Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENTINGNYA HIDUP ISLAMI

TUGAS AIK 5

DISUSUN OLEH :

NAMA DOSEN : Estin Navira S,P.di.

NAMA : -Tasya Amalia


(212018117)

-Fera Wati (212018003)

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
OKTOBER 2019
D. Islam Sebagai Agama yang Besih

Kebersihan merupakan sesuatu yang Allah senangi, maka dari itu, pantaslah kalau
agama-Nya(Islam) mengajarkan pada kebersihan. :

Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya Allah itu indah, menyukai keindahan,bersih menyukai kebersihan,


murah hati menyukai kemurahan, dermawan menyukai sifat dermawan”.(HR.
Tirmidzi)

Sesungguhnya hakekat kebersihan dalam agama islam menjadi sebagai


tradesi yang sangat jelas. Karena semua urusan yang ada pada islam itu, baik yang
berupa ibadah wajib ataupun yang sunnah, semuanya mengarah pada kebersihan.
Kebersihan lahir maupun kebersihan batin. Kita ambil contoh satu persatu.

1. Dua kalimat syahadat, ucapan ini adalah membersihkan mulut dari kata-
kata kufur dan kata-kata syirik, karena mulut dan lisan kita bergerak
dengan mentauhidkan Allah. Yaitu dengan kalimat syahadat ( laa ilaaha
illallah ). Kalimat inilah yang pertama kali diucapkan oleh seseorang yang
pertama kali masuk pada agama islam.

Kemudian berkenaan dengan hati, kalimat syahadat ini juga memenuhi hati
dengan keimanan pada Allah. Sehingga hati menjadi bersih dan salim,

Sebagaimana firman Allah. “Pada hari itu tidak bermanfaat lagi harta dan anak,
kecuali orang yang datang pada Allah dengan hati yang selamat”.

Maksud dari hati yang selamat disini adalah. Selamat dari kekufuran,
kesyirikan, takabbur serta dari penyakit yang merusak hati.

2. Sholat, sebelum kita melaksanakan sholat kita diwajibkan berwudhu’,


karena tidak sah shalat seseorang tanpa diiringi dengan wudhu’. Waktu
wudhu’ kita membersihkan anggota badan seperti tangan, muka, mulut,
hidung, muka, telinga, dan kaki. Wudhu’ ini juga merupakan bagian dari
keimanan sebagaimana sabda Rasulullah: “bersuci itu bagian dari iman,
atau lafadh lain wudhu’ itu bagian dari iman.

Dalam sholat itu sendiri, sholat juga membersihkan badan dari dosa, sebagaimana
sabda rasulullah:

ْ‫م‬ْ ‫م بِبَابِْ نَ َهرًا ْأَنْ لَ ْْو أَرَأَ ْي ُت‬ َ َ‫ل أ‬


ْْ ‫ح ِد ُك‬ ُْ ‫س‬ِ ‫ه ي َْغ َت‬ِْ ‫سا يَ ْومْ ُكلْ فِي‬ ً ‫خ ْم‬َ ‫ل مَا‬ ُْ ‫ك تَ ُقو‬َْ ِ‫ن ُي ْب ِقي َذل‬ ْْ ‫ه ِم‬
ِْ ِ‫َد َرن‬
‫ل َقالُوا‬ َْ ‫ن ُي ْب ِقي‬ ْْ ‫ه ِم‬ ِْ ِ‫ش ْي ًئا َد َرن‬َ ‫ل‬َْ ‫ك َقا‬َْ ِ‫ل َف َذل‬ ُْ ‫س الصلَوَاتِْ ِم ْث‬ِْ ‫خ ْم‬َ ‫حو ْال‬ ُ ‫ه ّللاُْ ي َْم‬ َ ‫ْال‬
ِْ ِ‫خطَايَا ب‬

Apa pendapatmu jika seandainya ada sungai didepan rumahmu, kemudian


kamu mandi didalamnya lima kali sehari, Apakah masih tersisa kotoran? Para
sahabat berkata, tidak ada kotoran satupun yang nempel, kemudian rasulullah
melanjutkan itulah permisalan orang yang sholat lima kali, Allah menghapus
dosa(kesalahannya).(HR, bukhari dan muslim)

3. Zakat, zakat juga membersihkan hati dari kebakhilan dan juga


membersihkan uang dengan mengeluarkan sebagian rizkinya,
Sebagaimana firman Allah:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan, mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.(At-Taubah:103)

Maksud dari membersihkan pada ayat diatas, zakat itu membersihkan


mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda.
Sedangkan Maksudnya mensucikan, zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan
dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

4. Puasa, dalam puasa ada kebersihan. Dari segi hissiyah puasa


membersihkan usus-usus, memperbaiki lambung, membersihkan badan
dari kotoran, dan meringankan badan dari himpitan kegemukan, karena
disebutkan dalam hadits bahwa rasulullah` bersabda: puasalah kalian,
niscaya kalian sehat (Diriwayatkan Ibnu As-Sunni, dan Abu Nu’aim. As-
Suyuti menghasankan hadits ini). Namun dari segi maknawi puasa juga
membersihkan pelakunya dari dosa. Dan dengan puasa juga bisa
mengantarkan seseorang pada derajat tinggi disisi Allah. Sebagaimana
sabda Rasulullah,

Allah berfirman: “Seluruh amal anak adam untuk dirinya, kecuali puasa.
Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan aku yang akan membalasnya. (HR.
Bukhari dan muslim)

5. Haji, ibadah haji juga mempunyai kebersihan yang bersikap umum,


diantaranya: orang yang menunaikan haji dengan cara yang terbaik dan
tidak berbuat perbuatang yang keji dan dan juga perkataan yang kotor
maka ia pulang kembali kerumahnya dalam keadaan yang bersih seolah-
olah ia baru dilahirkan.

Sebagaimana sabda Rasulullah`: “Barangsiapa haji kerumah ini(baitullah),


kemudian tidak berkata kotor, dan tidak fasik, ia keluar dari dosa-dosanya seperti
hari ia dilahirkan ibunya. (Muttafaq Alaih).

6. Jihad dijalan Allah, jihad merupakan amalan yang agung, amalan ini bisa
dikatakan kebersihan yang besar bagi diri hamba yaitu membersihkan jiwa
dan nafsu dari cinta pada dunia.

Selain yang bersikap batin sebagaimana yang telah kami paparkan diatas,
ada juga perintah yang bersikap lahiriah yang telah disyareatkan, dari yang wajib
seperti: mandi janabah, mandi saatc terhentinya darah haid dan darah nifas, mandi
apabila ada orang kafir yang masuk islam, sampai menjelang kematianpun kita
wajib dimandikan, karena Rasulullah` memerinkahkan untuk memandikan
zainabx ketika meninggal dunia .

Sedangkan yang disunnahkannya seperti: Mandi pada hari jum’at, mandi


pada hari iedain(idul adha dan idul fitri), mandi bagi orang yang ihram untuk hajib
atau umrah, karena kebiasaan Rasulullah` seperti itu dan karena beliau juga
memerinkahkannya, mandi waktu masuk mekkah dan wukuf di Arafah karena
Rasulullah` mengajarkannya, mandi usai memandikan mayyit. Namun yang jelas
agama islam secara umum, mengajak pada kebersihan. Allahu A’lam
Bishshowab.

F. Cara Berfikir Islami

Cara berpikir (aqliyah) adalah salah satu di antara dua unsur pembentuk
kepribadian (Syakhshiyyah). Dalam buku "As Syakhshiyah Islamiyah",
Taqiyyudin An Nabhani mendefinisikan aqliyah, sebagai cara berpikir atau
memahami sesuatu. Ada dua hal yag perlu dijelaskan dari definisi tersebut.
Pertama, tentang makna berpikir tentang sesuatu (aqlus syai'). Kedua, tentang
cara-cara berpikir.

Berpikir dalam Bahasa Arab disebut dengan tiga lafadz yaitu al aqlu, al fikru
dan al idrak. Ketiganya, menunjuk pada satu pengertian: berpikir. Sedang proses
berpikir, tulis Muhammad Ismail dalam Al Fikrul Islami, adalah aktifitaas
pemindahan fakta melalui indera ke dalam otak, dengan informasi yang ada atau
sudah ada (ma'lumat tsaabiqah) akan menafsirkan untuk menafsirkan fakta
tersebut. Jadi, unsur berpikir ada 4 komponen yaitu: fakta, indera, otak, dan
informasi yang berkaitan dengan sesuatu yang diinderanya. Keempat unsur itulah
yang membentuk pemikiran. Bila salah satu tidak ada, mustahil terjadi proses
berpikir. Sementara, terjadinya proses berpikir itu sendiri, tidaklah diketahui
persis bagaimana dan dimana tempatnya. Menurut An Nabhani, tempatnya bukan
di otak, sebagaimana pendapat banyak orang. Sebab otak hanyalah pusat indera.
Tetapi, otak tetap berperan, yakni sebagai penyimpan informasi. Dengan
informasi itu, fakta yang terindera dapat dipahami.

Jadi timbulnya pemikiran atau pemahaman pada seseorang adalah ketika


terikatnya fakta yang terindera dengan informasi yang telah dimiliki. Meskipun
terakumulasi informasi, jika ia tidak pernah mengindera fakta tersebut atau
mengkaitkan dengan kenyataannya, maka itu bukan proses berpikir. Tapi
menghafal. Ia tidak mempunyai pemikiran dan pemahaman terhadap informasi
yang dimilikinya. Seseorang yang dijejali dengan informasi-informasi tanpa
pernah mengindera faktakan informasi tersebut, ia hanya berkemampuan sebatas
menghafal informasi. Sebaliknya, seseorang yang mengindera suatu fakta atau
benda -berkali-kali sekalipun- tanpa memiliki informasi tentang fakta itu, maka ia
tidak akan mempunyai pemikiran atau pemahaman terhadap benda yang
diinderanya itu.

Misalnya, dihadapan seorang anak diletakkan tiga macam benda,


timbangan, apel dan api. Kemudian, kepadanya diberikan berbagai informasi
tentang ketiga benda itu. Bahwa, timbangan untuk menimbang, apel dapat
dimakan, dan api dapat membakar. Demikian, berulang kali. Lalu, tanyakan
padanya, mana yang disebut timbangan. Tak mustahil, ia akan menunjuk
timbangan. Tetapi bila melihat anda tidak setuju, maka ia akan mengubah
pendiriannya dan menunjuk benda lain. Anak itu telah menghafal informasi
tersebut dan mampu mengulang-ulangnya. Namun, dalam dirinya belum terbentuk
suatu pemikiran.

Lain halnya jika anda memperlihatkan padanya sebuah timbangan. Lalu,


anda katakan bahwa timbangan itu dapat digunakan untuk menimbang, dan anda
memperagakannya berulang-ulang. Atau anda perlihatkan padanya apel atau api.
Kemudian anda berikan berbagai informasi mengenainya, dan anda tunjukkan
bendanya berulang-ulang. Maka, akan terbentuk suatu permikiran pada diri si
anak. Jika ia ditanya, mana yang disebut timbangan, tentu ia akan menunjukkan
benda itu pada anda -meskipun anda menolak atau menyalahkannya. Ia tidak
perduli dan tetap bertahan, sebab ia telah memahami hal itu. Ia akan dapat
mengetahuinya cukup dengan melihat atau mengingat namanya. Dalam dirinya
telah terfahamkan mengenai benda-benda tersebut. Yakni, dengan terjadinya
perpaduan antara fakta dan informasi yang ada dalam dirinya.

Saat memadukan fakta yang diindera dengan informasi yang dimilikinya,


pemahaman seseorang sangat dipengaruhi oleh suatu qaidah fikriyah atau
landasan berpikir yang dimilikinya. Qaidah fikriyah adalah pemikiran yang paling
mendasar. Ia merupakan aqidah bagi seseorang. Aqidah inilah yang mendasari
seluruh bentukan pemikiran seseorang. Tak peduli, benar atau salah.

Qaidah fikriyah adalah penentu cara berpikir seseorang. Jika ia


menggunakan aqidah komunis atau materialis sebagai qaidah fikriyahnya, ia
berpikir dengan cara komunis (aqliyyah syuyu'iyyah). Bila ia menggunakan
aqidah kapitalis sekuleris, ia akan berpikir secara kapitalis (aqliyah ra'sumaliyah).
Dan jika Islam yang digunakannya sebagai qaidah, ia akan berpikir secara Islami.
Itulah yang disebut aqliyah Islamiyah. Dengan kata lain, "Aqliyah adalah cara-
cara berpikir, yang di dalam cara-cara itu terikat atau terpadu fakta dengan
informasi atau informasi dengan fakta yang distandarisasi oleh satu qaidah
tertentu".

Bagaimana Seorang Muslim Berpikir Islami ?

Aqidah harus tertanam dalam diri seorang muslim, pertama kali. Seseorang
dikatakan mempunyai Aqliyah Islamiyah manakala menjadikan aqidah Islamiyah
sebagai asas bagi proses berpikirnya. Juga, disaat menangkap pemikiran-
pemikiran dan fenomena-fenomena yang terjadi, ia menilai dengan landasan
Aqidah Islamiyah. Ketika Aqidah Islamiyah memberikan nilai benar, ia
membenarkan dan mengikuti. Sebaliknya, jika Aqidah Islam menilai salah, ia
menolak dan menyalahkannya. Seseorang yang telah melakukan hal semacam ini
(membenarkan dan menyalahkan sesuatu berdasarkan Aqidah), berarti ia telah
memiliki Aqliyah Islamiyah.

Status pemilikan Aqliyah Islamiyah dalam diri seseorang tidak ditentukan apakah
ia seorang alim (cendekiawan ) atau awam. Yang penting disini adalah, kebulatan
tekad yang terpatri dalam hati untuk menjadikan Aqidah Islam sebagai
"penstandar" bagi setiap informasi dan fakta-fakta yang diterima atau di
jumpainya.Dalam soal ini tidakbeda antara Imam Syafi'i -- mujtahid terkemuka--
dengan Mang Pi'i yang hanya hafal beberapa ayat untuk keperluan shalatnya.
Begitu juga, tidak beda antara Prof. Dr.Ir. A. Baquini --jago nuklir itu-- dengan
bang Miing yang hanya tahu, air itu musti jatuhnya ke bawah, dan beli SDSB
hukumnya haram. Juga kata Mang Miing, korupsi dan kolusi itu dosa.

Prof. Baquini misalnya, mampu mengkritik teori-teori dasar ilmu Kimia seperti
Hukum Kekekalan Masa-sebagai tidak Islami.Soalnya ,temuan Lavoisier (1743-
1794), yang kemudian dikembangkan oleh Einstein sebagai hukum kekekalan
Energi, menganggap materi itu kekal, tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan.
Pemikiran semacam itu, kata Baiquni adalah dari paham komunus. Berarti, Prof.
Baiquini memiliki Aqliyah Islamiyah, sama dengan Mang Miing tadi.

Jadi, Islami tidaknya cara berpikir seseorang --sekali lagi-- bukan terletak
pada alim tidaknya seseorang. Tapi, yang prinsip, apakah ia menjadikan Islam
sebagai tolok ukur dalam proses berpikirnya atau tidak. Oleh karena itu, walaupun
pengetahuan Islamnya pas-pasan,ia tetap bisa dikatakan memiliki Aqliyah
Islamiyah. Asal ia gunakan fikrah Islamiyah sebagai tolok ukur dari proses
berpikirnya. Sementara para Orientalis, meskipun ia memiliki pengetahuan luas
tentang Islam --paham Ilmu Al Qur'an, Hadist, Siroh Rasul, Sejarah Umat Islam,
bahkan mungkin lebih ahli dari kebanyakan umat Islam-- tak dapat ia dikatakan
memiliki pemikiran Islami. Sebab ia tidak menjadikan Islam sebagai landasan
berpikir. Ia tetap bertahan dengan aqidah Kapitalismenya. Maka, pemikirannya
dikatakan sebagai pemikiran Kapitalis (Aqliyah Ra'sumaliyah).

Aqliyah Islamiyah (pemikiran Islami) adalah cara berfikir, yang didalamnya


terjadi pengikatan atau pemaduan antara fakta dan informasi, atau informasi dan
fakta, yang dilandaskan padaAqidah Islam. Dengan demikian, kepahaman-
kepahaman (mafahim) yang dihasilkan dari proses berfikir tersebut adalah
mafahim Islam.Mafahim itu penting bagi seorang muslim untuk menstandarisasi
atau melandasi perbuatan-perbuatannya.

Terwujudnya Aqliyah Islamiyah pada diri seseorang, adalah tatkala ia mulai


bertekad bulat untuk menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan bagi setiap
menafsirkan dan memahami informasi dan fakta-fakta yang diterima atau
dijumpainya dan untuk meningkatkan kualitas Aqliyah Islamiyah-nya, seorang
muslim mau tidak mau harus mempelajari Tsaqofah Islamiyah (Khasanah Ilmu
dan Pemahaman Islam).

Tsaqofah Islamiyah seluruhnya bersumber kepada Al-Qur'an dan as-Sunnah.


Semua cabang Tsaqofah Islamiyyah muncul dari kedua sumber ini secara
langsung, atau melalui pemahamannya. Bahkan, Al-Qur'an dan As-Sunnah sendiri
merupakan bagian Tsaqofah Islamiyyah. Dan aqidah Islam mewajibkan setiap
muslim untuk berpegang teguh kepada keduanya serta mengamalkannya. al-
Qur'an diturunkan kepada Rasulullah memang untuk diterangkan kepada manusia,
sebagaimana firman Allah SWT:

{ ‫ك أَ ْنز َْلنَا َْو‬


َْ ‫الذ ْك َْر إِلَ ْي‬
ِ َْ‫اس لِ ُتب َِين‬
ِْ ْْ ‫م َْو إِلَ ْي ِه‬
َْ ‫م نُ ِز‬
‫ل مَا لِلن‬ ْْ ‫ن لَ َعل ُه‬
َْ ‫} يَ َت َفك ُر ْو‬

Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri.

Dengan mempelajari Tsaqofah Islamiyah, diharapkan seorang muslim senantiasa


dapat memecahkan segala macam problema yang dihadapinya dengan cara Islami,
dan kedudukan Aqidah Islam sebagai standarisator benar-benar akan mencakup
seluruh aspek kehidupan. Pada gilirannya nanti dia akan muncul diantara umat
manusia sebagai salah seorang pemikir Islam yang handal.

F. Pengamatan Aspek Kehidupan

Islam adalah agama yang memiliki karakteristik yang khusus dan sempurna,
karena ia diturunkan dari yang Maha Sempurna. Dan Allah SWT menurunkan
Islam semata-mata untuk mengangkat, meninggikan, memuliakan dan
menyempurnakan hamba2-Nya, karena ia tidak memiliki kepentingan sedikit pun
atas manusia.

Oleh karena itu maka seorang yang berinteraksi dengan Islam secara benar
maka secara logika ia pastilah akan terbentuk, tercelup dan tersempurnakan (QS
2/138) oleh sistem yang paling sempurna (QS 5/3) yang diturunkan oleh yang
Maha Sempurna melalui hambanya yang paling sempurna (QS 68/3-4).

Adapun karakteristik seorang muslim sebagai dampak dari Islam yang


dipelajari, difahami dan diamalkannya dengan benar dan konsisten tersebut antara
lain adalah:

1. Islam adalah agama yang membersihkan penganutnya dari syirik dan


Islam paling sesuai dengan fitrah kemanusiaan; maka seorang muslim
yang benar seharusnya menjadi seorang yang ikhlas dan lurus fitrahnya.
2. Islam adalah agama yang sangat sarat dengan nilai-nilai dan aturan; maka
seorang muslim seharusnya menjadi seorang yang bermutu dan teratur.
3. Islam adalah agama moralitas dan hukum; maka seorang muslim akan
menjadi orang yang bermoral dan bijaksana.
4. Islam adalah agama kebersihan dan kesucian; maka seorang muslim
seharusnya menjadi orang yang bersih fisiknya serta suci jiwanya.
5. Islam adalah agama ilmu dan amal; maka seorang muslim seharusnya
menjadi seorang alim yang aktif beramal.
6. Islam adalah agama Ilmu dan pemikiran; maka seorang muslim haruslah
menjadi seorang alim yang pemikir.

Secara lengkap pengarahan Islam dalam al-Qur’an mengenai berbagai aspek


kehidupan muslim, dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Islam sebagai agama dan idiologi.

2. Islam sebagai sistem yang mengatur moralitas dan tingkah-laku.

3. Islam sebagai pedoman yang mengarahkan perasaan.

4. Islam sebagai pedoman dalam sistem pendidikan.

5. Islam sebagai pedoman dalam sistem sosial kemasyarakatan.

6. Islam sebagai pedoman dalam sistem politik dan kenegaraan.


7. Islam sebagai pedoman yang mengatur sistem perekonomian.

8. Islam sebagai pedoman dalam sistem kemiliteran.

9. Islam sebagai pedoman dalam sistem hukum dan perundangan.

Anda mungkin juga menyukai