Quyyub iaitu pada martabat Ahdah di mana belum ada
sifat, belum ada ada asma', belum ada afaal dan belum ada apa-apa lagi iaitu pada Martabat
LA TAKYIN, Zat UlHak telah menegaskan untuk memperkenalkan DiriNya dan untuk diberi
tanggungjawab ini kepada manusia dan di tajallikanNya akan DiriNya dari satu peringkat ke
peringkat sampai zahirnya manusia berbadan rohani dan jasmani.
Adapun Martabat Ahdah ini terkandung di dalam Al-Ikhlas pada ayat pertama
iaitu{QulhuwallahuAhad), yaiitu Sa pada Zat semata-mata dan inilah dinamakan Martabat
Zat. Pada martabat ini diri Empunya Diri (Zat Ulhaki) Tuhan RabbulJalal adalah dengan dia
semata-mata iaitu dinamakan juga Diri Sendiri. Tidak ada permulaan dan tiada akhirnya iaitu
Wujud Hakiki Lagi Khodim.
Pada masa ini tiada sifat, tiada Asma dan tiada Afa'al dan tiada apa-apa pun kecuali Zat
Mutlak semata-mata maka berdirilah Zat itu dengan Dia semata-mata di dalam keadaan ini
dinamakan AINUL KAFFUR dan diri zat dinamakan Ahdah jua atau di namakan KUNNAH
ZAT.
2. Alam wahdat
Pada tahap wahdah ini mulailah individuasi. Inilah kenyataan Muhammad yang tersembunyi
di dalam rahasia Tuhan, didalam cara-cara berada dzatNya. Semua kenyataan belum terpisah
antara yang satu dengan yang lainnya, karena masih terikat satu sama lain dalam cara-cara
berada itu. Antara ide yang satu belum ada perbedaan dengan ide yang lain, karena masih
tersembunyi di dalam wahdat. Mereka masih terkumpul di dalam (kenyataan) Muhammad
yang merupakan awal pemancaran cara-cara berada hakikat sejati. Yang dinamakan wahdah
ialah hakikat Muhammad, semua hakikat masih berkumpul dalam martabat wahdah dan
belum terpisah-pisah. Martabat wahdah ini dapat di ibaratkan dengan sebutir biji; batang,
cabang-cabang dan daun-daunnya masih tersembunyi di dalam biji itu dan belum terpisah-
pisah. Batang, cabang-cabang dan daun-daun melambangkan engkau, aku, mereka,
sedangkan bijinya tunggal (wahdat) Masih ada perumpamaan lain, yaitu tinta dalam
wadahnya.
Semua huruf terkumpul di dalam tinta, huruf yang satu belum dibedakan dari huruf lain.
demikian juga dalam wahdah semua huruf, tuhan dan kita, sebelum terpisahkan Dari tinta
inilah segala sesuatu itu terjadi, gambar rumah, gambar gunung, gambar manusia , batu,
angin dan bentuk-bentuk lainnya. Dan Tinta itu bukanlah yang menulis, akan tetapi Dialah
Yang menggerakkan, Yang hidup, Kuasa, Yang Gagah, dengan demikian muncullah sifat-
sifat “siapa” yang menggoreskan tinta itu.
Bisa ditarik kesimpulan bahwa sifat bukan hakikat ketuhanan akan tetapi sifat adalah yang
bersandar kepada Dzat Tuhan. Sesuatu yang bersandar kepada Dzat bukanlah Tuhan,
kedudukannya sama halnya dengan tanaman, pohonan, gunung, surga dan neraka, karena
semua muncul karena adanya Dzat yang Hidup, dzat-lah Yang menggerakkan semua ini.
Mengetahui Martabat ini disebut wahdat dan hakikat kemuhammadan atau Nur Muhammad
artinya cahaya yang penuh pujian Tuhan. Inilah permulaan segala sesuatu, sehingga Allah
bisa disifati karena Ia Yang Menciptakan (Al Khaliq), Yang Memelihara (Al hafidz), Yang
Perkasa (Al Jabbar), Yang Maha Kuat (Al qawwiyu), Yang Hidup (Al Hayyu) dst, sedangkan
sifat itu sendiri bergantung kepada sang Dzat (tidak berdiri sendiri ), oleh karena itu Islam
melarang berhenti kepada sifat. Karena sifat itu bukan Dzat itu sendiri. Dan untuk
mengetahui Dzatullah harus meninggalkan sifat-Nya (mengembalikan kepada martabat
pertama, yaitu keadaaan hakikat Tuhan yang belum ada apa-apa ) karena sifat merupakan
sesuatu yang bergantung (membutuhkan sandaran) Dan sifat Allah itu masih bisa dirasakan
oleh makhluk-Nya seperti Ar Rahman (Pengasih) Ar Rahiem (Penyayang), Al Qawiyyu (
Kuat) sedangkan sifat itu muncul karena persepsi sang hamba (inna dzanni ‘abdi, Aku
tergantung persepsi hamba-hamba-KU)
Hal ini digambarkan oleh kaum Hindu sebagai Trimurti (tiga sifat Tuhan yang tidak
terpisahkan), yaitu sifat Tuhan Hyang Widi Wasa, dimana ketiga sifat itu tidak bisa
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya yaitu Dewa Brahma (Pencipta/ Al Khaliq),
Wisnu ( Pemelihara/ Al Hafidz), Siwa ( Perusak atau pelebur/ Al Jabbar).
Kaum Hindu menyadari bahwa Tuhan yang sebenarnya tidak bisa digambarkan dengan
pikiran, tidak bisa diserupakan dengan yang lainnya, Aku berada dimana-mana diseluruh
alam semesta dalam bentuk-Ku yang tidak terwujud (tidak bisa dibayangkan). Semua
makhluk hidup berada didalam diri-Ku(liputan-Ku) tetapi Aku tidak berada di dalam mereka
(Bhagavat Gita Sloka 9.0 ) dan tidak boleh menyembah sifatnya seperti tercantum dalam
kitab Bhagavat Gita sloka 9.25 : Yanti deva-vranta devan pitrn yanti pitr-vantrah, bhutani
yanti bhutejya , yanti mad- yajino ‘pimam artinya : orang yang menyembah dewa-dewa akan
dilahirkan diatara para dewa , orang yang menyembah leluhur akan pergi ke leluhur, orang
yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan ditengah-tengah makhluk-makhluk
seperti itu. Dan orang yang menyembah-KU akan hidup bersama-Ku.
Begitu jelas ajaran hindu melarang menyembah dewa-dewa atau sifat-sifat seperti Brahmana,
wisnu dan siwa, akan tetapi mereka membatasi diri terhadap sifat-sifatnya saja, mereka
menyadari manusia tidak akan pernah sampai kepada Dzat Mutlak tersebut kecuali para Guru
Suci, kaum Brahmana yang memiliki kasta lebih tinggi dari pada kaum Sudra danVaisa
Islam menyempurnakannya dengan langsung kepada Dzatullah, tidak berhenti kepada sifat-
Nya ,yaitu dengan menafikan (mengabaikan) segala sesuatu kecuali Allah. Laa ilaaha illallah
.atau laa syai’un illallah ( tiada sesuatu kecuali Allah) juga terdapat dalam Surat Thaha:14
innanii Ana Allah, laa ilaaha illa ANA, fa’budnii , sesungguhnya AKU ini Allah, tidak ada
Tuhan selain AKU maka sembahlah AKU dan dirikanlah Shalat untuk Menyembah AKU !!
Jelas dengan tegas bahwa Allah mengarahkan kita untuk menyembah DZAT-NYA bukan
Nama-Nya bukan Sifat-Nya. Islam tidak mengenal perantara, seperti tercantum dalam
Surat Al; An’am 79 : Sesungguhnya aku hadapkan diriku kepada wajah Dzat Yang
Menciptakan langit dan bumi dengan lurus, dan aku bukanlah termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Tuhan (aku tidak melalui perantara siapapun).
Ditegaskan dalam Baghavat Gita sloka 2.61 : orang-orang yang mengekang dan
mengendalikan indriya-indriya sepenuhnya dan memusatkan kesadarannya sepenuhnya
Kepada-KU , dikenal sebagai orang yang mempunyai kesadaran yang mantap !!
Alam Wahdah merupakan peringkat kedua dalam proses pentajalliannya diri Empunya Diri
telah mentajallikan diri ke suatu martabat sifat iaitu "La Tak Yin Sani" - sabit nyata yang
pertama atau disebut juga martabat noktah mutlak iaitu ada permulaannya.
Martabat ini di namakan martabat noktah mutlak atau dipanggil juga Sifat Muhammadiah.
Juga pada menyatakan martabat ini dinamakan martabat ini Martabat Wahdah yang
terkandung ia pada ayat "Allahus Shomad" iaitu tempatnya Zat Allah tiada terselindung
sedikit pun meliputi 7 petala langit dan 7 petala bumi.
Pada peringkat ini Zat Allah Taala mulai bersifat. SifatNya itu adalah sifat batin jauh dari
Nyata dan boleh diumpamakan sepohon pokok besar yang subur yang masih di dalam biji ,
tetapi ia telah wujud, tidak nyata, tetapi nyata sebab itulah ia di namakan Sabit Nyata Pertama
martabat La Takyin Awwal iaitu keadaan nyata tetapi tidak nyata (wujud pada Allah) tetapi
tidak zahir.
Maka pada peringkat ini tuan Empunya Diri tidak lagi Berasma' dan di peringkat ini
terkumpul Zat Mutlak dan Sifat Batin. Maka di saat ini tidaklah berbau, belum ada rasa,
belum nyata di dalam nyata iaitu di dalam keadaan apa yang di kenali ROH-DDHAFI. Pada
peringkat ni sebenarnya pada Hakiki Sifat. (Kesempurnaan Sifat) Zat Al Haq yang di
tajallikannya itu telah sempurna cukup lengkap segala-gala. Ianya terhimpun dan
tersembunyi di samping telah zahir pada hakikinya.
3) Alam wahidiyah
Martabat wahidiyah adalah penampakan pertama (ta’ayyun awwali) atau disebut juga
martabat tajali zat pada sifat atau faydh al-aqdas (emanasi paling suci). Dalam aras ini, zat
yang mujarrad itu bermanifestasi melalui sifat dan asma-Nya. Dengan manifestasi atau tajali
ini, zat tersebut dinamakan Allah, Pengumpul dan Pengikat Sifat dan Nama yang
Mahasempurna (al-asma al-husna, Allah). Akan tetapi, sifat dan nama itu sendiri identik
dengan zat. Di sini kita berhadapan dengan zat Allah yang Esa, tetapi Ia mengandung di
dalam diri-Nya berbagai bentuk potensial dari hakikat alam semesta atau entitas permanen
(al-’a’yan tsabitah).
Pada peringkat ketiga setelah ditajalli akan dirinya pada peringkat "La takyin Awal", maka
Empunya Diri kepada Diri rahsia manusia ini, mentajallikan pula diriNya ke satu martabat
As'ma iaitu pada martabat segala Nama dan dinamakan martabat (Muhammad Munfasal)
iaitu keadaan terhimpun lagi bercerai-cerai atau di namakan "Hakikat Insan." Martabat ini
terkandung ia didalam "Lam yalidd" iaitu Sifat Khodim lagi Baqa, tatkala menilik wujud
Allah. Pada martabat ini keadaan tubuh diri rahsia pada masa ini telah terhimpun pada
hakikinya Zat, Sifat Batin dan Asma' Batin. Apa yang dikatakan berhimpun lagi bercerai-
cerai kerana pada peringkat ini sudah dapat di tentukan bangsa masing - masing tetapi pada
masa ini ianya belum zahir lagi di dalam Ilmu Allah Iaitu dalam keadaan "Ainul Sabithaah".
Ertinya sesuatu keadaan yang tetap dalam rahsia Allah, belum terzahir, malah untuk mencium
baunya pun belum dapat lagi. Dinamakan juga martabat ini wujud Ardhofi dan martabat
wujud Am kerana wujud di dalam sekelian bangsa dan wujudnya bersandarkan Zat Allah
Dan Ilmu Allah.
Pada peringkat ini juga telah terbentuk diri rahsia Allah dalam hakiki dalam batin iaitu
bolehlah dikatakan juga roh di dalam roh iaitu pada menyatakan Nyata tetapi Tetap Tidak
Nyata.
4) Alam arwah
Martabat alam arwah adalah ”Nur Muhammad” yang dijadikan Allah Swt dari nur-Nya, dan
dari nur Muhammad inilah muncullah ruh segala makhluk.
Pada peringkat ke empat di dalam Empunya Diri, Dia menyatakan, mengolahkan diriNya
untuk membentuk satu batang tubuh halus yang dinamaka roh. Jadi pada peringkat ini
dinamakan Martabat Roh pada Alam Roh.Tubuh ini merupakan tubuh batin hakiki manusia
dimana batin ini sudah nyata Zatnya, Sifatnya dan Afa'alnya. Ianya menjadi sempurna, cukup
lengkap seluruh anggota-anggota batinnya, tiada cacat, tiada cela dan keadaan ini dinamakan
(Alam Khorijah) iaitu Nyata lagi zahir pada hakiki daripada Ilmu Allah. Tubuh ini dinamakan
ia "Jisim Latiff" iaitu satu batang tubuh yang liut lagi halus. Ianya tidak akan mengalami
cacat cela dan tidak mengalami suka, duka, sakit, menangis, asyik dan hancur binasa dan
inilah yang dinamakan "KholidTullah."
Pada martabat ini terkandung ia di dalam "Walam Yalidd". Dan berdirilah ia dengan diri
tajalli Allah dan hiduplah ia buat selama-lamanya. Inilah yang dinamakan keadaan Tubuh
Hakikat Insan yang mempunyai awal tiada kesudahannya, dialah yang sebenarnyanya
dinamakan Diri Nyata Hakiki Rahsia Allah dalam Diri Manusia.
5) Alam misal
Martabat alam mitsal adalah diferensiasi dari Nur Muhammad itu dalam ruh individual
seperti laut melahirkan dirinya dalam citra ombak.
Alam Misal adalah peringkat kelima dalam proses pentajallian Empunya Diri dalam
menyatakan rahsia diriNya untuk di tanggung oleh manusia. Untuk menyatakan dirinya Allah
S.W.T., terus menyatakan diriNya melalui diri rahsiaNya dengan lebih nyata dengan
membawa diri rahsiaNya untuk di kandung pula oleh bapa iaitu dinamakan Alam Mithal.
Untuk menjelaskan lagi Alam Mithal ini adalah dimana unsur rohani iaitu diri rahsia Allah
belum bercamtum dengan badan kebendaan. Alam mithal jenis ini berada di Alam Malakut.
Ia merupakan peralihan daripada alam Arwah (alam Roh) menuju ke alam Nasut maka itu
dinamakan ia Alam Mithal di mana proses peryataan ini, pengujudan Allah pada martabat ini
belum zahir, tetapi Nyata dalam tidak Nyata.
Diri rahsia Allah pada martabat Wujud Allah ini mulai di tajallikan kepada ubun-ubun bapa,
iaitu perpindahan dari alam roh ke alam Bapa (mithal).
Alam Mithal ini terkandung ia di dalam "Walam yakullahu" dalam surah Al-Ikhlas iaitu
dalam keadaan tidak boleh di bagaikan. Dan seterusnya menjadi "DI", "Wadi", "Mani" yang
kemudiannya di salurkan ke satu tempat yang bersekutu di antara diri rahsia batin (roh)
dengan diri kasar Hakiki di dalam tempat yang dinamakan rahim ibu. Maka terbentuklah apa
yang di katakan "Maknikam" ketika berlakunya bersetubuhan diantara laki-laki dengan
perempuan (Ibu dan Bapa)
Perlu diingat tubuh rahsia pada masa ini tetap hidup sebagaimana awalnya tetapi di dalam
keadaan rupa yang elok dan tidak binasa dan belum lagi zahir. Dan ia tetap hidup tidak
mengenal ia akan mati.
6) Alam ajsam
Martabat alam ajsam adalah alam material yang terdiri dari empat unsur, yaitu api, angin,
tanah, dan air. Keempat unsur material ini menjelma dalam wujud lahiriah dari alam ini dan
keempat unsur tersebut saling menyatu dan suatu waktu terpisah.
Pada peringkat keenam, selepas sahaja rahsia diri Allah pada Alam Mithal yang di kandung
oleh bapa , maka berpindah pula diri rahsia ini melalui "Mani" Bapa ke dalam Rahim Ibu dan
inilah dinamakan Alam Ijsan. Pada martabat ini dinamakan ia pada martabat "InssanulKamil"
iaitu batang diri rahsia Allah telahpun diKamilkan dengan kata diri manusia, dan akhirnya ia
menjadi "KamilulKamil". Iaitu menjadi satu pada zahirnya kedua-dua badan rohani dan
jasmani dan kemudian lahirlah seoarang insan melalui faraj ibu dan sesungguhnya martabat
kanak-kanak yang baru dilahirkan itu adalah yang paling suci yang dinamakan
"InnsanulKamil". Pada martabat ini terkandung ia di dalam "Kuffuan" iaitu bersekutu dalam
keadaan "KamilulKamil dan nyawa pun di masukkan dalam tubuh manusia.
Selepas cukup tempuhnya dan ketikanya maka diri rahsia Allah yang menjadi
"KamilulKamil" itu dilahirkan dari perut ibunya, maka di saat ini sampailah ia Martabat
Alam Insan.
7) Insan kamil (manusia sempurna)
Martabat insan kamil atau alam paripurna merupakan himpunan segala martabat sebelumnya.
Pada alam ke tujuh iaitu alam Insan ini terkandung ia di dalam "Ahad" iaitu sa (satu). Di
dalam keadaan ini, maka berkumpullah seluruh proses pengujudan dan peryataan diri rahsia
Allah S.W.T. di dalam tubuh badan Insan yang mulai bernafas dan di lahirkan ke Alam Maya
yang Fana ini. Maka pada alam Insan ini dapatlah di katakan satu alam yang mengumpul
seluruh proses pentajallian diri rahsia Allah dan pengumpulan seluruh alam-alam yang di
tempuhi dari satu peringkat ke satu peringkat dan dari satu martbat ke satu martabat.
Oleh kerana ia merupakan satu perkumpulan seluruh alam - alam lain, maka mulai alam
maya yang fana ini, bermulalah tugas manusia untuk mengembalikan diri rahsia Allah itu
kepada Tuan Empunya Diri dan proses penyerahan kembali rahsia Allah ini hendaklah
bermula dari alam Maya ini lantaran itu persiapan untuk balik kembali asalnya mula kembali
hendaklah disegerakan tanpa berlengah-lengah lagi.
d. Pada wejangan keempat terkait singgasana ini, dari ketiga ayatnya menegaskan bahwa
tidak ada Tuhan selain AKU (Allah), dzat yang meliputi keberadaan sesungguhnya (kahanan
jati=keadaan sejati).
Mengapa itu perlu ditegaskan, karena untuk menghindari salah pengertian bagi mereka yang
telah mendapatkan wejangan ini, jangan sampai karena merasa bahwa AKU (Allah) 'bertahta'
di kepala, di dada dan kelamin manusia (konthol Adam), lalu manusia tersebut mengaku
dirinya sebagai Tuhan, atau menjadi bagian dari Tuhan. Jika itu yang terjadi, maka manusia
tsb. telah jauh tersesat. Ingat, bahwa semua wejangan tersebut adalah dalam makna kiasan
semata. Intinya adalah bahwa Sang AKU MUTLAK (Allah Swt) adalah amat dekat dengan
manusia, bahkan lebih dekat dari pada urat leher si manusia itu sendiri.
"Ingsun anekseni satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun lan anekseni Ingsun satuhune
muhammad iku utusan Ingsun"
Penjelasan
Dalam dalil kelima ini Allah menyatakan kesaksianNya yang ditujukan kepada makhluk
ciptaanNya, bahwa tidak ada Tuhan lain kecuali hanya Dia semata, dan Muhammad adalah
benar-benar rasul atau utusanNya.
Ini adalah wirid rahasia, yang hanya boleh diamalkan oleh orang yang sudah mengetahui
hakikat diriNya, yang telah mengerti sangkan paraning dumadi (asal muasal kejadian ). Wirid
ini dibaca dalam rasa terdalam, dalam sirr yang hanya dapat di dengar oleh dirinya dan
Tuhannya dalam keadaan hening dengan menempatkan diri dalam martabat Ahadiyat, merasa
dirinya lenyap tak berwujud yang ada hanya wujud Dzat Allah yang tak teridentifikasikan
oleh panca indera.
“ Aku menyaksikan (dengan mata hatiku) bahwa tidak ada apa apa (hampa) selain hanya
(wujud) Allah saja. Dan Aku menyaksikan (dengan mata kepalaku) bahwa sesungguhnya
alam semesta ini (yang diciptakan dari Nur Muhammad) hakikatnya adalah utusan (yang
bertugas memperlihatkan sifat, nama, af’al) Allah.
"Ingsun anekseni ing Dzat Ingsun dhewe, satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun, lan
anekseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun. Iya sejatine kan aran Allah iku
badan Ingsun, rasul iku rahsa-Ningsun, Muhammad iku Cahaya-Ningsun. Iya Ingsun kang
urip tan kena ing pati, iya Ingsun kang eling tan kena ing lali, iya Ingsun kang langgeng ora
kena owah gingsir ing kaanan jati, iya Ing-sun kang waskitha, ora kasamaran ing sawiji- wiji.
Iya Ingsun kang amurba ami-sesa, kang kawasa wicaksana ora kekurangan ing pakerthi, byar
sampurna padhang terawangan, ora karasa apa-apa, ora ana katon apa-apa, amung Ingsun
kang anglimputi ing alam kabeh kalawan kodratIngsun"
Penjelasan
a. Wejangan ini adalah wejangan penutup, yang merupakan Penyaksian Dzat (Allah)
terhadap Diri-Nya sendiri dan terhadap Muhammad, utusan-nya, rahasia-Nya, Cahaya-Nya
dan juga terhadap sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dalil pertama hingga dalil ke-enam
merupakan satu rangkaian yang tidak boleh diputus, sebab jika terputus maka pemahamannya
akan berkurang.
b. Mengawinkan badan dan nyawa; Allah yang mengawinkan, Rasul sebagai walinya,
Muhammad penghulunya, dan saksi empat orang malaikat. Yakni Aku yang mengawini
badanKu sendiri, sepertemuan dengan suksmaKu, dengan rahsaKu, sebagai wali, disyatikan
oleh cahayaKu, disaksikan malaikat empat; Jibril ialah pengucapKu, Mikail penciumanKu.
Israfil penglihatanKu, dan Izrail pendengaranKu, serta mas kawinnya sempurna karena
kodratKu.
3. MAKRIFATULLAH
Mari kita coba menghayati Firman Allah dalam Qur'an Surah ke-20 Thaahaa : ayat 14, yang
artinya demikian : "Sesungguhnya AKU ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
AKU, maka sembahlah AKU dan dirikanlah shalat untuk mengingat-KU".
MAKRIFATULLAH: Mengenal Allah SWT, pada Zat-nya, pada Sifat-nya, pada Asma-nya
dan pada Af’al-nya.
Lantas tajalilah Nur Allah dan kemudian tajali pula Nur Muhammad (Insan Kamil), yang
pada peringkat ini dinamakan Anta Ana, (Kamu, Aku) , (Aku,Kamu),Ana Anta. Maka yang
punya Dzat bertanya kepada Nur Muhammad dan sekalian Roh untuk menentukan
kedudukan dan taraf hamba.
Lantas ditanyakan kepada Nur Muhammad, Aku ini Tuhanmu? Maka dijawablah Nur
Muhammad yang mewakili seluruh Roh, Ya…Engkau Tuhanku.
Persaksian ini dengan jelas diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Araf 7:172: ALASTU
BIRAB BIKUM, QOOLU BALA SYAHIDNA.
Artinya : Bukan aku ini Tuhanmu? Betul engkau Tuhan kami, Kami menjadi Saksi.
Selepas pengakuan atau persumpahan Roh itu dilaksankan, maka bermulalah era baru di
dalam perwujudan Allah SWT. Seperti firman Allah dalam Hadits Qudsi yang artinya :“Aku
suka mengenal diriku, lalu aku jadikan mahkluk ini dan aku perkenalkan diriku.
Apa yang dimaksud dengan mahkluk ini ialah : Nur Muhammad sebab seluruh kejadian alam
maya ini dijadikan daripada Nur Muhammad tujuan yang punya Dzat mentajalikan Nur
Muhammad adalah untuk memperkenalkan diri-nya sendiri dengan diri Rahasianya sendiri.
Maka diri Rahasianya itu adalah ditanggung dan diakui amanahnya oleh suatu kejadian yang
bernama : Insan yang bertubuh diri bathin (Roh) dan diri bathin itulah diri manusia, atau
Rohani.
Karena manusia menanggung Rahasia Allah maka manusia harus berusaha mengenal dirinya,
dan dengan mengenal dirinya manusia akan dapat mengenal Tuhannya, sehingga lebih mudah
kembali menyerahkan dirinya kepada Yang Punya Diri pada waktu dipanggil oleh Allah
SWT. Iaitu tatkala berpisah Roh dengan jasad. (Tambahan Hajrikhusyuk: kembali kepada
Allah harus selalu dilakukan semasa hidup, masih berjasad, contohnya dengan solat, kerana
solat adalah mikraj oang mukmin atau dengan ‘mati sebelum mati’).
Firman Allah An-Nisa 4:58: INNALLAHA YAK MARUKUM ANTU ABDUL AMANATI
ILAAHLIHA. Artinya: Sesunggunya Allah memerintahkan kamu supaya memulangkan
amanah kepada yang berhak menerimanya. (Allah).
Hal tersebut di atas dipertegas lagi oleh Allah dalam Hadits Qudsi :
MAN ARAFA NAFSAHU,FAQAT ARAFA RABAHU.
Artinya : Barang siapa mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya.
Dalam menawarkan tugas yang sangat berat ini, pernah ditawarkan Rahasia-nya itu kepada
Langit, Bumi dan Gunung-gunung tetapi semuanya tidak sanggup menerimanya.
Oleh karena amanat (Rahasia Allah) telah diterima, maka adalah menjadi tanggung jawab
manusia untuk menunaikan janjinya. Dengan kata lain tugas manusia adalah menjaga
hubungannya dengan yang punya Rahasia.
Setelah amanat (Rahasia Allah) diterima oleh manusia (diri Batin/Roh) untuk tujan inilah
maka Adam dilahirkan untuk bagi memperbanyak diri, diri penanggung Rahasia dan
berkembang dari satu abad ke satu abad, diri satu generasi ke satu generasi yang lain sampai
alam ini mengalami KIAMAT DAN RAHASIA ITU KEMBALI KEPADA ALLAH.
5. Keberadaan Dzat Tuhan itu ibarat CERMIN YANG AMAT JERNIH atau
KACAWIRANGI. Yaitu DIRI yang diliputi kekosongan yang berisi TYAS CIPTA
HENING. Cermin itu tidak ada bandingannya, tidak punya rupa, warna, kosong tidak ada
apa-apanya. Namun adalah kesalahan bahwa kekosongan Dzat Tuhan adalah TIDAK ADA,
sebab CERMIN itu TETAP ADA.
Wujud cermin sejati atau kacawirangi adalah “wangwung”, tidak ada apa-apa. Pantas bila
orang lalu menganggapnya tidak ada sebab cermin itu terlihat begitu jernih, seperti tidak
adanya rupa apapun. Tapi cermin itu tetap ada. CERMIN SEJATI ITU SATU TAPI TIDAK
TERHINGGA JENIS DAN BILANGANNYA.
Di dalam Serat Dewa Ruci (Yasadipura) terdapat inti ajaran mengenai “cermin” tersebut di
atas sebagai berikut: “Badan njaba wujud kita iki, badan njero mungguwing jroing kaca,
ananging dudu pangilon, pangilon jroning kalbu yaiku wujud kita pribadi, cumithak jro
panyipta, ngeremken pandudu, luwih gedhe barkahira, lamun janma wus gambuh ing badan
batin, sasat srisa bathara”
Akan lebih jelas lagi apabila kita membaca serat Dewa Ruci (Kisah Dewaruci). Dalam Kisah
Dewa Ruci ini adalah inti Sangkan Paraning Dumadi, sekaligus sebagai pengungkapan ajaran
Kawulo Gusti sampai kepada jarak yang sedekat-dekatnya yang dikenal sebagai PAMORING
KAWULO GUSTI atau JUMBUHING KAWULO GUSTI.
Ajaran tentang sangkan paraning dumadi yang dilaksanakan sebagai pedoman hidup praktis
sehari-hari.
6. Dalam filsafat ketuhanan Jawa, hubungan Manusia dan Tuhan (Kawulo-Gusti) memiliki
makna sangat mendalam. Manusia harus merasakan benar-benar bahwa dirinya adalah
hamba-Nya atau KUMAWULA yang artinya dirinya merupakan cermin yang sejati, sehingga
Tuhan dan bayangan-Nya sungguh-sungguh tidak terhalang oleh kotoran sedikitpun. Hal ini
ditandai oleh koreksi terus menerus atas diri “aku” manusia sehingga mencapai kualitas
PRAMANA.
Ketika rasa perasaan belum jernih, adalah rasa perasaan itu yang dianggap PRIBADI oleh si
rasa perasaan. Artinya si rasa perasaan mengaku aku supaya dianggap: AKU. Jadi rasa
perasaan manusia itu ternyata memang tidak bisa melihat yang meliputinya. Jadi dalam
perbuatan MERASA, bahkan menghalang halangi. Karenanya, dapatnya manusia melihat
terhadap yang meliputinya, tidak ada jalan lain kecuali TIDAK dengan MERASA, yaitu
RASA PERASAAN KEMBALI KEPADA YANG MELIPUTI (Pribadi/Rasa Sejati). Apabila
sudah tidak terhalang daya rasa perasaan, maka hanya PRIBADI yang ADA, disitulah baru
mengetahui terhadapi DIA, yaitu yang MEMILIKI RASA PERASAAN, bukan RASA
PERASAAN YANG DIPUNYAI.
Dalam konteks pencapaian pribadi manusia tertinggi atau “pamungkasing dumadi” atau
“sampurnaning patrap” adalah LULUHING DIRI PRIBADI, LULUHING RAOS AKU.
Itulah pamungkasing dumadi, di situ lenyap tabir kenyataan yang sebenarnya.
Manusia yang sempurna dengan demikian adalah manusia yang luluhnya “aku” yang
“diengkaukan” (krodomongso) digantikan dengan “aku” yang tidak mungkin diengkaukan
(dudu kowe).
8. Sebagai Wakil Tuhan di alam semesta, manusia telah diberi berbagai perangkat lunak
sehingga dia bisa berhubungan secara langsung dan berkomunikasi dengan Tuhan sebagai
GURU PALING SEJATI MANUSIA.
9. Dalam Wirid Hidayat Jati dipaparkan
ada tujuh unsur pokok penyusun diri
manusia itu:
Terdapat kesulitan memahami hakekat hubungan antara Kawulo-Gusti dalam jagad filsafat
ketuhanan Jawa bila kita hanya membaca dengan kemampuan akal budi. Dalam ajaran Jawa,
kita diajari untuk melakukan praktik mistik dengan kepercayaan yang benar-benar penuh
sehingga terwujud harmoni dan kesatuan dengan tujuan kosmos. Ini akan membuahkan
kondisi-kondisi fisik dan metafisik yang bermanfaat bagi kita semua. Tuhan bersemayam di
unsur terdalam pada diri manusia sehingga “Kenalilah diri sendiri, maka kau akan mengenal
Tuhanmu.”