Anda di halaman 1dari 11

URGENSI KEBERSIHAN DIRI DI DALAM

TASAWUF MENURUT IMAM GHAZALI

Disusun Oleh:

M. RIZAL ANAS (16.1.2.1.0035)


Skripsi ini disusun
Untuk memenuhi tugas akhir dalam program S1

TASAWUF DAN TAREKAT


MA’HAD ALY IQNA’ ATH-THALIBIN
PONDOK PESANTREN AL-ANWAR
KARANGMANGU SARANG REMBANG JAWA TENGAH
1440/1441 H / 2019/2020 M.
URGENSI KEBERSIHAN DIRI DI DALAM TASAWUF MENURUT

IMAM GHOZALI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebersihan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

kehidupan dan melaksanakan ibadah antara hubungan manusia dengan Allah.

Bersih didalam Islam dimaksudkan bersih lahir dan batin, demikian juga sehat

yang dikehendaki Islam adalah sehat lahir dan batin. Karena dengan bersih yang

berada dalam badan dan jiwa maka kita dapat berfikir dengan jernih sehingga

dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk sehingga dapat

menghantarkan selamat dunia dan akhirat. Dengan bersih lahir akan tercipta

dalam diri kita akhlak yang baik. Dengan kekuatan Akhlak dapat melahirkan

kesejukan dan kedamaian. Tidaklah suatu negara menjadi sempit karena

penduduknya, tetapi Akhlak manusialah yang menjadi sempit. Jika Akhlak suatu

kaum tidak meluas, maka negeri yang luaspun menjadi sempit baginya (Kalam

Hikmah). Dengan Akhlak pula bangsa-bangsa akan tetap hidup selama mereka

memiliki Akhlak yang baik. Jika lenyap Akhlak mereka,maka merekapun akan

binasa.Pemilik akhlak yang mulia ialah Rasulullah seperti firman Allah dalam Qs

Al Ahzab ayat 21 :

“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari

kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”


Kebersihan adalah upaya manusia untuk memelihara diri dari segala yang

kotor dan keji dalam rangka mewujudkan dan melestarikan kehidupan yang sehat

dan nyaman. Kebersihan merupakan syarat bagi terwujudnya kesehatan, dan sehat

adalah salah satu faktor yang dapat memberikan kebahagiaan. Sebaliknya, kotor

tidak hanya merusak keindahan, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya

berbagai penyakit, dan sakit merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan

penderitaan.

Begitu pentingnya kebersihan menurut Islam, sehingga orang yang

membersihkan diri atau mengusahakan kebersihan akan dicintai oleh Allah,

sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

﴾‫﴿ﺮواﻩَالبيهقى‬٠َ ٌ‫سَل ُمَن ِظيْفٌ َفتنظَّفُوْ اَف ِانَّهَُﻻي ْد ُحلَُا ْلجنَّةَاﻻَّن ِظيْف‬
ْ ِ‫اَﻻ‬

Artinya :“Agama Islam itu (agama) yang bersih, maka hendaklah kamu menjaga

kebersihan, karena sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang

yang bersih”. (H.R. Baihaqy).

Hadits tersebut menjelaskan bahwa agama Islam adalah agama yang suci.

Untuk itu umat Islam harus menjaga kebersihan, baik kebersihan jasmani maupun

rohani. Orang yang selalu bersih dan suci mengindikasikan bahwa ia telah

melaksanakan sebagian dari perintah agama dan akan memperoleh fasilitas berupa

surga di akhirat kelak.

Dalam hadits lain diriwayatkan, yang artinya: “Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi

Waqas dari bapaknya, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

Sesungguhnya Allah Subahanahu wa Ta’ala itu suci yang menyukai hal-hal yang

suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Mahamulia yang
menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu

bersihkanlah tempat-tempatmu” (HR. At-Tirmidzi).

Kebersihan, kesucian, dan keindahan merupakan sesuatu yang disukai oleh

Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika kita melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah,

tentu mendapatkan nilai di hadapan-Nya, yakni bisa menjadi kekasih allah

(waliyullah). Sebagai hamba yang taat, tentu kita terdorong untuk melakukan hal-

hal yang disukai oleh Allah.

Untuk mewujudkan kebersihan dan keindahan tersebut dapat dimulai dari

diri kita sendiri, sehingga bisa tertularkan pada lingkungan keluarga, masyarakat,

maupun di lingkungan sekolah. Bentuknya juga sangat bermacam-macam, mulai

dari membersihkan diri setiap hari, membersihkan kelas, menata ruang kelas

sehingga tampak indah dan nyaman. Bila kita dapat mewujudkan kebersihan dan

kerapian, maka kehidupan kita pasti terasa lebih nyaman.

Kalau kebersihan merupakan perintah dari Allah dan Rasul-Nya, sudah

seharusnyalah kita bersungguh-sungguh melaksanakan atau menerapkan

kebersihan itu dalam kehidupan kita sebagai wujud dari rasa cinta kita kepada

Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah:

‫يم‬
ٌ ِ‫ور َرح‬ َّ ْ ‫م ال َّل ُه َو َي ْغف ِْر َل ُك‬
ُ ‫ون ال َّل َه َفا َّت ِب ُعونِي ُي ْح ِببْ ُك‬
ٌ ‫م ۗ َوالل ُه َغ ُف‬
ْ ‫م ُذ ُنوبَ ُك‬ َ ُّ‫م ُتحِ ب‬
ْ ‫ل إِ ْن ُك ْن ُت‬
ْ ‫ُق‬

Artinya: Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,

niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ali Imran [3]: 31).

Mencintai Allah dan Rasul-Nya itu tidak ada jalan kecuali dengan cara

percaya kepada-Nya serta menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala


larangan-Nya. Itulah yang dinamakan beriman dan bertaqwa. Kebersihan dapat

diterapkan dalam masalah ibadah (hubungan dengan Allah), kita bisa ambil

contoh dalam mendirikan shalat. Sebelum kita melaksanakan ibadah shalat maka

kita harus membersihkan diri dulu dengan berwudhu dan mandi. Karena dalam

tubuh manusia terdapat beberapa kotoran (Daki) yang bisa mengganggu manusia

dalam bertaqorub ilaallah, kotoran (daki) tubuh yang harus di bersihkan

disebutkan didalam kitab ihya’ ulumuddin karangan imam ghozali adalah sebagai

berikut :

Secara jasmani, sebagaimana dijelaskan dalam Ilmu Fiqih, berwudhu dan

mandi adalah membersihkan kotoran-kotoran yang menempel pada anggota tubuh

kita yang terbuka. Sedangkan secara rohani, sebagaimana dijelaskan oleh Ulama

Tasawuf, wudhu adalah membersihkan dosa-dosa yang telah dilakukan oleh

anggota tubuh kita seperti menggunjing, memaki, berbohong, makan makanan

haram. Dengan demikian wudhu juga merupakan sarana bertaubat sebelum

menghadap Allah.

Kebersihan bukan hanya monopoli dalam ibadah shalat saja tapi ibadah-ibadah

yang lainpun seperti puasa, zakat dan haji selalu ada tema kebersihan di

dalamnya, apakah itu kebersihan jasmani maupun kebersihan rohani.1

B. Rumusan Masalah

1 Bagaimanakah kebersihan diri menurut imam ghozali ?

2 Seberapa penting kebersihan diri bagi Ahli Tasawuf ?

1 Risma Tri Utami, Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa
Barat February 11, 2016
C. Tujuan

Berdasarkan pokok masalah di atas, maka tujuan dari penulisan ini adalah :

1 Untuk menjelaskan atau mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan

kebersihan Lahir

2 Untuk menjelaskan urgensi kebersihan di dalam tasawuf .

3 Untuk menjelaskan cara mengobati penyakit Lahir dan Batin.

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan

tentang urgensi kebersihan diri di dalam tasawuf dan juga menghilangkan

stigma lusuh bagi orang yang bertasawuf

2. Secara Praktis

a. Bagi pembaca, diharapkan dapat memahami, menambah dan

mengamalkan kebersihan diri di dalam tasawuf .

b. Bagi khazanah ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan referensi pengembangan penulisan di masa yang akan datang.

E. Kajian pustaka

Kajian pustaka adalah adalah salah satau faktor terpenting dalam salah

satu penelitian sebagai alat untuk dapat memperoleh data-data yang

akurat dan objektif, sehingga tidak terdapat sebuah manipulasi data dan

bisa di pertanggung jawabkan secara ilmiah. Maka dari itulah dalam

penelitian ini mengacu kepada beberapa literature buku dan karya ilmiah
lainya, sebagai pengayaan datanya, baik mengacu kepada buku atau data

yang bersifat primer maupun sekunder, data-data tersebut salah satunya

disajikan dalam jurnal yang ditulis oleh Risma Tri Utami, Mahasiswa

Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor,

Jawa Barat. Dalam tulisannya ia menjelaskan begitu pentingnya

kebersihan diri di dalam tasawuf karena kebersihan sebagian dari iman

dan surga.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian perlu adanya metode atau jalan, karena kebenaran itu

hanya diperoleh dengan jalan yang bertahap. Jadi metode adalah jalan yang

dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah.

1. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamati, dalam hal ini data yang digunakan adalah data kepustakaan

kerena penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu

suatu jenis penelitian yang menggunakan bahan-bahan tertulis dalam

pengumpulan datanya, seperti buku, jurnal, majalah, buletin, surat kabar,

serta karangan-karangan lainnya yang bersifat ilmiah baik yang

dipublikasikan maupun yang menjadi dokumen khusus.2

Setelah data terkumpul, selanjutnya disusun secara sistematis dan diolah

2 A. Kadir Ahmad, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif, (Makassar, Indobis Media


Centre, 2003), hlm 106.
secara kualitatif yang diinterpretasikan dan dianalisis dalam konsep

pemikiran terhadap objek permasalahan yang dibahas.3 Dengan demikian

data yang dihasilkan adalah data yang bersifat deskriptif.

Dalam penelitian ini, penulis fokuskan dalam mentahqiq dan mentakhrij

kitab Ihya’ Ulumuddin bab “AL QISMUS TSALIS MINAN NADHOFATI

AT TANDHIF ANIL FUDHOLATI AT THOHIROTI”, yaitu kegiatatn

pencatatan secara sistematis dan pemeriksaan dengan seksama mengenai

lafaz-lafaz gharib pada bab tersebut dan mencari marji’ ayat-ayat al-Qur’an

dan hadis pada bab tersebut.

2. Sumber Data

Megingat studi ini seluruhnya bersifat kepustakaan, maka sumber data

yang digunakan penulis adalah kitab Ihya’ Ulumuddin, buku-buku dan karya

tulis lain (jurnal dan sebagainya) yang ada kaitannya dengan masalah pokok

yang diteliti. Mengenai sumber data kepustakaan tersebut di bedakan

menjadi dua data, yaitu: data primer dan data skunder.

Data primer adalah data yang di ambil dari kitab Ihya’ Ulumuddin, baik

berbentuk teks asli maupun terjemahan. Dan data sekunder adalah data yang

brasal dari sumber lain yang ada relevansinya dengan pokok bahasan dan

penelitian, baik berupa buku, skripsi, jurnal atau karya tulis lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis penelitian yaitu library research, maka teknik

3 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Cet. Xiv; Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2003), hlm.
73.
pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan

mengumpulkan data dari kitab dan buku-buku yang punya relevansi dengan

tema yang dikaji. Data tersebut kemudian diolah dan dianalisis sehingga

menghasilkan suatu kesimpulan.

4. Teknik Analisis Data

Berdasarkan teknik pengumpulan data di atas, studi ini ditekankan pada

penelitian kepustakaan. Adapun langkah-langkah metodis yang

digunakan dalam studi ini adalah Analisis Deskriptif, yaitu dengan cara

mengumpulkan dan menyusun data. Dalam konteks ini metode yang

digunakan penulis dimaksudkan untuk memaparkan secara jelas dan

mendalam tentang konsep imamah dalam shalat berjama’ah kemudian

mengkontekstualisasikannya ke dalam pemerintahan.

G. Sistematika pembahasan

Untuk mengetahui pembahasan penelitian ini, berikut akan dijelaskan

beberapa poin pokok dalam tiap bab nya:

Bab pertama, pendahuluan, meliputi latar belakang masalah yang

akan menjelaskan secara akademik apa yang melatar-belakangi penelitian ini

dan mengapa penelitian ini perlu dilakukan. Kemudian rumusan masalah,

dimaksudkan untuk memperjelas masalah yang akan diteliti agar lebih

terarah. Selanjutnya, tujuan dan manfaat penelitian menguraikan seberapa

pentingnya penelitian ini. Sedangkan kajian pustaka, dimaksudkan untuk

melihat sejauh mana perbedaan penelitian ini bila dibandingkan dengan

penelitian-penelitian yang telah ada. Lalu, dilanjutkan dengan metode


penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana cara yang

digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini. Dan terakhir sistematika

pembahasan .

Bab kedua: berisi tahqiq dan takhrij kitab Ihya’ Ulumuddin karya

Abu Hamid al-Ghazali bab “al qismus tsalis mina nadhofati at tandhifi anil

fudlathi dho hiroh ”

Baba ketiga: berisi pemaparan analisa hasil tahqiq dan takhrij tentang

bab “Al Qismus Tsalis Minan Nadhofati At Tandhif Anil Fudholati

Athohiroh”

Bab keempat : memaparkan Urgensi kebersihan diri didalam tasawuf

menurut imam ghazali

Bab kelima : penutup yang memuat kesimpulan.

H. Daftar pustaka

Al-Qur’an Al-Karim

Al-Ghazali, Al Qismus Tsalis Minan Nadhofati At Tandhif Anil Fudholati

Athohiroh, Beirut: Dar Fiker, 2008.

Ahmad, A. Kadir, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif, Makassar,

Indobis Media Centre, 2003.

Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Kepemimpinan

Abnormal itu?, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Lewis, Bernard, The Religion and the People, New Jersey: Pearson, 2009.

Ma’arif, A. Syafi’i, Peta Bumi Intelektualisme Indonesia, Bandung: Mizan,

1993.
Moten, Abdul Rashid, Political Science: An Islâmic Perspective, London:

Macmillan Press, 1996.

Risma Tri Utami, Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)

STAI Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat February 11, 2016.

Sofyan, Ahmadi, Islam On Leadership, PT. Lintas Pustaka. Jakarta: 2006.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian ,Cet. Xiv; Jakarta : Rajagrafindo

Persada, 2003.

Anda mungkin juga menyukai