Anda di halaman 1dari 5

Al-Ilmu, Sebelum Berkata & Beramal

“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang


yang tidak mengetahui" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.” (QS. Az-Zumar :9)

Kita semua sepakat bahwa sebuah gedung yang tinggi pasti memerlukan banyak
ahli ilmu teknik bangunan yang mereka benar-benar ahli alias berilmu dalam bidangnya
dan berpengalaman agar gedung itu berdiri dengan kuat, kokoh dan awet. Juga
seseorang yang mengobati penyakit haruslah berpendidikan kesehatan (dokter) Namun
ketika orang-orang ditanya bagaimanakah membangun umat Islam ini ? Maka
mayoritas orang tidak terlalu memikirkan bagaimana kapasitas da'i pembangun umat ini
apakah mereka berilmu tentang dien/agamanya yang akan dida'wakan atau tidak ? Dan
ini adalah musibah.. Innalillahi wa innailaihi rojiun..

Ilmu merupakan sandi terpenting dari hikmah. Sebab itu, Allah memerintahkan manusia
agar mencari ilmu atau berilmu sebelum berkata dan beramal. Firman Allah :

"Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Illah selain Allah, dan mohonlah
ampunan bagi dosamu serta bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu”.
(QS.Muhammad:19)

Imam Bukhari membicarakan masalah ini dalam kitab Shahih-nya pada bab khusus,
yakni bab "Ilmu sebelum berkata dan beramal".

Sehubungan dengan ini Allah memerintahkan Nabi-Nya dengan dua hal, yaitu
berilmu lalu beramal, atau berilmu sebelum beramal. Hal ini dapat kita lihat dari
susunan ayat diatas, yaitu :

"Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada ilah melainkan Allah."

Ayat ini menunjukkan perintah untuk berilmu. Selanjutnya perintah ini diikuti perintah
beramal, yaitu :

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
'...Dan mohonlah ampunan bagi dosamu..."

Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa urutan ilmu mendahului urutan amal. Ilmu
merupakan syarat keabsahan perkataan dan perbuatan. Shahihnya amal karena
shahihnya ilmu. Disamping, itu ilmu merupakan tempat tegaknya dalil.

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang disampaikan Rasul atau bisa juga ilmu yang
bukan dari Rasul, yaitu ilmu-ilmu yang diluar masalah diniyah (agama), misalnya
beberapa segi ilmu kedokteran, pertanian dan perdagangan.

Seorang da'i tidak dikatakan bijaksana, kecuali bila ia memahami ilmu syar'i. Jika
dari awal hingga akhir perjalanan dakwahnya ia tidak melalui jalur ilmu ini, ia akan
kehilangan jalan petunjuk dan keberuntungan. Inilah konsensus orang arif. Tidak
diragukan lagi bahwa pembenci ilmu adalah penyamun dan pelaku perbuatan iblis dan
pengawalnya.

Begitu pula seorang yang tergabung dalam sebuah organisasi Dakwah, jika ia tidak
mengetahui ilmu syar’i atau tidak mempelajarinya dengan benar, maka apa yang ingin
ia dakwahkan? Jangan-jangan yang ia dakwah-kan selama ini adalah salah.

Karena banyak sekali diantara orang-orang yang tergabung di organisasi dakwah, hanya
bermodal semangat yang tinggi saja, atau bermodal pengetahuan Islam yang didapatnya
dari membaca koran atau berita di TV atau apa-apa yang dikerjakan oleh nenek moyang
mereka, padahal berita-berita itu belum tentu benar dan apa-apa yang dikerjakan nenek
moyang kita belum tentu benar menurut apa yang diturunkan Allah dan diajarkan
Rasul-Nya.

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah". Mereka menjawab: "(Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk". (QS. Al-Baqarah :170)

Jika ditanya tentang berita-berita aktual yang melibatkan kaum muslimin atau masalah
politik, maka akan dijawabnya dengan lancar dan jelas. Namun jika ditanya tentang
aqidah, tauhid dan ilmu syar’i lainnya, ia tidak tau....atau jika ia malu untuk menjawab
tidak tahu, ia menjawabnya dengan pendapatnya / akalnya semata, tanpa dasar dalil
yang jelas, sehingga akan muncul perkara-perkara baru dalam agama (bid’ah) yang
sesat dan menyesatkan.

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan serta merta dari hamba-Nya,
akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan dicabutnya nyawa para ulama, hingga
manakala Dia tidak menyisakan satu orang alimpun (dalam riwayat lain: Hingga
manakala tidak tertinggal satu orang alim pun), manusia akan menjadikan
pemimpin-pemimpin dari orang-orang yang bodoh, maka tatkala mereka akan
ditanya (tentang masalah agama), lalu mereka akan ber-fatwa tanpa ilmu, akhirnya
mereka sesat dan menyesatkan.” (HR Bukhari dalam al Ilmu 1/234 dan Muslim dalam
al-Ilmu 16/223).

Begitu pula masalah halal dan haram. Jika seorang muslim tidak mengerti yang
mana yang halal, mana yang haram, mana yang tauhid, mana yang syirik, mana yang
sunnah, mana yang bid’ah, maka kemungkinan besar orang ini akan menyimpang dalam
beragama.

Yang seperti ini tidaklah benar, hendaknya seorang muslim benar-benar mempelajari
terlebih dahulu apa yang ingin diamalkan.

Pada kenyataannya ilmu itu memang teramat penting dan menentukan, oleh karena itu
ia mesti men-jadi hal pertama untuk dimengerti.

Mengapa Ilmu? Apakah Ilmu dan Apakah Batasannya?

Dikatakan oleh imam Asy-Syathibi bahwa: "Ilmu yang dikehendaki disini maksudnya
ialah agar supaya terjadinya amal-amal perbuatan dalam wujud nyatanya sejalan dengan
ilmu tersebut tanpa ada perselisihan, baik amal-amal itu merupakan perbuatan hati,
lidah maupun anggota badan"

"Dengan demikian jika suatu perbuatan biasanya berlangsung sejalan dengan ilmunya
tanpa ada perselisihan sedikitpun antara keduanya, berarti dalam kaitan ini ia
merupakan ilmu sebenarnya, kalau tidak berarti bukan ilmu karena tiada kesesuaian
antara keduanya (teori dengan kenyataan -pen). Berarti hal ini bathil, sebab kebalikan
ilmu adalah jahil (bodoh)"

Syaikh Abil Izzi Al Hanafi menyatakan bahwa: "Ilmu yang paling mulia adalah ilmu
ushuluddin (pokok-pokok dien), karena tolok ukur mulianya sebuah ilmu tergantung
pada kemulian yang mesti diilmui. Kebutuhan manusia kepada ilmu ini diatas
kebutuhan penting lainnya, karena tiada hakekat hidup bagi hati dan tiada kenikmatan
serta ketenteraman kecuali apabila ia mengenal Rabbnya, Sesembahan dan Penciptanya,
lengkap dengan Asma', Shifat serta perbuatan-perbuatan (Rubbubiyah)-nya. Akan tetapi
adalah mustahil jika akal (fitrah) semata-mata dapat memahami rincian semua persoalan
ushuluddin di atas. Oleh karenanya Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Kasih Sayang
dengan segala hkmah serta kebijaksanaan-Nya mengutus para utusan-Nya supaya
mengenalkan Allah pada umatnya dan mendakwahi mereka supaya mengabdi kepada-
Nya. Allah menjadikan kunci serta intisari dakwah yang dilakukan oleh para Rasul itu
ialah: Ma'rifat (mengenal) terhadap Allah lengkap dengan hak Ilahiyah, Asma', Shifat

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
serta perbuatan-perbuatan-Nya. Inilah tuntutan risalah para nabi semenjak nabi pertama
hingga nabi terakhir."

Pada sisi lain Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Risalah Nabi meliputi dua
hal yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, sebagaimana terdapat dalam firman
Allah:

"Dialah Allah yang telah mengutus rasul-Nya (dengan membawa) al Huda /


petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama,
walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai." (QS.at Taubah:33)

Al Huda pada ayat di atas ialah: ilmu yang bermanfaat sedangkan Dienul Haq ialah
amal shalih yang terdiri dari ikhlas karena Allah dan mutaba'ah (ittiba') kepada
Rasulullah .

Dengan ilmu inilah bakal tegak dienullah baik secara perkataan, perbuatan maupun
keyakinan.

Cara Mendapatkan Ilmu

1. Berdo’a kepada Allah "...Dan katakanlah,'Wahai Rabbku, tambahkanlah


kepadaku ilmu." (Thaha:114)
2. Bersungguh-sungguh dan berkeingi-nan keras dalam mencari ilmu, serta dengan
mengharap ridha Allah. Imam Syafi'i mengatakan. "Kamu tidak akan
memperoleh ilmu, kecuali dengan enam hal: kecerdasan, gemar belajar,
sungguh-sungguh, memiliki biaya, bergaul dengan guru dan perlu waktu
lama"
3. Menjauhi segala maksiat dengan bertakwa kepada Allah."Hai orang-orang
beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan
kepadamu furqan/ pembeda..." (Al Anfal: 29)
4. Tidak sombong dan tidak malu dalam mencari ilmu.
Aisyah pernah mengatakan, "Wanita terbaik adalah wanita kaum Anshar, karena
mereka tidak malu bertanya tentang agama."
5. Ikhlas dalam mencari ilmu. Rasulullah bersabda:
"Barang siapa belajar suatu ilmu yang terkait dengan maksud karena Allah,
tetapi dipelajari untuk tujuan keuntungan dunia, maka dia tidak akan
mencium harumnya surga pada hari kiamat." (HR. Abu Daud dan Ibnu
Majah)
6. Mengamalkan ilmu. Mungkin kita lupa sabda nabi tentang keutamaan ilmu
Islam yang disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim hadist dari
Mu'awiyah yang berkata aku mendengar Rasulullah bersabda :

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer
"Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah membuatnya
memahami agama."

Ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa orang yang bertakwa kepada Allah akan diberi
ilmu, sehingga ia akan mampu membedakan yang hak dan yang bathil.

Berdasarkan penjelasan di atas maka mestinya setiap hamba Allah mengkaji ulang
kembali adakah ilmu yang diyakini itu sudah benar, atau bahkan ilmunya itu sekedar
angan-angan kosong belaka?

Sungguh aneh dan ironis jika seorang berniat akan beribadah terus selama hidupnya
kepada Allah, tapi ia tidak mau tau cara ibadah yang diajarkan RasulNya.

Oleh karena itu marilah kita bersama-sama untuk mengkaji apa-apa yang dibutuhkan
sebagai hamba Allah agar kita tidak menyesal nantinya. Ingat umur kita yang hanya
hidup sebentar di dunia dan kekal di akherat.

Wallahu A'lam

Maraji’:
Salafyoon.cjb.net

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

Anda mungkin juga menyukai