Anda di halaman 1dari 3

VI

HAKIKAT SHOLAT
Shalat adalah sarana utama untuk berkomunikasi secara intens (khusyu) dengan Allah. Namun
shalat yang bagaimanakah yang disebut “dapat dilaksanakan secara intens/ khusyu” sehingga
menimbulkan dampak positif, dan dengan demikian akan menjadi sarana yang efektif untuk
berkomunikasi atau kontak batin dengan Allah?
Pertanyaan ini perlu dikemukakan berkaitan dengan peringatan ibnu Al-Arabi yang mengatakan bahwa:
“Banyak orang yang melakukan shalat tetapi tidak pernah mengalami peristiwa apapun, apalagi untuk
peningkatan spiritual”. Dengan asumsi ini kita perlu mengadakan koreksi total atas pelaksanaan shalat
kita.
Ibnu Al-Arabi berkata : "Betapa banyak orang yang shalat tidak mengalami pengalaman apapun dari
shalatnya selain daripada berlelahan berpayah-payah dan memandangi mihrab".
Sebelum menjawab pertanyaan, shalat yang bagaimana yang bisa dipandang sebagai panggilan rahasia
dan “Pertemuan Rahasia” sehingga benar-benar terjadi kontak batin yang saling menyambut antara
manusia dengan Tuhan, kiranya sangat tepat bila kita memahami beberapa aspek tentang manusia.
Manusia dari zaman sekarang menuntut kecerdasan akal, sedangkan tuntutan memperoleh kecerdasan
Budhi berupa kehendak memelihara tata susila, kehendak memelihara rasa keindahan dan terutama
kehendak memelihara Agama.
Kecerdasan Budhi tidak kurang pentingnya dari pada kecerdasan akal, bahkan paling perlu didalam
kehidupan manusia.
“Siapa yang cerdas dalam hal-hal keduniaan, tidak mengerti hal-hal kebatinan, akan tetapi mereka yang
cerdas didalam hal kebatinan juga cerdas didalam hal-hal keduniaan” (Hadist). Kepribadian seseorang
hanya dapat dibangun dengan kebatinan, lebih dari pada dengan akal (Sareat).
Nafsu ingin menunaikan wajib terhadap Agama masuk didikan kebatinan. Kehendak menunaikan wajib
terhadap Agama dibuktikan dengan Shalat.
Shalat bukanlah minta-minta dengan do’a yang diucapkan dengan kerendahan ; Shalat ialah satu-
satunya perbuatan mulia dan berani bagi tiap orang yang ragu-ragu apakah dia berbuat benar seperti dia
harus berbuat”.
Shalat ialah fungsi hayati (hidup) yang terpenting apabila kita ingin berfikir dengan benar dan ingin
mengetahui hakikat kenyataan yang paling akhir. Pernafasan kecil mengandung maksud membersihkan
darah dengan menghisap Zat asam/Oksigen dari udara dan mengeluarkan zat asam arang (CO2) dari
darah. Pernafasan besar diibaratkan dengan Shalat, mengandung maksud menjernihkan pikiran dan
mengeluarkan pikiran ini dari otak terus masuk kedalam Budhi.
Didalam Budhi pikiran ini dibersihkan dari semua nafsu-nafsu yang selalu menyertai pikiran kita
dengan menghisap Nur Illahi yang datang dari Allah. Lebih banyak orang meninggalkan Agama dan
tidak menjalankan Shalat, lebih sering dunia dihinggapi oleh bencana perang, ialah suatu proses bunuh
membunuh dengan tujuan apabila menang, dapat makan kenyang.
Pemusatan pikiran kearah benda semata-mata berarti kemusnahan, peningkatan pikiran kearah Budhi,
terus ke Tuhan, dengan jalan Shalat, berarti hidup sejati, sebagai manusia sejati (Insan Kamil).
Shalat harus menjadi kegiatan dari suatu bangsa yang ingin tentram dan damai, akan tetapi kuat dan
sentausa. Didalam riwayat cukup terdapat bukti-buktinya, bahwa suatu bangsa akan runtuh untuk
selama-lamanya, apabila bangsa itu meninggalkan moral dan Agama.
Cara Shalat yang terbaik ialah cara yang ditetapkan oleh Sabda Allah, yang diturunkan melalui
perantara para Nabi dan Rasulnya. Cara Shalat menurut Agama Islam mengadung arti kejiwaan yang
dalam sekali : pertama harus diselenggarakan tidak untuk meminta-minta, akan tetapi untuk ber-Takwa
kepada Allah, Yang mengaruniakan semua hajat hidup dengan secukup-cukupnya. Ber-Takwa atau
berterima kasih kepada Allah pada tiap-tiap waktu, ialah suatu tindakan yang sangat murni bagi tiap
orang yang ingin membersihkan diri dari semua kecemaran (kotoran noda/dosa) yang dengan sengaja
atau tidak, melekat kepadanya.
Shalat melatih kita supaya tahu berterima kasih. Berhubung dengan itu, maka tidak boleh dilupakan
untuk berterima kasih pula kepada mereka, kepada siapa kita berhutang budi. Mengetahui terimakasih,
lahir maupun batin, boleh kita ibaratkan membayar hutang. Lain dari pada itu, rasa terima kasih yang
meluap-luap, mengantar kita kearah pantai ibadah, dan ada kalanya, pada waktu kita riang gembira dan
bersyukur kepada Allah, benar-benar kita singgah dipantai dan bersujudShalat menurut Agama Islam
ialah alat untuk berterima kasih dan syarat bagi tiap orang yang ber-Iman. Sesuai dengan Firman Allah
dalam Qur’an Sucinya : “Peliharalah Shalat didalam dua bagian dari siang hari dan didalam waktu
permulaan dari pada malam”.
“Hendaknya sabar, oleh karena yakin, Allah tidak akan menahan pahalanya bagi mereka yang berbuat
baik”
Shalat menurut Agama Islam harus dikerjakan dengan tertib dan teratur, serta tepat pada waktunya, agar
semua berjalan dengan teratur dan seragam.
Lain dari pada itu ketertiban menjadi sifat yang terutama dari Kekuasaan yang menguasai seluruh alam,
menjadi satu-satunya alat perhubungan antara Khaliq dan Makhluk. Allah menghasratkan ketertiban
alam lebih dahulu, sebelum mengadakan sesuatu ; oleh karena itu kekacauan sudah barang tentu itu
bukan kehendak Allah.
 Shalat Yang Di Terima
Kembali ke masalah Shalat yang sah dan sempurna. Sebelumnya perlu di sadari bahwa shalat memang
harus dilaksanakan secara benar dan sempurna, karena inilah salah satu jalan utama menuju Allah. Oleh
karenanya masalah ini perlu kiranya dipaparkan secara lebih luas, dalam dan terinci. Berikut adalah
sebuah panduan yang di ambil dari Hadits Qudsi. Panduan ini dapat di jadikan sebagai wacana dalam
rangka meraih kesempurnaan shalat, sehingga shalatnya syah dan di terima oleh Allah.
Allah SWT, berfirman :
“Tidaklah Aku menerima shalat setiap orang. Aku hanya menerima shalat dari orang yang merendah
demi ketinggian-KU, ber-Khusyu demi ke agungan-KU, mencegah nafsunya dari segala larangan-KU,
melewatkan siang dan malamnya dalam mengingat-KU, tidak terus menerus dalam pembangkangan
terhadap-KU, dan selalu mengasihi yang lemah, dan menghibur orang miskin demi keridho’an-KU.
Bila ia memanggil-KU, Aku akan memberinya. Bila ia bersumpah dengan nama-KU, Aku akan
membuatnya mampu memenuhinya. Aku akan jaga ia dengan kekuatan-KU dan kubanggakan dia
diantara malaikat-KU. Seandainya Aku bagi-bagikan Nur-Nya untuk seluruh penghuni bumi, niscaya
akan cukup bagi mereka. Perumpamaannya seperti surga firdaus, buah-buahannya tidak akan rusak, dan
kenikmatannya pun tak akan Sirna”. (HADISTS QUDSI).
Kesombongan, egoisme atau riya adalah sebuah sikap atau sifat yang menempel pada diri manusia yang
sering kali tidak disadari oleh mereka yang menyandangnya sehingga amat sulit dihapuskan. Itulah
kenapa para kaum spiritual selalu mengingatkan untuk menjauhi hal-hal tersebut.
HAKIKAT SHALAT
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, Tidak ada Tuhan Selain AKU. Maka sembahlah AKU dan
Dirikan Shalat untuk Ber-Zikir Kepada-KU”
(Al-Qur’an Surat Thaaha : 14)
“Bacakan apa yang diwahyukan dari kitab (Al-Qur’an) kepadamu. Dan dirikan shalat. sesungguhnya
shalat dapat mencegah orang brbuat keji dan munkar.
Dan mengingat Allah (Dzikir) adalah yang paling penting (dalam kehidupan).
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
(Al-Qur’an S.Al-Ankabut : 45)
Disana beliau ber-Zikir terus menerus sebelum ia diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Diriwayatkan oleh
Abudarda’ bahwa Rasululloh saw. Bersabda :
Shalat itu kepunyaan Allah, karena itu tidak terjadi hukum timbal balik, lain halnya dengan Zikir, ini
memang aktivitas manusia terhadap Allah dan selanjutnya Allah menyapa balik kepada manusia.
Seperti apa yang tertulis dalam Al-Qur’an dan Hadist Qudsi : “ FADZKURUNI ADZKURKUM “
(Karena itu ingat-lah kamu kepada-KU, niscaya AKU ingat pula kepadamu Q.S. Al-Baqarah : 152 ).
“MAN DZAKARANII WALAM YAN SANII DZAKARTUHUU WALAM AN SAHUU” (Barang
siapa senantiasa ber-Zikir, mengingat-KU dan tidak melupakan-KU, maka AKU selalu mengingatnya,
dan tidak akan AKU lupakan - Hadist Qudsi ).
Zikir merupakan hubungan timbal balik, manusia ber-Zikir (ingat) kepada Allah dan Allah pun ber-
Zikir (ingat) kepada manusia, karena itu Zikir merupakan sarana untuk manunggal dengan Allah.
Pengertian manunggal, bukan manunggal Dzat-Nya, tapi manunggal Sifat, Asma, dan Af’al sang hamba
dengan Tuhan-Nya
Puncak dari Zikir adalah kondisi diam, sunyi dari perasaan dan angan-angan, dan hasilnya perasaan
tenang dan tenteram.
Adanya Allah karena Zikir. Pada saat Zikir manusia tenggelam dalam dirinya sendiri, Dzat, Sifat, Asma
dan Af’al Tuhan digulung menjadi Antaya dan Rasa dalam diri. Apakah Antaya itu ? Antaya adalah
angan-angan yang tampak nyata dalam diri kita, ketika orang itu sedang berzikir.
Tapi jika Zikir diterjemahkan sebagai “Meditasi atau Tafakur “ Maka hidup kita harus menjadi “Akhand
Japa” (Zikir yang tak pernah berhenti), tidak perlu menggunakan tasbih, tidak perlu menghitung jumlah,
karena apapun yang kita lakukan harus dilakukan dalam semangat Zikir, makan dalam Zikir, minum
dalam Zikir, berarti kita makan dan minum dengan penuh kesadaran, jangan-jangan makanan dan
minuman yang mengisi perut kita adalah hasil rampasan hak orang lain, bekerja di kantor dalam Zikir,
jangan-jangan pekerjaan ini hanya menguntungkan kita tetapi merugikan orang lain.

Bukankan Allah telah ber-Firman didalam sebuah Hadist Qudsi :


“YAA IBNA ADAM ! TAFARRAGHLI DZIKKRII ADZKURUKA ‘ INDAMAAIKATII”
(Hai anak Adam ! Kosongkan waktumu guna mengingat, ber-Zikir kapada-KU, niscaya AKU akan
menyebutmu dihadapan Malaikat-MalaikatKU).

Anda mungkin juga menyukai